Anda di halaman 1dari 36

KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN

A. KETENAGAKERJAAN DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN


1. Pengertian Ketenagakerjaan
Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu :
a. Menurut Monekar hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang berlaku
untuk mengatur hubungan pekerja dengan atasannya dan pekerja lainnya.
b. Menurut Mole hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang berhubungan
dengan sebuah pekerjaan yang dibawah pimpinan orang lain untuk
memenuhi kelangsungan hidup.
c. Menurut Profesor Iman Soepomo, SH hukum ketenagakerjaan merupakan
suatu himpunan perauran yang tertulis ataupun tidak tertulis dimana
seseorang bekerja dengan orang lain dan mendapatkan imbalan berupa
gaji/upah.
d. Dan menurit Soetikno hukum ketenagakerjaan merupakan peraturan-
peraturan mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang
ditempatkan dibawah perintah orang lain atau keadaan-keadaan dimana
kehidupan seseorang bersangkut paut dengan suatu pekerjaan.
Ketentuan didalam Undang-Undang Nomer
2. Klasifikasi Tenaga Kerja
a. Berdasarkan penduduknya yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja, tenaga
kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap sanggup bekerja jika
tidak ada permintaan kerja. Sedangkan yang bukan tenaga kerja yaitu mereka
yang dianggap tidak mampu dan tidak mau untuk bekerja, walaupun ada
permintaan kerja.
b. Berdasarkan batas kerja yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja,
angkatan kerja adalah mereka yang berusia 15-64 tahun yang sudah
mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja ataupun yang sedang
mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang
berumur 10 tahun ke atas yang masih menempuh pendidikan, mengurus
rumah tangga, atau para pengangguran sukarela.
c. Berdasarkan kualitasnya terbagi menjadi 3 yaitu tenaga terdidik, terlatih dan
tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga terdidik merupakan tenaga kerja yang
memiliki kemahiran dalam bidang tertentu dengan menempuh pendidikan
sekolah, formal atau non formal, sedangkan tenaga terlatih yaitu tenaga kerja
yang memiliki kemahiran dalam bidang tertentu dengan pengalaman kerja
sehingga menguasai pekerjaan tersebut. Dan tenaga kerja tidak terdidik dan
tidak terlatih merupakan tenaga kerja kasar yang mengandalkan tenaga saja.
d. Berdasarkan statusnya terbagi menjadi tenaga kerja harian lepas, tenaga kerja
tetap, dan tenaga kerja borongan. Tenaga kerja harian lepas merupakan
pekerja borongan yang menerima upah harian, upah tersebut dapat diterima
secara mingguan atau bulanan berdasarkan hasil kerjanya, termasuk juga
pekerja harian yang dibayar berdasarkan volume atau hasil kerja yang
dilakukan atau secara borongan, tenaga kerja tetap merupakan pekerja yang
memiliki perjanjian kerja dengan pengusaha untuk jangka waktu tidak
tertentu. Dan tenaga kerja borongan merupakan orang yang bekerja pada suatu
lembaga maupun perusahaan baik lembaga maupun perusahaan baik lembaga
maupun perusahaan baik lembaga atau perusahaan Negara maupun swasta,
dengan menerima upah berdasarkan satuan hasil kerja yang dicapainya.
3. Sumber Hukum Ketenagakerjaan
a. Undang - undang
Undang-undang merupakan sebuah peraturan-peraturan yang dibuat
pemerintah yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sesuai dengan
tata urutan peraturan perundang-undangan. Pemerintah telah menetapkan
beberapa undang-undang tentang ketenagakerjaan yang berlandaskan
pancasila dan undang-undang republik indonesia tahun 1945, yang
diselenggarakan berdasarkan asas kepatuhan dengan melalui koordinasi
fungsional lintas sektoral pusat atau daerah, diantaranya :
1) Undang – undang dasar republik indonesia tahun 1945
2) Undang –undang NO.13 tahun ketenagakerjaan.
b. Peraturan-peraturan
Yang dimaksud yaitu segala peraturan yang lebih rendah kedudukannya dan
merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang yang dibuat oleh presiden
atau menteri, diantaranya yaitu :
1) Peraturan-peraturan tentang pemerintah yang ditetapkan oleh presiden
untuk melaksanakan lebih lanjut.
2) Keputusan pemerintah merupakan sebuah keputusan yang dibuat oleh
presiden yang berisi keputusan yang bersifat khusus dan mengatur hal
tertentu saja, misalnya keputusan tentang pengangkatan ketua dan
anggota panitia penyelesaian dalam perselisihan hubungan industrial.
Sebuah instansi atau pejabat tertentu yang diberi kekuasaan untuk
membuat sebuah peraturan dan seuah keputusan tertentu yang berlaku
untuk misalnya keputusan menteri tenaga kerja no 642 tahun 2021
tentang penghargaan bagi pegawai negeri sipil di kementrian
ketenagakerjaan. Peraturan-peraturan lainnya diantaranya yaitu:
a) Peraturan pemerintah nomer 36 tahun 2021 tentang
pengupahan
b) Peraturan menteri nomer 2 tahun 2021 tentang pelaksanaan
pengupahan pada industry padat karya tertentu dalam masa
pandemic virus corona disease 2019.
c) Peraturan menteri nomer 16 tahun 2021 tentang perubahan atas
peraturan menteri ketenagakerjaan nomer 14 tahun 2020
tentang pedoman pemberian bantuan pemerintah berupa
subsidi gaji/upah bagi pekerja/buruh dalam penanganan
dampak corona virus disease 2019.
4. Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Pada dasarnya fungsi hukum ketenagakerjaan yaitu memberikan
perlindungan kepada pekerja/buruh yang posisinya lebih lemah dibandingkan
dengan pengusaha yang disebabkan hubungan hukum antara pekerja dengan
pengusaha bersifat sub-ordinasi. Oleh sebab itu peraturan ketenagakerjaan dalam
pelaksanaannya harus memprioritaskan dan berfungsi sebagai pelindung
pekerja/buruh.
Agar perlindungan itu dapat terealisasikan secara efektif, maka peraturan-
peraturan ketenagakerjaan dalam prakteknya bersifat memaksa hukum public
yang disertai ancaman sanksi administrasi atau pidana, tidak diserahkan kepada
para pihak untuk mengatur sendiri (hukum perdata). Sebaiknya perlindungan
hukum ketenagakerjaan mencakup :
a. Perlindungan jaminan sosial merupakan perlindungan yang bertujuan supaya
dijunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia pada umumnya, bukan
sebagai faktor produksi dan komoditi belaka.
b. Perlindungan ekonomis bertujuan agar menikmati penghasilan yang diterima
untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri maupun keluarganya seacara
layak. Berdasarkan ketentuan ketenagakerjaan yang beraspek perlindungan
ekonomis diharapkan adanya sebuah kepastian terhadap besarnya upah yang
diterima, kepastian pembayaran upah yang harus sesuai dengan perjanjian
kerja kepastian besarannya pemotongan upah, kepastian terhindar dari tidak
dibayarkannya upah yang merupakan hak pekerja, kepastian perlindungan
tentang jaminan kesehatan, kepastian ganti rugi kecelakaan kerja, dan
kepastian santunan kematian bagi kelyarganya.
c. Perlndungan teknis , bertujuan agar terhindar dari bahaya atau resiko yang
terjadi selama dalam masa hubungan kerja. Melalui perlindungan teknis
diharapkan: adanya kepastian mendapatkan bantuan huku, adanya kepastian
memperoleh bantuan pembelaan, adanya kepastian akan hak dan kewajiban,
kepastian kondisi kerja yang layak, nyaman dan aman pada saat melakukan
pekerjaan, terhindar dari resiko kerja yang mengakibatkan terjadinya
kecelakaan kerja.
d. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang memberi amanat
kepada Negara untuk selalu melindungi segenap warga Negara Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, maka pemerintah menempati
posisi utama dalam menciptakan situasi kondisi yang kondusif bagi
terwujudnya perlindungan yang komprehensif bagi pekerja. Oleh karena itu
pihak pemerintah harus menciptakan sistem pengelolaan yang bisa menjamin
perlindungan sebelum, selama dan setelah berakhirnya hubungan kerja.
B. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Harian Lepas Ditinjau Dari Peraturan
Perundang-Undangan Indonesia
Dalam penjelasan Zaeni bahwa perlindungan kerja dapat dilakukan dengan baik
dengan j memberikan tuntunan, santunan, maupun dan dengan meningkatkan pengakuan
hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang
berlaku dalam perusahaan. Seperti yang telah diketahui bahwa hukum Ketenagakerjaan
memiliki tujuan untuk melaksankan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan yang
diselengarakan dengan cara melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan atasannya.
Hendaknya dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja harian lepas
sesuai dengan Peraturan Ketenagakerjaan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 2021 Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Dimana
PKWT dapat dipekerjakan hingga jangka waktu 5 tahun. Perjanjian Kerja Harian Lepas
ini mengecualikan beberapa ketentuan umum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT),
yang mana dalam Perjanjian Kerja Harian Lepas dimuat beberapa syarat antara lain:
a) Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja
kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.
b) Pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan
secara berturut-turut.
c) Perjanjian kerja harian lepas pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam periode
satu bulan.
d) Jangka waktu lembur maksimal 4 jam sehari dan dengan perhitungan 18 jam
dalam satu minggu.
e) Dua ketentuan pembayaran bagi perusahaan yang mempekerjakan pekerja
melebihi waktu kerja, dimana untuk jam kerja lembur lembur pertama sebesar 1,5
kali upah sejam dan untuk setiap kerja lembur berikutnya sebesar 2 kali upah
sejam.
f) Dan untuk upah minimum disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan
ketenagakerjaan yang mencangkup daya beli tingkat penyerapan kerja beserta
median upah.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomer 35 tahun 2021 yaitu berisi tentang
peraturan-peraturandari undang-undang cipta kerja, PKWT merupakan perjanjian
kerja antara pekerja buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau untuk sebuah pekerjaan tertentu. Dalam hal ini bagi
perusahaan memiliki jangka waktu maksimal bagi perusahaan untuk
menyelenggarakan perjanjian kerja tersebut maksimal lima tahun sesuai dengan
pasal 8 ayat 1 PP No.35 Tahun 2021. Dan pemerintah memberi izin kontrak kerja
tersebut hanya untuk pekerjaan yang sekali selesai atau bersifat sementara,
musiman, dan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan. Dan perjanjian kerja ini tidak boleh
dilakukan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap.

