Anda di halaman 1dari 9

Nama : Leila Luvena A

NIM : 010001800268

Mata Kuliah : HUKUM KETENAGAKERJAAN

Dosen : Dr. Andari Yurikosari S.H., M.H.

UJIAN TENGAH SEMESTER

1. Jelaskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan menurut pakar Hukum


Ketenagakerjaan, serta uraikan letak Hukum Ketenagakerjan dalam pembidangan
hukum di Indonesia!

Jawaban:

Molenaar: adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara
tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja.

Soetikno: adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang


mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan orang
lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan
hubungan kerja tersebut.

Imam Sopomo: adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang
berkenaan dengan kejadian saat seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

Halim: adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang harus
diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/pekerja maupun pihak majikan.

M. G. Levenbach: adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, yakni pekerja
dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut
dengan hubungan kerja itu.

Letak Hukum Ketenagakerjaan dalam pembidangan hukum di Indonesia:

Hukum Ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan. Dan dalam Pasal 27 serta Pasal 33 UUD 1945.

Letak hukum perburuhan/ketenagakerjaan adalah cenderung kepada hukum publik. Akan


tetapi ternyata unsur privatnya juga tetap ada.
3. Bandingkan antara Sumber Hukum Ketenagakerjaan Otonom dengan Sumber
Hukum Ketenagakerjaan Heteronom sehingga terlihat jelas perbedaan antara
keduanya diserta bentuk konkritnya!

Jawaban:

Sumber Hukum Otonom: sumber hukum yang berasal dari diri sendiri berupa Perjanjian
Kerja, Perjanjian Kerja Bersama dan Peraturan Perusahaan.

Sumber Hukum Heteronom: sumber hukum yang berasal dari luar diri sendiri, berupa
peraturan perundang-undangan. (Peraturan tentang ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, dsb.)

Sumber Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan:

o KUHPerdata
o UU No. 13 Tahun 2003 (tentang Ketenagakerjaan)
o UU No. 21 Tahun 2000 (tentang Serikat Pekerja)
o UU No. 2 Tahun 2004 (tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)
o UU No. 39 Tahun 2004 (tentang Penempatan & Perlindungan TKI di Luar Negeri)

4. A. Pada dasarnya azas pengupahan adalah No Work No Pay, dalam hal bagaimana
ketentuan tersebut dapat dikecualikan? Serta ketentuan, bagaimana cara
membayar upah karena sakit, dengan menyebut dasar hukumnya!

Jawaban:

Dalam Pasal 93 Ayat (1) disebutkan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja tidak masuk
kerja (No Work No Pay), keadaan ini dikecualikan apabila: (terdapat dalam Pasal 93 Ayat (2)

o Pekerja/Buruh sakit termasuk pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama
dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
o Pekerja/Buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,
mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan,
suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota
keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
o Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan
kewajiban terhadap negara;
o Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang
diperintahkan agamanya;
o Pekerja/Buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha
tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang
seharusnya dapat dihindari pengusaha;
o Pekerja/Buruh melaksanakan hak istirahat;
o Pekerja/Buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan
pengusaha; dan
o Pekerja/Buruh melaksanakan tugas Pendidikan dari perusahaan

Cara membayar upah karena sakit:

 Untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
 Untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah);
 Untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
 Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum
pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

Dasar Hukum: Pasal 93 Ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

B. Uraikan mengenai istirahat bagi pekerja serta segala hal mengenai cuti bagi
pekerja perempuan!

Jawaban:

Istirahat bagi Pekerja:

PASAL 79

 Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.


 Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
o istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja;
o istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
o cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara
terus menerus; dan
o istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi
pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-
menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun
berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam)
tahun.
 Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
 Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d hanya berlaku
bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
 Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Cuti bagi pekerja perempuan:

PASAL 81

 Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan


memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua pada waktu haid.
 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
PASAL 82

 Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah)


bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
 Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan
dokter kandungan atau bidan.

6. Apa yang dimaksud dengan Hukum Perlindungan Tenaga Kerja? Jelaskan


Perlindungan terhadap Tenaga Kerja dilihat dari sifatnya terdiri dari Perlindungan
Preventif dan Perlindungan Represif disertakan bentuk konkritnya!

Jawaban:

Hukum Perlindungan Tenaga Kerja adalah seperangkat aturan yang mengatur mengenai
penjaminan hak-hak atas pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa
deskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya
dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan
pengusaha.

o Perlindungan Preventif adalah perlindungan hukum kepada rakyat yang diberikan


kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum
suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang menjadi definitif.
Contoh: BAB X (PASAL 67-86) mengenai perlindungan pekerja.
o Perlindungan Represif adalah perlindungan hukum yang bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa. Kedua bentuk perlindungan hukum diatas bertumpu dan
bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia serta berlandaskan
pada prinsip Negara hukum.
Contoh:
7. A. Jelaskan menurut anda mengapa hubungan kerja disebut sebagai hubungan
hukum?

Jawaban:

Karena, apabila sudah terjadi hubungan kerja (yaitu hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh), maka ada pula akibat hukumnya. Hubungan kerja terbit karena adanya
perjanjian kerja, dan perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang
bersangkutan. Dan semua ini terjadi karena adanya kesepakatan antara kedua pihak
tersebut.

B. Menurut Saudara bagaimana dengan pekerja yang tidak mempunyai hubungan


hukum dengan pengusaha?

Jawaban:

Menurut saya, hal ini bertentangan dengan Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, yang mana disyaratkan dalam pasal tersebut bahwa: “Hubungan kerja
terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”.

Maka tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

C. Menurut Saudara apakah hubungan antara perjanjian kerja bersama, peraturan


perusahaan dengan perjanjian kerja?

Jawaban:

Menurut saya, hubungan antara perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan dengan
perjanjian kerja adalah apabila perusahaan yang telah memiliki perjanjian-perjanjian
tersebut maka perusahaan tidak berkewajiban memiliki peraturan perusahaan. Tetapi,
apabila perjanjian kerja bersama tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan
tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
8. A. Menurut Saudara, mengapa seharusnya perlindungan kerja diatur dalam
perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan?
Jelaskan!

Jawaban:

Menurut saya, apabila perlindungan kerja tersebut dicantumkan dalam perjanjian yang
harus disepakati oleh kedua pihak maka akan lebih konkrit dan ada bukti dalam wujud yang
jelas dan nyata. Karena perlindungan tenaga kerja sangat mendasar dan tenaga kerja nya itu
sendiri merupakan aset yang harus dilindungi oleh setiap pengusaha dan harus diberikan
hak ketenangan untuk bekerja.

B. Menurut Saudara, apabila perlindungan kerja tidak diatur seperti dalam No. 8A
diatas, apakah pengusaha dapat dikatakan melanggar yaitu pengusaha dianggap
tidak melakukan perlindungan kerja pada pekerja yang bersangkutan?

Jawaban:

Iya. Menurut saya, perusahaan dapat dikatakan melanggar apabila tidak melakukan
perlindungan kerja pada pekerja yang bersangkutan. Dan dapat dikenakan sanksi
apabila melanggarnya.

9. A. Jelaskan menurut Saudara, bagaimana dengan perjanjian kerja waktu tertentu


yang diperbaharui secara terus menerus!

Jawaban:

Diatur dalam Pasal 59 Ayat (4), bahwa perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat
diperbaharui secara terus menerus.

Karena dikatakan bahwa perjanjian ini dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan
hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
B. Jelaskan menurut Saudara, apakah perbedaan antara pekerja outsourcing
dengan pekerja yang bekerja secara kontrak. Menurut Saudara, dapatkah pekerja
pindah (mutasi) dari induk perusahaan ke anak perusahaan yang berada dalam
satu lingkup afiliasi perusahaan yang sama? Jelaskan!

Jawaban:

Perbendaan antara pekerja outsourcing dengan pekerja kontrak:

o Karyawan kontrak direkrut oleh sebuah perusahaan untuk melaksanakan kerja


kontrak, yaitu melaksanakan suatu pekerjaan yang berlangsung selama perioda
waktu tertentu.
Outsourcing adalah sebuah upaya untuk mengalihkan pekerjaan ke pihak ketiga
o Karyawan kontrak hanya boleh diadakan paling lama untuk dua tahun, dengan
perpanjangan satu kali maksimal selama satu tahun.
Outsourcing, penghitungan masa kerjanya bergantung pada jenis kontrak yang
disepakati bersama perusahaan yang merekrut mereka.
o Karyawan kontrak, perjanjian harus dibuat secara tertulis
Outsourcing, tidak disebutkan secara eksplisit tentang adanya keharusan untuk
membuat perjanjian secara tertulis.

Menurut saya, bisa dimutasi dalam satu lingkup afiliasi yang sama apabila ada persetujuan
dari pengusaha yang bersangkutan.

C. Jelaskan menurut Saudara, apakah pekerja yang telah bekerja tetap secara
permanen dapat beralih statusnya menjadi pekerja kontrak dalam satu
perusahaan?

Jawaban:

Pekerja yang sudah bekerja tetap tidak dapat beralih status menjadi pekerja kontrak.

Karena, telah diperjanjikan pada perjanjian kerja bahwa ia adalah pekerja tetap. Kecuali,
dalam perjanjian kerja tsb ditetapkan hal yang lain.
11. Dalam hal apa peraturan perusahaan dibuat? Apakah dimungkinkan peraturan
perusahaan dibuat oleh perusahaan bersama pekerja? Jelaskan argumentasi
anda!

Jawaban:

Peraturan perusahaan wajib dibuat oleh pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh


sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri
atau pejabat yang ditunjuk (pasal 108).

Peraturan perusahaan ini disusun sebagai tanggung jawab dari pengusaha yang
bersangkutan

Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Maka, pekerja hanya boleh memberi
saran namun mengenai peraturan nya akan diatur oleh perusahaan, memperhatikan saran
dari pekerja tersebut. (dasar hukum: Pasal 109-110)

Anda mungkin juga menyukai