Anda di halaman 1dari 15

HUKUM KETENAGAKERJAAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Indonesia ialah negara hukum, hal ini tentunya kita telah mengetahuinya karena dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 1 ayat (3) telah menyatakan demikian.
Sebagai negara hukum segala aspek kehidupan bangsa Indonesia diatur oleh hukum termasuk dalam
hubungan industrial yang menyangkut tenaga kerja. Pengaturan ini demi terpenuhinya hak para tenaga
kerja agar tidak terjadi eksploitasi dan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia tenaga kerja. Hukum
ketenagakerjaan menurut Imam Soepomo diartikan sebagai himpunan peraturan baik tertulis maupun
tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan
menerima upah. Pengertian itu identik dengan pengertian hukum perburuhan. Ruang lingkup hukum
ketegakerjaan saya lebih luas dari pada hukum perburuhan. Hukum ketenagakerjaan dalam arti luas
tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan pengusaha, tetapi
juga pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan
resiko sendiri. Di Indonesia pengaturan tentang ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Disebutkan dalam undang-undang itu bahwa hukum
ketenagakerjaan ialah himpunan peraturanmengenai segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dari pengertian tersebut diketahui bahwasanya
hukum ketenagakerjaan meliputi 3 hal yaitu, :

1. Sebelum masa kerja


2. Selama masa kerja
3. Sesudah masa kerja

Hal tersebut berarti bahwa Undang Undang Ketenagakerjaan kita mengacu pada pengertian hukum
ketenagakerjaan yang lebih luas. Tujuan dari hukum ketenagakerjaan itu sendiri ialah sebagai berikut :

1.    Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.

2.    Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.

3.    Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja

4.    Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Sumber hukum ketenagakerjaan antara lain :

1.    Peraturan perundang-undangan

2.    Kebiasaan

3.    Putusan Pengadilan Hubungan Industrial


4.    Traktat

5.    Perjanjian, terdiri atas perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, dan perjanjian perusahaan.

Sifat hukum ketenagakerjaan sendiri dapat privat maupun publik. Privat dalam arti bahwa hukum
ketenagakerjaan mengatur hubungan antara orang dengan orang atau badan hukum, yang dimaksudkan
di sini ialah antara pekerja dengan pengusaha. Namun, hukum ketenagakerjaan juga bersifat publik,
yaitu negara campur tangan dalam hubungan kerja dengan membuat peraturan perundang-undangan
yang bersifat memaksa bertujuan untuk melindungi tenag kerja dengan membatasi kebebasan
berkontrak.

1.2     Rumusan Masalah

1.       Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

2.       Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja.

3.       Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Hukum Ketenagakerjaan

4.       Hubungan Ketenagakerjaan Atau Pengawasannya

5.       Upah Tenaga Kerja

1.3     Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

2.      MengetahuiKetentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja.

3.      Mengetahui Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Hukum Ketenagakerjaan

4.      Mengetahui Hubungan Ketenagakerjaan Atau Pengawasannya

5.      Mengetahui yang mengenai Upah Tenaga Kerja


BAB II

PEMBAHASAN

2.1        Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

      Istilah hukum ketenagakerjaan merupakan istilah baru dalam bidang ilmu hukum pada umumnya
dan bidang hukum perburuhan pada khususnya, karena istilah itu timbul dari akibat dari tuntutan
hukum perburuhan itu sendiri serta perkembangan hukum nasional yang didasarkan pada sumber dari
segala sumber hukum yaitu pancasila dan UUD 1945.

Hukum ketenagakerjaan berdasarkan definisi para ahli:

§  A.H. Nolenhaar

Hukum ketenagakerjaan atau arteidrecht adalah bidang dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya
mengatur hubungan antara tenaga kerja dan penguasa serta antara tenaga kerja dengan tenaga kerja.

§  M.G. Levenbach

Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang berkaitan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu
dilakukan dibawah pimpinan denga keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan
hubungan kerja

§  Neh Van Esveld

Hukum Ketenagakerjaan Tidak hanya meliputi hubungan kerja, dimana pekerjaan dilakukan dibawah
pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh semua pekerja yang melakuakn pekerjaan
atas tanggung jawab dan resiko sendiri.