C. Tinjauan Tentang Perusahaan


1. Pengertian Perusahaan
Perusahaan merupakan sebuah individu yang berkesinambungan secara teratur
dan terbuka untuk bertindak
2. Bentuk- Bentuk Perusahaan di Indonesia
Dilihat dari perspektif kepemilikan modalnya bentuk-bentuk perusahaan dapat
digolongkan ke dalam perusahaan swasta dan perusahaan negara atau Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Perusahaan swasta merupakan perusahaan yang didirikan dan
dimiliki sepenuhnya oleh individu atau swasta, sedang perusahaan Negara merupakan
perusahaan yang didirikan yang modalnya (seluruhnya atau sebagian besar) dimiliki
oleh negara, yang sering disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
a. Perusahaan Negara
Perusahaan daerah adalah badan hukum yang memperhatikan sifat usaha
BUMN, dengan tujuan untuk memupuk keuntungan dan melaksanakan
kemanfaatan umum, dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN, bentuk BUMN ini disederhanakan menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan
Perseroan (Persero) yang bertujuan memupuk keuntungan dan tunduk pada
ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
serta Perusahaan Umum (Perum) yang diatur dalam Bab III, Pasal 35 sampai
dengan 62 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang
dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi
kewajiban pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk bentuk usaha Perum, walaupun
keberadaannya untuk melaksanakan kemanfaatan umum, namun demikian
sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum harus
diupayakan juga untuk mendapat laba agar bisa hidup berkelanjutan.
b. Perusahaan Swasta
BUMS (Badan Usaha Milik Swasta) merupakan badan usaha yang tidak
dimiliki oleh negara, tetapi dimiliki oleh perorangan, kelompok orang, atau
pihak swasta. Pada umumnya perusahaan ini selalu diasosiasikan sebagai bentuk
usaha yang bertujuan untuk mencari keuntungan, sehingga ukuran
keberhasilannya juga dilihat dari banyaknya keuntungan yang diperoleh dari
hasil usahanya tersebut. Salah satunya Perseroan Terbuka (PT) Perusahaan
berbadan hukum terdiri atas perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh
pengusaha secara kerja sama serta perusahaan negara yang didirikan dan dimiliki
oleh Negara yang bisa berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi yang
dimiliki oleh swasta, sedangkan Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan
Perseroan (Persero) dimiliki oleh negara. Salah satu ciri dari Perseroan Terbatas
(PT), yaitu mempunyai kekayaan sendiri, yang berasal dari para pemegang
saham yang bertindak sebagai pemasok modal, tanggung jawabnya tidak
melebihi modal yang disetor, harus ada pengurus terorganisir guna mewakili
perseroan dalam menjalankan aktivitasnya dalam lalu lintas hukum. Salah satu
contoh Perseroan Terbatas (PT) milik swasta yaitu PT.Kalianda Concern
Perkebunan Karet dan Kopi Kalijompo yang berada di Kabupaten Jember. Yang
mana modal perusahaan tersebut murni dari perorangan.
3. Pengertian Perkebunan
Perkebunan merupakan segala kegiatan yang mengusahakan tanaman
tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai,
mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan dan juga manajemen untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Perusahaan perkebun dibagi menjadi dua yaitu menjadi Perusahaan perkebunan
milik negara dan perusahaan perkebunan milik swasta. Perusahaan perkebunan
milik negara biasanya berbentuk PT. Perkebunan Nusantara (PTPN).
Salah satu contoh perusahaan perkebunan milik negara ada di Jawa Timur
yang dikenal dengan PTPN XII. PT Perkebunan Nusantara XII merupakan hasil
penggabungan 3 buah PT Perkebunan (PTP) yang ada di Jawa Timur, yaitu PTP
XXIII, PTP XXVI dan PTP XXIX menjadi PT Perkebunan Nusantara XII
(Persero), Produk yang dihasilkan oleh perusahaan PTPN XII ini berupa karet,
kopi arabika, kopi robusta, kakao edel, kakao bulk, teh dan aneka kayu.
Perusahaan perkebunan yang dimiliki oleh swasta biasanya tanah yang digunakan
adalah tanah Hak Guna Usaha (HGU) dan bisa diperpanjang setiap 30 tahun
sekali. Perusahan perkebunan swasta bisa berbentuk perusahaan perorangan dan
go publik.
Dan modal perusahaan perseorangan pada umumnya murni modal
perseorangan itu sendiri tetapi apabila perusahaan perkebunan tersebut go publik
maka saham yang dimiliki perusahaan tersebut dapat dibelioleh semua orang.
Seperti halnya PT. Kalianda Cocern merupakan salah satu contoh perkebunan
swasta yang bergerak dibidang perkebunan karet dan kopi yang terletah di
Kabupaten Jember,Jawa Timur.
Perusahaan perkebunan jauh berbeda dengan perusahaan-perusahaan lain
disebabkan beberapa hal yang spesifik. Dalam perusahaan perekebunan
karyawannya tinggal didalam lingkungan perkebunan, dan mereka juga
mendapatkan fasilitas rumah, listrik, kendaraan dan lain sebagainya, tidak ada
yang menjadi syarat khusus bagi seseorang yang ingin bekerja di perkebunan
karena biasanya pekerjaan tersebut turun temurun, kecuali ditingkat manangemen.

