Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN REGULASI KEPEGAWAIAN

Secara umum, regulasi adalah peraturan Adapun menurut Kamus besar Bahasa
Indonesia peraturan adalah aturan yang dibuat untuk mengatur, petunjuk yang
dipakai untuk menata sesuatu dengan aturan dan ketentuan yang harus
dijalankan dan dipatuhi Membuat suatu aturan tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang.

Aturan biasanya dibuat oleh orang yang memiliki pengaruh besar terhadap
lingkungan atau kelompok tertentu Sebagai contoh peraturan di rumah dibuat
oleh kepala keluarga peraturan di lingkungan RT dibuat oleh ketua RT yang
berdasarkan kesepakatan para kepala keluarga, begitu seterusnya. Sampai
tingkat yang tertinggi yaitu negara peraturan dibuat oleh pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat

Serupa dengan hal tersebut regulasi kepegawaian adalah peraturan yang dibuat
untuk mengatur dan mengendalikan pegawai dalam bertindak ataupun bekerja
agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai bersifat mengikat, baik bagi
pengawal, pengusaha, maupun pemerintah. Sebagai contoh, peraturan
mengenai jam kerja harus ditetapkan. Jika tidak pegawai akan datang dan
pulang kerja sesuka hati

Dengan adanya aturan di bidang kepegawaian, pegawai, pengusaha,


pemerintah, dan pihak lain yang terkait dapat bertindak dan bekerja sesuai
dengan standar dalam peraturan yang telah ditetapkan. Dalam peraturan
mengenai kepegawaian, diatur antara hak-hak dan kewajiban pegawai
pengusaha, ataupun pemerintah, untuk mencegah permasalahan permasalahan
yang mungkin timbul dalam bidang kepegawaian, seperti adanya perbedaan
pemberian gaji, permasalahan kinerja pegawai yang uruk dan sebagainya.
Dengan aturan kepegawaian, permasalahan alam instansi atau organisasi dapat
diminimalkan
dari gambar di atas dapat kita pahami bahwa undang-undang dasar 1945
merupakan puncak hukum tertinggi , yang artinya segala hukum yang ada di
negara ini harus berlandaskan UUD 1945 terkhususnya di bidang
ketenagakerjaan, selanjutnya pepres /perpu tidak boleh juga di atas perda ,
begitu juga seterusnya, yang intinya adalah urutan landasan hukum
ketenagakerjaan sebagai berikut.

1. Peraturan perundangan-undangan
2. Adat kebiasaan (contohnya : PT. IKPP harus merekrut putra /i daerah atau
suku asli orang perawang
3. Agama (contohnya: tidak boleh meralang karyawati muslim menggunakan
hijab, menyediakan sarana ibadah
4. Yurisprudensi yaitu putusan putusan hakim atau peradilan yang memiliki
hukum kekuatan hukum tetap dan di benarkan oleh MA (mahkamah agung)
5. Traktat yaitu landasan hukum berdasarkan organisasi buruh internasional
(internasional labour organisation)
6. Peraturan perusahaan
(Nah...ini adalah tugas yaitu apakah isi dari UU ketenagakerjaan no 13 tahun
2003 pasal 1)?
7. Perjanjian kerja sama
Taukah kamu?
Jam Kerja lembur diatur dalam pasal 77 sampai pasal 85 Undang-Undang
No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di beberapa perusahaan, jam kerja
kan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Sungguh melelahkan bukan, bila kita diharuskan bekerja berjam-jam di dalam


dan di luar kantor sehari-hari, bahkan ada yang sampai kerja lembur.
Bagaimana dengan upah lembur kita? Berapa sih upah yang sesuai untuk jam
kerja kita tersebut? Belum lagi, di sela-sela jam kerja itu, karyawan juga berhak
untuk mendapat jam istirahat dan waktu untuk beribadah. Pertanyaan –
pertanyaan tersebut pasti sering terlintas di pikiran anda. Sekarang, mari kita
tela’ah bersama ya.

Berapa lama sebenarnya jam kerja kita dalam sehari?

Untuk karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7
jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk karyawan
dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1
hari dan 40 jam dalam 1 minggu.

Apa kata Undang-Undang mengenai Jam Kerja?


Jam Kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang
hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur
dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85.

Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk


melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam
2 sistem seperti yang telas disebutkan diatas yaitu:

• 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari
kerja dalam 1 minggu; atau
• 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari
kerja dalam 1 minggu.
Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja yaitu 40
(empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan
waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu
kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur.

Bagaimana Perjanjian Kerja Bersama mengatur mengenai Jam Kerja?

Ketentuan mengenai pembagian jam kerja, saat ini mengacu pada UU


No.13/2003. Ketentuan waktu kerja diatas hanya mengatur batas waktu kerja
untuk 7 atau 8 sehari dan 40 jam seminggu dan tidak mengatur kapan waktu
atau jam kerja dimulai dan berakhir.

Pengaturan mulai dan berakhirnya waktu atau jam kerja setiap hari dan selama
kurun waktu seminggu, harus diatur secara jelas sesuai dengan kebutuhan oleh
para pihak dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian
Kerja Bersama (PKB).

Pada beberapa perusahaan, waktu kerja dicantumkan dalam Peraturan


Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sebagaimana diatur
dalam Pasal 108 ayat 1 UU No.13/2003, PP dan PKB mulai berlaku setelah
disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (biasanya Disnaker).

Apakah jam kerja selama 40 jam/minggu berlaku untuk semua sektor


usaha atau jenis pekerjaan?

Ketentuan waktu kerja selama 40 jam/minggu (sesuai dengan Pasal 77 ayat 1,


UU No.13/2003) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu
tersebut selebihnya diatur dalam Keputusan Menteri.

Keputusan Menteri yang dimaksud adalah Kepmenakertrans No. 233 tentang


Jenis Dan Sifat Pekerjaan Yang Dijalankan Secara Terus Menerus, dimana
pada pasal 3 ayat (1) mengatur bahwa pekerjaan yang berlangsung terus
menerus tersebut adalah:

• pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan;


• pekerjaan di bidang pelayanan jasa transportasi;
• pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat transportasi;
• pekerjaan di bidang usaha pariwisata;
• pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi;
• pekerjaan di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air
bersih (PAM), dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;
• pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;
• pekerjaan di bidang media masa;
• pekerjaan di bidang pengamanan;
• pekerjaan di lembaga konservasi;
• pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses
produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat
produksi.

Berdasarkan peraturan tersebut, maka jenis-jenis pekerjaan di atas dapat


berlangsung secara terus menerus, tanpa mengikuti ketentuan jam kerja
sebagaimana tercantum dalam UU No. 13 tahun 2003. Namun demikian, setiap
kelebihan jam kerja yang dilakukan oleh buruh/pekerja dalam melaksanakan
pekerjaan sebagaimana tercantum di atas, harus dihitung sebagai lembur yang
harus dibayarkan karena merupakan hak buruh/pekerja yang dilindungi oleh
Undang-Undang.

Ada pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan terus-menerus,


termasuk pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat 2 UU No.13/2003). Pekerjaan
yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam Kepmenakertrans No. Kep-
233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan
Secara Terus Menerus. Dan dalam penerapannya tentu pekerjaan yang
dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke
dalam shift-shift.

Anda mungkin juga menyukai