Anda di halaman 1dari 8

JAWABAN TUGAS TAMBAHAN PENGGANTI NILAI

KEHADIRAN

1. Nama Mahasiswa : Rista Novianti


2. NIM : 043919502
3. Semester : 4
4. Kelas : 4A

JAWABAN

1. Beberapa peraturan yang perlu dipatuhi dalam Mamajemen SDM secara operasional
hukum ketenagakerjaan yang mana dikelompokkan menjadi tiga, yaitu yang mengatur
masa sebelum berkerja, masa selama bekerja, dan masa setelah bekerja. Beberapa
peraturan perundang-undangan kepegawaian dan ketenagakerjaan adalah sebagai berikut
:
1) UU R.I No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjan.
2) UU R.I No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
3) UU R.I No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
4) UU R.I No. 3 Tahun 1992 tentag Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
5) UU R.I No. 40 Tahun 2004 tenang Sistem Jaminan Sosial Nasional
6) UU R.I No. 2 Tahunn 2 Tahun 200 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Idustrial
7) UU R.I No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
8) Keputusan Presiden R.I No. 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Kerja
9) Keptusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I No. 48 Tahun 2004 tentang
Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
10) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I No. 235 Tahun 2003 tentang
Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Keselematan, Kesehatan, atau Moral
Anak.
11) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I No. 49 Tahun 2004 tentang
Ketentuan Struktur dan Skala Upah.
12) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasnmigrasi R.I No. 157 Tahun 2003 tentang
Asuransi Tenaga Kerja Indonesia.
Sementara itu, yang berkaitan dengan pegawai negeri sipil beberapa peraturan
perundang-undangan yang perlu dirujuk adalah sebagai berikut :
1) UU R.I No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
2) UU R.I No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU R.I No. 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
3) Peraturan Pemerintah R.I tentang formasi, pengadaan, dan pengangkatan PNS.
4) Peraturan Presiden tentang gaji pokok dan tunjangan.
2. Terdapat UU yang melindungi tenaga kerja dari diskriminasi salah satunya UU No. 13
Tahun 2003 pasal 5 dan Pasal 6 yang mengatur tentang kesempatan dan perlakuan yang
sama bagi tenaga kerja. Untuk menangani kasus diskriminasi, agar UU No. 13 Tahun
2003 pasal 5 dan Pasal 6 tersebut dapat terealisasi, menurut saya adalah sebagai berikut :
- Berdiskusi dengan saksi mata
Jika kita mendapatkan perlakuan diskriminasi alangkah lebih baiknya kita berbicara
pada orang lain, khususnya pada orang yang melihat langsung tindakan tersebut.
Kemudian, kita bisa mendiskusikan dan meminta saran kepada saksi mata langkah
apa yang sebaiknya harus dilakukan.
- Melapor pada atasan
Orang pertama yang bisa kita beri tahu apabila kita melihat atau mengalami
diskriminasi adalah atasan. Terutama apabila perilaku diskriminasi tersebut
dilakukan oleh rekan kerja. Sampaikan secara pribadi kepada atasan jika kita
memiliki bukti yang kuat adanya diskriminasi di tempat kerja. Kita juga bisa
mengajak rekan kerja yang lain jika ia juga melihat atau mengalami perlakuan
diskriminasi yang sama. Kita bisa berdiskusi dengan atasan langkah selanjutnya
untuk menangani kasus diskriminasi ini.
- Laporkan pada HR
Pihak kedua yang bisa dihubungi ketika melihat atau mengalami diskriminasi di
tempat kerja adalah bagian HR. Hal ini dikarenakan penyelesaian berbagai masalah
yang berkaitan dengan perusahaan dan karyawan merupakan bagian
dari tanggungjawab HR di kantor. Apabila kita mendapat atau melihat tindakan
diskriminasi di kantor yang tidak bisa diselesaikan oleh atasan, kita bisa
menyampaikannya kepada HR. Kita juga bisa melaporkan perilaku diskriminasi jika
hal tersebut dilakukan oleh atasanmu sendiri. Sehingga, pihak HR dapat bertindak
sebagai mediator untuk mengatasi hal ini.
- Laporkan sesuai dengan aturan atau prosedur perusahaan
Setiap perusahaan umumnya telah memiliki berbagai aturan tersendiri yang mengatur
berbagai hal yang berkaitan dengan perusahaan. Termasuk perihal pelaporan perilaku
diskriminasi. Untuk itu, kita perlu memahami aturan perusahaan dalam mengatasi
perilaku diskriminasi. Jika kita belum mengetahuinya, kita dapat menanyakannya
kepada atasan ataupun bagian HR.
- Laporkan Kepada Pengadilan Hubungan Industrial
Perilaku diskriminasi adalah salah satu permasalahan kerja yang dapat dilaporkan
kepada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). PHI adalah langkah terakhir yang
dapat ditempuh untuk mengatasi perlakuan diskriminasi yang terjadi di tempat kerja
jika usaha lainnya tidak membuahkan hasil. Jika mediasi dengan pihak perusahaan
tidak menghasilkan kesepakatan, kita dapat mengajukan gugatan kepada PHI. Untuk
bisa mengajukan gugatan, kita harus memiliki bukti perilaku diskriminasi yang
cukup kuat. Setelah gugatan dilayangkan, PHI kemudian akan memeriksa, mengadili,
dan memberikan putusan terhadap pelaku diskriminasi tersebut.