D. Tinjauan Tentang Perjanjian Kerja


1. Pengertian Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja. Perjanjian
kerja adalah sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dan asas-asas hukum
perikatan. Perjanjian kerja memuat kesepakatan antara pekerja dengan perusahaan
yang dalam hal ini diwakili oleh manajemen atau direksi perusahaan memuat syarat-
syarat hak dan kewajiban para pihak.
Dan terdapat ketentuan dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan perjanjian kerja yaitu perjanjian
antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-
syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Pada umumnya perjanjian kerja hanya
dilakukan oleh dua belah pihak yakni pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja
atau buuh, berdasarkan hal ini yang akan diperjanjikan diserahkan sepenuhnya
kepada kedua belah pihak yakni antara pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja atau
buruh. Jika salah satu dari para pihak tidak menyetujuinya maka pada ketentuannya
tidak akan terjadi perjanjian kerja, karena pada aturannya pelaksanaan perjanjian
kerja akan terjalin dengan baik apabila sepenuhnya kedua belah pihak setuju tanpa
adanya paksaan. Dan dalam perjanjian kerja dapat dibuat baik secara tertulis maupun
lisan, jika Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis maupun lisan hendaknya
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Jika dilihat
berdasarkan pengertian diatas antara perjanjian kerja dengan hubungan kerja
memiliki kaitan yang saling berkaitan, hal ini akan mengakibatkan adanya hubungan
kerja yang terjadi antara pemberi kerja/pengusaha dengan pekerja/buruh.
2. Unsur-Unsur Dari Hubungan Kerja
Adapun unsur-unsur dari hubungan kerja terbagi menjadi tiga yaitu :
a. Terdapat unsur pekerjaan atau work
Hendaknya dalam suatu hubungan kerja harus ada pekerjaan yang
diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri
oleh pekerja, hanya dengan seizin atasannya dapat memberi perintah pada
orang lain. Pada dasarnya sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu
sangat pribadi karena bersangkutan langsung terhadap dengan keterampilan/
keahliannya, dan menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka
perjanjian kerja tersebut akan putus demi hukum.
b. Terdapat unsur perintah atau command Manifestasi dari pekerjaan yang
diberikan kepada pekerja oleh pengusaha yaitu pekerja yang bersangkutan
harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan yang dperjanjikan. Dari situlah perbedaan hubungan kerja dengan
hubungan lainnya. Pada umumnya perintah memiliki peranan pokok karena
tanpa adanya perintah maka tidak akan ada sebuah perjanjan kerja. dengan hal
itu karena adanya unsur perintah ini mengakibatkan kedudukan kedua belah
pihak menjadi tidak seimbang, jika kedudukan para pihak tidak seimbang
maka terdapatlah hubungan subordinasi maka disitu pula terdapat perjanjian
kerja.
c. Adanya upah atau pay
Upah sangat berperan penting dalam sebuah hubungan kerja (perjanjian
kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja
pada pengusaha ialah untuk memperoleh upah bukan untuk hubungan kerja.

3. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja


Perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, ada beberapa syarat
sahnya sebuah perjanjian diantaranya yaitu:
a. Adanya kesepakatan antar kedua belah pihak
Kesepakatan kedua belah pihak yang sering disebut kesepakatan bagi yang
mengikatkan dirinya, maksudnya yaitu pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian kerja setuju/sepakat mengenai hal-hal yang akan diperjanjikan.
Dan apa yang dikehendaki pihak yang satu harus dikehendaki juga oleh pihak
lainnya. Dan dari pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan
dari pihak pengusaha menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan.
b. Dan terdapat kemampuan melakukan perbuatan hukum Kemampuan atau
Kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian maksudnya pihak
pekerja maupun pengusaha dapat membuat perjanjian. Seseorang dinilai
sudah boleh membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur
sesuai dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan memberi batasan umur
minimal 18 Tahun bagi seseorang dianggap cakap membuat perjanjian kerja,
Selain itu juga seseorang dikatakan sudah diperbolehkan untuk membuat
suatu perjanjian kerja jika seseorang tersebut tidak dibawah pengampuan,
maksudnya yaitu tidak terganggu jiwanya/sehat.
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, maksudnya yaitu bahwa adanya hal
tertentu yang diperjanjikan karena hal tersebut merupakan objek dari
perjanjian kerja antara pemberi kerja/pengusaha dengan pekerja/buruh, yang
akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak.
d. Dengan syarat Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Pada umumnya obyek perjanjian (pekerjaan) harus halal, maksudnya bahwa tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. apabila
pekerjaan yang diperjanjikan termasuk salah satu unsur perjanjian kerja yang harus
disebutkan dengan jelas. Dan dari Keempat syarat kerja diatas bersifat kumulatif yang
bermaksud bahwa harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian
tersebut sah. Adapun Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau
kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian lebih bersifat syarat
subjektif karena menyangkut orang yang membuat perjanjian.
Dengan adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan
harus halal disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian.
Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum artinya
bahwa dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika yang tidak
dipenuhi merupakan syarat subyektif, pihak-pihak yang tidak memberikan
persetujuan secara tidak bebas, atau orang tua/wali atau pengampu bagi yang tidak
cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian kepada hakim.
Dengan demikian, perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum selama belum
dibatalkan oleh hakim.
4. Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja
Seluruh pihak dalam perjanjian kerja disebut sebagai subyek hukum, karena
kepada para pihak dibebankan apa yang menjadi hak dan kewajiban. Sudah menjadi
ketentuannya, pihak yang melakukan perjanjian kerja merupakan pemberi
kerja/pengusaha dan pekerja/buruh. Akan tetapi sesuai dengan perkembangannya
pihak dalam hukum ketenagakerjaan sangat luas, yaitu tidak hanya pemberi
kerja/pengusaha dan pekerja/buruh tetapi ada juga pihak-pihak lain yang terkait
didalamnya. Yang menjadi sebab Luasnya kedudukan para pihak ini karena saling
berinteraksi sesuai dengan posisinya dalam menghasilkan barang dan/jasa.
Terdapat beberapa uraian tentang masing-masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian
kerja tersebut dijelaskan yaitu sebagai berikut :
a. Pekerja atau Buruh
Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain. Hal ini berbeda dengan makna dari
pengertian tenaga kerja sebagaimana kita ketahui berdasarkan Undang-undang
ketenagakerjaan. Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan UNTUK
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat. Pengertian tersebut mengandung dua unsur
diantaranya unsur orang yang bekerja dan unsur menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain. Pada umumnya perbedaan tersebut terletak karena hubungan
hukum dan peraturan yang mengaturnya juga berlainan. Untuk pekerja/buruh
hubungan hukum dengan pemberi kerja merupakan bersifat keperdataan yaitu
dibuat diantara para pihak yang mempunyai kedudukan perdata. Dan Hubungan
hukum antara kedua pihak selain diatur dalam perjanjian kerja yang ditanda
tangani (hukum otonom) juga diatur diatur didalam peraturan perundang-
undangan yang dibuat oleh instansi/lembaga yang berwenang untuk itu (hukum
heteronom).
Pekerja/buruh termasuk kedalam bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga
kerja yang bekerja didalam hubungan kerja, dibawah perintah pemberi kerja (bisa
perorangan, pengusaha,badan hukum, atau lembaga lainnya) dan atas jasanya
dalam bekerja yang berangkutan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dengan kata lain, tenaga kerja disebut sebagai pekerja/buruh bila telah melakukan
pekerjaan didalam hubungan kerja dan dibawah perintah orang lain dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Istilah pekerja/buruh secara
yuridis sebenarnya sama, jadi tidak ada perbedaan diantara keduanya. Kedua
makna tersebut dipergunakan dan digabungkan menjadi pekerja/buruh.
b. Pemberi Kerja atau Pengusaha
Ada beberapa pengertian dari pengusaha yaitu diantaranya :
1) Perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri
2) Perseorang, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya
3) Perseorang, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar Indonesia.
Pada prinsipnya pengusaha merupakan pihak yang menjalankan
perusahaan baik milik sendiri maupun bukan milik sendiri. Secara umum istilah
pengusaha adalah orang yang melakukan suatu usaha (entrepreneur), yang artinya
pemberi kerja/buruh merupakan majikan yang berarti orang atau badan yang
memperkerjakan pekerja/buruh. Sebagai pemberi kerja pengusaha merupakan
seorang majikan dalam hubungan dengan pekerja/buruh.
Dan Pada kedudukan lain pegusaha yang menjalankan perusahaan bukan
miliknya adalah seorang pekerja/buruh dalam hubungannya dengan pemilik
perusahaan atau pemegang saham karena bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
c. Serikat Pekerja
Serikat pekerja merupakan sebuah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan, untuk
pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
d. Organisasi Pengusaha
Pengusaha akan membentuk sebuah organisasi dimana mereka akan bekerja sama
untuk melakukan pekerjaan dan mencapai tujuan secara bersama.
e. Pemerintah
Pemerintah merupakan pihak yang menempati posisi atau peranan sebagai
pengayom, pembimbing, pelindung dan pendamai yang secara singkat berperan
sebagai pelindung bagi seluruh pihak dalam masyarakat pada umumnya dan pihak
yang bersangkutan dalam proses produksi pada khususnya.
5. Bentuk perjanjian Kerja
Prinsipnya dalam bentuk perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat
kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan dilaksanakannya perjanjian kerja
secara lisan. Sebuah Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja
waktu tertentu, antar kerja antar daerah, antar kerja antar negara dan perjanjian kerja
laut. Bentuk prinsip dari perjanjian kerja adalah:
a. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan
b. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara normatif perjanjian kerja
bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika
terjadi perselisihan akan sangat membantu dalam proses pembuktian. Namun
pada dasarnya tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-perusahaan yang
tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis yang disebabkan karena
ketidakmampuan sumber daya manusia (SDM) maupun karena kelaziman,
sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan. Dalam
membuat Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat
beberapa hal diantaranya :
a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
c. Jabatan atau jenis pekerjaan
d. Tempat pekerjaan
e. Besarnya upah dan cara pembayarannya
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud yaitu, tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundangundangan
yang berlaku. Dan Ketentuan isi dari pasal tersebut memberikan arti bahwa yang
dimaksud dengan tidak boleh bertentangan dalam ayat ini apabila di perusahaan telah
ada peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama maka isi perjanjian kerja baik
kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama di perusahaan yang bersangkutan. Pelaksanaan perjanjian
kerja dalam bentuk tertulis pada ketentuannya ada bagian klausula yang tidak boleh
terlupakan, yakni :
a. Tanggal dibuatnya perjanjian
b. Tanggal yang menunjukkan dimulainya perjanjian atau yang juga disebut
sebagai saat perikatan lahir
c. Tanggal pelaksanaan perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut
d. Tanggal berakhirnya perjanjian
e. Tanggal selesainya perikatan yang dicantumkan dalam perjanjian tersebut.
Terdapat Jenis-jenis hubungan kerja diantaranya sebagai berikut:
a. Pekerjaan waktu tertentu (kontrak)
Pekerjaan waktu tertentu merupakan perjanjian kerja antara pekerja atau
buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan
selesai dalam waktu tertentu yang relatif pendek yang jangka waktunya paling
lama 2 (dua) tahun, dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama
sama dengan waktu perjanjian kerja pertama, dengan ketentuan seluruh
(masa) perjanjian tidak oleh melebihi 3 (tiga) tahun lamanya.
b. Pekerjaan Waktu Tidak Tentu (tetap)
1) Dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
2) Dalam masa percobaan pengusaha dilarang membayar upah dibawah
upah minimum yang berlaku.
3) Perjanjian kerja dibuat tertulis, jika dibuat secara lisan, pengusaha
wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja atau buruh yang
bersangkutan.
c. Pemborongan
Pihak Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja atau buruh yang dibuat secara tertulis.
6. Hak dan Kewajiban Dalam Hubungan Kerja
Aturan dalam menjalankan hak dan kewajiban para pihak dalam hubungan kerja
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
a. Hak dan kewajiban yang sifatnya makro, minimal sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pengertiannya adalah hal-hal
yang diatur didalam peraturan perundang-undangan berlaku menyeluruh bagi
semua perusahaan dengan standar minimal. Sekalipun demikian,perusahaan dapat
menerapkan standar yang lebih tinggi daripada yang diatur didalam peraturan
perundnag-undangan.
b. Hak dan kewajiban yang sifatnya mikro, kondisional dalam pengertian
bahwa standar yang hanya diberlakukan bagi perusahaan secara individual telah
sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan. Kelompok yang kedua ini
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1) Pengaturan yang berlaku bagi pekerja/buruh secara perorangan dalam
bentuk Perjanjian Kerja Perorangan (PKP).
2) Pengaturan yang berlaku secara kolektif dalam bentuk Peraturan
Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan satu dengan yang lainnya
merupakan suatu kebalikan, jika di satu pihak merupakan suatu hak maka pihak
lainnya adalah merupakan kewajiban. Kewajiban dari penerima kerja (pekerja) pada
umumnya tersimpul dalamhak si pemberi kerja atau pengusaha, seperti juga hakbagi
si pekerja tersimpul dalam kewajiban si pemberi kerja ataau pengusaha.
Untuk lebih jelas mengenai hak dan kewajiban tersebut dan begitu pula
sebaliknya,maka hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian kerja dapat
dibagi sebagai berikut :
1) Kewajiban-kewajiban bagi pihak pekerja, yaitu bekerja dan hal tersebut di
dalam perundang-undangan bisa dilihat pada pasal 1603, 1603a, 1603b dan
1603c KUH Perdata yang pada prinsipnya yaitu :
a) Pekerja/ buruh wajib melakukan pekerjaan
b) Pekerja/buruh wajib mentaati aturan dan petunjuk dari pemberi
kerja/pengusaha
c) Kewajiban untuk membayar ganti rugi dan denda.