§  Mr. Smok

Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakuakn dibawha
pimpinan orang lain dan dengan penghiduan yang langsung berkaitan dengan pekerjaan itu.

§  Prof. Imam Soepomo

Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan
dengan kejadian dalam seorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

§  Prof. Imam Soepomo dan M.G. Levenbach

Memberikan penjelasan bahwa hukum ketenagakerjaan dalam beberap hal telah mulai berlaku juga
sebelum terjadinya hubungan antar buruh dan majikan.

2.2        Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja.

Dalam pelaksanaannya secara opersional, tenaga kerja dibagi menjadi 3:


A.      Pra employment (sebelum masuk kerja)

Aturan pelaksanaan:

a. UU no7 Tahun 1981 tentang wajib laor tenaga kerja diperusahaan.

b. Keputusan Presiden no 4. tahun 1980 tentang wajib lapor lowongan pekerjaan

Setiap pengusaha atau pengurus perusahaan wajib melaporkan secara tertulis setiap ada atau akan ada
lowongan pekerjaan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk, yang memuat:

§  Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan

§  Jenis pekerjaan dan syarat-syarat jabatan yang digolongkan

§  Jenis kelamin

§  Usia

§  Pendidikan, keterampilan, keahlian atau pengalaman.

§  Syarat-syarat lain yang dipandang perlu.

c. Peraturan Menteri no. 4 tahun 1970 tentang Pengerahan Tenaga Kerja.

Pengerahan ternaga kerja dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari suatu daerah
atau ari luar negeri dengan memindahkannya dari daerah yang kelebihan tenaga kerja. Pengerahan
dilarang bila tidak ada ijin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Ijin pengerahan tenaga kerja ini antara lain memuat:

§  Jumlah tenaga kerja yang dikerahkan

§  Cara pengarahnya

§  Tempat penampungannya

§  Biaya pengerahan dan penampungannya

§  Perjanjian kerja yang berisi tentang: upah, cuti, jam kerja/lembur, perumahan, tunjangan-tunjangan,
dll.

d. Latihan Kerja.

Tugas, wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan latihan kerja diatur didalam keputusan
presiden no 34 tahun 1972 dan instruksi presiden no. 15 tahun 1974.

Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja adalah melalui latihan keja baik yang
diselenggarakan pemerintah maupun swasta. Dengan latihan kerja dimaksudkan untuk menyiapkan
tenaga kerja dengan memberikan serta meningkatkan keterampilan dan keahlian guna membentuk
sikap kerja, mutu kerja dan produktivitas kerja.
e. Dalam GBHN bahwa perluasan dan pemerataan tenaga kerja, peningkatan mutu dan perlindungan
tenaga kerja adalah kebijaksanaan yang menyeluruh disemua sektor, sasaran utama meningkatkan
perluasan tenaga kerja, diarahkan pada usaha penanggulangan-penanggulangan. Pengngguran sebagi
akibat tingakt pertumbuhan tenaga kerja cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang masih belum seimbang atas dasar masalah penanganan tenaga kerja dititik beratkan pada
upaya penempatan tenaga kerja melalui jalur-jalur kesempatan kerja sebagai berikut:

§  Pendaftaran pengangguran

§  Bursa tenaga kerja

§  AKAD (Antar Kerja Antar Daerah)

§  AKAN (Antar Kerja Antar Negara)

§  PKGB ( Padat Karya Gaya Baru)

B.      During Employment (Dalam Hubungan Kerja)

Sejak campur tangan pemerintah dalam masalah hubungan kerja, maka hukum ketenagakerjaan yang
mengatur semua aspek hubungan ketenagakerjaan bergeser arahnya dari hubungan privat menjadi
hubungan publik, akan tetapi tetap menjamin kebebasan tenaga kerja dalam bidang ketenagakerjaan,
seperti memilih bidang kerja yang sesuai.

Perjanjian kerja merupakan pangkal tolak dari pada perkembangan hukum ketenagakerjaan deasa ini
dan untuk masa yang akan datang, mendewasakan asas demokrasi yang berintikan musyawarah dan
mufakat.