Perilaku diskriminasi di tempat kerja dapat diatasi dengan cara yang sudah disebutkan di
atas. Akan tetapi, sebelum hal itu terjadi alangkah lebih baik jika kita dapat
mencegahnya. Seperti yang dilakukan perusahaan tempat saya bekerja dimana
manajemen perusahaanya seringkali mengadakan program yang berkaitan dengan
kesetaraan gender, kita sebagai karyawan bisa mengikuti kegiatan tersebut untuk ikut
berkontribusi menghapus tindakan diskriminasi di tempat kerja.
3. Hak dan Kewajiban Karyawan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Berikut hak karyawan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan :
- Hak untuk mendapatkan pelatihan kerja
Pekerjaan yang ideal tidak hanya mendapatkan upah saja dari hasil kerjanya, namun
juga sekaligus menjadi tempat untuk mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan karyawan. Oleh karena itu dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menegaskan, “Setiap
tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau
mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
melalui pelatihan kerja.”
- Hak untuk mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama
Setiap karyawan berhak untuk memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi
dari perusahaan, hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 UU Ketenagakerjaan.
- Hak atas penempatan tenaga kerja
Pasal 31 UU Ketenagakerjaan menegaskan bahwa, “Setiap tenaga kerja mempunyai
hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan
dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.”
- Hak untuk melaksanakan kerja sesuai waktu yang ditentukan
Pasal 77 UU Ketenagakerjaan telah diubah Pasal 80 angka UU Cipta Kerja secara a
contrario menegaskan bahwa setiap karyawan berhak melaksanakan kerja sesuai
dengan waktu yang ditentukan dalam Perjanjian Kerja. Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur.
Mengenai aturan waktu kerja yang ditentukan dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 77
ayat 2, yaitu :
 7 jam dalam sehari dan 40 jam dalam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu
minggu atau
 8 jam sehari dan 40 jam dalam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu
- Hak untuk istirahat dan cuti
Pasal 79 UU Ketenagakerjaan telah diubah Pasal 80 angka UU Cipta Kerja mengatur
mengenai hak istirahat dan cuti tahunan. Setiap karyawan berhak mendapatkan waktu
istirahat antara lain istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja dan istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu. Selain itu karyawan juga berhak untuk mengajukan cuti
tahunan selama paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
- Hak untuk melaksanakan ibadah
Pasal 80 UU Ketenagakerjaan mewajibkan pengusaha untuk memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh
agamanya.
- Hak atas upah yang layak
Pasal 88 UU Ketenagakerjaan telah diubah Pasal 80 UU Cipta Kerja menegaskan
bahwa setiap karyawan berhak untuk memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
- Hak atas jaminan sosial
Pasal 99 UU Ketenagakerjaan menegaskan bahwa setiap karyawan dan keluarganya
berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Hak mengenai kesejahteraan yang diberikan
pada pekerja yaitu :
 Setiap tenaga kerja berhak untuk mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja.
 Jaminan sosial tenaga kerja tersebut yang sudah diatur dalam ayat 1, dilaksanakan
sesuai aturan undang-undang yang berlaku.
- Hak kebebasan berserikat
Pasal 104 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menegaskan setiap karyawan berhak
membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh.
- Hak untuk melakukan mogok kerja
Pasal 137 UU Ketenagakerjaan menegaskan mogok kerja adalah hak dasar karyawan
dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai
akibat gagalnya perundingan.
Mogok kerja tersebut biasanya dilakukan untuk memaksa perusahaan agar
mendengarkan dan menerima tuntutan kerja dari serikat pekerja atau buruh. Hal
tersebut dilakukan ketika pekerja tidak mendapatkan hak dan kewajibannya dari
perusahaan.
- Hak atas pesangon bila di PHK
Pasal 156 UU Ketenagakerjaan diubah Pasal 80 UU Cipta Kerja menegaskan apabila
terjadi PHK, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Kewajiban Karyawan Pada Perusahaan
Selain beberapa hal tersebut mengenai hak, karyawan juga memiliki kewajiban yang
perlu diberikan pada perusahaan, yaitu :
- Kewajiban ketaatan
Dalam hal ini berarti pekerja harus memiliki konsekuensi dan juga patuh pada aturan
yang ada di perusahaan tersebut.
- Kewajiban konfidensialitas
Setiap karyawan wajib untuk menjaga semua data penting yang sudah didapatkan
pada saat bekerja di perusahaan tersebut. Terutama untuk jenis data perusahaan yang
bersifat rahasia.
- Kewajiban loyalitas
Hak dan kewajiban karyawan yang terakhir adalah mengenai loyalitas yang mana
tenaga kerja perlu mendukung visi dan misi perusahaan dan juga memiliki loyalitas
yang tinggi pada perusahaan tersebut. Agar saling ada timbal balik, maka perusahaan
juga memiliki hak dan kewajiban perusahaan yang perlu dijalankan.