Kewajiban-kewajiban bagi pihakpemberi kerja/ pengusaha yaitu diantaranya


adalah:
a. Kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, yakni mengandung
pemahaman apa yang sebenarnya menurut hukum tidak dilakukan.
b. Kewajiban memberikan hak istirahat tahunan
c. Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan, keselamatan dan kesehatan, hal
tersebut sebagaimana tertuang dalam pasal 1602x KUHPerdata.
d. Kewajiban memberikan surat keterangan, KUHPerdata, antara lain ditentukannya
kewajiban memberikan surat keterangan yang dibubuhi tanggal dan tanda tangan
si pemberi.
e. Kewajiban memberlakuakan perlakuan sama antara pekerja pria dan wanitaf.
Kewajiban membayar upah tepat pada waktunya.
7. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Terdapat Pengaturan khusus mengenai bagaimana berakhirnya perjanjian kerja
pada umumnya mengenai berakhirnya perjanjian kerja jika :
a. Pekerja meninggal dunia
b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Mengenai berakhirnya hubungan kerja dalam kesepakatan kerja tertentu terdapat 2
kemungkinan yaitu karena:
1) Demi hukum yaitu karena berakhirnya waktu atau obyek yang diperjanjikan
atau disepakati telah lampau.
2) Pekerja meninggal dunia dengan pengecualian jika yang meninggal dunia
pihak pengusaha, maka kesepakatan kerja untuk waktu tertentu tidak berakhir
bahkan suatu kesepakatan kerja untuk waktu tertentu tidak berakhir walaupun
pengusaha jatuh pailit.Sebenarnya dalam hal berakhir hubungan kerja,
khususnya pada kesepakatan kerja untuk waktu tertentu.
.Dalam konteks hubungan kerja pengaturan hak dan kewajiban ini lebih
ditekankan pada penggunaan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dari pada Pengaturan
Perusahaan (PP). Hal ini karena ketika PKB disusun dan dibuat Serikat Pekerja/buruh
yang mewakili para pekerja/buruh, juga serkat pekerja/buruh berperan secara aktif
dalam melakukan perundingan (negoisasi) dengan pihak pengusaha. Prespsi
masyarakat, bahwa pekerja/buruh untuk menghadapi ketidakpuasan kerja dnegan
pengusaha maupun dengan kebijakan pemerintah yang dilakukan melalui praktik
mogok kerja selalu harus digunakan untuk menyelesaikan kasus perselisihan
perburuhan. Dengan fakta yang ada maka banyak aksi dalam tindakan industrial yang
dilakukan oleh para pekerja/buruh dan organisasinya menjadi bukan lagi kompetensi
dan tanggung jawab Departemen Tenaga Kerja, apalagi kalau masalahnya telah
terkontaminasi dengan politik. Dari sisi regulasi sesungguhnya, peraturan
Ketenagakerjaan makin membaik setelah Indonesia meratifikasi tujuh Konvensi ILO.
Hendaknya pengusaha dan pekerja/buruh bersama-sama berupaya untuk lebih
memahami permaslaahan hbungan industrial yang dihadapi sehingga dapat
memusyawarahkan dan menyelesaikan secara internal (Bipartit) tanpa melibatkan
campur tangan pemerintah dan investasi pihak ketiga. Demikian pula pihak
pekerja/buruh dan organisasinya dapat mewujudkan prinsip-prinsip kebebasan dalam
demokrasi guna kepentingan bersama yang paling menguntungkan bagi semua pihak,
termasuk organisasi pekerja/buruh dalam satu perusahaan sehingga masing-masing
dapat ikut aktif berpartisipasi dalam perundingan dengan pengusaha dalam menyusun
perjanjian kerja bersama atau yang disebut PKB.
E. Tinjauan Waktu Kerja dan Upah
1. Pengertian Waktu Kerja dan Waktu Istirahat
Waktu kerja adalah yang digunakan untuk melakukan pekerjaan pada suatu
periode tertentu, untuk waktu 1 minggu kerja biasa diadakan untuk 6 hari atau 5 hari
kerja. Kalau memilih 1 minggu dengan 6 hari kerja, maka perharinya adalah 7 jam
sedangkan untuk 1 minggu dengan 5 hari, maka perharinya adalah 8 jam. Pengusaha
dapat mempekerjakan pekerja/buruh pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat
pekerjaan tersebut harus dilaksanakan terus menerus berdasarkan kesepakatan
pekerja/buruh dengan pengusaha. Ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku untuk
sektor usaha.
2. Pengertian Upah
Tentang Ketenagakerjaan pengertian upah adalah hak pekerja atau buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan atau dibayar menurut suatu
perjanjian kerja, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja
atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan
dilakukan.Setiap pekerja/buruh berhak mendapat penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, yaitu mampu memenuhi kebutuhan hidup
pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makan, minum, sandang,
perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.
Menurut Dewan Penelitian Pengupahan Nasional, upah adalah sebagai suatu
penerimaan imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu
pekerjaan/jasa yang telah dan akan dilakukan serta fungsi sebagai jaminan
kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi. Selain itu ada
yang mengatakan gaji/upah pada umumnya merupakan pembayaran atas penyerahan
jasa yang dilakukan oleh para karyawan yang mempunyai jenjang jabatan manager,
dan dibayarkan secara tetap per bulan. Sedangkan upah merupakan pembayaran atas
penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan pelaksana (buruh) umumnya
dibayarkan berdasarkan hari kerja, jam kerja, atau jumlah satuan produk yang
dihasilkan oleh karyawan.
Upah adalah segala macam pembayaran yang timbul dari kontrak kerja. Upah
menunjukkan penghasilan yang di terima oleh pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan
yang di lakukannya. Upah dapat diberikan dalam bentuk tunai atau natura. Secara
yuridis sistem pembayaran upah wajib diatur dalam kesepakatan (perjanjian kerja),
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Menurut pembayaran waktu
pembayaran terbagi:
a) Upah bulanan adalah upah yang dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja
pada setiap bulan. Biasanya pada akhir bulan berjalan atau awal bulan
berikutnya. Jadi, upah dibayarkan sebulan sekali.
b) Upah mingguan adalah upah yang dib ayarkan oleh pengusaha kepada pekerja
pada setiap minggu. Bisa seminggu sekali atau dua minggu sekali, jadi
kembali pada kesepakatan perjanjian kedua belah pihak.
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan
dengan memperhatikan produktiitas dan pertumbuhan ekonomi, upah minimum dapat
terdiri atas:
a) Upah minimum provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh
kabupaten/kota di suatu provinsi. Sedangkan upah minimum sektoral provinsi
adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral diseluruh kabupaten/kota
di suatu provinsi.
b) Upah minimum kabupaten atau kota adalah upah minimum yang berlaku
untuk di daerah kabupaten atau kota. Sedangkan upah minimum sektoral
kabupaten atau kota adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di
daerah kabupaten atau kota.
Upah minimum di arahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dan ditetapkan
oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi
dan atau Bupati/Walikota. Pengusaha di larang membayar upah lebih rendah dari
upah minimum. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat
dilakukan penangguhan.
3. Fungsi Dan Tujuan Upah
Pemberian upah di dalam suatu organisasi memiliki fungsi yang erat kaitannya
dengan peningkatan mutu sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi, sebagai
berikut :
a) Pengalokasian sumber daya manusia secara efisien.
b) Pengumuman sumber daya manusia secara lebih efisien dan efektif.
c) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Edy Sutrisno dalam Notoadmodjo ada beberapa tujuan dari upah yang perlu
diperhatikan, yaitu :
a) Menghargai Prestasi Kerja
b) Menjamin Keadilan
c) Mempertahankan Karyawan
d) Memperoleh Karyawan Yang Bermutu
e) Pengendalian Biaya Memenuhi Peraturan-Peraturan.
4. Macam – Macam Upah
a) Upah Finansial
Upah Finansial adalah sesuatu yang diterima oleh karyawan dalam bentuk seperti gaji,
upah, bonus, premi, tunjangan hari raya, tunjangan hari tua, pengobatan atau jaminan
kesehatan asuransi, dan lain-lain yang sejenis yang dibayarkan oleh organisasi.
b) Upah Non-finansial
Upah non-finansial adalah sesuatu yang diterima oleh karyawan dalam bentuk selain
uang. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan karyawan dalam jangka panjang.
Jenis upah dapat dikelompokkan menurut status perjanjian kerja :
1) Upah tetap adalah upah yang dibayar oleh pengusaha kepada pekerja secara tetap
atau biasa disebut gajih. Tetapnya gajih ini tidak dipengaruhi oleh apapun, baik
atau kerja lembur maupun oleh faktor lainnya.
2) Upah tidak tetap adalah upah yang dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja
secara tidak tetap atau biasa disebut upah saja. Tidak tepatnya upah ini
dipengaruhi oleh besar kecilnya upah atas kerja lembur atau faktor lain yang
dilakuan. Semakin banyak kerja lembur atau faktor lain yang dilakukan, maka
semakin besar upah yang diterima oleh pekerja yang bersangkutan.
3) Upah harian adalah upah yang diayarkan oleh pengusaha kepada pekerja secara
perhitungan harian atau berdasarkan tingkat kehadiran.
4) Borongan adalah upah yang dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja secara
borongan atau berdasarkan volume pekerjaan hasil kerja. biasanya untuk jenis
pekerjaan yang sifatnta tergantung cuaca atau kondisi tertentu.
5) Asas-asas Upah
a) Asas Adil
Besarnya upah yang diberikan kepada setiap pekerja harus disesuaikan
dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tanggung jawab,
jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. Maka, adil
bukan berarti setiap karyawan mendapatkan upah yang sama besarnya. Asas
adil harus menjadi dasar penilaian, perlakuan, dan pemberian hadiah atau
hukuman bagi setiap karyawan. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerja
sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan
akan menjadi lebih baik.
b) Layak dan Wajar
Upah yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat
normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya
upah upah didasarkan atas upah minimal pemerintah dan eksternal
konsistensi yang berlaku.