Perjanjian kerja antara tenaga kerja dengan pengusaha ini sangat diperlukan untuk:

§  Memberikan landasan pada jiwa dan falsafah pancasila

§  Memberikan arah agar perjanjian kerja benar-benar menciptakan kondisi yang lebih mantap dalam

C. Post Employment (Sesudah Bekerja)

Yang dimaksud dalam post employment ini antara lain tabugan hari tua atau pension, yang merupakan
bagian dari Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jaminan Sosial tenaga kerja ini secara
keseluruhan meliputi asuransi kecelakaan kerj, tabungan hari tua dan asuransi kematian.

Iuaran tabungan hari tua ini ditanggung secara bersama antara tenaga kerja dengan pengusaha atau
perusahaan. Besarnya iuran tabungan hari tua untuk masing-masing adalah:

·         Iuran dari pengusaha sebesar 1,5% dari upah tiap bulan.

·         Iuran dari tenaga kerja sebesar 1 % dari upah tiap bulan.

Tabungan hari tua ini dibayarkan oleh perusahaan kepada tenaga kerja dalam hal:

a.       Tenaga kerja yang bersangkuan mencapai usia 55 tahun


b.      Tenaga kerja yang bersangkutan mengalami cacat total/tetap menurut keterangan dokter yang
ditunjuk oleh perusahaan (dokter perusahaan ).

c.       Dalam hal tenaga kerja tersebut meninggal dunia sebelum usia 55 tahun, maka tabungan hari tua
itu dibayarkan kepada ahli warisnya.

Dasar perhitungan jaminan hari tua yang dipakai untuk menentukan besarnya jaminan pension ialah :
besarnya iuran yang telah dibayarkan perusahaan/ pengusaha dan tenagaa kerja kepada badan
penyelenggara/ ASTEK pada bulan terakhir dimana tenaga kerja diberhentikan dengan hak menerima
jaminan pensiun / meninggal dunia. Faktor-faktor yang mempengaruhi jaminan pensiun, yaitu:

1.      Usia

2.      Masa kerja

3.      Lama kepersetaan mengikuti program jaminan

Bilamana tenaga kerja yang meninggal dunia tersebut tidak mempunyai istri atau suami, maka hak
menerima jaminan beralih pada anaknya dan jaminan ini disebut jaminan pensiun yatim piatu. Hak
untuk mendapatkan jaminan hari tua / pensiun menjadi hilang dalam 2 peristiwa, yaitu:

1.      Berakhirnya karena suatu peristiwa

2.      Dibatalkan karena suatu keadaan atau perbuatan.

Berakhirnya jaminan pensiun karena suatu peristiwa apabila duda/ janda penerima pensiun tersebut
menikah lagi, duda atau janda tersebut meninggal dunia sedangkan tidak terdapat lagi anak yang berhak
menerima jaminan pensiun sebagai pensiunan yatim piatu. Hak untuk mendapatkan jaminan pensiun
dapat dibatalkan karena:

·    Apabila pada waktu mengajukan permintaan jaminan pensiun tersebut ternyata terdapat suatu
pemalsuan, baik pemalsuan surat-surat maupun pemalsuan orangnya

·       Apabila penerima jaminan pensiun tenaga kerja dengan seijin pemerintah menjadi anggota tentara
atau tenaga kerja suatu Negara asing

·       Apabila penerima jaminan pensiun tenaga kerja tersebut janda atau duda berdasarkan Keputusan
Pejabat Pemerintah atau Badan yang berwenang dinyatakan salah melakuakn tindakan atau terlibat
dalam suatu gerakan yang menentang pemerintah.

2.3     Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Hukum Ketenagakerjaan

Guna mewujudkan hubungan kerja atau industrial yang harmonis UU no 13 tahun 2003 melibatkan
beberapa pihak, yaitu:

A.           Pekerja
Istilah pekerja buruh pada jaman feodal atau jaman penjajahan belanda dahulu yang dimaksud dengan
buruh adalah orang-orang pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang dll.

Dan orang-orang ini oleh belanda disebut blue collar. Sedangkan orang-orang yang mengerjakan
pekerjaan halus atau dibelakang meja disebut white collar, bisanya yang termasuk golongan ini adalah
para bangsawan yang bekerja dikantoran.