4. Menurut saya, hal yang harus dilakukan dalam menghadapi gugatan atau tuntutan hukum
yang berkaitan dengan SDM adalah sebagai berikut :
- Tetap tenang dan berdiskusi dengan serikat pekerja/serikat buruh
Apabila kita mendapat gugatan hukum dan kita sebagai karyawan tentunya kita
harus tetap tenang dan berdiskusilah dengan organisasi pekerja yang ada di
perusahaan atau di luar perusahaan sehingga kita akan memiliki keberanian
menghadapi permasalahan tersebut.
- Crosscheck aturan atau perjanjian kerja bersama
Jika kesalahan kita tercantum dalam aturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama,
kita perlu melakukan hal yang sesuai dengan prosedur atau aturan perusahaan itu
sendiri. Sehingga hal tersebut dapat mempermudah apabila memang kita tidak
bersalah.
- Kemudian akan dilakukan pengecekan dan kita harus melalui beberapa tahapan yang
ada sampai pada nanti keputusan final.
Selain itu, jika kita menghadapi perselisihan hubungan industrial terdapat 3 prosedur
yang mana harus kita hadapi, prosedur tersebut antara lain :
- Perundingan Bipartit
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pengusaha/gabungan pengusaha dan
pekerja/serikat pekerja atau antar serikat pekerja dalam satu perusahaan yang
berselisih. Pada prinsipnya memang ketika terjadi perselisihan, upaya yang wajib
diupayakan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk
mencapai mufakat.
Perundingan bipartit harus diselesaikan dalam waktu maksimal 30 hari. Namun jika
dalam jangka waktu tersebut salah satu pihak menolak berunding atau tidak
mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Apabila
perundingan bipartit ternyata mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama
yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian bersama ini bersifat mengikat dan
menjadi hukum sehingga wajib dilaksanakan oleh para pihak.
Setelah itu, perjanjian bersama wajib didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama.
Sehingga, jika perjanjian tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka
pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan
Hubungan Industrial tersebut.
- Perundingan Tripartit
Apabila perundingan bipartit gagal, maka perselisihan hubungan industrial dapat
dilakukan dengan perundingan tripartit. Perundingan tripartit adalah perundingan
antara pekerja dan pengusaha dengan melibatkan pihak ketiga sebagai fasilitator
dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Perundingan tripartit bisa
melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase.
- Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial
dapat diajukan apabila upaya tripartit yang meliputi mediasi dan konsiliasi gagal.
Namun tidak demikian jika perselisihan telah diselesaikan melalui arbitrase, karena
tidak dapat diajukan lagi ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Perkara yang dapat diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial adalah :
 di tingkat pertama untuk perselisihan hak dan perselisihan PHK;
 tingkat pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
Artinya, dalam perselisihan hak dan perselisihan PHK masih dapat diajukan upaya
hukum lebih lanjut yaitu melalui kasasi ke MA. Sedangkan untuk kasus perselisihan
kepentingan dan perselisihan serikat pekerja dalam satu perusahaan tidak dapat
diajukan kasasi ke MA.
Adapun hukum acara yang berlaku dalam Pengadilan Hubungan Industrial adalah
hukum acara perdata pada lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur secara
khusus dalam UU PPHI. Untuk mengajukan gugatan perselisihan, diajukan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat pekerja bekerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mengajukan
gugatan adalah sebagai berikut.
 Harus dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi;
 Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak;
 Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan atau objek gugatan;
 Dokumen-dokumen, surat-surat dan hal-hal lain yang dianggap perlu oleh
penggugat.
Setelah gugatan diajukan, selanjutnya akan dilaksanakan pemeriksaan oleh hakim
dan akan diputus perkara perselisihannya.
5. Ketentuan pokok perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. Dalam hal ini ada 4 jenis perselisihan
hubungan industrial, yaitu sebagai berikut :
- Perselisihan hak, yakni perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
- Perselisihan kepentingan, adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan
syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
- Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak.
- Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, yaitu perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan.
Pasal 136 ayat (1) UU No. 13 Tahun 20033 menyatakan bahwa penyelesaian perselisihan
hubungan industrial wajib dilaksaakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. Selanjutnya, ayat (2)
menyatakan : dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai,
maka pengusaha dan pekerja/burh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang diatur dalam Undang-Undang.

Anda mungkin juga menyukai