F. Tinjauan Penetapan Upah Minimum


1. Formulasi Perhitungan Upah Minimum
Setelah Gubernur menetapkan upah minimum Provinsi dan Kabupaten/Kota ada
kemunginan pengusaha dan pekerja (mungkin juga serikat pekerja) tidak puas atas
ketetapan tersebut. Menindaklanjuti ketidakpuasan tersebut pengusaha dan
pekerja atau serikat pekerja mengadakan perundingan. Arahnya sudah jelas,
pengusaha akan berusaha mengurangi atau menurunkan besarnya upah,
sedangkan pekerja atau serikat pekerja akan berusaha menambah atau menaikkan
besarnya upah. Ada kemungkinan perundingan tersebut menghasilkan perjanjian.
2. Perubahan tingkat upah
Perubahan tingkat upah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya biaya
produksi suatu perusahaan, jika diasumsikan bahwa tingkat upah naik,
maka dapat terjadi hal berikut:
a. Naiknya tingkat upah dapat meningkatkan biaya produksi perusahaan yang
selanjutnya dapat meningkatkan harga per unit barang yang diproduksi.
Kenaikan harga barang tersebut dapat direspon oleh konsumen dengan
mengurangi konsumsi atau bahkan tidak membeli barang tersebut kembali.
Akibatnya banyak produksi yang tidak terjual, produsen terpaksa harus
menurunkan jumlah produksinya. Turunnya jumlah produksi mengakibatkan
berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan karena turunnya skala produksi disebut dengan efek skala
produksi (scale effect).
b. Jika upah naik (dengan asumsi harga hari barang modal lainnya tidak
berubah), maka pengusaha ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat
modal untuk proses produksinya dan menggantikan kebutuhan terhadap
tenaga kerja dengan kebuthan terhadap barang-barang modal seperti mesin
dan lainnya. Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya
penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut dengan
subtitusi tenaga kerja (substitution effect).
Faktor lain-lain diantaramnnya yaitu :
a. Naik turunnya permintaan pasar terhadap hasil produksi dari perusahaan yang
bersangkutan. Apabila permintaan hasil produksi meningkat maka produsen
dapat menambah kapasita produksinya dengan menambah penggunaan tenaga
kerjanya.
b. Apabila harga barang-barang modal turun, maka biaya produksi turun dan
tentunya mengakibatkan harga jual per unit barang turun. Pada keadaan ini
produsen meningkatkan produksi barangnya karena permintaan bertambah
banyak. Peningkatan permintaan tenaga kerja juga bertambah banyak seiring
dengan peningkatan kegiatan perusahaan. Keadaa ini menyebabkan bergesernya
kurva permintaan tenaga kerja kearah kanan dikarenakan pengaruh skala
produksi (scale effect). Efek selanjutnya yang terjadi bila harga barang-barang
modal turun adalah efek subtitusi. Keadaan ini terjadi karena produsen
cenderung untuk menambah jumlah barang modal (mesin) sehingga terjadi
capital intensif dalam proses produksi. Jadi secara relatif penggunaan tenaga
kerjanya berkurang.
3. Perlindungan upah
Dengan memperhatikan produktivitas pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:
a. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
b. Upah minimum berdasarkan sektor wilayah provinsi ataukabupaten/kota.
Pengertian upah minimum adalah upah sebulan terendah yang terdiri atas upah
pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaringan
Fungsi Dan Tujuan Upah Pemberian upah di dalam suatu organisasi memiliki
fungsi yang erat kaitannya dengan peningkatan mutu sumber daya manusia dan
pembangunan ekonomi, sebagai berikut:
a. Pengalokasian sumber daya manusia secara efisien.
b. Pengumuman sumber daya manusia secara lebih efisien dan efektif.
c. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

G. LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN


Landasan Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia adalah Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945 diatur di Pasal 2. Dilaksanakan dalam rangka pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan perkembangan masyarakat Indonesia seluruhnya
untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri pekerja serta mewujudkan
masyarakat sejahtera, adil, makmur, merata baik materiil dan spiritual. Sedangkan asas
pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas dasar keterpaduan dengan melalui
koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Diatur dalam Pasal 3. Asas
pembangunan ketenagakerjaan tersebut pada dasarnya sesuai dengan asas
pembangunan nasional khususnya asas Demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata.
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan
berbagai pihak yaitu antara Pemerintah, pengusaha dan pekerja. Oleh karena itu
pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama
yang saling mendukung.
Tujuan pembangunan ketenagakerjaan diatur dalam pasal 4 yang menjelaskan :
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi.
2. Mewujudkan pemerataan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

H. KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA


Diatur dalam pasal 5 dan 6 yang merupakan sebagian dari hak dasar pekerja (hak dasar
pertama dan kedua).
Pasal 5 berbunyi sebagai berikut : “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang
sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” Kesempatan yang sama untuk
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tersebut tanpa membedakan jenis
kelamin, suku, ras, agama dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan
tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para
penyandang cacat. Demikian juga pada Pasal 6 yang berbunyi : “Setiap pekerja berhak
memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.” Pengusaha
harus memberikan hak dan kewajiban pekerja tanpa membedakan jenis kelamin, suku,
ras, agama, warna kulit dan aliran politik.

I. PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN


PERENCANAAN KETENAGAKERJAAN :
Diatur dalam Pasal 7 yang berisi antara lain :
a. Pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja.
Perencanaan tenaga kerja yang disusun dan ditetapkan oleh pemerintah tersebut
dilakukan melalui pendekatan perencanaan tenaga kerja nasional, daerah dan sektoral.
b. Perencanaan tenaga kerja meliputi :
1) Perencanaan tenaga kerja makro.
Yang dimaksud dengan perencanaan tenaga kerja makro adalah proses
penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang memuat
pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif guna mendukung
pertumbuhan ekonomi, sosial baik secara nasional, daerah maupun sektoral,
sehingga dapat membuka kesempatan kerja seluas- luasnya, meningkatkan
produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
2) Perencanaan tenaga kerja mikro
Yang dimaksud dengan perencanaan tenaga kerja mikro adalah proses
penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu instansi, baik
instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka meningkatkan pendayagunaan
tenaga kerja secara optimal dan produktif untuk mendukung pencapaian kinerja
yang tinggi pada instansi/perusahaan yang bersangkutan.
3) Dalam penyesuaian kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pembangunan
ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada
perencanaan tenaga kerja makro dan mikro.