Pembedaan ini dilakukan oleh pemerintah belanda sebagai taktik untuk memecah belah orang-orang
Indonesia.

Pengaruh dari marsisme, buruh selalu dianggap membuat atau menghancurkan majikannya. Menurut
UU No. 13 tahun 2003, pekerja atau buruh adalah setiap orang yang mendapatkan imbalan atau upah
dalam bentuk lain (pasal 1 ayat 3).

Yang termasuk ikatan kerja adalah perusahaan serikat pekerja atau buruh adalah wakil dari buruh-buruh
yang sudah terhimpun di perusahaan.

Hak-hak menjadi serikat pekerja diatur dalam UUD 1945, telah diratifikasi oleh pemerintah, konvensi ILO
1987 dan 1998.

Kedua konvensi tersebut dujadikan dasar oleh buruh untuk berorganisasi untuk mendirikan serikat
pekerja.

B.           Serikat Pekerja Atau Buruh

Serikat buruh atau pekerja adalah organisasi yang dibentuk oleh dan untuk buruh baik didalam maupun
diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab membela
dan mempertahankan hak-hak para pekerja.

Dari pengertian diatas  disimpulkan bahwa serikat buruh memiliki sifat bebas, terbuka, demokratis dan
bertanggung jawab:

1.  Bebas artinya sebagai organisasi melaksanakan hak dan kewajiban serikat buruh dan tidak
mendapatkan tekanan dari pihak lain.

2.  Terbuka artinya serikat buruh atau serikat pekerja dalam menerima anggota atau memperjuangkan
serikat buruh tidak membedakan agama, suku, bangsa dan jenis kelamin.

3.  Mandiri artinya bahwa dalam mendirikan, mengembangkan organisasi, ditunjukan dengan kekeuatan
sendiri tidak dikendalikan oleh pihak lain diluar organisasi.

4.  Demokratis artinya pemilihan pengurus dalam memperjuangkan hak dan kewajiban sesuai dengan
prinsip demokrasi

5.  Bertanggung jawab artinya bahwa dalam mencapai tujuan dan melaksanakan serikat buruh,
bertanggung jawab kepada masyarakat dan Negara.
Asas tujuan dan fungsi serikat buruh atau serikat pekerja

Asas tujuan:

·         Tujuan keluar yaitu meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarga

·         Tujuan kedalam  yaitu memberikan perlindungan pada buruh dan keluraga.

Fungsi serikat kerja/federasi serikat kerja atau konfederasi serikat kerja:

1.      Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian bersama

2.      Sebagi wakil pekerja atau buruh dalam bidang ketenagakerjaan

3.      Sebagai penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kewajiban anggota

4.      Sebagai penanggungjawab pemogokan

5.      Sebagai wakil pekerja buruh dalam kepemilikan saham diperusahaan.

Menurut purwo sujipto hubungan hukum antara pemiik perusahaan dan pengurus perusahaan:

a.      Hubungan perburuhan (subordinasi)

Antara pekerja dengan buruh yang memerintah dengan yang diperintah, meningkatkan dirinya untuk
menjalankan perusahaan (buruh), sedangkan meningkatkan upah buruh (buruh)

b.      Hubungan pemberi kuasa

Pengusaha atau pemilik perusahaan sebagai pemberi kuasa sedangkan pimpinan perusahaan sebagai
penerima kuasa. Penerima kuasa meningkatkan atau menjalakan perintah pemberi kuasa sedangkan
pemberi kuasa berusaha meningkatkan upah penerima kuasa.

C.        Organisasi Pengusaha

a.      KADIN

Untuk meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam kegiatan pembangunan, maka pemerintah
melalui UU No.49 tahun 1973 maka memebentuk Kamar Dagang dan industry (KADIN). KADIN adalah
wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang perekonomian.

Tujuan KADIN adalah:

1.      Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan kepentingan pengusaha Indonesia di


bidang usaha Negara, usaha koperasi dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai pelaku-pelaku
ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat
dan tertib berdasarkan Pasal 33 UUD 1945.
2.      Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang memungkinkan keikutsertaan yang
seluas-luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat nerperan serta secara efektif dalam
pembangunan nasional.

b.    APINDO

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) adalah organisasi pengusaha yang khusus mengurus masalah
yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan juga merupakan suatu wadah kesatuan para pengusaha
yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam dunia usaha melalui kerjasama yang
terpadu dan serasi antara pemerintah, pengusaha dan pekerja. APINDO lahir didasari atas peran dan
tanggung jawabnya dalam pembangunan nasional dalam rangka turut serta mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur, maka pengusaha Indonesia harus ikut serta secara aktif mengembangkan
peranannya sebagai kekuatan sosial dan ekonomi

Tujuan APINDO menurut pasal 7 anggaran dasar adalah:

1.      Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan layanan kepentingannya didalam


bidang sosial ekonomi.

2.      Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan dan kegairahan kerja dalam lapangan
hubungan industrial dan ketenagakerjaan

3.      Mengusahakan peningkatan produktivias kerja sebagai program peran serta aktif untuk
mewujudkan pembangunan nasional menuju kesejahteraan sosial, spiritual dan materiil.

4.      Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan kebijaksanaan atau ketenagakerjaan


dari para pengusaha yang disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah.

D.          Lemabaga Kerjasama atau Bipartied

Lembaga kerjasama:

1.      Bipartied

Kerjasama yang hanya dilakukan oleh pengusaha dan pekerja

2.    Tripartied

Kerjasama antara pengusaha, pekerja dan pemerintah. Bila terjadi masalah didalam hubungan bipartied
tidak dapat diselesaikan secara bipartied maka dapat diselesaikan secara tripartied.

Unsur-unsur tripartied:

1.      Komunikasi

2.      Konsultasi

3.      Musyawarah

Jenis-jenis tripartied:
1.      Tripartied Nasional

2.      Tripartied Provinsi

3.      Tripartied Kabupaten

4.      Tripartied Kodya

5.      Tripartied Sektoral

Untuk mencapai tujuan tripartied:

1.      Mengadakan konsultasi dengan pemerintah, organisasi buruh, organisasi pengusaha dalam


menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi

2.      Mengolah keinginan-keinginan dan unsure-unsur

3.      Membina kerjasama sebaik-baiknya dengan pemerintah, member bantuan dalam penyelenggaraan


pemerintahan.

4.      Membuat keputusan bersama yang bisa menjadi pedoman tiga pihak.

E.        Pemerintah atau Penguasa

Imam soepomo memisahkan antara penguasa dan pengawasan sebagai para pihak yang berdiri sendiri.
Dalam hukum perburuhan/ketenagakerjaan, namun menurut Lalu Husni antara keduannya merupakan
suatu kesatuan, sebab pengawasan bukan merupakan konstitusi yang bberdiri sendiri tetapi merupakan
bagian (bidang dalam Depnaker)

Secara normative pengawas perburuhan diatur dalam UU No 23 tahun 1948 jo UU No 3 tahun 1951
tentang pengawasan perburuhan. Dalam UU ini pengawas perburuhan yang merupakan pendidik
pegawai negeri sipil memiliki wewenang:

a)      mengawasi berlakunya UU dan peraturan-peraturan perburuhan pada khususnya.

b)      mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungan kerja dan keadaan


perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat UU dan peraturan perburuhan lainnya.

c)      Menjalankan pekerjaan lainnya yang diserahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Sebagai penyedik pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Ps
182  ayat 2 ) penyidik  pegawai negeri sipil ini berwenang :

a)      Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana dibidang
ketenagakerjaan.

b)      Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang ketenaga
kerjaan.
c)      Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum, sehubungan dengan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan

d)     Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di
bidang ketenagakerjaan

e)      Melakukan pemeriksaan atas surat dan/ atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan

f)       Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan.

g)      Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan

2.4     Hubungan Ketenagakerjaan Atau Perjanjian Kerja

2.4.1 Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu yaitu buruh mengikatkan dirinya untuk
bekerja pada pihaklainnya yaitu majikan untuk selama waktu tertentu dengan menerima upah (pasal
106 a bw / kuh per)

Dari pengertian / perumusan di atas oleh sendjum h. Manulang, s.h. dijabarkan sebagai berikut:

1.      Perjanjian antara seorang pekerja (buruh) dengan pengusaha untuk melakukan pekerjaan.

2.      Dalam melakukan pekerjaan itu pekerja harus tunduk dan berada di  bawah perintah penguasa/
pemberi kuasa

3.      Sebagai imbalan dari pekerjaan yang dilakukan, pekerja berhak atas upah yang wajib dibayar oleh
penguasa/ pemberi kerja.

Hubungan kerja pada dasarnya meliputi:

a.       Pembuatan perjanjian kerja

b.      Kewajiban buruh

c.       Kewajiban majikan / pengusaha

d.      Berakhirnya hubungan kerja

e.       Cara penyelesaian antara piha-pihak yang bersangkutan

A.        Syarat-syarat sahnya Perjanjian Kerja

Sesuai dengan pasal 1320 kuhperdata, syarat-syarat sahnya perjanjian kerja, yaitu:

1.      Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut

2.      Adanya kemampuan / kecakapan pihak-pihan untuk membuat perjanjian


3.      Suatu hal tertentu, artinya bahwa isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum maupun kesusilaan

B.        Bentuk Perjanjian Kerja

Bentuk perjanjian kerja adalah bebas, artinya perjanjian kerja tersebut dapat dibuat secara:

a.       Tertulis

b.      Lisan atau tidak tertulis

Pengecualian : perjanjian kerja laut, perjanjian kerja akad (antar kerja antar daerah), dan perjanjian kerja
akan (antar kerja antar negara), harus di buat secara tertulis

Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis lebih menjamin adanya kepastian hukum

C.        Jenis Perjanjian Kerja           

1.      Perjanjian kerja untuk waktu tertentu

Perjanjian kerja yang jangka waktu berlakunya ditentukan dalam perjanjian kerja tersebut

2.      Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu

Jangka waktu berlakunya tidak disebutkan dalam perjanjian kerja, tidak menyebutkan untuk beberapa
lama tenaga kerja harus melakukan pekerjaan tersebut

Perjanjian kerja untuk jangka waktu tidak tertentu berakhir, apabila:

v  Pihak buruh memasuki masa waktu pension tertentu

v  Pekerja buruh meninggal dunia

v  Adanya putusan pengadilan yang menyatakan buruh melakukan tindak pidana

D.        Berakhirnya hubungan Kerja   

Ada beberapa cara yang dapat mengakibatkan berakhirnya atau putusnya hubungan kerja, yaitu:

1.      Putus Demi Hukum (Hubungan Kerja Putus Dengan Sendirinya)

Hubungan kerja putus demi hukum apabila:

a.       Buruh meninggal dunia

b.      Hubungan kerja atau perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu dan waktu yang
ditentukan itu telah berkhir atau lampau

2.      Diputuskan Oleh Pengusaha/ Majikan

Pemutusan hubungan kerja oleh majikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a.       Tanggang waktu pernyataan pengakhiran


b.      Dasar-dasar untuk memilih buruh manakah yang akan dihentikan atau dihemat

c.       Cara-cara mendapatkan pertimbangan atau perundingan sebelum pemutusan kerja boleh


dilakukan

Alasan – alas an yang dapat membenarkan suatu pemberhentian atau pemutusan  kerja (PHK), yaitu:

a.       Alsan-alasan yang berhubungan atau melekat pada pribadi buruh

b.      Alas an yang berhubungan dengan tingkah laku buruh

c.       Alas an yang berkenaan dengan jalannya perusahaan

3.      Diputuskan Oleh Pihak Tenaga Kerja/ Buruh

Seorang buruh yang akan mengakhiri hubungan kerja harus mengemukakan alasan-alasan mendesak
kepada pihak majikan. Alsan-alasan yang mendesak, antara lain:

a.       Apabila majikan menganiaya, menghina secara kasar atau melakukan ancama yang
membahayakan si buruh atau anggota keluarganya

b.      Apabila majikan membujuk buruh atau keluarganya untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang atau tata susila

c.       Majikan tidak membayar upah pada waktunya, dan sebagainya

4.      Karena Keputusan Pengadilan

Pemutusan oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan (majikan atau buruh)
berdasarkan alasan kepentingan.

2.4.2    Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian kerja bersama ini adalah semua perjanjian tertulis sehubungan dengan kondisi – kondisi
kerja yang diakhiri dengan penandatangan oleh pengusaha, kelompok pengusaha atau satu atau lebih
organisasi pengusaha disatu pihak dan pihak lain oleh perwakilan organisasi pekerja atau perwakilan
dari pekerja yang telah disyahkan melalui peraturan dan hukum nasional  (ILO Recommendation No. 91
paragraf 2).

Tujuan dari perjanjian kerja bersama adalah:

(1)   menentukan kondisi – kondisi kerja dan syarat – syarat kerja;

(2)   mengatur hubungan antara pengusaha dengan pekerja;

(3)   mengatur hubungan antara pengusaha atau organisasi pengusaha dengan organisasi pekerja/serikat
pekerja.
2.5.    Upah Tenaga Kerja

Pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu kegiatan produksi pada dasarnya
merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen kepada tenaga kerja atas prestasinya
yang telah disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah tenaga kerja yang diberikan
tergantung pada:

a) Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya.


b) Peraturan undang-undang yang mengikat tentang upah minimum pekerja (UMR).
c) Produktivitas marginal tenaga kerja.
d) Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha.
e) Perbedaan jenis pekerjaan.

Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap sebagai harga dari tenaga yang
dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi. Sehubungan dengan hal  itu maka upah yang diterima
pekerja dapat dibedakan dua macam yaitu:

·  Upah Nominal

yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang diterima  secara rutin oleh para pekerja.

·   Upah Riil

adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja jika  ditukarkan dengan barang dan
jasa, yang diukur berdasarkan banyaknya barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran
tersebut.

Teori Upah Tenaga Kerja

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam hal upah dan pembentukan harga upah tenaga kerja,
berikut akan dikemukakan beberapa teori yang menerangkan tentang latar belakang terbentuknya
harga upah tenaga kerja.

· Teori Upah Wajar (alami) dari David Ricardo

Teori ini menerangkan:

a.  Upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup pekerja  dengan
keluarganya.

b.  Di pasar akan terdapat upah menurut harga pasar adalah upah yang terjadi di pasar dan ditentukan
oleh permintaan dan penawaran. Upah harga pasar akan berubah di sekitar upah menurut kodrat.

Oleh ahli-ahli ekonomi modern, upah kodrat dijadikan batas minimum dari upah kerja.

·         Teori Upah Besi

Teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle. Penerapan sistem upah kodrat
menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh, karena kita ketahui posisi kaum buruh dalam posisi yang
sulit untuk menembus kebijakan upah yang telah ditetapkan oleh para produsen. Berhubungan dengan
kondisi tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah “Teori Upah Besi”. Untuk itulah Lassalle
menganjurkan untuk menghadapi kebijakan para produsen terhadap upah agar dibentuk serikat
pekerja.

·Teori Dana Upah

Teori upah ini dikemukakan oleh John Stuart Mill. Menurut teori ini tinggi upah
tergantung kepada permintaan dan penawaran tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja
tergantung pada jumlah dana upah yaitu jumlah modal yang disediakan perusahaan untuk pembayaran
upah.

Peningkatan jumlah penduduk akan mendorong tingkat upah yang cenderung turun,  karena tidak
sebanding antara jumlah tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja.

·Teori Upah Etika

Menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki idealis masyarakat yang ideal) tindakan para pengusaha
yang memberikan upah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, merupakan suatu tindakan
yang tidak “etis”. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain dapat memberikan upah yang layak
kepada pekerja dan keluarganya, juga harus memberikan tunjangan keluarga. Pendapatan adalah nilai
maksimal yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu  periode dengan mengharapkan keadaan
yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula, pendapatan merupakanbalas jasa yang diberikan
kepada pekerja atau buruh yang punya majikan tapi tidak tetap.

       

DAFTAR PUSTAKA

H. Manulang, Sendjun, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Jakarta: PT. Rineka


Cipta

Husni, Lalu, 2003, Pengantar Hukum KetenagaKerjaan Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

UU No. 14 Tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja

Anda mungkin juga menyukai