J. INFORMASI KETENAGAKERJAAN
Informasi ketenagakerjaan dikumpulkan dan diolah sesuai dengan maksud
disusunnya perencanaan tenaga kerja nasional, perencanaan tenaga kerja daerah, propinsi
atau kabupaten/kota. Dalam hal ini partisipasi swasta diharapkan dapat memberikan
informasi ketenagakerjaan.
Informasi ketenagakerjaan ini diatur dalam pasal 8 yang antara lain meliputi :
a. Penduduk dan tenaga kerja.
b. Kesempatan kerja.
c. Pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja.
d. Produktivitas tenaga kerja.
e. Hubungan industrial.
f. Kondisi lingkungan kerja.
g. Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
h. Jaminan sosial tenaga kerja.

K. PELATIHAN KERJA
Diatur dalam Pasal 9 yang menjelaskan bahwa pelatihan kerja diselenggarakan dan
diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna
meningkatkan kemampuan, produktivitas kesejahteraan. Yang dimaksud dengan
peningkatan kesejahteraan adalah kesejahteraan bagi tenaga kerja yang diperoleh karena
terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan kerja.
Pasal 10 menjelaskan bahwa :
1. Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia
usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
2. Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada
standar kompetensi kerja. (Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu
yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan).
3. Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang. Jenjang pelatihan kerja pada
umumnya terdiri atas tingkat dasar, terampil dan ahli.
4. Ketentuan tentang tata cara penetapan standar kompetensi kerja diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 11 yang merupakan hak dasar pekerja yang ketiga menetapkan bahwa :
“Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/ atau meningkatkan dan/atau
mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya
melalui pelatihan kerja”.
Pasal 12 menjelaskan bahwa :
1. Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi
pekerjanya melalui pelatihan kerja.
2. Ketentuan tersebut diatas diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan
yang diatur dengan Keputusan Menteri.
3. Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja
sesuai dengan bidang tugasnya.
Penyelenggara pelatihan kerja seperti yang diatur dalam Pasal 13 adalah:
1. Lembaga pelatihan kerja pemerintah.
2. Lembaga pelatihan kerja swasta.
3. Kerja sama kedua lembaga tersebut.
Pekerja yang mendapat pelatihan dapat memilih tempat pelatihan ditempat
pelatihan atau ditempat ia bekerja di perusahaan. Sesuai dengan ketentun Pasal 14
lembaga pelatihan swasta dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau perorangan.
Disamping itu wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota. Sedangkan lembaga pelatihan yang
diselenggarakan pemerintah mendaftarkan kegiatannya pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota.
Ketentuan tentang tata cara perizinan dan pendaftaran baik lembaga pelatihan
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri. Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persayaratan seperti
yang diatur dalam Pasal 15 yakni :
1. Tersedianya tenaga kepelatihan.
2. Adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan.
3. Tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja.
4. Tersedianya dana bagi keberlangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja.
Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin dari lembaga
pelatihan kerja pemerintah yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari
lembaga akreditasi. Lembaga akreditasi tersebut bersifat independen terdiri dari unsur
masyarakat dan pemerintah. Pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja dapat
dihentikan untuk sementara oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten/ Kota, apabila ternyata dalam pelaksanaanya :
1. Penyelenggaraan pelatihan tidak sesuai dengan arah pelatihan yang digunakan untuk
membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna
meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan pekerja.
2. Penyelenggara pelatihan kerja tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada
Pasal 15 tersebut di atas.
Ketentuan bagi tenaga kerja setelah mengikuti pelatihan kerja, Seperti yang diatur
dalam Pasal 18, setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga
pelatihan kerja pemerintah atau swasta, tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan
kompetensi kerja. Pengakuan kompetensi kerja di lakukan dengan pemberian sertifikasi
kompetensi kerja yang diberikan oleh badan nasional sertifikasi profesi yang
independen. Pelatihan kerja juga dapat diberikan kepada penyandang cacat yang
dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan dan kemampuan tenaga
kerja penyandang cacat yang bersangkutan, seperti diatur dalam Pasal 19.
Pengaturan pelatihan kerja bagi penyandang cacat ini melengkapi pengaturan
sebelumnya yakni Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat dan
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan
sosial penyandang cacat. Melalui Pasal 21 dapat diketahui bahwa pelatihan kerja dapat
diselenggarakan dengan sistem pemagangan seperti yang diatur dalam Pasal 22 yakni :
1. Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan
pengusaha yang dibuat secara tertulis.
2. Perjanjian tersebut memuat sekurang-kurangnya hak dan kewajiban peserta dan
pengusaha serta jangka waktu pemagangan.
3. Jika pelaksanaan pemagangan tidak sesuai dengan perjanjian pemagangan, maka
dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja perusahaan yang
bersangkutan.
Hak peserta pemagangan anatara lain :
a. Mendapat uang saku atau uang transport.
b. Mendapat jaminan sosial tenaga kerja.
c. Mendapat sertifikat bila peserta lulus diakhir program.
Hak pengusaha antara lain :
a. Mendapat jasa dari peserta pemagangan.
b. Merekrut pemagang sebagai pekerja bila memenuhi syarat.
Kewajiban peserta magang antara lain :
a. Menaati perjanjian pemagangan.
b. Mengikuti tata tertib program pemagangan/perusahaan.
Kewajiban pengusaha antara lain :
a. Menyediakan uang saku/uang transport.
b. Menyediakan fasilitas pelatihan.
c. Menyediakan instruktur, perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pemagangan dapat dilakukan di perusahaan sendiri atau ditempat
penyelenggaraan pelatihan kerja atau perusahaan lain baik di dalam maupun di luar
wilayah Indonesia. Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib
mendapat ijin dari Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk. Disamping itu
penyelenggara pemagangan harus berbentuk badan hukum Indonesia dan akan diatur
dengan keputusan Menteri.
Contoh pemagangan yang diadakan di luar wilayah Indonesia adalah pemagangan
ke Jepang. Melalui Keputusan Menteri No. 23/MEN/2001 tanggal 22 Pebruari 2001
diadakan kesepakatan kerjasama antara Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia
dengan The Association International Manpower Development of Medium and Small
Interprises Japan (IMM Japan). Sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan
No. 13. Tahun 2001 Pasal 26, penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia
harus memperhatikan :
a. Harkat dan martabat bangsa Indonesia.
b. Penguasaan kompetensi yang lebih tinggi.
c. Perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan termasuk melaksanakan
ibadahnya.

L. PENEMPATAN TENAGA KERJA


Diatur dalam Pasal 31 yang merupakan hak dasar pekerja yang keempat yang berbunyi
“Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memiliki,
mandapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau
di luar negeri.”
a. Penempatan tenaga kerja di laksanakan berdasarkan :
a. Asas terbuka
Memberikan informasi kepada pencari kerja secara iklas yang berkaitan dengan jenis
pekerjaan, jam kerja, besarnya upah.
b. Asas bebas
Pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tenaga
kerja.
c. Asas Objektif
Pemberi kerja agar menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai
dengan kemampuan dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan dan harus
memperhatikan kepentingan umum dan tidak memihak pada kepentingan pihak
tertentu.
d. Asas adil dan setara tanpa diskriminasi :
Penempatan tenaga kerja dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan tidak
didasarkan atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama dan aliran politik.
2. Arah penempatan tenaga kerja :
Sesuai dengan prinsip “The Right Man On The Right Place” yakni penempatan tenaga
kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, ketrampilan, bakat, minat dan
kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi dan perlindungan hukum.
Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan
kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.
3. Macam penempatan tenaga kerja
Penempatan tenaga kerja terdiri dari :
a. Penempatan tenaga kerja di dalam negeri.
b. Penempatan tenaga kerja di luar negeri.
Penempatan tenaga kerja di luar negeri diatur dengan Undang-Undang No. 39 Tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Perekrutan tenaga kerja yang di tempatkan di luar negeri tersebut dapat dilakukan oleh
pemberi kerja atau oleh pelaksana penempatan tenaga kerja.
Pemberi kerja dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan
yang mencakup kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik
tenaga kerja. Pelaksana penempatan tenaga kerja dalam hal ini wajib memberikan
perlindungan sejak recruitmen sampai penempatan kerja.
Selain itu pelaksana penempatan tenaga kerja juga memberikan pelayanan penempatan
kerja tersebut.
Pelayanan penempatan kerja tersebut bersifat terpadu dalam satu sistem penempatan yang
meliputi unsur-unsur :
a. Pencari kerja;
b. Lowongan pekerjaan;
c. Informasi pasar kerja;
d. Mekanisme antar kerja;
e. Kelembagaan penempatan tenaga kerja.
Pelaksana penempatan tenaga kerja terdiri dari :
a. Instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketengakerjaan.
b. Lembaga swasta yang berbadan hukum
Lembaga swasta ini wajib memiliki izin tertulis dari Menteri/ pejabat yang ditunjuk.

M. PERLUASAN KESEMPATAN KERJA


Dalam hal ini pemerintah secara bersama-sama dengan masyarakat mengupayakan
perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, namun yang
bertanggung jawab dalam perluasan kesempatan kerja ini adalah pemerintah. Guna
menunjang kegiatan tersebut, semua kebijakan pemerintah baik di pusat maupun di daerah di
setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja. Lembaga keuangan
baik perbankan maupun non perbankan dan dunia usaha perlu membantu dan memberikan
kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat menciptakan atau mengembangkan
perluasan kesempatan kerja. Perluasan kesempatan di luar hubungan kerja dilakukan melalui
pendayagunaan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna.
Penciptaan perluasan kesempatan kerja tersebut diatas dilaksanakan dengan pola
pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya, penerapan
teknologi tepat guna dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat
mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja. Pengawasan perluasan kesempatan kerja
tersebut dilakukan oleh pemerintah. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas dapat
dibentuk badan koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

N. PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING


Diatur dalam Pasal 42 – 49 Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003. Syarat-
syarat yang dibutuhkan bagi pemberi kerja yang mempekerja-kan tenaga kerja asing adalah :
a. Memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
b. Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
c. Ijin tidak diwajibkan bagi perwakilan negara asing yang menggunakan tenaga kerja asing
sebagai pegawai diplomatik/konsuler.
d. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan
tertentu dan waktu tertentu.
e. Tenaga kerja asing yang bekerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu yang masa
kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing
lainnya.

Pentingnya pemberian izin penggunaan tenaga kerja asing dimaksudkan agar penggunaan
tenaga kerja asing dilaksanakan secara selektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja
Indonesia secara optimal.

Selain persyaratan tersebut di atas pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus
memenuhi kewajiban sebagai berikut :
1. Harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
2. Rencana penggunaan tenaga kerja asing tersebut merupakan persyaratan untuk
mendapatkan izin kerja (IKTA).
3. Rencana penggunaan tenaga kerja asing sekurang-kurangnya memuat :
a. Alasan penggunaan tenaga kerja asing.
b. Jabatan / kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan.
c. Jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing.
4. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar
kompetensi yang berlaku.
5. Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja
asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan
kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.
7. Wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompensasi yang berlaku.
8. Yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh
tenaga kerja asing antara lain pengetahuan, keahlian, ketrampilan bidang tertentu dan
pemahaman budaya Indonesia.
9. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja
asing yang dipekerjakan.
10. Kompensasi ini besarnya US$100 per bulan yang dibayar dimuka. Kewajiban membayar
kompensasi dimaksudkan dalam rangka menunjang upaya peningkatan kualitas sumber
daya manusia Indonesia.
11. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara
asalnya setelah hubungan kerja berakhir.
12. Larangan bagi tenaga kerja asing adalah menduduki jabatan yang mengurusi
personalia/jabatan-jabatan tertentu.
O. PEMBINAAN
Yang dimaksud dengan pembinaan dalam Pasal 173 ayat (1) ini adalah kegiatan yang
dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik untuk
meningkatkan dan mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
Pembinaan ketenagakerjaan :
1. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan.
2. Pembinaan tersebut dapat mengikutsertakan Organisasi Pengusaha, Serikat Pekerja,
organisasi profesi terkait.
3. Pembinaan dilaksanakan secara terpadu dan terkait.

Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja


dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerja sama internasional di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Pemerintah dapat memberikan
penghargaan kepada orang/lembaga yang telah berjasa dalam pembinaan ketenagakerjaan.
Penghargaan tersebut dapat berupa piagam, uang atau bentuk lain.

P. PENGAWASAN
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang
mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin Pelaksanaan Peraturan Perundang-
undangan Ketenagakerjaan. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan diatur dengan
keputusan Presiden. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan
pemerintah Kabupaten/Kota wajib menyampaikan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan
kepada Menteri. Ketentuan pengawasan ketenagakerjaan tentang hak, kewajiban serta
wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan menggunakan peraturan per Undang-
undangan yang berlaku. Pegawai pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib :
a. Merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan
b. Tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Ketentuan mengenai persyaratan, penunjukan, hak dan kewajiban serta wewenang
pegawai pengawas ketenagakerjaan diatur sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang No. 3 Tahun 1951 tentang
Pengawasan Perburuhan. Guna menjamin pelaksanaan pengaturan ketenagakerjaan diadakan
suatu sistem pengawasan ketenagakerjaan yang berfungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum mengenai ketenagakerjan.
b. Memberi penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-
hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif dari pelaksanaan peraturan-peraturan
ketenagakerjaan.
c. Melaporkan kepada yang berwenang tentang kecurangan dan penyelewengan dalam
bidang ketenagakerjaan dan dalam peraturan perundangan.

Q. PENYIDIKAN
Penyidik PNS diberi wewenang khusus untuk :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana
ketenagakerjaan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang/badan hukum yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang/badan hukum sehubungan dengan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan.
d. Melakukan pemeriksaan/penyitaan bahan/barang bukti dalam perkara tindak pidana di
bidang ketenagakerjaan.
e. Melakukan pemeriksaan atas surat/dokumen lain tentang tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang ketenagakerjaan.
g. Menghentikan penyidikan bila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.

R. SANKSI
Bentuk-bentuk sanksi yaitu :
a. Sanksi pidana.
Sanksi pidana penjara, kurungan atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha
membayar hak-hak dan/atau ganti rugi kepada tenaga kerja.
b. Sanksi administrative.
Sanksi administratif dapat berupa :
a. Teguran.
b. Peringatan tertulis.
c. Pembatasan kegiatan usaha.
d. Pembekuan kegiatan usaha.
e. Pembatalan persetujuan.
f. Pembatalan pendaftaran.
g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi.
h. Pencabutan ijin.

Eko wahyudi, Wiwin Yulianingsih, M. Firdaus Sholihin, 2016, Hukum Ketenagakerjaan, Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta
Abdul Khatim, 2014, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai