JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
1
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI............................................................................................................ 1
BAB I KETENAGAKERJAAN
A. Peristilihan dan Pengertian........................................................................... 5
B. Memahami Hukum Ketenagakerjaan........................................................... 7
C. Objek, Sifat, Jabatan Hukum Kerja............................................................. 9
D. Hakekat Hukum Ketenagakerjaan............................................................... 10
E. Sifat Hukum Ketenagakerjaan..................................................................... 15
F. Perlindungan Hukum................................................................................... 16
G. Tujuan Hukum Ketenagakerjaan................................................................. 18
H. Fungsi Hukum Ketenagakerjaan.................................................................. 19
1
I. Informasi Ketenagakerjaan.......................................................................... 51
J. Pelatihan Kerja............................................................................................. 52
K. Penempatan Tenaga Kerja........................................................................... 52
L. Perluasan Kesempatan Kerja....................................................................... 53
M. Penggunaan Tenaga Kerja Asing................................................................. 53
N. Pembinaan.................................................................................................... 56
O. Pengawasan.................................................................................................. 57
P. Penyidikan.................................................................................................... 58
Q. Sanksi........................................................................................................... 59
2
N. Lembaga Kerja Sama Tripartit..................................................................... 117
O. Evolusi Teori dan Metode Dalam Hubungan Industrial.............................. 123
P. Perselisihan Hubungan Industrial................................................................ 123
Q. Pemutusan Hubungan Kerja......................................................................... 127
R. Uang Pesangon, Uang Penghargaan masa Kerja, Uang Penggantian Hak. . 129
3
E. Ketentuan waktu istirahat pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu diatur
lebih lanjut pada pp no. 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,
alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja dan
(b) cuti yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh.................................... 197
F. Kesehatan yang di atur dengan UU. NO. 36 Tahun 2009............................ 197
G. Keselamatan Kerja yang di atur dengan UU. NO. 88 Tahun 2019.............. 200
H. Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja......................... 202
I. Hubungan Industrial dengan Ilmu Administrasi dan Manajemen............... 203
4
BAB 1
KETENAGAKERJAAN
5
Kementerian yang mengatur dan mengawasinya yaitu Kementerian Tenaga
Kerja. Demikian pula pelajaran yang diberikan di berbagai Fakultas Hukum
di Indonesia menggunakan nama Hukum Ketenagakerjaan.
Istilah majikan biasanya ditujukan untuk orang-orang yang melakukan
pekerjaan halus dan berpangkat Belanda pada waktu itu, seperti juru tulis,
komisaris yang memiliki jabatan sebagai pegawai, bangsawan atau
majikan/karyawan. Istilah majikan dapat ditemukan dalam undang-undang
yang lama, yaitu: Undang-undang tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan no. 22 Tahun 1957. Tenaga kerja adalah setiap orang yang
bekerja pada pemberi kerja dengan menerima upah (Pasal 1 ayat 1 (1a)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957. Tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang dan atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan
masyarakat. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pemberi kerja adalah orang
atau badan hukum yang mampu mempekerjakan pekerja (Pasal 1 ayat (1b)
UU No. 22 Tahun 1957.
Sedangkan istilah wirausaha dapat dilihat dalam UU Jaminan Sosial
Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1992, dalam UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh
no. 21 Tahun 2002, dan dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Perusahaan dapat ditemukan dalam UU Jaminan Sosial Tenaga Kerja no. 3
Tahun 1992, dalam UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh no. 21 Tahun 2000,
dan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.entrepreneur adalah orang
perseorangan, persekutuan, atau badan hukum: Yang menjalankan
perusahaan milik sendiri. Mereka yang secara mandiri menjalankan
perusahaan bukanlah milik mereka sendiri. Yang berada di wilayah
Indonesia merupakan perusahaan milik sendiri atau bukan milik yang
berkedudukan di Indonesia (Pasal 1 angka 5 UU No. 13 Tahun 2003).
Istilah majikan biasanya ditujukan untuk orang-orang yang melakukan
pekerjaan halus dan berpangkat Belanda pada waktu itu, seperti juru tulis,
komisaris yang memiliki jabatan sebagai pegawai, bangsawan atau
majikan/karyawan. Istilah majikan dapat ditemukan dalam undang-undang
yang lama, yaitu: Undang-undang tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan no. 22 Tahun 1957.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja
dengan menerima upah (ayat 1 (1a) ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1957. Tenaga kerja adalah setiap orang yang dapat melakukan pekerjaan
untuk menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sendiri. kebutuhan atau untuk memenuhi kebutuhannya sendiri
untuk kebutuhan masyarakat (ayat 2 Pasal 1 Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003) Pekerja/pekerja adalah setiap orang yang bekerja, menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain (ayat 3 Pasal 1 UU No. 2003 Majikan -
orang perseorangan atau badan hukum yang dapat mempekerjakan karyawan
6
(Pasal 1 (1b) Bagian 1 UU No. 22 Tahun 1957).
Sedangkan istilah wirausaha dapat dilihat dalam UU Jaminan Sosial
Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1992, dalam UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh
no. 21 Tahun 2002, dan dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Perusahaan dapat ditemukan dalam UU Jaminan Sosial Tenaga Kerja no. 3
Tahun 1992, dalam UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh no. 21 Tahun 2000,
dan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.Pengusaha adalah orang
perseorangan, persekutuan, atau badan hukum: Yang menjalankan
perusahaan milik sendiri. Mereka yang secara mandiri menjalankan
perusahaan bukanlah milik mereka sendiri. Istilah perusahaan menurut
penulis adalah :
a. Setiap bisnis moral atau non-moral, baik milik pribadi atau milik
negara, yang bekerja dengan membayar upah atau bentuk gangguan
lainnya.
b. Usaha sosial dan usaha lain yang mengelola dan mempekerjakan
orang lain melalui pembayaran upah atau imbalan dalam bentuk lain
(Pasal 1 angka 6 UU No. 13 Tahun 2003).
7
kerja tersebut. Dalam pengertian ini, hubungan kerja tidak hanya
mengatur mereka yang terikat dalam hubungan kerja, tetapi juga
mencakup peraturan-peraturan tentang persiapan hubungan kerja.
Contoh: aturan magang.
3. VAN ESVELD
UU Ketenagakerjaan tidak membatasi hubungan kerja dimana
pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi juga mencakup
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja mandiri yang melaksanakan
pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.
4. MOK
Hukum perburuhan adalah hukum yang mengatur tentang pekerjaan
yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan
hidup yang berhubungan langsung dengan pekerjaan itu.
5. IMAN Prof. SOEPOMO
Hukum Ketenagakerjaan adalah seperangkat peraturan, tertulis atau
tidak, yang berkaitan dengan peristiwa di mana seseorang bekerja
untuk orang lain dengan menerima upah.
8
b. Tenaga Kerja Terlatih
Tenaga kerja yang memiliki keahlian pada bidang tertentu atau
khusus yang diperoleh dari pengalaman dan latihan. Sebagai
contoh: supir, tukang jahit, montir dan sebagainya.
c. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih
Tenaga kerja yang mengandalkan tenaga, tidak memerlukan
pendidikan maupun pelatihan terlebih dahulu. Sebagai contoh: kuli,
pembantu rumah tangga, buruh kasar dan sebagainya.
Klasifikasi diatas mendorong pengaturan terkait pelatihan kerja
sebagaimana diatur dalam Bab V UU 13/2013, agar kualifikasi tenaga kerja
Indonesia dapat semakin baik. Dalam pelaksanaan ketenagakerjaan, pelaku
usaha dan tenaga kerja mengikatkan diri dalam suatu hubunga hukkum
melalui ikatan atau perjanjian kerja yang sudah disepakati oleh kedua belah
pihak, bersifat tertulis atau lisan dan dilandasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. Hak dan kewajiban
antara pengusaha dan tenaga kerja juga menjadi perhatian demi
menciptakan keamanan dan kenyamanan saat melakukan aktivitas
pekerjaan.
Apabila timbul perselisihan antara pengusaha dan tenaga kerja, maka
hukum yang mengatur adalah Undang Undang No.2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Setiap bentuk perselisihan
memiliki cara atau prosedur yang berlaku dan harus diikuti oleh kedua
belah pihak baik itu melalui cara berunding, mediasi, konsiliasi, arbitrase
maupun diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.
9
a. Memahami peraturan/penguasa pemerintah yang heterogen.
Dalam hal ini aturan tipe kedua dan ketiga tidak boleh bertentangan
dengan tipe pertama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sifat hukum
perburuhan adalah:
a. Lindungi yang lemah dan tempatkan mereka pada posisi yang layak
bagi kemanusiaan.
10
bentuk penghambaan, perpanjangan dan penghambaan dilarang, tetapi secara
sosial pekerja atau pekerja tidak sebesar atau komitmen seperti orang yang
tidak memiliki bekal hidup lain selain tenaganya, dan kadang-kadang
terpaksa menerima hubungan kerja dengan majikannya. atau pengusaha
meskipun menjadi beban bagi pekerja atau pekerja itu sendiri, apalagi saat ini
dengan banyaknya jumlah pekerja yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang
ada. Akibatnya, pekerja atau buruh sering dieksploitasi oleh pengusaha
dengan upah yang relatif kecil. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya untuk melindungi pekerja
atau pekerja untuk melindungi mereka sebagai pihak yang lemah dari otoritas
pengusaha atau kontraktor untuk menempatkan mereka pada posisi yang
layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan pembagiannya menurut isi hukumnya, hukum dibedakan
menjadi hukum publik dan hukum perdata/privat. Ada pembagian antara
publik dan sipil/swasta karena isi pengaturan hukum tergantung pada sifat
hubungan yang diaturnya, dan dapat mengatur hubungan kepentingan umum
atau mengatur hubungan kepentingan pribadi.Carol Harlow dalam esainya
Publik dan Pribadi.
Law: Definition without Distinction, mengemukakan bahwa di Inggris
tidak mengenal pembedaan publik dan privat, tatapi langsung menggunakan
istilah “perjanjian”, “mengganti kerugian”, dan “kejahatan”.17 Pembicaraan
mengenai publik dan privat berawal dari tradisi Perancis, terutama para
pengacara kontinental, yang memberikan istilah hukum publik untuk
memisahkan aturan yang otonom, dimana aturan yang demikian normalnya
terpisah dari yurdiksi administrasi.
Karl E. Karle menulis sebuah artikel yang mencoba untuk
menggambarkan dan mempertahankan pemikirannya mengenai fungsi
ideologi hukum dalam kajian yang memfokuskan terhadap perlakuan
pembedaan publik atau privat dalam hukum ketenagakerjaan. Perbedaan
publik/pribadi berulang tidak hanya sebagai motif sebuah latar belakang tapi
sangat sering sebagai unsur penting dari dasar keputusan.Sebagai contoh, di
negara-negara common law system, kontrak kerja masih dianggap sebagai
hukum yang bersifat privat. Akan tetapi, hal yang demikian tanpa adanya
jaminan secara eksplisit pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja baik
disebabkan oleh alasan yang baik maupun yang tidak atau tanpa alasan sama
sekali.
Oleh karena itu, akhir-akhir ini pengadilan mengatur hal yang
demikian dalam setiap keputusan baik itu sebagai kewajiban untuk
mengganti kerugian ataupun perjanjian. Dengan adanya hal demikian banyak
negara bagian yang melarang memberhentikan pekerjanya dengan alasan
bertentangan dengan kebijakan publik.
Asri Wijayanti berpendapat bahwa hukum ketenagakerjaan dapat
bersifat privat dan dapat pula bersifat publik. Bersifat privat karena mengatur
11
hubungan antara orang perseorangan (majikan-buruh) dalam pembuatan
perjanjian kerja dan bersifat publik karena pemerintah ikut campur tangan
dalam masalah-masalah perburuhan serta adanya sanksi pidana dalam
peraturan hukum perburuhan. Hubungan antara hukum publik terhadap
hukum privat adalah hubungan antara hukum khusus atau perkecualian
terhadap hukum umum.
Hukum publik merupakan perkecualian atas hukum privat apabila itu
diperlukan oleh pemerintah untuk memelihara kepentingan umum.
Sebagaimana telah disampaikan, Hukum Ketenagakerjaan yang awalnya
merupakan hukum yang bersifat privat/keperdataan lama kelamaan menjadi
hukum yang bersifat publik. Campur tangan negara tidak dapat dihindarkan
dalam Hukum Ketenagakerjaan. Agus Yudha Hernoko menyatakan bahwa
Hukum Perdata sedang mencari bentuk baru melalui campur tangan negara.
Negara akhir-akhir ini cenderung memperbanyak peraturan-peraturan hukum
pemaksa (dwingend recht) demi kepentingan umum untuk melindungi
kepentingan yang lemah. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap kaidah
hukum yang diaturnya. Selain pendapat Aloysius Uwiyono, jauh
sebelumnya, Immanuel Kant menyatakan bahwa kaidah hukum bersifat
heteronom mengandung arti bahwa kekuasaan dari luarlah yang memaksakan
kehendaknya kepada manusia, yaitu kekuasaan masyarakat atau negara.
Orang tunduk kepada hukum karena ada kekuasaan yang memaksa mereka
untuk taat tanpa syarat. Djumédji menyatakan bahwa majikan dan pekerja
mempunyai hubungan perdata, artinya kedua belah pihak berstatus
keperdataan. Selain itu, para pihak juga terikat oleh hukum yang berdiri
sendiri, yaitu ketentuan yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh.
Selain itu, di luar hukum yang merdeka, terdapat hukum heterogen
yang mengatur hubungan antara pihak-pihak tersebut dan ditentukan oleh
pembuat undang-undang, serta masih mengandung hal-hal yang bersifat
privat. Bersifat umum, hal ini karena ketentuan yang terdapat dalam UU
Ketenagakerjaan sudah banyak diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Beberapa peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan,
misalnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. 2004 tentang penempatan. dan perlindungan
TKI di luar negeri. Dari perspektif hukum, ini adalah aturan yang heterogen.
Hal-hal yang bersifat privat, misalnya aturan-aturan yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan, masih memberikan kesempatan
kepada para pihak untuk mengatur sendiri-sendiri atau memutuskan
ketentuan mana yang ingin mereka atur. Misalnya, Pasal 116 Ayat (2) UU
Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “pembuatan perjanjian kerja bersama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan musyawarah”.
12
Ketentuan lebih lanjut mengenai PKB diatur dalam Peraturan Menteri
No. 28 Tahun 2014 tentang tata cara pembentukan dan pengesahan anggaran
rumah tangga serta penyusunan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama.
Pasal 24 Peraturan Menteri tersebut mengatur tentang isi perjanjian kerja
bersama tetapi klausul yang digunakan adalah “perjanjian kerja bersama
harus memuat paling sedikit”. Dengan demikian, ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja bersama ditetapkan melalui musyawarah para pihak
dengan memuat sekurang-kurangnya ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam peraturan menteri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ketentuan
perjanjian kerja bersama yang dibuat oleh para pihak harus melalui
musyawarah/negosiasi dan isi ketentuan dapat lebih dari yang ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan sehingga ketentuan tersebut merupakan
ketentuan khusus. Jika itu adalah ilmu tentang aturan hukum, maka regulasi
adalah aturan yang independen.
Berangkat dari analisis di atas, penulis lebih menekankan pada
hubungan kerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Hubungan antara
majikan dan pekerja/buruh berdasarkan hubungan kerja. Pasal 1 Angka 15
UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “hubungan kerja adalah hubungan
antara pengusaha dengan pekerja/pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang
memuat unsur kerja, upah, dan perintah”. Pengertian hubungan kerja
menurut UU Ketenagakerjaan didasarkan pada perjanjian kerja yang
merupakan suatu bentuk persetujuan untuk melaksanakan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1601 KUHPerdata. UU Ketenagakerjaan
mengatur hubungan perburuhan di Bab Sembilan. Bab Sembilan Terdiri dari
Model Hubungan Kerja (Pasal 50).
Berangkat dari analisis di atas, penulis lebih menekankan pada
hubungan kerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Hubungan antara
majikan dan pekerja/buruh berdasarkan hubungan kerja. Pasal 1 Angka 15
UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “hubungan kerja adalah hubungan
antara pengusaha dengan pekerja/pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang
memuat unsur kerja, upah, dan perintah”. Pengertian hubungan kerja
menurut UU Ketenagakerjaan didasarkan pada perjanjian kerja yang
merupakan suatu bentuk persetujuan untuk melaksanakan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1601 KUHPerdata. UU Ketenagakerjaan
mengatur hubungan perburuhan di Bab Sembilan. Bab Sembilan Terdiri dari
Model Hubungan Kerja (Pasal 50)
Berangkat dari analisis di atas, penulis lebih menekankan pada
hubungan kerja yang diatur oleh UU Ketenagakerjaan. Hubungan antara
majikan dan pekerja/buruh berdasarkan hubungan kerja. Pasal 1 Nomor 15
UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “Hubungan kerja adalah hubungan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang
memuat unsur kerja, upah, dan perintah.” Pengertian hubungan kerja
menurut UU Ketenagakerjaan didasarkan pada perjanjian kerja yang
13
merupakan suatu bentuk persetujuan untuk melaksanakan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1601 KUHPerdata. UU Ketenagakerjaan
mengatur hubungan perburuhan di Bab Sembilan. Bab 9 terdiri dari Formulir
Hubungan Kerja (Pasal 50) Perjanjian Kerja (Pasal 51 dan Pasal 63), Syarat
Hukum Perjanjian Kerja (Pasal 52), Tagihan Balik Biaya yang Dikeluarkan
(Pasal 53), Isi dan Ketentuan Perjanjian Kerja (Pasal 54 -55), Jenis Perjanjian
Kerja dan Ketentuan-ketentuannya (Pasal 56-60), Perjanjian Pemutusan
Hubungan Kerja (Pasal 61-62), dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Pekerjaan
Kontrak atau Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh (Pasal 64-66) Pasal 50 UU
Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “hubungan antara pekerjaan itu terjadi
karena adanya kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh”.
Tergantung pasalnya, hubungan ini hanya dapat terjadi antara
pengusaha dengan pekerja/buruh. Dengan demikian, dimungkinkan bagi para
pihak dalam hubungan kerja selain majikan dan pekerja/buruh, menurut ilmu
hukum, ketentuan semacam itu menjadi dasar hukum yang heterogen
sehingga sifat hukumnya adalah common law. Sedikit kritik dari penulis,
yang seharusnya menjadi pihak dalam hubungan bisnis adalah “majikan”.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 UU Ketenagakerjaan, “Pemberi kerja adalah
orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lain yang
mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.” Majikan adalah majikan. 33 Pembicaraan tentang hubungan kerja
berlanjut melalui pembahasan perjanjian kerja karena merupakan dasar dari
adanya suatu hubungan kerja. Perjanjian kerja merupakan perjanjian yang
bersifat memaksa (dwang contract) karena para pihak tidak dapat
menentukan keinginannya sendiri dalam perjanjian tersebut. Kebebasan
berkontrak sebagaimana disyaratkan dalam Undang-Undang Perikatan
Perbedaan kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja menyebabkan para
pihak tidak mencantumkan keinginannya sendiri dalam perjanjian tersebut,
terutama pekerja/buruh, namun para pihak dalam hubungan usaha tersebut
tunduk pada ketentuan undang-undang perburuhan.
Namun demikian, menurut penulis Para pihak, para pihak tetap dapat
menentukan sendiri isi perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang, peraturan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Perbedaan
sikap terlihat dari adanya komponen kepemimpinan dalam hubungan kerja.
Perbedaan ini disebabkan oleh sifat hubungan kedua belah pihak yang tidak
seimbang/bawahan. Sebagaimana disebutkan dalam UU Ketenagakerjaan
unsur-unsur perjanjian kerja meliputi adanya kerja, upah dan perintah, tetapi
Asri Wijayanti menambahkan unsur lain yaitu adanya waktu tertentu.
Komponen waktu berarti pekerja bekerja untuk waktu yang telah ditentukan
atau waktu yang tidak ditentukan.
Menurut penulis, waktu tidak terbatas tidak berarti pekerja bekerja
untuk selamanya tetapi masih dibatasi pada waktu yang telah disepakati,
misalnya usia pensiun. untuk pekerja/buruh. Unsur kerja Pekerjaan tidak
14
dipungut biaya sesuai kesepakatan antara pekerja dan pengusaha sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Komponen upah adalah adanya upah tertentu yang merupakan imbalan atas
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh. Dan unsur terakhir, unsur
perintah adalah di bawah perintah (gezag ver houding), dalam suatu
hubungan kerja kedudukan majikan adalah majikan sehingga ia berhak dan
sekaligus berkewajiban memberi perintah yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
Undang-undang Ketenagakerjaan memang Tidak secara tegas
mengatur tentang pekerjaan yang dapat diperjanjikan, kecuali untuk
perjanjian kerja tertentu, misalnya pekerjaan yang hanya dapat diperjanjikan
dengan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu jika menyangkut jenis
perjanjian tertentu. Jika berdasarkan pengetahuan tentang norma-norma
hukum perburuhan, para pihak dapat menentukan fungsi-fungsi yang dapat
diperjanjikan, maka aturan ini merupakan norma hukum yang berdiri sendiri.
Namun, jika jenis pekerjaan itu telah ditentukan oleh undang-undang,
terutama untuk perjanjian waktu tertentu, maka klausul ini merupakan norma
hukum non-heterogen. Kepemimpinan adalah manifestasi dari hubungan
yang tidak seimbang. Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
adalah hubungan antara atasan dan bawahan sehingga bersifat subordinat
(hubungan vertikal, khususnya di atas dan di bawah).39 Ketentuan ini dapat
ditemukan dalam KUHPerdata, Pasal 1601a, tentang ketenagakerjaan.
perjanjian adalah suatu perjanjian yang mengikat pihak pertama, Pekerja,
atas perintah pihak lain, majikan, untuk jangka waktu tertentu, melakukan
pekerjaan untuk mendapatkan upah. Dengan demikian pengaturan dalam
suatu hubungan bisnis adalah sesuatu yang bersifat privat dan norma
hukumnya bersifat independen.
Uang sebagai imbalan dari pemberi kerja atau pemberi kerja kepada
pekerja/pekerjaan yang ditetapkan dan dibayarkan sesuai dengan perjanjian
kerja, perjanjian atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan
kepada pekerja/pekerja dan keluarganya untuk pekerjaan dan/atau jasa.
Berdasarkan hal tersebut ketentuan, pengaturan pengupahan
merupakan pengaturan umum karena menentukan bagaimana dan seberapa
besar penetapannya. Jika didasarkan pada aturan hukum perburuhan, maka
pengaturan pengupahan merupakan norma hukum yang heterogen. Hal ini
terlihat dengan adanya ketentuan bahwa pengusaha dilarang membayar upah
di bawah upah minimum dan upah harus diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang. Dari segi waktu, UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa
perjanjian kerja dapat dibuat untuk dan untuk waktu yang tidak ditentukan.
Kondisi ini dapat dilihat dari Pasal 56 Ayat (1), perjanjian kerja dibuat untuk
waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Selanjutnya perjanjian untuk
jangka waktu tertentu hanya untuk beberapa fungsi yang ditentukan dalam
Pasal 59(1). Selain itu, waktu juga dapat diartikan sebagai lamanya waktu
15
pekerja/buruh bekerja dalam satu hari atau dalam satu minggu. Ayat (1)
Pasal 77 menyatakan bahwa “pengusaha wajib melaksanakan ketentuan yang
berkaitan dengan jam kerja”.
Ayat (2) mengatur tentang waktu kerja sebagaimana dimaksud.
Dengan ketentuan demikian, para pihak tidak dapat menentukan sendiri
jangka waktu perjanjian kerja atau menentukan sendiri lamanya masa kerja.
Para pihak akan mendasarkan diri pada jenis usaha yang menjadi subyek
perjanjian. Dengan demikian pengaturan mengenai waktu dalam suatu
perjanjian kerja merupakan pengaturan yang bersifat umum.
F. Perlindungan Hukum
1. Teori perlindungan hukum
Tindakan perlindungan harus dilaksanakan sesuai dengan
hukum yang berlaku. Hukum bisa berupa aturan atau peraturan, bisa
tertulis atau tidak tertulis, contoh hukum tertulis adalah peraturan
hukum. Contoh hukum tidak tertulis adalah hukum adat yang berlaku
di suatu daerah tertentu. Hukum ini berguna untuk menciptakan
perdamaian dan kerukunan antar manusia sehingga saling
menghormati kepentingan. Perlindungan hukum Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, perlindungan berarti tempat berlindung atau
sesuatu yang harus dilindungi, misalnya perlindungan yang buruk.
Menurut Sudikno Mertokusumo, segala macam peraturan yang
mengandung muatan umum dan normatif pada umumnya karena
berlaku untuk elemen masyarakat yang berbeda dan normatif Karena
mendefinisikan apa yang harus dilakukan, dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Perlindungan hukum adalah pemberian perlindungan
16
terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan oleh orang lain
dan perlindungan ini diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati hak-hak yang diberikan oleh undang-undang.
Perlindungan hukum adalah upaya untuk melindungi warga
negara atau masyarakat dari tindakan kekerasan. tindakan oleh
pemerintah atau pengusaha, bukan hanya tindakan pemerintah. Hanya
saja, tetapi tindakan kasar yang dilakukan oleh majikan atau majikan.
Perlindungan ini diperuntukkan bagi warga negara tanpa kecuali.
Menurut Philippus M. Hadjon, perlindungan dibagi menjadi
dua jenis, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan
hukum represif.
Hukum Ketenagakerjaan dalam pengertian sebelumnya adalah
kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan dengan sifat
mengikat antara pihak penerima kerja dan pihak pemberi kerja yang
kemudian disebut sebagai hubungan kerja, sehingga Hukum
Ketenagakerjaaan memiliki sifat tertutup (private) karena merupakan
hubungan yang mengikat satu pihak dengan satu atau lebih pihak
lainnya. Akan tetapi, undang-undang ketenagakerjaan bersifat umum
juga karena campur tangan pemerintah negara dalam
menyelenggarakan hubungan perburuhan yang bertujuan untuk
kesejahteraan masyarakat secara bersama-sama. Secara umum, ada 2
(dua) ciri-ciri hukum perburuhan, antara lain:
1) Sifat Hukum Ketenagakerjaan sebagai Hukum Mengatur
(Regelend Recht)Sifat mengatur ini ditandai dengan adanya
peraturan yang tidak sepenuhnya bersifat memaksa, sehingga
diperbolehkan terjadinya atau dilakukan suatu penyimpangan
atas ketentuan tersebut dalam perjanjian baik Perjanjian Kerja,
Peraturan perusahaan (PP) maupun Perjanjian Kerja Bersama
(PKB).
Sifat Hukum Ketenagakerjaan disebut sebagai sifat
fakultatif, yang memiliki definisi sebagai hukum atau
peraturan yang mengatur dan melengkapi dan dapat
dikesampingkan. Contoh aturan Hukum Ketenagakerjaan atau
Hukum Perburuhan yang bersifat fakultatif atau mengatur,
antara lain:
1) Pasal 51 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan Tentang
pembuatan perjanjian kerja baik dengan cara tertulis
maupun tidak tertulis atau secara lisan karena tidak
adanya kewajiban bahwa suatu perjanjian ditegaskan
harus berupa bentuk tertulis maupun tidak tertulis atau
lisan sesuai dengan Pasal dengan sifat sebagai
pengatur, sehingga tidak terdapat hukuman berupa
sanksi bagi siapapun yang membuat perjanjian kerja
17
dalam bentuk lisan atau tidak tertulis. Dalam Pasal ini
terbukti bahwa Perjanjian Kerja dalam bentuk tertulis
bukan merupakan hal yang memaksa atau imperative.
2) Pasal 10 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan Dalam Pasal
ini, diatur bahwa pemberi kerja selaku
pengusaha/perusahaan memiliki hak untuk membentuk
serta menjadi anggota organisasi pengusaha, sehingga
ketentuan Hukum yang bersifat mengatur,
memberikan hak kepada pihak pengusaha untuk
melaksanakan maupun tidak, ketentuan dalam Pasal
ini memberikan kebebasan kepada pihak
pengusaha/perusahaan untuk memilih.
3) Pasal 60 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan Tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (untuk
selanjutnya disebut sebagai “PKWTT”) yang memiliki
syarat berupa masa percobaan selama 3 (tiga) bulan,
sehingga ketentuan dalam Pasal ini memiliki sifat
mengatur, tetapi pihak pemberi kerja selaku
pengusaha/perusahaan memiliki hak untuk
menjalankan masa percobaan tersebut ataupun tidak
selama hubungan kerja berlangsung.
2) Sifat Hukum Ketenagakerjaan sebagai Sifat Memaksa
(dwingenrecht)Sifat memaksa dalam Hukum Ketenagakerjaan
ini merupakan peraturan-peraturan yang telah dicampur
tangani oleh Pemerintah Negara yang ditegaskan harus ditaati
dan tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dengan upaya dapat
mengatur atau sebagai pengatur hubungan kerja antara
penerima kerja selaku tenaga kerja atau pekerja dan pemberi
kerja selaku pengusaha atau perusahaan, dapat dijatuhkan
hukuman atau pemberian sanksi kepada setiap individu yang
menolak untuk mentaati peraturan atau melanggar aturan yang
memiliki sifat memaksa. Contoh bentuk ketentuan memaksa
yang dicampur tangani oleh pemerintah yang telah tercantum
didalam UURI Ketenagakerjaan, antara lain:
1) Pasal 42 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan, tentang perizinan
yang menyangkut penggunaan Tenaga Kerja Asing (atau
disebut sebagai “TKA”)
2) Pasal 68 UURI Ketenagakerjaan, mengenai larangan dan
syarat untuk mempekerjakan anak dibawah umur
3) Pasal 76 UURI Ketenagakerjaan, mengenai larangan dan
syarat untuk mempekerjakan perempuan
4) Pasal 153 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan, tentang
larangan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (untuk
18
selanjutnya disebut sebagai “PHK”) terhadap kasus atau
sengketa tertentu.
19
Negara serta informasi mengenai kewajibannya yang harus
dilaksanakan atau dilakukan.
c) Kepentingan pengusaha atau perusahaan selaku pemberi kerja
dan pejabat pemerintahan untuk memberikan informasi
mengenai aksi unjuk rasa, demo atau mogok kerja massal
dalam lingkungan perusahaan yang dilakukan oleh pekerja
atau buruh karena perusahaan belum memenuhi hak-hak
normatif yang telah ditetapkan oleh ketentuan hukum atau
undang-undang.Demikian tujuan Hukum Ketenagakerjaan
atau Hukum Perburuhan yang dapat disimpulkan demi
Pembangunan Nasional serta pemerataan demi mencapai
kesejahteraan masyarakat dengan cara memberikan
kesempatan kerja secara merata kepada setiap tenaga kerja
diseluruh wilayah Negara Indonesia yang telah disesuaikan
dengan bakat, minat dan kemampuan setiap individu yang
berbeda-beda.
20
meningkat secara pesat sesuai dengan perkembangan zaman manusia,
sehingga Hukum Ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai salah satu
pencegahan terjadinya perbudakan, perhambaan maupun kerja paksa atau
rodi, serta memberikan perlindungan kepada tenaga kerja untuk kedudukan
hukum yang sama serta seimbang tanpa diskriminasi, perlindungan untuk
tidak kehilangan pekerjaan serta kehidupan ekonomi yang layak demi
kesejahteraan masyarakat Negara Indonesia.
Para Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan Umum Pemberi
Kerja selaku Perusahaan dan Pengusaha Pengertian Pemberi Kerja selaku
Perusahaan dan Pengusaha Pemberi Kerja selaku Perusahaan atau
Pengusaha adalah salah satu aspek penting dalam wujudkan atau mencapai
pemerataan kesempatan kerja atau Pembangunan Nasional. Istilah
perusahaan pada awalnya diambil dan diatur pada Pasal 2 sampai dengan
Pasal 5 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (untuk selanjutnya disebut
sebagai “KUHD”) yang kemudian dicabut berdasarkan Stb.1938:276
tertanggal 17 Juli 1938.20 Perusahaan dapat disebut sebagai tempat
berlangsungnya suatu kegiatan atau produksi secara permanen atau tetap
dengan mempekerjakan setiap orang yang mampu melakukan atau
melaksanakan kewajiban mereka dalam bekerja dengan memberikan hak-
hak pekerja berupa imbalan upah ataupun berupa bentuk lainnya. Kegiatan
yang dilakukan oleh Perusahaan adalah untuk memproduksi barang maupun
jasa yang dibutuhkan didalam kalangan masyarakat maupun oleh diri
sendiri, dengan tujuan utama mendapatkan keuntungan dan atau laba,
maupun perusahaan yang berbadan usaha hukum maupun bukan badan
hukum. Terdapat pula definisi Perusahaan menurut beberapa Ahli Hukum,
diantara lain:21Menurut Molengraaff, beliau berpendapat bahwa:
“Perusahaan merupakan keseluruhan perbuatan atau kegiatan yang
dilakukan secara terus-menerus, memperdagangkan serta menyerahkan
barang yang diproduksi ataupun didistribusikan oleh Perusahaan,
mengadakan suatu perjanjian perdagangan dan mendapatkan
penghasilan.”Menurut Abdul Kadir Muhammad, beliau berpendapat
didalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum Perusahaan di
Indonesia” bahwa: “Berdasarkan tinjauan hukum, Perusahaan memiliki
istilah yang mengacu pada badan hukum dan kegiatan badan usaha dalam
menjalankan usahanya, sehingga dapat disimpulkan bahwa Perusahaan
adalah tempat terjadinya suatu kegiatan produksi (workshop) dengan tujuan
mendapatkan laba atau keuntungan.”Perusahaan dalam dunia usaha atau
kegiatan usaha berjumlah besar menggunakan bentuk Perseroan
Terbatas22(untuk selanjutnya disebut sebagai “PT”), yang merupakan salah
satu badan hukum persekutuan modal, PT didirikan berdasarkan adanya
suatu perjanjian antara dua atau lebih pihak, kegiatan dalam PT adalah
untuk melakukan kegiatan usaha yang disesuaikan dengan modal dasar yang
secara keseluruhannya terbagi dalam bentuk saham dan ditegaskan harus
21
sesuai dan memenuhi persyaratan dan aturan pelaksanaan yang telah
ditetapkan didalam Undang-Undang. Perusahaan merupakan tempat suatu
kegiatan berlangsung, sedangkan Pengusaha adalah orang perseorangan atau
secara bersekutu atau berkelompok yang memiliki suatu kemampuan
dimana seseorang atau sekelompok orang bertahan dalam suatu kondisi,
melakukan suatu usaha tanpa pantang menyerah. Pengusaha adalah setiap
orang yang mampu untuk menerima kegagalan dalam dunia bisnis serta
bertahan dalam kondisi yang kesulitan, sehingga dapat berbuah hasil dan
menjadi bisnis yang sukses. 2)Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja selaku
Perusahaan dan PengusahaPemberi kerja selaku perusahaan atau pengusaha
memiliki hak dan kewajiban yang harus dipatuhi sebagaimana diatur dalam
peraturan dan UURI yang disusun demi mengatur, dan mengawasi setiap
perusahaan demi meminimalisirkan perilaku sewenang-wenang yang dapat
menimbulkan diskriminasi terhadap tenaga kerja dalam lingkungan
perusahaan. Hak dan Kewajiban tersebut telah disetujui dan disepakati
sebagaimana diperjanjikan didalam perjanjian kerja antara pihak penerima
kerja dan pihak pemberi kerja. Hak-hak yang layak dan sepantasnya
diterima oleh pihak pemberi kerja, yaitu:23a)Hak atas hasil pekerjaan b)Hak
untuk memerintah dan mengatur tenaga kerja c)Hak untuk melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja atau buruh Untuk mendapatkan
haknya, perusahaan atau pengusaha tentu saja harus melakukan kewajiban
sebagai seorang atau suatu kelompok yang disebut sebagai pemberi kerja,
antara lain:
a) “Ketentuan untuk mempekerjakan tenaga kerja penyandang
cacat.Pasal 67 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan Setiap perusahaan
yang mempekerjakan tenaga kerja yang merupakan penyandang
cacat memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan sesuai
dengan garis dan derajat kecacatan tenaga kerja yang bekerja
didalam lingkungan perusahaan.”
b) “Ketentuan waktu kerja.Pasal 77 ayat (2) UURI Ketenagakerjaan
(a)7 (tujuh) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam
1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
atau(b)8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam
dalam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.”
c) “Ketentuan dalam memberikan waktu istirahat dan cuti kepada
Pekerja atau Buruh. Pasal 79 ayat (2) huruf (a) dan (b) UURI
Ketenagakerjaan (a)Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya
setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam secara terus-
menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
(b)Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu atau 2(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1
(satu) minggu.”
22
d) “Ketentuan dalam memberikan kesempatan kepada tenaga kerja
untuk melaksanakan ibadah agama. Pasal 80 UURI Ketenagakerjaan
Perusahaan atau pengusaha diwajibkan untuk memberikan waktu
yang cukup kepada tenaga kerja atau pekerjanya untuk
melaksanakan ibadah yang merupakan kewajiban agama atau
kepercayaannya masing-masing individu.”
e) “Ketentuan dalam membayar upah lembur apabila tenaga kerja
bekerja pada hari libur resmi. Pasal 85 ayat (3) UURI
Ketenagakerjaan Pengusaha atau perusahaan selaku pemberi kerja
yang mempekerjakan tenaga kerja pada hari libur resmi diwajibkan
untuk membayar upah kerja lembur sebagaimana mestinya.”
f) “Ketentuan membayar upah kerja sesuai dengan upah minimum
daerah yang telah ditentukan. Pasal 91 UURI Ketenagakerjaan
Pengusaha atau perusahaan diwajibkan untuk membayar biaya upah
kerja kepada tenaga kerja sesuai dengan pengaturan pengupahan
yang telah ditetapkan atas kesepakatan antara pemberi kerja dan
penerima kerja dan tidak diperbolehkan lebih rendah dari ketentuan
pengupahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.” Tinjauan Umum Penerima Kerja selaku
Pekerja atau Tenaga Kerja, Pengertian Penerima Kerja selaku
Pekerja atau Tenaga Kerja Penerima Kerja selaku Tenaga Kerja2atau
Pekerja/Buruh merupakan salah satu aset terpenting dalam
Perusahaan, karena merupakan aspek yang melakukan kegiatan
produksi barang maupun jasa didalam Perusahaan.
Demikian pula dapat disimpulkan bahwa suatu Perusahaan
tanpa tenaga kerja atau pekerja tidak akan dapat melaksanakan
kegiatan produksinya dengan baik. Menurut Dr. Payaman
Simanjuntak, beliau berpendapat dalam bukunya yang berjudul
“Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia” bahwa: “Tenaga kerja
atau pekerja merupakan penduduk Negara yang berada di posisi
sudah atau sedang melakukan suatu kegiatan yang disebut sebagai
bekerja, baik yang sedang mencari pekerjaan, dan bukan masih
dalam kondisi melaksanakan kegiatan lain seperti sekolah (pelajar)
atau yang sedang mengurus rumah tangga (Ibu Rumah Tangga),
sehingga seseorang tersebut dapat didefinisi ia adalah seorang tenaga
kerja atau bukan tenaga kerja sesuai dengan batas umur.”Sesuai
dengan penjelasan Ahli diatas, Penulis kemudian dapat
menyimpulkan bahwa yang disebut sebagai Tenaga Kerja adalah
setiap orang atau individu/pribadi yang sedang mencari pekerjaan
atau sudah/sedang melakukan kegiatan bekerja dengan memenuhi
persyaratan berupa batasan usia yang telah diatur dan ditetapkan
dalam peraturan Undang-Undang dengan tujuan mendapatkan hak-
hak tenaga kerja berupa imbalan dalam bentuk upah maupun dalam
23
bentuk lainnya demi kehidupan sehari-hari seseorang. 2)Hak dan
Kewajiban Penerima Kerja selaku Pekerja atau Tenaga Kerja
Didalam UURI Ketenagakerjaan, diatur pula Hak dan Kewajiban
Tenaga Kerja sebagai Penerima Kerja yang bertujuan untuk
mengawasi, mengatur dan melindungi tenaga kerja yang bekerja
didalam lingkungan Perusahaan, hak tenaga kerja yang diatur dalam
UURI Ketenagakerjaan diantara lainnya:26a)“Hak atas kesempatan
dan perlakuan yang setara dan sama tanpa adanya bentuk
diskriminasi. Pasal 5 UURI Ketenagakerjaan Setiap tenaga
kerja/pekerja/buruh berhak untuk memiliki kesempatan untuk
memperoleh pekerjaan yang sama tanpa diskriminasi dalam bentuk
apapun. Pasal 6 UURI Ketenagakerjaan Setiap tenaga
kerja/pekerja/buruh memiliki hak untuk memperoleh perlakuan yang
sama dan setara oleh pengusaha/perusahaan tanpa diskriminasi
dalam bentuk apapun.” b)“Hak atas lamanya waktu untuk
melakukan kegiatan kerja atau bekerja. Pasal 77 ayat (1) dan ayat (2)
UURI Ketenagakerjaan (1)Setiap pengusaha atau perusahaan
diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan waktu kerja; (2)Waktu
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: (a)7 (tujuh)
jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau (b)8 (delapan)
jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.” c)“Hak Overtime
atau Hak Lembur. Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2) UURI
Ketenagakerjaan (1)Pekerja atau buruh yang dipekerjakan oleh
Pengusaha yang bekerja melebihi waktu kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) diwajibkan untuk memenuhi
syarat sebagai berikut: (a)Adanya atau terdapat persetujuan atau
kesepakatan pekerja/buruh yang bersangkutan untuk bekerja
melebihi waktu; (b)Ketentuan waktu kerja lembur hanya dapat
dilakukan selama 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari atau 14 (empat
belas) jam dalam waktu 1 (satu) minggu. (2)Pekerja atau buruh yang
dipekerjakan oleh Pengusaha yang bekerja melebihi ketentuan waktu
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwajibkan untuk
membayar imbalan berupa upah kerja lembur atau overtime.”
d)“Hak atas kegiatan ibadah pekerja atau buruh. Pasal 80 UURI
Ketenagakerjaan Pengusaha atau perusahaan diwajibkan untuk
memberikan kesempatan berupa waktu bagi tenaga
kerja/pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan
oleh agama dan kepercayaannya masing-masing individu/pribadi.”
e)“Hak untuk mendapatkan perlindungan kerja oleh Perusahaan.
Pasal 86 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan Setiap tenaga
kerja/pekerja/buruh memiliki hak atau berhak untuk memperoleh
24
perlindungan atas: (a)Keselamatan dan Kesehatan Kerja; (b)Moral
dan Kesusilaan; serta (c)Perlakuan yang disesuaikan dengan harkat
dan martabat manusia atau berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM)
serta nilai-nilai agama.” f)“Hak untuk mendapatkan imbalan berupa
upah untuk kehidupan sehari-hari pekerja/buruh. Hak yang
didapatkan oleh setiap pekerja atau buruh yaitu berupa penghasilan
dan imbalan berupa upah demi memenuhi kebutuhan pokok
kehiduapn sehari-hari tiap individu yang melakukan kegiatan kerja
atau bekerja, hak untuk mendapatkan upah diatur didalam Pasal 79,
Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 93 UURI Ketenagakerjaan.” Hak yang
didapatkan oleh setiap Tenaga Kerja yang melakukan kegiatan kerja
sebagaimana dimaksud diatas, terdapat pula kewajiban yang harus
dilaksanakan atau dilakukan oleh setiap pekerja atau buruh untuk
mendapatkan hak yang disebut diatas, antara lain:
1) “Kewajiban dalam menjaga ketertiban dan ketentraman
dalam lingkungan Perusahaan. Pasal 102 ayat (2) UURI
Ketenagakerjaan Setiap tenaga kerja/pekerja/buruh memiliki
fungsi dalam melaksanakan hubungan industrial, diantaranya
adalah untuk menjalankan ketertiban umum demi
kelangsungan dan kelancaran produksi dalam perusahaan,
menyalurkan aspirasi secara demokratis, untuk
perkembangan keterampilan dan keahlian setiap individu
atau pribadi tenaga kerja, serta memajukan perusahaan dan
memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
keluarganya.”
2) “Kewajiban pekerja untuk menuruti perintah yang terdapat
didalam perjanjian yang disepakati bersama perusahaan atau
pengusaha selaku pemberi kerja. Pasal 126 ayat (1) UURI
Ketenagakerjaan Baik pengusaha/perusahaan, serikat pekerja
atau serikat buruh27 dan pekerja/buruh berkewajiban dalam
melaksanakan ketentuan yang disepakati atau disetujui oleh
kedua belah pihak dalam Perjanjian Kerja Bersama28.”
3) “Kewajiban untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa
dengan baik antara pemberi kerja dan penerima kerja. Pasal
136 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan Penyelesaian
perselisihan atau sengketa dalam hubungan industrial
diwajibkan untuk dilaksanakan oleh pemberi kerja selaku
pengusaha/perusahaan dan penerima kerja selaku
pekerja/buruh secara musyawarah untuk mufakat dan
kesejahteraan bersama.” B.Tinjauan Umum tentang
Perjanjian Kerja1.Pengertian Perjanjian KerjaPerjanjian
Kerja29 menurut UURI Ketenagakerjaan adalah suatu
perjanjian yang disetujui atau disepakati antara tenaga
25
kerja/pekerja/buruh dengan pengusaha/perusahaan yang
isinya memuat syarat-syarat kerja, penegasan hak dan
kewajiban para pihak.
Terdapat juga beberapa definisi Perjanjian Kerja menurut para
Ahli Hukum, yaitu sebagai berikut:
a. Menurut R. Iman Soepomo, beliau berpendapat bahwa:
“Perjanjian Kerja merupakan suatu perjanjian dimana pihak
kesatu yaitu selaku tenaga kerja mengikatkan diri untuk
melakukan suatu kegiatan kerja atau bekerja dengan
mendapatkan hak berupa imbalan upah dari pihak lainnya
yang disebut sebagai majikan atau pemberi kerja.”
b. Menurut Subekti, beliau berpendapat bahwa: “Perjanjian
Kerja adalah perjanjian yang timbul antara penerima kerja
dan pemberi kerja, yang ditandai oleh ciri-ciri: adanya suatu
pemberian hak berupa upah atau disebut sebagai gaji yang
telah diperjanjikan, serta adanya suatu hubungan dimana satu
pihak lainnya memberikan perintah yang harus ditaati oleh
pihak yang menerima upah tersebut.
BAB II
SEJARAH HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
26
Pada tahun 1880 dikeluarkan peraturan tentang pekerja. Orang yang
bekerja disebut koeli (kuli) dan aturannya adalah Koeli Ordonantie. Pada
tahun-tahun berikutnya peraturan Koeli mulai menjadi sorotan seiring dengan
penggunaan istilah pekerja yang mulai bergeser dari koeli menjadi buruh.
Sebelum kekalahan Pemerintah Belanda di Indonesia, ordonansi itu
dihapuskan. Sejarah UU Ketenagakerjaan di Indonesia mencapai puncaknya
ketika negara merdeka dimana hukum yang berlaku terkait ketenagakerjaan
sejak dulu hingga sekarang dan yang akan datang akan selalu bersumber dari
UUD 1945 dan Pancasila
Hukum perbudakan yang berlaku saat ini adalah hukum perbudakan atau
perburuhan asli Indonesia. Perbudakan atau perburuhan yang dilakukan oleh
pemerintah Hindia Belanda merupakan hukum tertulis. Pada tahun 1854,
Hindia Belanda menerbitkan sistem Regeringsregement (RR) yang mencakup
penghapusan perbudakan. Bagian 115 dari Regulasi juga menyatakan bahwa
tanggal penghapusan perbudakan tidak boleh lebih dari 1 Januari 1860.
a. Zaman Pebudakan
27
adalah tidak ada peraturan pemerintah yang mengatur bahwa
pemeliharaan budak adalah tanggung jawab pemiliknya. Baru pada
tahun 1817 pemerintah Hindia Timur Belanda mengatur perbudakan
dengan menetapkan peraturan sebagai berikut:
Pada tahun 1854 mulai tergerus dan pada tahun 1860 tepatnya
pada tanggal 1 Januari 1860 awal negara Indonesia dihapuskan, tetapi
tidak perlu dibatalkan sama sekali, karena secara istilah masih ada. Di
luar pulau Jawa disebut perbudakan (Sumatera) dan geliat (pulau
Banda). Perbudakan / pandeling gschap, yaitu memberikan kredit /
kredit kepada seseorang, dan jika mereka tidak dapat membayar
kembali, maka pengambil gadai harus bekerja untuk pegadaian sampai
28
hutang dan bunga dibayar. Orang yang diberi gadai diperlakukan
sebagai hamba, oleh karena itu perbudakan terwujud.
29
Namun karena berbagai alasan dan keadaan, kerja bersama tersebut
berubah menjadi kerja paksa untuk kepentingan seseorang dengan
menerima upah. Kemudian kepentingan tersebut beralih lagi yakni
untuk Gubernemen. Pekerjaan yang dilakukan para budak tersebut
merupakan kerja paksa atau rodi. Misalnya, pekerjaan untuk
mendirikan benteng, pabrik gula, jalan raya (Anyer sampai Panarukan
yang biasa disebut jalan Daendels). Guna melakukan kepentingan
tersebut banyak pekerja yang mati. Pada Tahun 1813 Raffles berusaha
menghapuskan rodi namun usahanya menemui kegagalan.
Setelah Indonesia dikembalikan pada Nederlands, kerja rodi
bahkan makin diperhebat dan digolongkan menjadi beberapa
kelompok yakni :
1) Rodi Gubernemen : budak yang bekerja pada pemerintah Hindia
Belanda tanpa bayaran.
2) Rodi perorangan, yang bekerja pada pembesar-pembesar
Belanda / Raja-raja di Indonesia.
3) Rodi Desa untuk pekerjaan di Desa. Proses hapusnya rodi ini
memakan waktu yang lama dan pada Tahun 1938 rodi baru dapat
dihapuskan.
c. Zaman poenale sanksi
Zaman ini merupakan perkembangan kerja rodi untuk
Gubernemen. Gubervemen adalah penguasa pemerintah Hindia
Belanda yang menyewakan tanah pada orang-orang swasta (bukan
orang Indonesia asli). Guna menggarap tanah yang disewakan tersebut
Gubervemen mengambil pekerjanya dari rodi desa dengan
menghubungi kepala desa yang bersangkutan. Pekerja dipekerjakan
pada tanah yang disewakan. Mereka dikontrak selama 5 tahun dengan
kontrak kerja secara tertulis. Perjanjian kontrak tersebut memuat
tentang :
1) Besarnya upah.
2) Besarnya uang makan.
3) Perumahan.
4) Macamnya pekerjaan.
5) Penetapan hari kerja.
30
perkebunan di Sumatra Timur yang ditanami tembakau. Orang yang
menolak untuk dipekerjakan diperkebunan dipidana dengan hukuman
badan yang disebut dengan poenale sanksi.
Kejadian tersebut mendapat pertentangan dari Parlemen
Belanda di Nederland dengan pernyataannya sebagai berikut: “kalau
buruh di Indonesia menyalahi perjanjian/melakukan kesalahan maka
tidak seharusnya dipidana dengan pidana yang mengarah pada
hukuman badan, khususnya di daerah Sumatra Timur”.
Pernyataan ini kemudian diwujudkan dengan dikeluarkannya
“Koeli Ordonantie” pada tahun 1880, yaitu peraturan yang digunakan
untuk buruh jangan sampai diberi pidana yang mengarah pada pidana
badan.
Pada Tahun 1930 keadaan buruh di Sumatra Timur tambah
jelek karena ada pemerasan, penganiayan dan penyalah-gunaan
wewenang yang dilakukan penguasa. Kemudian tahun 1904
diadakan/dibentuk instansi pengawasan perbudakan (Arbeids
Inspectie). Baru pada tanggal 1 Januari 1942 Poenale Sanksi lenyap
dari dunia perburuhan di perkebunan Indonesia.
31
yang jelas.
BAB III
KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN
32
dimana kehidupan seseorang bersangkut paut dengan suatu
pekerjaan.
33
dengan tata urutan peraturan perundang-undangan. Pemerintah telah
menetapkan beberapa undang-undang tentang ketenagakerjaan yang
berlandaskan pancasila dan undang-undang republik indonesia tahun
1945, yang diselenggarakan berdasarkan asas kepatuhan dengan
melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat atau daerah,
diantaranya :
1) Undang – undang dasar republik indonesia tahun 1945
2) Undang –undang NO.13 tahun ketenagakerjaan.
b. Peraturan-peraturan
Yang dimaksud yaitu segala peraturan yang lebih rendah
kedudukannya dan merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang
yang dibuat oleh presiden atau menteri, diantaranya yaitu :
1) Peraturan-peraturan tentang pemerintah yang ditetapkan oleh
presiden untuk melaksanakan lebih lanjut.
2) Keputusan pemerintah merupakan sebuah keputusan yang
dibuat oleh presiden yang berisi keputusan yang bersifat
khusus dan mengatur hal tertentu saja, misalnya keputusan
tentang pengangkatan ketua dan anggota panitia penyelesaian
dalam perselisihan hubungan industrial.
Sebuah instansi atau pejabat tertentu yang diberi kekuasaan
untuk membuat sebuah peraturan dan seuah keputusan
tertentu yang berlaku untuk misalnya keputusan menteri
tenaga kerja no 642 tahun 2021 tentang penghargaan bagi
pegawai negeri sipil di kementrian ketenagakerjaan.
Peraturan-peraturan lainnya diantaranya yaitu:
a) Peraturan pemerintah nomer 36 tahun 2021 tentang
pengupahan
b) Peraturan menteri nomer 2 tahun 2021 tentang
pelaksanaan pengupahan pada industry padat karya
tertentu dalam masa pandemic virus corona disease 2019.
c) Peraturan menteri nomer 16 tahun 2021 tentang
perubahan atas peraturan menteri ketenagakerjaan nomer
14 tahun 2020 tentang pedoman pemberian bantuan
pemerintah berupa subsidi gaji/upah bagi pekerja/buruh
dalam penanganan dampak corona virus disease 2019.
34
Agar perlindungan itu dapat terealisasikan secara efektif, maka
peraturan-peraturan ketenagakerjaan dalam prakteknya bersifat memaksa
hukum public yang disertai ancaman sanksi administrasi atau pidana,
tidak diserahkan kepada para pihak untuk mengatur sendiri (hukum
perdata). Sebaiknya perlindungan hukum ketenagakerjaan mencakup :
a. Perlindungan jaminan sosial merupakan perlindungan yang
bertujuan supaya dijunjung tinggi harkat dan martabat sebagai
manusia pada umumnya, bukan sebagai faktor produksi dan
komoditi belaka.
b. Perlindungan ekonomis bertujuan agar menikmati penghasilan
yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri
maupun keluarganya seacara layak. Berdasarkan ketentuan
ketenagakerjaan yang beraspek perlindungan ekonomis
diharapkan adanya sebuah kepastian terhadap besarnya upah
yang diterima, kepastian pembayaran upah yang harus sesuai
dengan perjanjian kerja kepastian besarannya pemotongan upah,
kepastian terhindar dari tidak dibayarkannya upah yang
merupakan hak pekerja, kepastian perlindungan tentang jaminan
kesehatan, kepastian ganti rugi kecelakaan kerja, dan kepastian
santunan kematian bagi kelyarganya.
c. Perlndungan teknis , bertujuan agar terhindar dari bahaya atau
resiko yang terjadi selama dalam masa hubungan kerja. Melalui
perlindungan teknis diharapkan: adanya kepastian mendapatkan
bantuan huku, adanya kepastian memperoleh bantuan
pembelaan, adanya kepastian akan hak dan kewajiban, kepastian
kondisi kerja yang layak, nyaman dan aman pada saat melakukan
pekerjaan, terhindar dari resiko kerja yang mengakibatkan
terjadinya kecelakaan kerja.
d. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang
memberi amanat kepada Negara untuk selalu melindungi
segenap warga Negara Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, maka pemerintah menempati posisi utama
dalam menciptakan situasi kondisi yang kondusif bagi
terwujudnya perlindungan yang komprehensif bagi pekerja. Oleh
karena itu pihak pemerintah harus menciptakan sistem
pengelolaan yang bisa menjamin perlindungan sebelum, selama
dan setelah berakhirnya hubungan kerja.
35
norma yang berlaku dalam perusahaan. Seperti yang telah diketahui bahwa hukum
Ketenagakerjaan memiliki tujuan untuk melaksankan keadilan sosial dalam bidang
ketenagakerjaan yang diselengarakan dengan cara melindungi tenaga kerja terhadap
kekuasaan atasannya.
Hendaknya dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja harian
lepas sesuai dengan Peraturan Ketenagakerjaan yang berlaku yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu. Dimana PKWT dapat dipekerjakan hingga jangka waktu 5 tahun. Perjanjian
Kerja Harian Lepas ini mengecualikan beberapa ketentuan umum Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT), yang mana dalam Perjanjian Kerja Harian Lepas dimuat
beberapa syarat antara lain:
a) Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh
bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.
b) Pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga)
bulan secara berturut-turut.
c) Perjanjian kerja harian lepas pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam
periode satu bulan.
d) Jangka waktu lembur maksimal 4 jam sehari dan dengan perhitungan 18
jam dalam satu minggu.
e) Dua ketentuan pembayaran bagi perusahaan yang mempekerjakan pekerja
melebihi waktu kerja, dimana untuk jam kerja lembur lembur pertama
sebesar 1,5 kali upah sejam dan untuk setiap kerja lembur berikutnya
sebesar 2 kali upah sejam.
f) Dan untuk upah minimum disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan
ketenagakerjaan yang mencangkup daya beli tingkat penyerapan kerja
beserta median upah.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomer 35 tahun 2021 yaitu berisi tentang
peraturan-peraturandari undang-undang cipta kerja, PKWT merupakan perjanjian
kerja antara pekerja buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau untuk sebuah pekerjaan tertentu. Dalam hal ini bagi
perusahaan memiliki jangka waktu maksimal bagi perusahaan untuk
menyelenggarakan perjanjian kerja tersebut maksimal lima tahun sesuai dengan pasal
8 ayat 1 PP No.35 Tahun 2021. Dan pemerintah memberi izin kontrak kerja tersebut
hanya untuk pekerjaan yang sekali selesai atau bersifat sementara, musiman, dan
yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang
masih dalam percobaan. Dan perjanjian kerja ini tidak boleh dilakukan untuk
pekerjaan yang sifatnya tetap.
36
2. Bentuk- Bentuk Perusahaan di Indonesia
Dilihat dari perspektif kepemilikan modalnya bentuk-bentuk perusahaan
dapat digolongkan ke dalam perusahaan swasta dan perusahaan negara atau
Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan swasta merupakan
perusahaan yang didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh individu atau swasta,
sedang perusahaan Negara merupakan perusahaan yang didirikan yang
modalnya (seluruhnya atau sebagian besar) dimiliki oleh negara, yang sering
disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
a. Perusahaan Negara
Perusahaan daerah adalah badan hukum yang memperhatikan sifat
usaha BUMN, dengan tujuan untuk memupuk keuntungan dan
melaksanakan kemanfaatan umum, dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang BUMN, bentuk BUMN ini disederhanakan
menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) yang
bertujuan memupuk keuntungan dan tunduk pada ketentuan Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta
Perusahaan Umum (Perum) yang diatur dalam Bab III, Pasal 35
sampai dengan 62 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN, yang dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan usaha
sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna menyediakan
barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Untuk bentuk usaha Perum, walaupun keberadaannya untuk
melaksanakan kemanfaatan umum, namun demikian sebagai badan
usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum harus
diupayakan juga untuk mendapat laba agar bisa hidup berkelanjutan.
b. Perusahaan Swasta
BUMS (Badan Usaha Milik Swasta) merupakan badan usaha yang
tidak dimiliki oleh negara, tetapi dimiliki oleh perorangan, kelompok
orang, atau pihak swasta. Pada umumnya perusahaan ini selalu
diasosiasikan sebagai bentuk usaha yang bertujuan untuk mencari
keuntungan, sehingga ukuran keberhasilannya juga dilihat dari
banyaknya keuntungan yang diperoleh dari hasil usahanya tersebut.
Salah satunya Perseroan Terbuka (PT) Perusahaan berbadan hukum
terdiri atas perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh
pengusaha secara kerja sama serta perusahaan negara yang didirikan
dan dimiliki oleh Negara yang bisa berbentuk Perseroan Terbatas
(PT) atau koperasi yang dimiliki oleh swasta, sedangkan Perusahaan
Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero) dimiliki oleh
negara. Salah satu ciri dari Perseroan Terbatas (PT), yaitu mempunyai
kekayaan sendiri, yang berasal dari para pemegang saham yang
bertindak sebagai pemasok modal, tanggung jawabnya tidak
37
melebihi modal yang disetor, harus ada pengurus terorganisir guna
mewakili perseroan dalam menjalankan aktivitasnya dalam lalu lintas
hukum. Salah satu contoh Perseroan Terbatas (PT) milik swasta yaitu
PT.Kalianda Concern Perkebunan Karet dan Kopi Kalijompo yang
berada di Kabupaten Jember. Yang mana modal perusahaan tersebut
murni dari perorangan.
3. Pengertian Perkebunan
Perkebunan merupakan segala kegiatan yang mengusahakan tanaman
tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang
sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut,
dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan dan juga
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan
dan masyarakat. Perusahaan perkebun dibagi menjadi dua yaitu menjadi
Perusahaan perkebunan milik negara dan perusahaan perkebunan milik swasta.
Perusahaan perkebunan milik negara biasanya berbentuk PT. Perkebunan
Nusantara (PTPN).
Salah satu contoh perusahaan perkebunan milik negara ada di Jawa Timur
yang dikenal dengan PTPN XII. PT Perkebunan Nusantara XII merupakan hasil
penggabungan 3 buah PT Perkebunan (PTP) yang ada di Jawa Timur, yaitu
PTP XXIII, PTP XXVI dan PTP XXIX menjadi PT Perkebunan Nusantara XII
(Persero), Produk yang dihasilkan oleh perusahaan PTPN XII ini berupa karet,
kopi arabika, kopi robusta, kakao edel, kakao bulk, teh dan aneka kayu.
Perusahaan perkebunan yang dimiliki oleh swasta biasanya tanah yang
digunakan adalah tanah Hak Guna Usaha (HGU) dan bisa diperpanjang setiap
30 tahun sekali. Perusahan perkebunan swasta bisa berbentuk perusahaan
perorangan dan go publik.
Dan modal perusahaan perseorangan pada umumnya murni modal
perseorangan itu sendiri tetapi apabila perusahaan perkebunan tersebut go
publik maka saham yang dimiliki perusahaan tersebut dapat dibelioleh semua
orang. Seperti halnya PT. Kalianda Cocern merupakan salah satu contoh
perkebunan swasta yang bergerak dibidang perkebunan karet dan kopi yang
terletah di Kabupaten Jember,Jawa Timur.
Perusahaan perkebunan jauh berbeda dengan perusahaan-perusahaan lain
disebabkan beberapa hal yang spesifik. Dalam perusahaan perekebunan
karyawannya tinggal didalam lingkungan perkebunan, dan mereka juga
mendapatkan fasilitas rumah, listrik, kendaraan dan lain sebagainya, tidak ada
yang menjadi syarat khusus bagi seseorang yang ingin bekerja di perkebunan
karena biasanya pekerjaan tersebut turun temurun, kecuali ditingkat
manangemen.
38
Perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja.
Perjanjian kerja adalah sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dan
asas-asas hukum perikatan. Perjanjian kerja memuat kesepakatan antara pekerja
dengan perusahaan yang dalam hal ini diwakili oleh manajemen atau direksi
perusahaan memuat syarat-syarat hak dan kewajiban para pihak.
Dan terdapat ketentuan dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan perjanjian kerja
yaitu perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja
yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Pada
umumnya perjanjian kerja hanya dilakukan oleh dua belah pihak yakni
pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja atau buuh, berdasarkan hal ini
yang akan diperjanjikan diserahkan sepenuhnya kepada kedua belah pihak
yakni antara pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja atau buruh. Jika salah
satu dari para pihak tidak menyetujuinya maka pada ketentuannya tidak akan
terjadi perjanjian kerja, karena pada aturannya pelaksanaan perjanjian kerja
akan terjalin dengan baik apabila sepenuhnya kedua belah pihak setuju tanpa
adanya paksaan. Dan dalam perjanjian kerja dapat dibuat baik secara tertulis
maupun lisan, jika Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis maupun lisan
hendaknya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Jika
dilihat berdasarkan pengertian diatas antara perjanjian kerja dengan hubungan
kerja memiliki kaitan yang saling berkaitan, hal ini akan mengakibatkan adanya
hubungan kerja yang terjadi antara pemberi kerja/pengusaha dengan
pekerja/buruh.
39
perintah ini mengakibatkan kedudukan kedua belah pihak menjadi
tidak seimbang, jika kedudukan para pihak tidak seimbang maka
terdapatlah hubungan subordinasi maka disitu pula terdapat perjanjian
kerja.
c. Adanya upah atau pay
Upah sangat berperan penting dalam sebuah hubungan kerja
(perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang
pekerja bekerja pada pengusaha ialah untuk memperoleh upah bukan
untuk hubungan kerja.
40
perjanjian kerja yang harus disebutkan dengan jelas. Dan dari Keempat syarat
kerja diatas bersifat kumulatif yang bermaksud bahwa harus dipenuhi semuanya
baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Adapun Syarat kemauan
bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak
dalam membuat perjanjian lebih bersifat syarat subjektif karena menyangkut
orang yang membuat perjanjian.
Dengan adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang
diperjanjikan harus halal disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut
objek perjanjian. Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu
batal demi hukum artinya bahwa dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak
pernah ada. Jika yang tidak dipenuhi merupakan syarat subyektif, pihak-pihak
yang tidak memberikan persetujuan secara tidak bebas, atau orang tua/wali atau
pengampu bagi yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta
pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan demikian, perjanjian tersebut
mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.
41
kerja yang ditanda tangani (hukum otonom) juga diatur diatur didalam
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh instansi/lembaga yang
berwenang untuk itu (hukum heteronom).
Pekerja/buruh termasuk kedalam bagian dari tenaga kerja yaitu
tenaga kerja yang bekerja didalam hubungan kerja, dibawah perintah
pemberi kerja (bisa perorangan, pengusaha,badan hukum, atau lembaga
lainnya) dan atas jasanya dalam bekerja yang berangkutan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan kata lain, tenaga kerja disebut
sebagai pekerja/buruh bila telah melakukan pekerjaan didalam hubungan
kerja dan dibawah perintah orang lain dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Istilah pekerja/buruh secara yuridis
sebenarnya sama, jadi tidak ada perbedaan diantara keduanya. Kedua
makna tersebut dipergunakan dan digabungkan menjadi pekerja/buruh.
c. Serikat Pekerja
Serikat pekerja merupakan sebuah organisasi yang dibentuk dari,
oleh, dan, untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan
yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab
guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
d. Organisasi Pengusaha
42
Pengusaha akan membentuk sebuah organisasi dimana mereka akan
bekerja sama untuk melakukan pekerjaan dan mencapai tujuan secara
bersama.
e. Pemerintah
Pemerintah merupakan pihak yang menempati posisi atau peranan
sebagai pengayom, pembimbing, pelindung dan pendamai yang secara
singkat berperan sebagai pelindung bagi seluruh pihak dalam masyarakat
pada umumnya dan pihak yang bersangkutan dalam proses produksi pada
khususnya.
43
Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud yaitu, tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan
peraturan perundangundangan yang berlaku. Dan Ketentuan isi dari pasal
tersebut memberikan arti bahwa yang dimaksud dengan tidak boleh
bertentangan dalam ayat ini apabila di perusahaan telah ada peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama maka isi perjanjian kerja baik
kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama di perusahaan yang
bersangkutan. Pelaksanaan perjanjian kerja dalam bentuk tertulis pada
ketentuannya ada bagian klausula yang tidak boleh terlupakan, yakni :
a. Tanggal dibuatnya perjanjian
b. Tanggal yang menunjukkan dimulainya perjanjian atau yang juga
disebut sebagai saat perikatan lahir
c. Tanggal pelaksanaan perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut
d. Tanggal berakhirnya perjanjian
e. Tanggal selesainya perikatan yang dicantumkan dalam perjanjian
tersebut.
44
Aturan dalam menjalankan hak dan kewajiban para pihak dalam hubungan
kerja dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
a. Hak dan kewajiban yang sifatnya makro, minimal sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Pengertiannya adalah hal-hal yang diatur didalam peraturan
perundang-undangan berlaku menyeluruh bagi semua perusahaan
dengan standar minimal. Sekalipun demikian,perusahaan dapat
menerapkan standar yang lebih tinggi daripada yang diatur didalam
peraturan perundnag-undangan.
b. Hak dan kewajiban yang sifatnya mikro, kondisional dalam pengertian
bahwa standar yang hanya diberlakukan bagi perusahaan secara
individual telah sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan.
Kelompok yang kedua ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1) Pengaturan yang berlaku bagi pekerja/buruh secara perorangan
dalam bentuk Perjanjian Kerja Perorangan (PKP).
2) Pengaturan yang berlaku secara kolektif dalam bentuk
Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama
(PKB).
Hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan satu dengan yang
lainnya merupakan suatu kebalikan, jika di satu pihak merupakan suatu hak
maka pihak lainnya adalah merupakan kewajiban. Kewajiban dari penerima
kerja (pekerja) pada umumnya tersimpul dalamhak si pemberi kerja atau
pengusaha, seperti juga hakbagi si pekerja tersimpul dalam kewajiban si
pemberi kerja ataau pengusaha.
Untuk lebih jelas mengenai hak dan kewajiban tersebut dan begitu pula
sebaliknya,maka hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian kerja
dapat dibagi sebagai berikut :
1) Kewajiban-kewajiban bagi pihak pekerja, yaitu bekerja dan hal
tersebut di dalam perundang-undangan bisa dilihat pada pasal 1603,
1603a, 1603b dan 1603c KUH Perdata yang pada prinsipnya yaitu :
a) Pekerja/ buruh wajib melakukan pekerjaan
b) Pekerja/buruh wajib mentaati aturan dan petunjuk dari pemberi
kerja/pengusaha
c) Kewajiban untuk membayar ganti rugi dan denda.
45
c. Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan, keselamatan
dan kesehatan, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam pasal
1602x KUHPerdata.
d. Kewajiban memberikan surat keterangan, KUHPerdata, antara
lain ditentukannya kewajiban memberikan surat keterangan yang
dibubuhi tanggal dan tanda tangan si pemberi.
e. Kewajiban memberlakuakan perlakuan sama antara pekerja pria
dan wanitaf. Kewajiban membayar upah tepat pada waktunya.
46
terkontaminasi dengan politik.
Dari sisi regulasi sesungguhnya, peraturan Ketenagakerjaan makin
membaik setelah Indonesia meratifikasi tujuh Konvensi ILO. Hendaknya
pengusaha dan pekerja/buruh bersama-sama berupaya untuk lebih memahami
permaslaahan hbungan industrial yang dihadapi sehingga dapat
memusyawarahkan dan menyelesaikan secara internal (Bipartit) tanpa
melibatkan campur tangan pemerintah dan investasi pihak ketiga. Demikian
pula pihak pekerja/buruh dan organisasinya dapat mewujudkan prinsip-prinsip
kebebasan dalam demokrasi guna kepentingan bersama yang paling
menguntungkan bagi semua pihak, termasuk organisasi pekerja/buruh dalam
satu perusahaan sehingga masing-masing dapat ikut aktif berpartisipasi dalam
perundingan dengan pengusaha dalam menyusun perjanjian kerja bersama atau
yang disebut PKB.
2. Pengertian Upah
Tentang Ketenagakerjaan pengertian upah adalah hak pekerja atau buruh
yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan atau
dibayar menurut suatu perjanjian kerja, atau peraturan perundang-undangan
termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.Setiap pekerja/buruh
berhak mendapat penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, yaitu mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan
keluarganya secara wajar yang meliputi makan, minum, sandang, perumahan,
pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.
Menurut Dewan Penelitian Pengupahan Nasional, upah adalah sebagai
suatu penerimaan imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk
suatu pekerjaan/jasa yang telah dan akan dilakukan serta fungsi sebagai jaminan
kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi. Selain itu
ada yang mengatakan gaji/upah pada umumnya merupakan pembayaran atas
penyerahan jasa yang dilakukan oleh para karyawan yang mempunyai jenjang
jabatan manager, dan dibayarkan secara tetap per bulan. Sedangkan upah
47
merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan
pelaksana (buruh) umumnya dibayarkan berdasarkan hari kerja, jam kerja, atau
jumlah satuan produk yang dihasilkan oleh karyawan.
Upah adalah segala macam pembayaran yang timbul dari kontrak kerja.
Upah menunjukkan penghasilan yang di terima oleh pekerja sebagai imbalan
atas pekerjaan yang di lakukannya. Upah dapat diberikan dalam bentuk tunai
atau natura. Secara yuridis sistem pembayaran upah wajib diatur dalam
kesepakatan (perjanjian kerja), peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama. Menurut pembayaran waktu pembayaran terbagi:
a) Upah bulanan adalah upah yang dibayarkan oleh pengusaha kepada
pekerja pada setiap bulan. Biasanya pada akhir bulan berjalan atau
awal bulan berikutnya. Jadi, upah dibayarkan sebulan sekali.
b) Upah mingguan adalah upah yang dib ayarkan oleh pengusaha
kepada pekerja pada setiap minggu. Bisa seminggu sekali atau dua
minggu sekali, jadi kembali pada kesepakatan perjanjian kedua belah
pihak.
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup
layak dan dengan memperhatikan produktiitas dan pertumbuhan ekonomi, upah
minimum dapat terdiri atas:
a) Upah minimum provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk
seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi. Sedangkan upah minimum
sektoral provinsi adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral
diseluruh kabupaten/kota di suatu provinsi.
b) Upah minimum kabupaten atau kota adalah upah minimum yang
berlaku untuk di daerah kabupaten atau kota. Sedangkan upah
minimum sektoral kabupaten atau kota adalah upah minimum yang
berlaku secara sektoral di daerah kabupaten atau kota.
Upah minimum di arahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dan
ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan
Pengupahan Provinsi dan atau Bupati/Walikota. Pengusaha di larang membayar
upah lebih rendah dari upah minimum. Bagi pengusaha yang tidak mampu
membayar upah minimum dapat dilakukan penangguhan.
48
b) Menjamin Keadilan
c) Mempertahankan Karyawan
d) Memperoleh Karyawan Yang Bermutu
e) Pengendalian Biaya Memenuhi Peraturan-Peraturan.
49
suasana kerja sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas,
dan stabilitas karyawan akan menjadi lebih baik.
b) Layak dan Wajar
Upah yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya
pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relatif,
penetapan besarnya upah upah didasarkan atas upah minimal
pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.
50
a. Naik turunnya permintaan pasar terhadap hasil produksi dari
perusahaan yang bersangkutan. Apabila permintaan hasil produksi
meningkat maka produsen dapat menambah kapasita produksinya
dengan menambah penggunaan tenaga kerjanya.
b. Apabila harga barang-barang modal turun, maka biaya produksi turun
dan tentunya mengakibatkan harga jual per unit barang turun. Pada
keadaan ini produsen meningkatkan produksi barangnya karena
permintaan bertambah banyak. Peningkatan permintaan tenaga kerja
juga bertambah banyak seiring dengan peningkatan kegiatan
perusahaan. Keadaa ini menyebabkan bergesernya kurva permintaan
tenaga kerja kearah kanan dikarenakan pengaruh skala produksi (scale
effect). Efek selanjutnya yang terjadi bila harga barang-barang modal
turun adalah efek subtitusi. Keadaan ini terjadi karena produsen
cenderung untuk menambah jumlah barang modal (mesin) sehingga
terjadi capital intensif dalam proses produksi. Jadi secara relatif
penggunaan tenaga kerjanya berkurang.
3. Perlindungan upah
Dengan memperhatikan produktivitas pertumbuhan ekonomi sebagai
berikut:
a. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
b. Upah minimum berdasarkan sektor wilayah provinsi
ataukabupaten/kota.
Pengertian upah minimum adalah upah sebulan terendah yang terdiri atas
upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai
jaringan Fungsi Dan Tujuan Upah Pemberian upah di dalam suatu organisasi
memiliki fungsi yang erat kaitannya dengan peningkatan mutu sumber daya
manusia dan pembangunan ekonomi, sebagai berikut:
a. Pengalokasian sumber daya manusia secara efisien.
b. Pengumuman sumber daya manusia secara lebih efisien dan efektif.
c. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
51
keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara Pemerintah, pengusaha dan pekerja.
Oleh karena itu pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam
bentuk kerja sama yang saling mendukung.
Tujuan pembangunan ketenagakerjaan diatur dalam pasal 4 yang menjelaskan :
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi.
2. Mewujudkan pemerataan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan.
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
52
2) Perencanaan tenaga kerja mikro
Yang dimaksud dengan perencanaan tenaga kerja mikro adalah proses
penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu
instansi, baik instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka
meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan
produktif untuk mendukung pencapaian kinerja yang tinggi pada
instansi/perusahaan yang bersangkutan.
3) Dalam penyesuaian kebijakan, strategi dan pelaksanaan program
pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah
harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja makro dan mikro.
J. INFORMASI KETENAGAKERJAAN
Informasi ketenagakerjaan dikumpulkan dan diolah sesuai dengan maksud
disusunnya perencanaan tenaga kerja nasional, perencanaan tenaga kerja daerah,
propinsi atau kabupaten/kota. Dalam hal ini partisipasi swasta diharapkan dapat
memberikan informasi ketenagakerjaan.
Informasi ketenagakerjaan ini diatur dalam pasal 8 yang antara lain meliputi :
a. Penduduk dan tenaga kerja.
b. Kesempatan kerja.
c. Pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja.
d. Produktivitas tenaga kerja.
e. Hubungan industrial.
f. Kondisi lingkungan kerja.
g. Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
h. Jaminan sosial tenaga kerja.
K. PELATIHAN KERJA
Diatur dalam Pasal 9 yang menjelaskan bahwa pelatihan kerja diselenggarakan
dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi
kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas kesejahteraan. Yang dimaksud
dengan peningkatan kesejahteraan adalah kesejahteraan bagi tenaga kerja yang
diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan kerja.
Pasal 10 menjelaskan bahwa :
1. Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja
dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
2. Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang
mengacu pada standar kompetensi kerja. (Kompetensi kerja adalah
kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan,
ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan).
3. Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang. Jenjang pelatihan kerja
pada umumnya terdiri atas tingkat dasar, terampil dan ahli.
4. Ketentuan tentang tata cara penetapan standar kompetensi kerja diatur
53
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 11 yang merupakan hak dasar pekerja yang ketiga menetapkan bahwa :
“Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/ atau meningkatkan
dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya melalui pelatihan kerja”.
Ketentuan tentang tata cara perizinan dan pendaftaran baik lembaga pelatihan
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri. Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persayaratan
seperti yang diatur dalam Pasal 15 yakni :
1. Tersedianya tenaga kepelatihan.
2. Adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan.
3. Tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja.
4. Tersedianya dana bagi keberlangsungan kegiatan penyelenggaraan
pelatihan kerja.
Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin dari lembaga
pelatihan kerja pemerintah yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari
lembaga akreditasi. Lembaga akreditasi tersebut bersifat independen terdiri dari unsur
masyarakat dan pemerintah. Pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja dapat
dihentikan untuk sementara oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten/ Kota, apabila ternyata dalam pelaksanaanya :
54
1. Penyelenggaraan pelatihan tidak sesuai dengan arah pelatihan yang
digunakan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan
kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan
kesejahteraan pekerja.
2. Penyelenggara pelatihan kerja tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan
pada Pasal 15 tersebut di atas.
Ketentuan bagi tenaga kerja setelah mengikuti pelatihan kerja, Seperti yang
diatur dalam Pasal 18, setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan
lembaga pelatihan kerja pemerintah atau swasta, tenaga kerja berhak memperoleh
pengakuan kompetensi kerja. Pengakuan kompetensi kerja di lakukan dengan
pemberian sertifikasi kompetensi kerja yang diberikan oleh badan nasional sertifikasi
profesi yang independen. Pelatihan kerja juga dapat diberikan kepada penyandang
cacat yang dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan dan
kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan, seperti diatur dalam
Pasal 19.
55
c. Menyediakan instruktur, perlengkapan keselamatan dan kesehatan
kerja.
56
2. Arah penempatan tenaga kerja :
Sesuai dengan prinsip “The Right Man On The Right Place” yakni
penempatan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian,
ketrampilan, bakat, minat dan kemampuan dengan memperhatikan harkat,
martabat, hak asasi dan perlindungan hukum.
Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan
kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan
program nasional dan daerah.
57
kerja, namun yang bertanggung jawab dalam perluasan kesempatan kerja ini adalah
pemerintah. Guna menunjang kegiatan tersebut, semua kebijakan pemerintah baik di
pusat maupun di daerah di setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan
kesempatan kerja. Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan dan
dunia usaha perlu membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan
masyarakat yang dapat menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan
kerja.
58
3. Rencana penggunaan tenaga kerja asing sekurang-kurangnya memuat :
a. Alasan penggunaan tenaga kerja asing.
b. Jabatan / kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi
perusahaan.
c. Jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing.
4. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai
jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.
5. Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping
tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian
dari tenaga kerja asing.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia
sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.
7. Wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompensasi yang
berlaku.
8. Yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus
dimiliki oleh tenaga kerja asing antara lain pengetahuan, keahlian,
ketrampilan bidang tertentu dan pemahaman budaya Indonesia.
9. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib membayar kompensasi atas setiap
tenaga kerja asing yang dipekerjakan.
10. Kompensasi ini besarnya US$100 per bulan yang dibayar dimuka.
Kewajiban membayar kompensasi dimaksudkan dalam rangka menunjang
upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
11. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke
negara asalnya setelah hubungan kerja berakhir.
12. Larangan bagi tenaga kerja asing adalah menduduki jabatan yang
mengurusi personalia/jabatan-jabatan tertentu.
O. PEMBINAAN
Yang dimaksud dengan pembinaan dalam Pasal 173 ayat (1) ini adalah kegiatan
yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang
lebih baik untuk meningkatkan dan mengembangkan semua kegiatan yang
berhubungan dengan ketenagakerjaan.
Pembinaan ketenagakerjaan :
1. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang
berhubungan dengan ketenagakerjaan.
2. Pembinaan tersebut dapat mengikutsertakan Organisasi Pengusaha, Serikat
Pekerja, organisasi profesi terkait.
3. Pembinaan dilaksanakan secara terpadu dan terkait.
59
dalam pembinaan ketenagakerjaan. Penghargaan tersebut dapat berupa piagam, uang
atau bentuk lain.
P. PENGAWASAN
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin
Pelaksanaan Peraturan Perundang- undangan Ketenagakerjaan. Pelaksanaan
pengawasan ketenagakerjaan diatur dengan keputusan Presiden. Unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah
Kabupaten/Kota wajib menyampaikan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan
kepada Menteri. Ketentuan pengawasan ketenagakerjaan tentang hak, kewajiban serta
wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan menggunakan peraturan per Undang-
undangan yang berlaku. Pegawai pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib :
a. Merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan
b. Tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Q. PENYIDIKAN
Penyidik PNS diberi wewenang khusus untuk :
1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang
tindak pidana ketenagakerjaan.
2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang/badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang/badan hukum sehubungan
dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
4. Melakukan pemeriksaan/penyitaan bahan/barang bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
5. Melakukan pemeriksaan atas surat/dokumen lain tentang tindak pidana di
bidang ketenagakerjaan.
60
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
7. Menghentikan penyidikan bila tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
R. SANKSI
Bentuk-bentuk sanksi yaitu :
1. Sanksi pidana.
Sanksi pidana penjara, kurungan atau denda tidak menghilangkan
kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti rugi kepada tenaga
kerja.
2. Sanksi administrative.
3. Sanksi administratif dapat berupa :
a. Teguran.
b. Peringatan tertulis.
c. Pembatasan kegiatan usaha.
d. Pembekuan kegiatan usaha.
e. Pembatalan persetujuan.
f. Pembatalan pendaftaran.
g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi.
h. Pencabutan ijin.
61
BAB IV
HUBUNGAN KERJA
Menurut Siwi Ultima Kadarmo, dkk (2001: 10) hubungan kerja merupakan
hubungan yang terjadi antara bagian-bagian atau individu-individu baik antara
mereka di dalam organisasi maupun antara mereka dengan pihak luar organisasi
sebagai akibat pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing dalam mencapai sasaran
dan tujuan organisasi.
Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dan pengusaha, diantara pekerja
menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah
dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerja-kan pekerja dengan
membayar upah.
62
1. Hubungan kerja vertikal yaitu hubungan kerja antara pimpinan dan
bawahan.
2. Hubungan kerja horizontal merupakan hubungan kerja antara pejabat pada
tingkat atau eselon yang sama.
3. Hubungan kerja diagonal yaitu hubungan kerja antar pejabat yang berbeda
induk unit kerjanya dan berbeda juga tingkat atau eselonnya.
4. Hubungan kerja fungsional yaitu hubungan kerja antara unit atau pejabat
yang mempunyai bidang kerja yang sama.
5. Hubungan kerja informatif yaitu hubungan kerja yang dilakukan untuk
saling memberikan dan memperoleh keterangan antar unit atau bidang.
6. Hubungan kerja konsultatif yaitu hubungan kerja antar pejabat yang karena
jabatannya berkepentingan melakukan konsultasi.
7. Hubungan kerja direktif yaitu hubunga kerja antara pimpinan unit.
8. Hubungan kerja koordinatif yaitu hubungan kerja antar pejabat yang
dimaksudkan untuk memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan
menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan.
A. PERJANJIAN KERJA
Perjanjian kerja telah diatur dalam Pasal 51 – 63 Undang-Undang RI Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dan telah di perbaharui dalam Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
63
perjanjian antara orang perorang pada satu pihak dengan pihak lain sebagai
pengusaha untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapatkan upah”.
Perjanjian kerja menurut A.Ridwan Halim dkk (2004) yaitu suatu perjanjian yang
diadakan antara pengusaha dan karywan atau karyawan-karyawan tertentu, yang
umumnya berkaitan dengan segala persyaratan yang secara timbal balik harus
dipenuhi oleh kedua belah pihak, selaras dengan hak dan kewajiban mereka masing-
masing terhadap satu sama lainnya.
Lalu Husni (2002) menjelaskan bahwa perjanjian kerja yaitu “suatu perjanjian
dimana pihak kesatu, si buruh mengikatkan dirinya pada pihak lain, si majikan untuk
bekerja dengan mendapatkan upah, dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk
mempekerjakan si buruh dengan membayar upah.
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
64
Perjanjian kerja tersebut dibuat rangkap 2 dan tidak dapat ditarik kembali/
diubah kecuali atas persetujuan para pihak yang membuat perjanjian kerja.
65
oleh pengusha bagi kepentingan tenaga kerjanya.
1. Kewajiban dalam membayar upah
2. Kewajiban untuk memberikan waktu istirahat dan cuti tahunan
terhadap pekerjanya
3. Kewajiban dalam mengurus perawatan dan pengobatan
66
perjanjian kerja waktu tertentu untuk dua tahun, hanya dapat diperpanjang
satu tahun, sehingga maksimun tiga tahun.
67
6. Perbedaan PKWT dan PKWTT
PKWT PKWTT
Pemutusan PHK berdasarkan PHK karena alasan
Hubungan Kerja perjanjian yang telah tertentu, harus melalui
disepakati dalam proses Lembaga
perjanjian, tidak harus Penyelesaian
melalui proses Lembaga Perselisihan Hubungan
Penyelesaian Perselisihan Industrial
Hubungan Industrial
Waktu Memiliki batasan waktu Tidak memiliki batasan
atau selesainya pekerjaan waktu dan dapat terus
yang telah ditentukan berjalan hingga usia
pensiun atau meninggal
dunia
Kewajiban ketika Diberhentikan sesuai Perusahaan wajib
PHK dengan waktu yang memberikan sejumlah
diperjanjikan, tidak ada kompensasi berupa
kewajiban perusahaan uang penghargaan masa
membayar uang pesangon kerja, uang penggantian
dan uang penghargaan hak, atau uang
masa kerja pesangon(kecuali jika
PHK disebabkan karena
alasan tertentu)
Masa Percobaan Tidak diperbolehkan Dapat ditentukan
adanya masa percobaan. adanya masa percobaan
Bila diberlakukan, masa
percobaan batal demi
hukum dan masa
percobaan dianggap tidak
pernah ada
Kontrak Kerja Perjanjian kerja harus Perjanjian kerja dapat
dibuat secara tertulis dibuat secara tertulis
dengan huruf latin, dalam secara lisan
bahasa Indonesia
Pencatatan Wajib dicatatkan pada Tidak wajib dicatatkan
dinas ketenagakerjaan pada dinas
ketenagakerjaan
68
didasarkan atas:
a. Jangka waktu, atau
b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu.
PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Jangka waktu yang dimaksud disini adalah untuk pekerjaan tertentu yaitu:
a. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama.
b. Pekerjaan yang bersifat musiman.
c. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau perjajakan.
PKWT berdasarkan jangka waktu dapat di buat untuk paling lama 5 tahun.
Dalam jangka waktu PKWT akan berakhir dan pekerjaan yang dilaksanakan
belum selesai maka dapat di lakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu
sesuai kesepakatan anatara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh, dengan ketentuan
jangka waktu keseluruhan PKWT beserta perpanjangannya tidak lebih dari 5
tahun.
PWKT sah harus memenuhi syarat-syarat yaitu:
a. Degan adanya kesepakatan kedua belah pihak
b. Adanya kecakapan kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan
hukum
c. Adanya objek tertentu
d. Terdapat sebab yang halal; tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan
PKWT hanya bisa dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat
dan kegiatan yang akan selesai dalam jangka waktu tertentu, jadi bukan
pekerjaan yang bersifat tetap.
Kesepakatan kedua belah pihak maksudnya adalah kedua belah pihak atau
pihak yang mengadakan perjanjian tersebut haruslah bersepakat, setuju, seia
69
sekata atas hal-hal yang diperjanjikan dan tanpa ada paksaan, kekeliruan
penipuan. Kesepakatan ini terjadi karena adanya unsur penawaran dan
penerimaan atas penawaran tersebut. contoh “seorang pengusaha menawarkan
gaji pokok kepada calon pekerja atau buruh sebayak 1.750.007 perbulannya dan
calon pekerja atau buruh tersebut menyetujuinya”. Maka disini telah terjadi
kesepakatan.
Sebab yang halal maksudnya menurut undang-undang sebab yang halal yaitu
jika tidak dilarang oleh hukum, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan
ketertiban umum. Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab yang tidak halal,
seperti jual beli ganja untuk mengacaukan ketertiban umum, memberikan
kenikmatan seksual tanpa nikah yang sah(Wiwoho Soedjono, 2008).
Menurut Hadi Sedia Tunggal bahwa perjanjian kerja waktu tidak tertentu
terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
70
a. PKWT tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan juga huruf latin.
b. PKWT tidak dibuat untuk pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
1) Pekerjaan yang sekali selesai atau sifatnya sementara.
2) Pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu
lama, paling lama 3 tahun.
3) Pekerjaan yang sifatnya musiman.
4) Pekerjaan yang bersangkutan dengan produk baru, kegiatan baru,
atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajakan.
c. PKWT diadakan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap.
d. PKWT yang berdasarkan atas jangka waktu tertentu diadakan untuk
jangka waktu lebih dari 2 tahun dan diperpanjang lebih dari 1 tahun.
e. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang PKWT, paling lama yaitu 7
(tujuh) hari sebelum perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut
berakhir tidak memberikan maksudnya secara tertulis kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan.
f. Pembaharuan PKWT diadakan tidak melewati masa tenggang waktu 30
(tiga puluh) hari berakhirnya PKWT yang lama. PKWT ini diadakan
lebih dari 1 (satu) kali dan lebih dari 2 (dua) tahun.
71
Contoh Format PKWT:
PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU
OUTLET ....................
I. Nama : ___________________
Jabatan : ___________________
Alamat : ___________________
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama .... selanjutnya disebut
sebagai PIHAK PERTAMA.
Pihak Pertama dan Pihak Kedua dengan ini sepakat untuk terikat dalam
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan ketentuan sebagai berikut:
PASAL 1
PERNYATAAN
Pihak Pertama dengan ini mengangkat Pihak Kedua sebagai pekerja untuk
waktu tertentu guna melaksanakan pekerjaan pada bagian
_______________________ pada outlet ___________________ selama
72
masa perjanjian ini, yakni selama _____ (_________________) bulan
terhitung sejak tanggal _____________________ sampai dengan tanggal
_________________; sebagaimana Pihak Kedua sepakat terhadap
pengangkatan itu, sepakat untuk menjadi pekerja Pihak Pertama, dan sepakat
pula terhadap setiap maupun seluruh ketentuan, syarat serta kondisi kerja
yang termaktub di dalam perjanjian ini, Peraturan Perusahaan maupun
aturan-aturan yang berlaku di Pihak Pertama;
Upah bulanan pada ayat (1) pasal ini adalah upah yang sebelum dipotong
Pajak Penghasilan (PPh 21), Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), dan
potongan lainnya;
PASAL 4
TEMPAT DAN WAKTU KERJA
Pihak Kedua wajib melaksanakan pekerjaan pada jam dan hari kerja, di
lokasi yang ditentukan serta sesuai dengan jadwal kerja yang disusun Pihak
Pertama dan/atau atasan langsung.
PASAL 5
JAMSOSTEK
73
PASAL 6 Ayat 1-3
PUTUS HUBUNGAN KERJA
Perjanjian kerja ini putus dan berakhir yang sekaligus mengakibatkan putus
dan berakhirnya hubungan kerja antara Pihak Pertama dengan Pihak Kedua,
tanpa memerlukan putusan/penetapan lembaga Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, apabila terpenuhi salah satu 11inanci di bawah ini :
a. Masa berlaku perjanjian ini berakhir;
b. Sebagian ataupun seluruh keterangan tersebut dalam pasal 1 ternyata
tidak benar;
c. Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat mengakhiri hubungan kerja;
d. Pihak Kedua melakukan kesalahan yang diatur dalam Alasan Mendesak
Peraturan Perusahaan PT Sarimelati Kencana;
e. Pihak Kedua tidak dapat menunjukkan prestasi yang memuaskan
dan/atau tidak dapat melaksanakan tugas sebagaimana mestinya dengan
12inanci apapun sehingga tidak tercapainya target yang telah ditetapkan
dan telah diberikan teguran lisan;
f. Keadaan tertentu yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya
perjanjian ini (foerce majour);
Apabila upaya musyawaran antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua tidak
terwujud, maka Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat untuk
menyelesaikan melalui mekanisme peraturan perundangan ketenagakerjaan
yang ada.
74
Demikian Surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini dibuat dan
ditandatangani yang sebelumnya telah dibaca dan dimengerti benar isinya
oleh kedua belah pihak.
______________ ______________
HRD Manager
Mengetahui,
PT..........
Alamat.............
Phone :
======================================================
PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU ( PKWTT )
Nomor : 090/HRD/PKWTT/VIII/2018
75
Yang bertanda tangan di bawah ini :
I. Nama Lengkap :
Alamat :
Jabatan :
No. KTP :
Perusahaan :
Alamat :
Bidang usaha :
Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal …….. PIHAK KEDUA berada
76
dalam masa pelatihan dan percobaan (probation) hingga tanggal ……..
Setelah berhasil melalui masa probation, maka PIHAK KEDUA ditetapkan
sebagai Karyawan Tetap Perusahaan.
PASAL 3 : HAK
PASAL 4 : KEWAJIBAN
77
ditetapkan secara penuh dan bertanggung jawab.
c. Memenuhi waktu kerja.
d. Mengikuti program-program dan pelatihan-pelatihan yang
diselenggarakan perusahaan.
e. Menjaga nama baik perusahaan.
f. Menjaga dan merawat aset, fasilitas, dan kerahasiaan data-data
perusahaan.
g. Menghormati dan melaksanakan nilai-nilai yang telah ditetapkan
perusahaan.
78
upah pokok dari PIHAK PERTAMA sebesar ……. setiap bulannya,
Tunjangan seperti yang tertulis pada ayat (2), dan Bonus seperti yang
tertulis pada ayat (3) setelah memenuhi waktu kerja yang telah
disebutkan pada pasal 6 dan memenuhi kewajiban yang tertulis pada
pasal 4.
3) PIHAK KEDUA berhak mendapatkan tunjangan diluar upah pokok
sebagai berikut :
a. Tunjangan transportasi dan komunikasi, sebesar …….
b. Tunjangan uang makan, sebesar …….
c. Tunjangan kesehatan dan keselamatan kerja, sebesar …….
4) PIHAK KEDUA berhak mendapatkan bonus dan komisi di luar upah
pokok sebagai berikut:
a. Bonus Tidak Ambil Cuti, sebesar upah 1 hari kerja di bulan
bersangkutan.
b. Bonus Lain, besaran nya tergantung terhadap prestasi yang
dilakukan, sesuai dengan kebijakan yang ditentukan perusahaan.
5) Apabila PIHAK KEDUA tidak memenuhi waktu kerja sesuai dengan
pasal 6 maka upah, bonus, dan tunjangan akan diupayakan untuk
dihitung seadil-adilnya oleh PIHAK PERTAMA.
6) PIHAK KEDUA bersedia untuk membayar sejumlah dana yang telah
disepakati oleh para karyawan sebagai dana talangan umat untuk
kepentingan para karyawan sendiri, dan bersedia ditarik dan dikelola
setiap bulan oleh PIHAK PERTAMA. Adapun apabila ada, maka
PIHAK KEDUA bersedia untuk membayar sejumlah dana Tabarru atau
jaminan sosial yang pengelolaannya ditunjuk oleh PIHAK PERTAMA
demi keuntungan PIHAK KEDUA sendiri.
7) Dalam hal terjadi peningkatan Upah Pokok dan atau Tunjangan yang
dilakukan oleh PIHAK PERTAMA, PIHAK PERTAMA dan PIHAK
KEDUA sepakat untuk tidak menerbitkan Adendum kecuali terjadi
kejadian yang memaksa kedua belah pihak untuk menerbitkannya.
79
bulan sebelum pengunduran dirinya, kecuali tidak disyaratkan oleh
PIHAK PERTAMA di luar perjanjian ini.
b. PIHAK KEDUA bersedia untuk bertanggung jawab dalam mencari
karyawan baru yang akan menggantikan dirinya sebelum
pengunduran dirinya dilakukan, kecuali tidak disyaratkan oleh
PIHAK PERTAMA secara terpisah di luar perjanjian ini. Karyawan
baru haruslah orang yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh perusahaan.
c. PIHAK KEDUA bersedia untuk memberi pelatihan kepada
karyawan baru yang menggantikan dirinya paling sedikit selama 1
(satu) bulan sebelum pengunduran dirinya terjadi, kecuali tidak
disyaratkan oleh PIHAK PERTAMA di luar perjanjian ini.
PASAL 9 : KELALAIAN
PASAL 10 : PERUBAHAN
PASAL 11 : PERSELISIHAN
Segala perselisihan yang timbul akibat surat perjanjian dan atau ketika masa
perjanjian berlaku, akan diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai
mufakat. Apabila tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka kedua
belah pihak akan menyelesaikannya melalui peraturan hukum yang berlaku.
Apabila terjadi kejadian di luar kuasa kedua belah pihak seperti perang,
penyerangan, kerusuhan, kriminalitas, atau bencana alam seperti gempa
bumi, banjir, gunung meletus, dan bencana alam lainnya yang
mengakibatkan perubahan besar pada efektifitas surat perjanjian. Maka hal-
hal tersebut dapat menghilangkan kewajiban dan liabilitas PIHAK
80
PERTAMA dan PIHAK KEDUA terhadap perjanjian ini.
Demikian Surat Perjanjian Kerja ini dibuat, setelah kedua belah pihak
membaca dan memahami isinya. Kemudian dengan sukarela tanpa paksaan
atau tekanan dari siapapun bersama-sama menandatanganinya di atas
materai Rp.6000,-.
Dibuat di : …….
Hari / Tanggal : ……..
(............................) (............................)
81
dari perkerja tersebut diketahui dari jam berapa sampai ke jam berapa
atau berapa jam dalam sehari wajib dilaksanakan. dalam melaksanaan
pekerjaan tersebut harus sesuai dengan perjanjian, tidak boleh sesuka
hati sipekerja tersebut dan harus disesuaikan dengan kebiasaan
setempat.
82
Besarnya upah;
83
d. Hak mendapatkan libur sehari dalam seminggu,
e. Hak cuti tahunan/kompensasi,
f. Waktu istirahat,
g. Fasilitas,
h. Jaminan sosial atau asuransi.
PERJANJIAN KERJA
PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
UNTUK JABATAN TERTENT DAN WAKTU TERTENTU
Nomor .............
Pada hari ini ... tanggal ... bulan ... tahun ... telah dibuat dan disepakati Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu antara:
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama .... (nama Pemberi Kerja TKA),
selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, selanjutnya disebut
sebagai PIHAK KEDUA.
Kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu untuk jabatan tertentu dengan ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1
PIHAK PERTAMA menerima dan mempekerjakan PIHAK KEDUA sebagai:
a. Status : Karyawan dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
84
(PKWT) di ... (nama pemberi kerja TKA)
b. Jabatan :
c. Waktu PKTW : tanggal ... sd ...
d. Unit Kerja :
Pasal 2
(1) PIHAK KEDUA bersedia menerima dan melaksanakan tugas dan tanggung
jawab tersebut serta tugastugas lain yang diberikan PIHAK PERTAMA dengan
sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.
(2) PIHAK KEDUA bersedia tunduk dan melaksanakan seluruh ketentuan yang
telah diatur baik dalam pedoman peraturan dan tata tertib karyawan maupun
ketentuan lain yang menjadi keputusan Direksi dan manajemen perusahaan.
(3) PIHAK KEDUA bersedia menyimpan dan menjaga kerahasiaan baik dokumen
maupun informasi milik PIHAK PERTAMA dan tidak dibenarkan memberikan
dokumen atau informasi yang diketahui baik secara lisan maupun tertulis kepada
pihak lain.
(4) Waktu kerja PIHAK KEDUA:
a. untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, 7 (tujuh) jam dalam 1
(satu) hari, dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu; atau
b. untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, 8 (delapan) jam dalam 1
(satu) hari, dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu.
(5) PIHAK KEDUA bersedia bekerja melebihi waktu yang telah ditetapkan apabila
diperlukan oleh PIHAK PERTAMA dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) PIHAK KEDUA wajib masuk kerja di dalam maupun di luar jam kerja kecuali
dengan alasan yang patut dan mendapat izin tertulis dari ...(pimpinan proyek).
(7) PIHAK KEDUA wajib menggunakan perlengkapan Kesehatan, Keselamatan,
Keamanan, dan Lingkungan (K3L) selama menjalankan tugas pekerjaannya.
(8) PIHAK KEDUA bersedia ditempatkan di mana saja apabila sewaktu-waktu
ditugaskan oleh perusahaan.
(9) PIHAK KEDUA bertanggung jawab penuh terhadap peralatan kerja PIHAK
PERTAMA dan wajib menjaganya dengan sebaik mungkin.
Pasal 3
(1) PIHAK KEDUA berhak atas upah/gaji per bulan sebesar (Rp …/US$ …) dari
PIHAK PERTAMA dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) PIHAK KEDUA berhak atas polis asuransi di perusahaan asuransi berbadan
hukum Indonesia bagi TKA yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan atau
menjadi peserta program jaminan sosial nasional bagi TKA yang bekerja lebih
dari 6 (enam) bulan.
Pasal 4
85
PIHAK PERTAMA wajib membayarkan upah/gaji kepada PIHAK KEDUA dan
mengikutsertakan PIHAK KEDUA dalam asuransi di perusahaan asuransi berbadan
hukum Indonesia bagi TKA yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan atau program
jaminan sosial nasional bagi TKA yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Pasal 5
PIHAK KEDUA wajib mengembalikan seluruh sarana dan prasarana kerja milik
PIHAK PERTAMA dalam keadaan baik serta menyelesaikan seluruh tanggung jawab
yang diemban PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA pada saat berakhirnya
masa kerja atau berakhirnya hubungan kerja.
Pasal 6
(1) Surat Perjanjian Kerja ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak
dengan tanpa ada pengaruh dan/atau paksaan dari siapapun serta mengikat kedua
belah pihak untuk menaati dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
(2) Apabila dikemudian hari Surat Perjanjian Kerja ini ternyata masih terdapat hal-
hal yang sekiranya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
Ketenagakerjaan Republik Indonesia dan/atau perkembangan peraturan
perusahaan …(nama Pemberi Kerja TKA), maka akan diadakan peninjauan dan
penyesuaian atas persetujuan kedua belah pihak.
(3) Surat Perjanjian Kerja ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak di …
pada tanggal … bulan … tahun … seperti tersebut diatas dalam rangkap 2 (dua)
yang memiliki kekuatan hukum yang sama dan dipegang oleh masing-masing
pihak.
(4) Surat Perjanjian Kerja ini berlaku mulai tanggal … sampai dengan tanggal …
86
Menurut Sendjung Manulang, perjanjian kerja bersama (PKB) yaitu perjanjian/
kesepakatan yang dibuat antara serikat pekerja/ serikat buruh yang telah terdaftar
pada Departemen Tenaga Kerja dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang
berbadan hukum pada umumnya semata – mata memuat syarat kerja yang harus
diperhatikan dalam perjanjian kerja.
PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja
atau beberapa Serikat Pekerja yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua
belah pihak (Pasal 1 angka 21).
Perjanjian kerja bersama bukanlah dokumen yang wajib dimiliki oleh semua
perusahaan, melainkan sarana ntuk memuat kesepakatan baru jika hal ini dibutuhkan
oleh kedua belah pihak yaitu perusahaan dan pekerja. Berdasarkan Pasal 1 angka 2
Permenaker 16/2011, PKB merupakan perjanjian hasil perundingan antara serikat
pekerja atau serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertangggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua
belah pihak.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 29, Permenker No. 28 tahun 2014 dapat
diambil kesimpulan bahwa PKB yang telah berlaku selama 2 tahun dapat
diperpanjang selam satu tahun, dan jika masa perpanjangan telah selesai tetapi
PKB baru belum di sepakati, maka PKB tersebut terus di berlakukan sampai
PKB baru disepakati. Permenaker ini tidak membatasi berapa lama waktunya,
sepanjang belum ada PKB yang baru, maka PKB yang lama tetap berlaku.
1. PEMBUATAN PKB
87
a. Dibuat secara musyawarah.
b. Dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa
Indonesia.
c. Jika dibuat dengan bahasa asing, maka PKB tersebut harus
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah tersumpah dan
terjemah tersebut dianggap sudah memenuhi ketentuan sebagaimana di
maksud.
Jika di satu perusahaan terdapat satu serikat pekerja, maka serikat pekerja
tersebut berhak mewakili pekerja dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja
bersama dengan pengusaha apabila mempunyai jumlah anggota lebih 50% dari
jumlah seluruh pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Jika tidak memiliki
jumlah anggota lebih dari 50% serikat pekerja dapat mewakili pekerja dalam
perundingan apabila telah mendapat dukungan lebih 50% dari jumlah seluruh
pekerja di perusahaan melalui pemungutan suara. Jika keduanya tidak tercapai
maka serikat pekerja dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan
perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu
selama 6 bulan terhitung sejak di lakukannya pemungutan suara dengan
mengikuti prosedur yang ada.
Untuk mengetahui keanggotaan serikat pekerja yaitu di buktikan dengan
kartu tanda anggota.
88
(Sedjun H.Manulang, 2002:107). Upaya untuk memberikan perlindungan hukum
pada pekerja merupakan fungsi utama dari PKB. Fungsi utama ini memuat
berbagai fungsi lainnya dari PKB. Dalam pelaksanaan hubungan industrial
Pancasila dikemukakan beberapa fungsi PKB:
a. Untuk pedoman induk mengenai hak dan kewajiban bagi pekerja dan
pengusaha sehingga dapat dihindarkan adanya perbedaan-perbedaan
pendapat yang tidak perlu antara pekerja dan pengusaha.
b. Sarana untuk mewujudkan ketenangan kerja bagi pekerja dan
kelangsungan usaha bagi perusahaan.
c. Merupakan partisipasi pekerja dalam penentuan atau pembuatan
kebijaksanaan di dalam perusahaan. (Yayasan Tripartit Nasional, 1995)
Fungsi kedua PKB yaitu menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja dan
kelangsungan usaha bagi pengusaha. Bagi pekerja, ketenangan kerja sangat
berarti, adanya kepastian untuk melaksanakan hubungan kerja dalam suatu
jangka waktu yang cukup lama dan diharapkan untuk jangka waktu yang tidak
terbatas sehingga ia dapat memenuhi kebutuhannya secara teratur. Selama
berlakunya PKB, pekerja tidak lagi perlu memikirkan, bagaimana
memperjuangkan kepentingannya. Perhatiannya dapat dicurahkan dalam
melakukan kewajibannya berupa kerja dengan sebaik-baiknya tanpa lagi setiap
saat terlibat mogok kerja maupun aksi demo dalam perjuangan untuk
memperoleh pengakuan atas haknya sebagai pekerja.
89
syarat kerja, para pekerja tidak perlu lagi bersaing untuk mendapatkan dan
mempertahankan pekerjaannya.(Wiwoho Soedjono, 1991). Manfaat lain dari
fungsi kedua ini yaitu para pekerja memperoleh kepastian untuk mendapatkan
sejumlah upah tertentu selama suatu jangka waktu tertentu, yang tidak dapat
diganggugugat, serta jumlah upah akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan
upah yang ditetapkan hanya berdasarkan suatu perjanjian kerja. Perbedaan upah
yang tidak adil dapat dihindari dengan adanya standart upah dalam PKB.
Isi dari PKB tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Apabila PKB tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku, maka akan batal demi hukum.
90
karena tidak terpenuhinya hak buruh akibat adanya perbedaan
pelaksanaan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
b. Adanya perselisihan kepentingan, perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan atau perubahan
syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, pertauran
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
c. Adanya perselisihan pemutusan hubungan kerja, perselisihan yang
timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
d. Adanya perselisihan antar serikat buruh, perselisihan antara serikat
buruh dengan serikat buruh lainnya dalam satu perusahaan, dikarenakan
tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak
dan kewajiban serikat buruh.
91
mediasi di bantu oleh seoarang mediator hubungan industrial, yang merupakan
pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri
tenaga kerja.
Perselisihan hubungan industrial, akan lebih baik jika persoalan dapat selesai
di tingkat bipartit. Bipartit adalah forum otonom yang ada di lingkungan
perusahaan. Penyelesaian perselisihan ini selain berbiaya murah, cepat, dan
kerahasiaan perusahaan akan lebih terjaga sehingga iklim kerja di suatu
perusahaan tetap kondusif.
Dalam bipartit ini lebih kepada mencari win win solustion dan musyawarah
mufakat bukan win and loose maka seringkali tidak produktif jika masing-
masing pihak tetap pada pendiriannya. Jika ini yang terjadi, maka perkara dapat
berujung ke Pengadilan Hubungan Industrial. Sebelum mengambil langkah untuk
menyelesaikan perselisihan di Pengadilan Hubungan Industrial maka harus
ditempuh terlebih dahulu proses konsiliasi dan mediasi ini adalah proses
penyelesaian perselisihan dengan melibatkan pihak ke tiga yaitu sebagaimana
diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 karena sebagai syarat untuk mengajukan
penyelesaian perselisihan di PHI salah satunya yaitu menyerahkan risalah
konsiliasi dan atau mediasi.
92
peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari PKB.
8. Pendaftaran PKB
Dalam Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2014 pendafataran
perjanjian kerja bersama yaitu:
a. Pengusaha mendaftarkan PKB kepada instansi yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
b. Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama sebagaiamana yang dimaksud
pada ayat (1) yaitu:
93
1. Sebagai alat monitoring dan evaluasi pengatura syarat-syarat kera
yang di laksanakan diperusahaan, dan
2. sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan
PKB.
c. Pengajuan pendaftaran PKB harus melampirkan naskah PKB yang telah
ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja atau buruh diatan
materai cukup.
94
ketentuan-ketentuan tentang perjanjian kerja (Moleenar dalam Soedardjadi,2008:21).
Kamphuisen menyebutkan pula bahwa peraturan perusahaan itu dibuat oleh
pengusaha yang memuat aturan-aturan untuk menetapkan isi perjanjian kerja (P.W.
Kamphuisen dalam Supomo, 1993).
Peraturan perusahaan yaitu peraturan secara tertulis yang dibuat oleh perusahaan
dimana di dalamnya berisi tentang berbagai persyaratan kerja dan tata tertib
perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi wakil pekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
95
dibaca oleh umum (buruh),
c. Selembar lagi yang ditandatangani oleh majikan harus diserahkan kepada
Departemen Tenaga Kerja,
d. Peraturan perusahaan hanya boleh berlaku paling lama dua tahun
e. Pada perusahaan yang telah dibuat perjanjian perburuhan maka peraturan
perusahaannya tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan
tersebut.
96
kepastian hukum antara pengusaha dan pekerja.
d. Dengan adanya peraturan perusahaan, bisa menjamin kinerja dari
pekerja dalam perusahaan.
Peraturan perusahaan ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Menteri Tenaga
Kerja atau pejabat yang bersangkutan, dan peraturan tersebut sudah disahkan
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari saat naskah peraturan perusahaan
diterima. Jika sebuah perusahaan belum memenuhi ketentuan atau persyaratan,
maka harus diberitahukan secara tertulis kepada pengusaha untuk memperbaiki
naskah peraturan perusahaanya. Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan diterima, maka pengusaha wajib
mengirim kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki atau di perbarui
kepada Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang bersangkutan.
97
PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA.
98
BAB V
A. Hubungan Industrial
Hubungan antara buruh dan pekerja dan majikan dan pengusaha yang terjadi
99
dalam bidang ketenagakerjaan disebut juga dengan hubungan perburuhan atau
industrial. Istilah perburuhan yang sekarang ini disebut dengan istilah industrial.
Pergantian istilah perburuhan dengan industrial tersebut, mengingat di dalam
hubungan perburuhan pada permulaan perkembangannya membahas masalah-
masalah hubungan antara pekerja dan buruh dengan buruh. Akan tetapi pada
kenyataannya, di dalam hubungan kerja antar pekerja dan buruh dengan pengusaha
dan majikan bukan masalah yang berdiri sendiri karena banyak dipengaruhi oleh
masalah lain, seperti masalah ekonomi, sosial politik, dan budaya. Oleh karena
dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut di atas, maka istilah hubungan
perburuhan diganti dengan istilah hubungan industrial, sehingga untuk istilah
perselisihan perburuhan diganti dengan istilah Perselisihan Hubungan Industrial.
Fenomena hubungan industrial saat itu masih sangat biasa, sederhana dan
terbatas, paling terkonsentrasi di sektor perkebunan serta industri gula yang
tersebar di beberapa tempat khususnya di pulau jawa. Namun demikian, pola
hubungannya sudah diwarnai oleh politik dan ideologi negara yang diadopsi
dari kerajaan Belanda, yaitu kapitalis liberalis. Kondisi tersebut dapat dilihat
dari produk perundang-undangan yang mengatur perburuhan dan hubungan
industrial yang cenderung diwarnai oleh kebijakan untuk melindungi para
pemilik modal.
100
ketiganya menjadi poros politik di Indonesia dalam tag line NASAKOM, pada
masa demokrasi terpimpin (1960 -1965). Hal tersebut sebagaimana
dikemukakan oleh Soetarto, Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan
Tenaga Kerja, bahwa serikat-serikat buruh di Indonesia merupakan alat partai
politik, sebagaimana dikemukakan oleh pemerintah orde lama, dengan
kebijakannya bahwa hanya serikat buruh yang berafiliasi pada partai-partai
politik Nasakom saja yang diakui eksistensinya.
Pada tahun 1966 terjadi peristiwa makar yang dimotori oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI) dengan massa pendukungnya, sehingga
mengakibatkan terbunuhnya beberapa jenderal Angkatan Darat. Sejak saat itu
terjadi peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru, dimana salah satu
keputusan politiknya adalah PKI dan massa pendukungnya dibekukan dan
dinyatakan terlarang di Indonesia, karena dianggap terlibat dalam peristiwa
tersebut. Terjadi pembaharuan politik yang salah satunya berimbas pada
kalangan serikat buruh, yaitu dengan dibentuknya Majelis Permusyawaratan
Buruh Indonesia (MPBI) pada tanggal 1 November 1969 yang diresmikan oleh
Presiden Soeharto dan mewadahi 21 serikat pekerja.
101
modernisasi gerakan buruh di Indonesia, yang intinya meliputi 5 poin sebagai
berikut:
102
luar negeri, utamanya dari serikat–serikat buruh internasional yang besar dan
berpengaruh yaitu ICFTU dan AFL- CIO. Akhirnya dilakukan rembug nasional,
untuk mengubah model serikat pekerja hingga menjadi Federasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (F-SPSI) dari bentuk unitaris menjadi federasi. Meskipun secara
keseluruhan masih tetap tunggal dan berada di bawah kendali pemerintah.
103
falsafah yang bertujuan untuk menyeimbangkan hubungan antara pekerja dan
pengusaha sesuai dengan citra bangsa Indonesia, bukan merupakan Undang-undang
bagi kedua belah pihak. Oleh mantan Menteri Tenaga Kerja Sudomo, HPP tersebut
diganti istilahnya menjadi HIP (Hubungan Industrial Pancasila). Berdasarkan
kesepakatan bersama antara Lembaga Tripartite Nasional, SPSI, APINDO/KADIN,
BP7 telah dirumuskan dan dihasilkan suatu “Pedoman Pelaksanaan Hubungan
Industrial Pancasila”, yang kemudian dikukuhkan dengan S.K Menteri Tenaga Kerja
No.645/MEN/1985 tanggal 3 Juli 1985. Berdasarkan hal tersebut, selanjutnya lahirlah
kesepakatan dan tekat bersama antara pihak pengusaha, pekerja dan pemerintah untuk
menjadikan pedoman tadi sebagai pegangan dan tuntunan dalam pelaksanaan sehari-
hari.
104
D. Pengertian Hubungan Industrial
Konsep hubungan industrial tidak bisa lepas dari unsur pengusaha dan pekerja,
dimana pengusaha adalah pihak yang mempunyai modal dan tujuan dari usaha yang
dilakukan yaitu untuk mencapai suatu keuntungan tertentu. Sedangkan pekerja atau
buruh adalah pihak yang bekerja untuk menjalankan usaha dengan menerima upah
atau imbalan tertentu. Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian mengenai hubungan Industrial,
yaitu suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Hubungan Industrial merupakan sistem hubungan yang menempatkan
kedudukan pengusaha dan pekerja/buruh sebagai hubungan yang saling melengkapi
dalam rangka mencapai tujuan bersama. Selain unsur di atas, dalam tatanan sistem
ketenagakerjaan Indonesia terdapat pemerintah yang bersifat mengayomi dan
melindungi para pihak. Pemerintah mengeluarkan rambu-rambu berupa aturan-aturan
ketenagakerjaan demi terwujudnya hubungan kerja yang harmonis antara pengusaha
dengan pekerja/buruh.
105
dengan modal yang telah ditanamkan dan menekan biaya produksi yang serendah-
rendahnya (termasuk upah pekerja/buruh) agar barang dan/atau jasa yang dihasilkan
dapat bersaing di pasaran. Sedangkan, bagi pekerja/buruh perusahaan adalah sumber
pengasilan dan sumber penghidupan, sehingga pekerja/buruh akan selalu berusaha
agar perusahaan dapat memberikan kesejahteraan yang lebih baik dari yang diperoleh
sebelumnya. Kedua kepentingan yang berbeda ini akan selalu mewarnai hubungan
antara pengusaha dan pekerja/buruh dalam proses produksi barang dan/atau jasa.
Perbedaan kepentingan ini harus dicarikan harmonisasi antara keduanya karena baik
pihak pekerja/buruh maupun pengusaha mempunyai tujuan yang sama yaitu
menghasilkan barang dan/atau jasa sehingga perusahaan dapat terus berjalan. Apabila
karena suatu dan lain hal perusahaan terpaksa tutup, maka yang akan mengalami
kerugian tidak hanya perusahaan, tetapi juga pekerja/buruh karena mereka akan
kehilangan pekerjaan sebagai sumber penghidupan. Dengan adanya tujuan yang sama
inilah, maka timbul hubungan yang saling bergantung antara pengusaha dengan
pekerja/buruh dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang kita kenal dengan
istilah hubungan industrial (Maimun, 2007).
106
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam satu pengertian
yang utuh dan bulat.
2. Hubungan perburuhan adalah hubungan perburuhan yang secara
keseluruhan dijiwai oleh kelima sila Pancasila yang berbunyi sebagai
berikut.
107
dan terus menerus mawas diri (mulat sarira hangrasa wani), yang
mengandung asas partnership dan tanggung jawab bersama.
1. Fungsi Pemerintah
a. Menetapkan kebijakan,
b. Memberikan pelayanan,
c. Melaksanakan pengawasan, dan
d. Melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan.
108
menjamin standar hidup minimum bagi semua, dalam mitigasi
permainan bebas kekuatan ekonomi .
2. Fungsi Pekerja/Buruh
109
4. Buruh kasar-biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga
otot dalam bekerja (R. Joni Bambang S., 2013).
Istilah buruh dalam bahasa Inggris adalah labour. Pengertian asli buruh
adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah.
Hampir sama dengan makna ini adalah pengertian yang diberikan oleh W.
J. S. Poerwardarminta. Ia memberikan makna buruh sebagai orang yang
bekerja dengan mendapat upah. Menurut Oxford Advanced Learner’s
Dictionary, Labour adalah workers, especially those who work with their
hands. Secara umum buruh adalah orang yang bekerja dengan menerima
upah. Jika makna istilah “tenaga kerja”, “pekerja”, dan “buruh”
dibandingkan dan dianalisis tanpa memperhatikan hukum positif, akan
diperoleh kesimpulan bahwa tenaga kerja mencakup pekerja, sedangkan
pekerja mencakup buruh. Seorang pekerja adalah tenaga kerja, meskipun
tenaga kerja belum tentu pekerja (Abdul Rachmad Budiono, 2009). Tenaga
kerja yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barangdan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun masyarakat.
110
3. menyalurkan aspirasi secara demokratis,
4. mengembangkan keterampilan, dan keahliannya, serta
5. ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan
anggota beserta keluarganya.
c. Fungsi Pengusaha
1. Menciptakan kemitraan,
2. Mengembangkan usaha,
111
3. Memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan buruh
secara terbuka, demokratis dan berkeadilan.
Istilah lain yang hampir sama (identik) dengan kata landasan adalah kata dasar
(basic). Kata dasar adalah awal, permulaan atau titik tolak segala sesuatu. Pengertian
dasar, sebenarnya lebih dekat pada referensi pokok (basic reference) dari
pengembangan sesuatu. Jadi, kata dasar lebih luas pengertian dari kata fondasi atau
landasan. Karena itu, kata fondasi atau landasan dengan kata dasar (basic reference)
merupakan dua hal yang berbeda wujudnya, tetapi sangat erat hubungannya (Sanusi
Uwes, 2001: 8). Maka, setiap ilmu yang berhubungan dan berkenaan dengan
pelaksanaan pendidikan, merupakan hasil dari pemikiran tentang alam atau manusia.
Oleh karenanya, ilmu-ilmu itu dapat dikatakan sebagai fondasi atau dasar pendidikan
(Sunasi Uwes, 2001: 8). Jadi, dilihat dari pengertian tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa landasan adalah fondasi atau dasar tempat berpijaknya sesuatu.
112
dikarenakan ketika asas hukum menjadi tolak ukur peraturan hukum dan asas
mengandung makna nilai-nilai yang hidup. Asas hukum berfungsi sebagai pondasi
yang memberikan arah, tujuan serta penilaian fundamental, mengandung nilai-nilai
dan tuntutan-tuntutan etis. Bahkan dalam satu mata rantai sistem, asas, norma, dan
tujuan hukum berfungsi sebagai pedoman dan ukuran atau kriteria bagi pelaku
manusia.
Melalui asas hukum, norma hukum berubah sifatnya menjadi bagian atau
tatanan etis yang sesuai dengan nilai kemasyarakatan. Pemahaman tentang
keberadaan suatu norma hukum dapat ditelusuri daro ratio legis-nya. Meskipun asas
hukum bukan norma hukum, namun tidak ada norma hukum yang dapat dipahami
tanpa mengetahui asas-asas hukum yang terdapat di dalamnya.
Peraturan hukum yang kongkret itu dapat diterapkan secara langsung pada
peristiwanya, maka asas hukum diterapkan secara tidak langsung. Untuk
menemukan asas hukum di cari sifat-sifat umum dalam norma yang kongkrit, dalam
arti mencari kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam peraturan dimaksud.
1. Asas Manfaat, artinya segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan kesejahteraan
rakyat.
2. Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan, artinya usaha mencapai cita-cita
dan aspirasi bangsa harus merupakan usaha bersama seluruh rakyat yang
dilakukan secara gotong royong dan kekeluargaan.
3. Asas Demokrasi, artinya didalam menyelesaikan masalah-masalah
Nasional ditempuh dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Asas Adil dan Merata, artinya bahwa hasil yang dicapai dalam
pembangunan harus dapat dinikmati secara adil dan merata sesuai darma
baktinya.
5. Asas Perikehidupan dan Keseimbangan, artinya harus diseimbangkan
antara kepentingan-kepentingan dunia dan akherat, amterial dan spiritual,
jiwa dan raga, individu dan masyarakat, dan lain-lain.
6. Asas Kesadaran Hukum, setiap warga negara harus taat dan sadar pada
hukum dan mewajibkan negara menegakkan hukum
7. Asas Kepercayaan Pada Diri Sendiri, pembangunan berdasarkan pada
kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan
113
pada kepribadian bangsa.
Asas kekeluargaan dan gotong royong itu harus terjalin kerja sama yang
sebaik-baiknya dalam keharmonisan kerja dan lingkungan kerja, karena pada
hakikatnya:
114
mencerminkan persatuan serta kesatuan nasional, serta sifat kegotongroyongan,
harga menghargai, tenggang rasa, keterbukaan, bantu membantu dan mampu
mengendalikan diri.
Selain dari itu sikap sosial diperlukan juga sikap mental, dimana para pelaku
Hubungan Industrial Pancasila antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya
bersikap sebagai teman seperjuangan atau mitra kerja yang saling menghormati dan
saling mengerti kedudukan serta perananya dan sama-sama memahami hak dan
kewajiban di dalam keseluruhan proses produksi. Pihak pemerintah dalam hal ini,
menempati posisi dan menjalankan peranan sebagai pengasuh, pembimibing,
pelindung dan pendamai, secara singkatnya berperan sebagai pengayom dan
pamong bagi semua pihak yang terkait.
Serikat pekerja bukan saja merupakan lembaga penyalur aspirasi para kerja
dengan hak-haknya yaitu, hak berorganisasi, hak secara kolektif untuk menyatakan
pendirian dan atau pendapat mengenai segala masalah yang menyangkut kondisi
kerja, hak untuk mengadakan perjanjian kerja bersama dan hak perlindungan
lainnya. Akan tetapi juga memiliki kewajiban untuk membimbing pekerja yang
merupakan anggota-anggotanya untuk selalu berperanserta dalam tugas-tugas
pembangunan nasional.
115
bekerja sama, dapat bersaing secara positif, mampu berbagi pada yang lain, memiliki
hasrat terhadap penerimaan sosial, bergantung secara positif pada orang lain, dan
memiliki sikap kelekatan (attachment behavior) yang baik (Lydia, 2012: 99).
Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap sosial adalah interaksi dengan
orang lain, sehingga dapat membentuk suatu perilaku atau perbuatan yang membuat
orang dapat saling bekerja sama. Sikap sosial sangat erat kaitannya dengan perilaku
atau perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari, dengan mengetahui sikap
seserang, oranglain akan menduga dan mengamati bagaimana sikap yang diambil oeh
orang yang bersangkutan terhadap suatu masalah yang dihadapkan pada dirinya.
Sikap mental yang terkendali terpuji akan dapat menumbuhkan kualitas sumber daya
manusia yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas manajemen.
Sikap sosial yakni sikap untuk mencerminkan persatuan dan kesatuan nasional,
gotong-royong, toleransi, tenggang rasa, terbuka, bantu membantu dan mampu
mengendalikan diri. Sedangkan sikap mental yang dimaksud antara lain saling
menghormati, saling mengerti kedudukan dan peranannya, saling memahami hak dan
kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Sikap mental pekerja yakni :
Sikap mental TRI DHARMA yang berarti :
116
secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, keahlian serta ikut memajukan
perusahaan dan memperjuangkan kesejah-teraan keluarganya.
1. Serikat Pekerja.
2. Organisasi Pengusaha.
3. Lembaga Kerjasama Bipartit.( di tingkat perusahaan)
4. Lembaga Kerjasama Tripartit. (di tingkat nasional, privinsi,
kabupaten/kota)
5. Peraturan Perusahaan.
6. Perjanjian Kerja Bersama.
7. Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan.
8. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Telah dikemukakan bahwa hubungan hukum tercermin pada hak dan kewajiban
yang diberikan oleh hukum. Hukum harus dibedakan dari hak dan kewajiban, yang
timbul kalau hukum itu diterapkan terhadap peristiwa konkret. Tetapi kedua-duanya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru
117
menjadi kenyataan apabila kepada subyek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban.
Pekerja atau buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang
bekerja didalam hubungan kerja, dibawah perintah pemberi kerja (perseorangan,
pengusaha, badan hukum) dan atas jasanya dalam bekerja yang bersangkutan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lainnya. Tenaga kerja disebut sebagai
pekerja atau buruh bila melakukan pekerjaan didalam hubungan kerja dan dibawah
perintah orang lain dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Tenaga kerja yang bekerja dibawah pimpinan orang lain dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain tetapi tidak dalam hubungan kerja misalnya tukang
semir sepatu atau tukang potong rambut, bukan merupakan pekerja atau buruh.
Tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku
(aktor) dalam pelaksanaan pembangunan, kiranya perlu meningkatkan kualitas tenaga
kerja Indonesia dan kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan
kepentingannya sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Istilah pekerja dan buruh
secara yuridis sebenarnya adalah sama dan tidak ada perbedaan diantara keduanya.
Kedua kata tersebut dipergunakan dan digabungkan menjadi ‘pekerja atau buruh”
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk
menyesuaikan dengan istilah “serikat pekerja atau serikat buruh” yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh.
UndangUndang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 3
pengertian pekerja atau buruh adalah “Setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
118
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha adalah orang
perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri. Pengusaha juga orang perseorangan, persekutuan atau
badan hokum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya. Dan pengusaha juga diartikan perseorangan, persekutuan atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan
diluar wilayah Indonesia.
119
Pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan untuk turut
serta melindungi pihak yang lemah pekerja/buruh) dari kekuasaan pengusaha,
guna menempatkan pada kedudukan yang layak sesuai harkat martabat
manusia. Pada hakikatnya hukum kerja dengan semua peraturan
perundangudnangan bertujuan melaksanakan keadilan sosial dengan
memberikan perlindungan kepada buruh terhadap kekuasaan pengusaha,
dengan sifat pertauran yang memaksa dan memberikan sanksi tegas kepada
pengusaha yang melanggar. Dengan sifatnya yang memaksa ikut campur
pemerintah, membuat hukum kerja menjadi hukum publik dan privat
sekaligus. Ada beberapa dasar hukum, yang menjadikan seseorang dapat aktif
berserikat tanpa perasaan takut atau dibatasi oleh pihak manajemen atau
pihak-pihak lain. Dasar Hukum Serikat Pekerja yakni:
120
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi dan jasa yang meliputi
pengusaha, pekerja dan pemerintah. Sebagai perwakilan buruh/pekerja maka
serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi:
Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang
yang telah ada sejak lahir, bahkan dari dalam kandungan sekalipun.
Hakhak pekerja/buruh selalu melekat pada setiap orang yang bekerja
dengan menerima gaji. Karena pekerjaannya dibawah perintah orang
pemberi kerja maka seorang pekerja perlu memperoleh jaminan
perlindungan dari tindakan yang sewenang-wenang dari orang yang
membayar gajinya. Hak pekerja/buruh tersebut muncul secara bersamaan
121
ketika sipekerja/buruh mengikat dirinya pada si majikan untuk melakukan
suatu pekerjaan. Beberapa hak-hak pekerja sebagai berikut: Hak atas
upah, Hak untuk mendapatkan cuti tahunan dan dapat dijalankan sesuai
dengan aturan yang berlaku, Hak untuk mendapatkan kesamaan derajat
dimuka hukum, Hak utuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya masing-masing, dan Hak untuk mengemukakan pendapat.
Hak–hak pekerja ini hanya ada sewaktu seseorang menjadi pekerja, hak
ini melekat pada mereka yang bekerja.
122
perusahaan;
3. Kewajiban loyalitas, loyalitas pekerja terhadap organisasi
memiliki makna kesediaan pekerja untuk melanggengkan
hubungan dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan
kepentingan ppribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan
pekerja/buruh untuk mempertahankan diri bekerja dalam
organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen
pekerja terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat
diupayakan bila pekerja merasakan adanya keamanan dan
kepuasan didalam organisasi tempat si pekerja bergabung untuk
bekerja.
4. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan
memperjuangkan kepentingannya;
5. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan
keluarganya;
6. Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada
anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.
1. Dasar Hukum
2. Pengertian Bipartit
123
Lembaga Kerjasama Bipartit atau disingkat LKS Bipartit adalah forum
komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan
industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat
pekerja/ serikat buruh yang sudah tercatat di Instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.
4. Manfaat Bipartit
Fungsi :
Tugas :
124
b. Mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/buruh
dalam rangka mencegah terjadinya permasalahan hubungan industrial di
perusahaan.
c. Menyampaikan saran. pertimbangan, dan pendapat kepada pengusaha,
pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka
penetapan dan pelaksanaan kebijakan perusahaan.
a. LKS Bipartit dibentuk oleh unsur pengusaha dan unsur pekerja/ buruh.
b. LKS Bipartit dapat dibentuk di setiap cabang perusahaan.
c. Pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil
pekerja/buruh melaksanakan pertemuan untuk membentuk, menunjuk
dan menetapkan anggota LKS Bipartit di perusahaan.
d. Anggota menyepakati dan menetapkan susunan pengurus LKS
Bipartit.
e. Pembentukan dan susunan pengurus LKS Bipartit dituangkan dalam
Berita Acara yang ditandatangani oleh pengusaha dan wakil serikat
buruh atau wakil pekerja/buruh di perusahaan.
125
a. Unsur Pengusaha
a. Saran.
b. Rekomendasi.
126
c. Memorandum Kepada pimpinan/manajemen perusahaan.
1. Meninggal Dunia;
2. Mutasi atau keluar dari perusahaan;
3. Mengundurkan diri sebagai anggota lembaga;
4. Diganti atas usul dari unsur yang diwakilinya;
5. Sebab-sebab lainnya yang menghalangi tugas-tugas dalam
kepengurusan lembaga.
127
Lembaga Kerja Sama Tripartit memberikan pertimbangan, saran dan pendapat
kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan
masalah ketenagakerjaan.
Ketentuan Pasal 12 :Pasal 12 (1) Untuk dapat diangkat dalam keanggotaan LKS
Tripartit Nasional, calon anggota harus memenuhi persyaratan:
128
perangkat pemerintah propinsi, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat
buruh. Pasal 25 Susunan keanggotaan LKS Tripartit Propinsi terdiri dari:
Pasal 26 (1) Jumlah seluruh anggota dalam susunan keanggotaan LKS Tripartit
Propinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, paling banyak 27 (dua puluh tujuh)
orang yang penetapannya dilakukan dengan memperhatikan komposisi keterwakilan
unsur perangkat pemerintah propinsi, organisasi pengusaha, dan serikat
pekerja/serikat buruh masing-masing paling banyak 9 (sembilan) orang.
(3) Dalam hal salah satu unsur atau lebih tidak dapat memenuhi kesamaan
jumlah keanggotaan dengan unsur lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka
ketentuan komposisi keterwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
Lebih dari dua dekade, perkembangan teori yang terjadi dalam memahami
hubungan antarkaryawan dan hubungan sosial di tempat kerja dapat dicatat bahwa
hubungan industrial lebih didasarkan pada analisis ekonomi. Kontrak antarkaryawan
dipandang sebagai hubungan pertukaran ekonomi. Permasalahan yang sering kali
muncul adalah mengubah kemampuan kerja karyawan menjadi ketepatan dalam
kualitas dan kuantitas output. Penelitian mengenai hubungan industrial didasarkan
pada teori biaya transaksi, kontrak, atau teori keagenan prinsipal. Alasan dasar
pendekatan biaya transaksi adalah catatan bahwa transaksi ekonomi termasuk
perumusan dan implementasi kontrak antar karyawan memerlukan biaya. Biaya
129
transaksi menunjukkan biaya yang bersifat finansial maupun nonfinansial yang
berhubungan dengan model kontrak dan mencakup biaya koordinasi dan motivasi
karyawan, biaya memonitor perilaku karyawan, dan biaya menegakkan dan
menjalankan kontrak.
Ada empat proses utama yang terlibat dalam kesepakatan atau perundingan
bersama, yaitu pengorganisasian, negosiasi, penyelesaian yang sama atau adil, dan
kontrak administrasi. Selain itu, dalam berbagai studi tersebut digunakan berbagai
unit analisis. Pada tingkat individual, baik perilaku maupun sikap dapat diukur.
Selanjutnya, ada dua perspektif yang lazim dipakai untuk melihat hubungan
antarpelaku hubungan industrial, yaitu: perspektif fungsional dan perspektif konflik
(Batubara, 2008). Para ahli penganut perspektif fungsional melihat masyarakat
sebagai organisme hidup, sehingga bagian satu dengan yang lain saling terkait.
Masyarakat terdiri dari struktur dan dinamikanya. Adanya kesamaan yang khusus
antara sistem biologis dengan sistem sosial, yaitu persamaan dari perbandingan
bahwa setiap bagian tubuh mempunyai fungsi, begitu juga dalam masyarakat tiap-
tiap bagian ada fungsi dan tujuannya. Apabila pandangan ini dipakai untuk politik
maka dapat dikatakan bahwa kehidupan politik merupakan suatu sistem dengan
berbagai komponen politik yang melakukan fungsi-fungsi tertentu, dan satu fungsi
dengan fungsi yang lain saling terkait sehingga dapat dilihat sebagai satu kesatuan.
Di dalam sistem politik ada komponen yang melakukan fungsi tertentu secara
terus-menerus sehingga melahirkan struktur. Selain perspektif fungsional,
pandangan lain adalah perspektif konflik. Perspektif konflik menyatakan bahwa
perspektif fungsional tidak akan mampu mengatasi keseluruhan fenomena sosial.
Pendekatan perspektif fungsional lebih merupakan suatu pendekatan utopia
ketimbang realitas. Perspektif konflik berpendapat bahwa masyarakat bersisi ganda,
130
memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. Oleh karena itu, perspektif konflik
digunakan dalam memahami fenomena sosial secara lebih baik. Selanjutnya, ada
dua landasan atau pendekatan hubungan industrial, yaitu pendekatan dari perspektif
kesatuan dan perspektif konflik antarkelas.
131
hubungan industrial yang menjadi sorotan adalah bagaimana konflik kepentingan itu
dapat diselesaikan. Kalau ada konflik, berarti akan ada penggunaan kekuasaan yang
dimiliki oleh suatu organisasi. Ruang lingkup hubungan industrial secara umum
merupakan hubungan antara pekerja dan pengusaha dengan berbagai permasalahan,
seperti ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Ruang lingkup tersebut dibedakan
menjadi dua, yaitu pemasaran tenaga kerja dan pengelolaan tenaga kerja.
Pendekatan biaya transaksi membuat sejumlah asumsi mengenai perilaku karyawan
dan lingkungan ekonomi.
Ada dua asumsi perilaku yang penting, yaitu rasionalitas yang terbatas dan
paham oportunis. Keterbatasan rasionalitas menunjukkan adanya keterbatasan
pandangan individu sehingga individu tidak dapat memproses informasi yang tidak
terbatas dan tidak mampu mengomunikasikan informasi tersebut kepada orang lain
dengan sempurna. Selain itu, individu juga memiliki sifat menjadi seorang yang
oportunis, sehingga individu cenderung memiliki kepentingan sendiri yang berbeda-
beda. Keterbatasan rasionalitas individu, kompleksitas, dan ketidakpastian
lingkungan ekonomi menunjukkan bahwa kontrak karyawan yang detail dan
komprehensif tersebut tidak layak. Sementara itu, perilaku oportunis muncul ketika
karyawan memiliki tingkat tawar-menawar dalam keahlian khusus. Konsep
kerangka kerja hubungan industrial mendorong pengembangan tipologi dengan tiga
level kegiatan hubungan industrial, yaitu level strategi, kebijakan, dan tempat kerja.
132
2. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial
133
buruh, karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, dan Perselisihan antar serikat serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Berdasarkan pengertian
Perselisihan Hubungan Industrial tersebut, maka dalam Pasal 1 angka 2
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan
Industrialmembagi jenis Perselisihan Hubungan Industrial menjadi :
134
diluar Pengadilan Hubungan Industrial (non litigasi) dan penyelesaian melalui
Pengadilan Hubungan Industrial (litigasi). Penyelesaian perselisihan diluar
Pengadilan Hubungan Industrial (non litigasi) meliputi empat cara, yaitu :
135
c. Penyelesaian melalui Konsiliasi
136
Pada prinsipnya penyelesaian hubungan industrial dilakukan dengan
musyawarah untuk mencapai muufakat dan berunding bersama antara
pekerja/buruh dan pengusaha yang terlibat, baik secara bipartite maupun
diperantarai oleh pihak ketiga yang bersifat netral maupun tidak (non litigasi).
Hal ini dikeranakan penyelesaian perselisihan hubungan preindustrial diluar
pengadilan hubungan industrial jauh lebih menguntungkan kedua belah pihak
dan menekan biaya serta menghemat waktu.
137
Mediasi Hubungan Industrial
138
kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri setempat. Namun, dalam hal tidak tercapai kesepakatanmelalui mediasi
berdasarkan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka :
Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai
pelaku dan tujuan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan jaman
banyak perusahaanperusahaan yang mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena
adanya berbagai konflik antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam suatu
perusahaan. Selain masalah besarnya upah, dan masalah-masalah terkait lainnya.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan konflik internal yang terjadi dalam
interaksi antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Pekerja/buruh yang di PHK
mencurigai atasan menekan haknya untuk mendapat uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagai kompensasi PHK.
139
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Untuk itulah sangat diperlukan adanya
perlindungan tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh
dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
1. Pengertian PHK
140
terjadinya terutama bagi pekerja/buruh manjadi kehilangan mata pencaharian. Oleh
karena itu, untuk membantu mengurangi beban pekerja/buruh yang di PHK, maka
peraturan perundang-undangan mengharuskan untuk memberikan hak-hak pekerja
berupa uang pesangon, uang jasa, dan uang ganti kerugian,sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Hak pekerja yang melakukan kesalahan berat ini adalah : berhak atas uang
penggantian hak yang diatur dalam Pasal 156 ayat (4).
141
perjanjian kerja bersama setelah ada peringatan pertama, kedua dan ketiga
secara berturut- turut.
2. Surat peringatan tersebut berlaku minimal 6 bulan kecuali ditetapkan lain
(Pasal 161 ayat (2)).
1. Berhak atas uang pesangon sebesar satu kali sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (2).
2. Berhak atas uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3).
3. Berhak uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Telah dijelaskan bahwa menurut ketentuan PHK dapat diberikan pada pekerja
bila ada penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(Pasal 151 ayat (3). Apabila PHK tadi tanpa penetapan dari Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial,
Maka akan batal demi hukum (Pasal 155 ayat (1). Apabila putusan Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum ditetapkan, maka pengusaha
dan pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (Pasal 155 ayat (2)).
142
3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agama (naik haji).
4. Pekerja menikah.
5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, menyusui
bayinya.
6. Pekerja punya pertalian darah/ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya
dalam satu perusahaan.
7. Pekerja mendirikan/menjadi anggota/pengurus Serikat Pekerja dalam satu
perusahaan.
8. Pengaduan pekerja pada yang berwajib karena pengusaha melakukan
tindakan pidana kejahatan.
9. Perbedaan paham, agama, aliran, suku, golongan, jenis kelamin, kondisi
phisik, status perkawinan dengan pengusaha.
10. Pekerja cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja.
PHK yang dilakukan dengan alasan-alasan tersebut di atas batal demi hukum
dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja yang bersangkutan (Pasal 153 ayat (2).
Menurut ketentuan Pasal 154, PHK tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dapat terjadi bila :
143
pekerjaannya dan pengusaha membayar upah
Menurut Lalu Husni dalam bukunya menyebutkan bahwa ada beberapa jenis
Pemutusan Kerja (PHK), yaitu :
144
c. PHK putus demi hukum
d. PHK oleh pengadilan
145
a. Cuti tahunan yang belum diambil/belum gugur.
b. Biaya/ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana
pekerja diterima bekerja.
c. Penggantian rumah, pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat.
d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
a. Upah pokok
b. Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan
pada pekerja dan keluarganya. (tunjangan jabatan, tunjangan suami
atau istri dan anak).
c. Harga dari jatah/ catu yang diberikan secara cuma-cuma.
146
PHK dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
a. Pasal 163 Menetapkan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK bila terjadi
perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan
perusahaan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. Hak
pekerja adalah uang pesangon sebesar satu kali upah sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali upah sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
b. Pasal 164 ayat (1) Menetapkan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK
karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2
tahun/karena keadaan memaksa.
a. Hak pekerja adalah uang pesangon seesar 1 kali upah sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali upah sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3); uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4).
b. Pasal 164 ayat (3) Jika perusahaan melakukan effisiensi, hak pekerja
adalah uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
c. Pasal 165Menetapkan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK terhadap
pekerja karena perusahaan pailit.
Hak pekerja adalah uang pesangon sebesar 2 kali upah sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali upah sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
a. Pasal 166 Menetapkan jika pekerja meninggal dunia ahli warisnya berhak 2
kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan.
b. Pasal 167 Menetapkan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK terhadap
pekerja karena pekerja memasuki usia pensiun dan pekerja diikutkan pada
program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha. Pekerja
tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak.
c. Pasal 168 ayat (1) Menetapkan bahwa jika pekerja mangkir selama 5 hari
atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan tertulis dan telah dipanggil
pengusaha selama 2 kali secara patut dan tertulis, pekerja dapat di PHK
karena dikualifikasikan mengundurkan diri. Pekerja berhak uang
penggantian hak sesuai dengan ketentuan.
d. Pasal 169 ayat (1) Menetapkan bahwa pekerja dapat mengajukan permo-
147
honan PHK kepada Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial jika
pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :
Pekerja berhak mendapatkan pesangon 2 kali upah sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali upah dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan.
148
5. Mengurangi hari kerja.
6. Meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir untuk sementara
waktu.
7. Tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa
kontraknya.
8. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
Bagi pekerja/buruh, PHK merupakan suatu hal yang sangat ditakuti, karena
akan berdampak langsung pada diri pekerja itu sendiri, karena sumber
penghasilan bagi pekerja itu secara otomatis akan terputus, dan mengancam
kelangsungan hidup keluarga pekerja/buruh itu sendiri. Sedangkan bagi
pengusaha, PHK berarti kehilangan pekerja/buruh yang selama ini telah dididik
dan memahami prosedur kerja perusahaan. Oleh karena itu, apabila suatu
perselisihan terjadi antara pengusaha dengan pekerja maka tindakan PHK
adalah pilihan terakhir dalam mengatasi masalah tersebut. Sehubungan dengan
itu, sebelum dilakukan PHK harus diupayakan pencegahan. Adapun bentuk
pencegahannya adalah :
Dari beberapa definisi pembinaan di atas, jelas bagi kita maksud dari
pembinaan itu sendiri bermuara pada adanya perubahan ke arah yang lebih
149
baik dari sebelumnya, yang diawali dengan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan
suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan yaitu hasil yang lebih baik.
b. Merumahkan pekerja
150
5. Mengurangi hari kerja;
6. Meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir;
7. Tidak memperpanjang kontrak kerja bagi pekerja yang sudah
habis masa kontraknya;
BAB VI
BERBAGAI DISIPLIN ILMU YANG
BERPENGARUH PADA KONSEP HUBUNGAN
INDUSTRIAL
Sumber daya manusia sebagai Salah satu pembawa perubahan akibat sistem
perekonomian terbuka merupakan unsur yang cukup berperan atas keberhasilan suatu
organisasi. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan
perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi,
maka laju roda akan berjalan kencang dan pada akhirnya akan menghasilkan kinerja
dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Namun sebaliknya, jika karyawan bekerja
tidak produktif dan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam
bekerja dan memiliki moril yang rendah maka dapat menurunkan performa
perusahaan. Kinerja karyawan ditentukan oleh seberapa baik pengetahuan yang
dimiliki karyawan. Lebih lanjut untuk menghasilkan kinerja yang baik, maka
perusahaan membutuhkan sistem yang baik pula. Sistem ini bukan hanya peraturan
151
atau standar yang ada melainkan juga melibatkan pihak-pihak yang terkait langsung
yaitu sumber daya manusia.
152
Pihak yang berkepentingan dalam setiap perusahaan (stakeholders):
1. Pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak
manajemen
2. Para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
3. Supplier atau perusahaan pemasok
4. Konsumen atau para pengguna produk/jasa
5. Perusahaan Pengguna
6. Masyarakat sekitar
7. Pemerintah
Di antara ketujuh pihak yang berkepentingan ini, ada tiga pihak yang
memegang peranan utama dalam hubungan industrial. Ketiga pihak ini adalah
pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja. Pemerintah dalam hal ini berperan
sebagai pembuat kebijakan-kebijakan mengenai hubungan pekerja dan pemberi
kerja dalam lingkup nasional maupun lokal/daerah. Hal ini ditujukan agar tidak
terjadi konflik antara pekerja dan pemberi kerja. Misalnya adanya ketetapan upah
minimum regional (UMR) dan upah minimum kota (UMK). UMR dan UMK ini
mencegah terjadinya eksploitasi pekerja oleh pemberi kerja. Sehingga dapat tercipta
suasana kerja yang adil bagi kedua belah pihak.
153
dikatakan bahwa manajemensumber daya manusia merupakan penjelmaan kerangka
keseragaman ataukesatuan (unitary) baik dalam perasaan legitimasi otoritas
manajerial dandalam penggambaran perusahaan sebagai tim dengan karyawan
yangmemiliki komitmen untuk bekerja dengan manajer untuk
mendapatkankeuntungan.
154
Sasaran keempat berhubungan dengan integrasi manajemen sumber daya
manusia dengan strategi bisnis organisasi. Kebijakan manajemen sumber daya
manusia diharapkan sesuai dengan strategi bisnis tersebut, sehingga organisasi
mampu mencapai keunggulan bersaing menggunakan sumber daya manusia yang
ada. Manajemen sumber daya manusia dikarakteristikkan secara individualistis,
bukan menggunakan pendekatan perserikatan, dan pengaturan kerja.
155
Hubungan industrial membangun seputar serikat pekerja dan formalisasi prosedur
kesepakatan bersama dan peraturan bersama. Apabila pencapaian komitmen
organisasional merupakan sasaran manajemen sumber daya manusia, maka serikat
pekerja dan kesepakatan bilateral dari peran hubungan antarkaryawan bukan
merupakan parameter kebijakan manajemen sumber dayamanusia.
156
Selanjutnya, ada tiga pendekatan berbeda yang dilakukan perserikatan dalam
manajemen sumber daya manusia.
1. Tanggapan pendamaian dan konsesi atau kelonggaran;
2. Pendekatan prosedural yang menekankan pada perluasan peran
kesepakatan bersama; dan
3. Tanggapan tempat kerja yang dilokalisasi secara aktif.
Manajemen sumber daya manusia berisi sejumlah elemen atau dimensi penting,
yaitu pendekatan strategik dalam pengelolaan orang dan pengintegrasian kebijakan
sumber daya manusia dengan strategi bisnis secara keseluruhan, fokus pada
pencapaian komitmen organisasional dan seperangkat nilai, dan pergeseran dari
hubungan manajemen dengan serikat pekerja ke hubungan manajemen dengan
karyawan.
Istilah strategi berasal dari kata Yunani strategeia (stratus = militer dan ag =
memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi jenderal. Konsep ini relevan
dengan situasi pada zaman dulu yang sering diwarnai perang, dimana jenderal
dibutuhkan untuk memimpin suatu angkatan perang agar dapat selalu memenangkan
perang.Konsep strategi militer seringkali diadaptasi dan diterapkan dalam dunia
bisnis, strategi menggambarkan arah bisnis yang mengikuti lingkungan yang dipilih
dan merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumber daya dan usaha suatu
organisasi. Menurut Jain setiap organisasi membutuhkan strategi manakala
menghadapi situasi berikut:
1. Sumber daya yang dimiliki terbatas.
157
2. Ada ketidakpastian mengenai kekuatan bersaing organisasi.
3. Komitmen terhadap sumber daya tidak dapat diubah lagi.
4. Keputusan-keputusan harus dikoordinasikan antar bagian sepanjang waktu.
5. Ada ketidakpastian mengenai pengendalian inisiatif.
Menurut Porter yang menyatakan bahwa “strategi adalah alat yang sangat
penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Menurut Stephanie K. Marrus yang
menyatakan bahwa “strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak
yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara
atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai”.
158
Salah satu wujud manejemen hubungan industrial di setiap perusahaan
adalah merumuskan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang
memuat hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha.
Yang mana hal tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan yang obyektif ketika
terjadi perselisihan antar pihak. Hak pekerja merupakan tanggung jawab
perusahaan dan kewajiban pekerja merupakan kewenangan perusahaan untuk
mengaturnya. Demikian pula sebaliknya, hak perusahaan adalah kewajiban pekerja,
yaitu melakukan pekerjaan sesuai dengan penugasan pimpinan perusahaan
menurut disiplin kerja dan waktu kerja yang diatur perusahaan. Sedangkan kewajiban
perusahaan adalah hak pekerja, dalam hal ini untuk memperoleh upah, tunjangan dan
jaminan sosial lainnya,waktu istirahat, cuti, serta memperjuangkan haknya secara
langsung maupun tidak langsung melalui serikat pekerja.
159
mengendalikan kinerja karyawan. Strategi pertama adalah pengendalian langsung
yang dilakukan dengan supervisi ketat dan meminimalkan penyimpangan industrial.
Strategi kedua adalah otonomi tanggung jawab yaitu memanfaatkan kemampuan
beradaptasi karyawan dengan memberikan peluang dan mendorong mereka
beradaptasi terhadap situasi yang berubah. Penggunaan sistem pengendalian langsung
tergantung pada pengetahuan tentang proses transformasi (dari input hingga menjadi
output) secara lengkap yang dimiliki manajer dan kemampuan menyusun standar
kinerja dan mengukur output karyawan. Namun demikian, yang lebih penting adalah
mengendalikan perilaku karyawan.
160
daya organisasional, bila disusun dengan baik akan memberikan kontribusi langsung
dan signifikan secara ekonomis terhadap kinerja perusahaan. Dalam teori berdasar
sumber daya dinyatakan bahwa sumber daya manusia dapat menyediakan sumber
untuk mempertahankan keunggulan bersaing berdasarkan empat persyaratan yang
dipenuhi.
1. Sumber daya manusia harus menambah nilai terhadap proses produksi
perusahaan. Hal ini ada pada level kinerja individual.
2. Keahlian yang dicari perusahaan harus jarang atau langka.
3. Kombinasi investasi modal sumber daya manusia tidak dengan mudah
dapat ditiru.
4. Sumber daya manusia tidak harus menjadi subyek dalam penggantian
kemajuan teknologi atau penggantian lainnya karena merupakan sumber
keunggulan bersaing.
Kontribusi dari karyawan yang ahli dan memiliki motivasi akan dibatasi jika
pekerjaan terstruktur atau terprogram, sehingga karyawan yang mengetahui
pekerjaannya lebih baik dari yang lain tidak mempunyai kesempatan untuk
menggunakan keahlian dan kemampuannya untuk mendesain cara yang baru yang
lebih baik dengan pembentukan perannya. Praktik-praktik manajemen sumber daya
manusia juga dapat mempengaruhi kinerja perusahaan melalui ketentuan struktur
organisasi yang mendorong partisipasi antarkaryawan dan mengizinkan mereka untuk
memperbaikibagaimana pekerjaannya dibentuk. Contoh dari struktur ini adalah tim
lintas fungsi, rotasi pekerjaan, dan gugus kendali mutu.
Sementara itu, dari penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa ada beberapa hal
yang mempengaruhi perputaran kerja atau yang dapat memprediksi perputaran kerja.
Faktor tersebut antara lain persepsi terhadap keamanan kerja, kehadiran serikat kerja,
kepuasan kerja, senioritas kerja, variabel demografis seperti umur, jenis kelamin,
pendidikan, banyaknya tanggungan, komitmen organisasional, apakah pekerjaan
memenuhi harapan individu, perhatian terhadap pekerjaan lain, intervensi pengayaan
pekerjaan, dan peninjauan pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi produktivitas
adalah biaya yang lebih rendah, produktivitas yang lebih tinggi, dan jam kerja
karyawan.
Selain itu, ada beberapa faktor lain yang juga berpengaruh bagi produktivitas,
yaitu pelatihan, penyusunan tujuan/sasaran, desain sistem sosial dan teknik, dan
perputaran kerja karyawan. Youndt et al., (1996) menjelaskan hubungan antara
manajemen sumber daya manusia, strategi manufaktur, dan kinerja, sehingga perlu
terlebih dahulu pemahaman dua pendekatan atau teori mengenai hal tersebut, yaitu
pendekatan universal dan pendekatan kontingensi atau situasional.
161
1. Pendekatan Universal
Pendekatan ini berfokus pada titik tekan pada seorang pemimpin saja atau
dalam hal ini yang memimpin suatu organisasi atau kelompok. Pemimpin dalam
hal ini dilihat dari konteks orang besar dalam artian tunggal atau alamiah. Teori
tentang orang besar pun berpendapat bahwa sejarah diciptakan dari orang-orang
besar. Misalnya Napoleon, Caesar, Jenne d’Arc dan sebagainya. Pendekatan ini
pada intinya menempatkan dirinya (pemimpin) itu sebagai seorang yang
memiliki pancaran orang besar, namun pendekatan ini memiliki kekurangan
karena melepaskan sosok pemimpin dari lingkungannya (Pengikut dan
situasi/kondisi suatu organisasi).
162
dan kemampuan karyawan. Peningkatan produktivitas yang diturunkan dari
investasi modal sumber daya manusia tergantung pada kontribusi karyawan
terhadap perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar potensi kontribusi
karyawan bagi perusahaan maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan
akan menginvestasikannya dalam modal sumber daya manusia, dan investasi ini
akan meningkatkan produktivitas dan kinerja perusahaan. Teori modal sumber
daya manusia juga menyatakan bahwa praktik-praktik sumber daya manusia
dapat secara langsung berpengaruh bagi kinerja perusahaan.
2. Pendekatan Situasional
163
kepemimpinan Dalam implementasinya, pendekatan yang dilakukan akan
berdampak positif dan bersifat tepat sasaran. Walaupun organisasi
menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Disarankan agar manajer
memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana
menyelesaikan tugas-tugas itu, tanpa mengurangi intensitas hubungan sosial
dan komunikasi antara atasan dan bawahan. Komunikasi dua arah menuntut
keahlian manajemen puncak mencerna informasi yang disampaikan para
manajer dan karyawan, terutama keluh kesah mereka (bottom-up) dan keahlian
menyampaikan informasi dari pucuk pimpinan perusahaan ke seluruh manajer
dan karyawan (top-down).Sementara itu, komunikasi tatap muka menuntut
manajemen puncak meluangkan waktu berkunjung ke lokasi kerja manajer dan
karyawan. Kunjungan ini sangat bermanfaat bagi kelancaran komunikasi dua
arah, serta memompa semangat kerja manajer dan karyawan. ditentukan tidak
oleh sifat kepribadian individu-individu, melainkan oleh persyaratan situasi
sosial.
164
manusia dengan strategi untuk kinerja yang lebih baik. Organisasi dapat
menciptakan nilai pelanggan melalui pengurangan biaya dan peningkatan
manfaat dalam produksi. Dalam konteks yang berhubungan dengan sistem
produksi, ada upaya untuk mengadakan efisiensi dengan mengelola karyawan
yang keahliannya rendah. Penilaian kinerja juga membutuhkan konsentrasi
pada bidang seperti pengurangan kesalahan atau standarisasi proses dengan
tujuan pengurangan biaya dan meningkatkan efisiensi. Sistem sumber daya
manusia administratif (misal seleksi, kebijakan, prosedur pelatihan, penilaian
kinerja berdasarkan hasil, pembayaran upah per jam, dan insentif individu)
konsisten dengan persyaratan strategi biaya yang berfokus pada standarisasi
proses, pengurangan biaya, dan maksimisasi efisiensi produksi. Berbeda dari
strategi biaya tradisional, strategi kualitas berfokus pada proses perbaikan
secara terus-menerus dan berkesinambungan untuk meningkatkan reliabilitas
dan kepuasan pelanggan.
165
mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai yang diinginkannya. Sedangkan
hasil kepemimpinan juga dimaksudkan untuk mengubah perilaku dari orang-
orang yang dipimpin.
166
orang lain dalam menghasilkan kemampuan dan keyakinan. Kepercayaan antar
individu merupakan inti dari pengendalian dan pengoordinasian organisasi
(McAllister, 1995).
167
organisasi (Laschinger et al., 2001).Kepercayaan juga mempunyai pengaruh
signifikan pada faktor-fakor kepentingan organisasi seperti kohesi kelompok,
keadilan dalam keputusan persepsian, perilaku kewargaan organisasional, kepuasan
kerja, dan keefektifan organisasi (Laschinger et al., 2001). Tanpa adanya
kepercayaan, orang tidak dapat bekerja kecuali dikendalikan atau diawasi secara
keras. Karyawan akan dapat bekerja apabila mendapatkan kepercayaan dari
pimpinan. Hubungan dalam organisasi akan meningkat dengan adanya kepercayaan.
Apabila organisasi akan mengadakan perubahan, maka faktor kepercayaan sangat
penting, misalnya dalam desain organisasi dari struktur organisasi vertikal menjadi
struktur organisasi horizontal atau flat.
Ada berbagai hal yang merupakan bagian atau dimensi perilaku organisasional
yang terkait dengan hubungan industrial dan mendasari atau mendorong terjadinya
hubungan industrial dalam organisasi, yaitu kepuasan kerja dan kinerja, modal sosial,
komitmen organisasional, kepercayaan atau saling percaya, dan keadilan.
168
keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap
pekerjaan, kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya.
Pugh dan Dietz (2008) menyatakan bahwa kinerja pada level unit
merupakan barometer keberhasilan daripada kinerja pada level individu, dan
merupakan hal yang logis untuk mengukur kepuasan kerja pada level unit,
bukan individu. Pada level unit bisnis, kepuasan kerja secara signifikan
berhubungan dengan sejumlah outcome seperti kepuasan pelanggan, profit atau
laba, produktivitas, kecelakaan, dan perputaran kerja. Ostroff (1992)
menyatakan bahwa organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung
lebih efektif daripada organisasi dengan karyawan yang kurang puas. Kepuasan
kerja merupakan penerapan khusus sikap sosial. Kepuasan kerja merupakan
kondisi internal yang diekspresikan melalui evaluasi pekerjaan secara afektif
dan kognitif terhadap pekerjaan yang ada. Kepuasan kerjamerupakan kondisi
internal yang diekspresikan melalui evaluasi pekerjaan secara afektif dan
kognitif terhadap pekerjaan yang ada.
169
yang mendukung dan bersahabat, dan yang tidak kalah penting adalah adanya
kesesuaian pekerjaan tersebut dengan kepribadian orang yangmengerjakannya.
170
tinggi, kinerja tugas rendah, dan kurangnya pelaksanaan perilaku kewargaan
organisasional terhadap organisasi dan supervisor (Konovsky & Pugh, 1994;
Setoon et al., 1996; Moorman et al., 1998).
2. Modal Sosial
Konsep modal sosial telah menjadi semakin populer pada lingkup yang
luas dalam disiplin ilmu sosial. Sejumlah ahli sosiologi, ilmuwan bidang
politik, ekonom, dan ahli teori organisasi merujuk pada konsep modal sosial
dalam penelitian untuk menjawab berbagai bidang yang luas yang masih
menimbulkan pertentangan di dalam praktik. Modal sosial ini didasari oleh
teori pertukaran sosial dengan adanya sistem sosial yang merupakan kegiatan
yang saling tergantung yang dikarakteristikkan dengan peran, norma, dan nilai
yang terintegrasi, bukan terdiferensiasi (Katz & Kahn, 1966). Putnam
mendefinisikan modal sosial sebagai ciri atau karakteristik organisasi sosial
seperti jaringan kerja, norma, dan kepercayaan sosial yang membantu
koordinasi dan kerja sama untuk dapat saling menguntungkan (Kostova &
171
Roth, 2003).
Menurut Cohen dan Prusak (2001), modal sosial merupakan jaringan kerja
hubungan sosial yang diikat oleh rasa saling percaya, saling memahami, saling
mendukung, dan adanya kesamaan nilai dan perilaku sehingga dapat menyusun
kerja sama. Coleman mendefinisikan modal sosial sebagai aspek- aspek struktur
sosial yang menciptakan nilai dan membantu kegiatan individu dalam struktur
sosial tersebut (Seibert, et al., 2001). Fukuyama menyatakan bahwa modal
sosial adalah kemampuan individu untuk bekerja sama dengan orang lain untuk
tujuan umum dalam kelompok dan organisasi (Kostova & Roth, 2003). Modal
sosial dapat didefinisikan secara sederhana sebagai keberadaan seperangkat
nilai atau norma informal yang dianut oleh anggota kelompok yang bekerja
sama dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa modal sosial merupakan nilai
atau norma yang melekat dalam diri individu untuk dapat berhubungan dengan
orang lain.
172
yang dilakukan secara intensif dan dalam berbagai jenis hubungan, baik dengan
teman, anak buahnya, ataupun pimpinannya. Dimensi struktural juga
disebutkan sebagai dasar bagi dimensi relasional dan kognitif, sehingga
dikatakan bahwa ketiga dimensi tersebut berhubungan erat (Liao & Welsch,
2005). Hubungan yang dimiliki individu dengan orang lain dalam organisasi
akan mendorong individu untuk berperilaku di luar kontrak atau deskripsi
pekerjaan atau yang disebut perilaku kewargaan organisasional.
173
lain. Kepercayaan merupakan atribut perilaku individu yang terlibat dalam
hubungan tersebut. Kepercayaan memainkan peran yang sangat penting yang
menunjukkan keinginan untuk mendapat kritikan dari orang lain, dan
mendapatkan harapan yang baik. Hubungan personal ini sering kali bertujuan
sebagai kemampuan bersosialisasi, persetujuan atau kesepakatan, dan gengsi.
3. Komitmen Organisasional
174
Birnbaum,1998).
175
(Meyer et al.,1993).
Selain itu, Aldag dan Reschke (1997) berpendapat bahwa komitmen afektif
juga merupakan komitmen yang disebabkan adanya emosi positif mengenai
organisasi, sedang komitmen abadi merupakan komitmen terhadap organisasi
karena persepsi yang tinggi terhadap biaya karena meninggalkan organisasi.
Komitmen normatif merupakan komitmen karena internalisasi terhadap nilai
dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan perasaan kewajibannya.
Mereka juga mengungkapkan beberapa hal yang dipengaruhi oleh ketiga
dimensi komitmen tersebut. Komitmen afektif tergantung pada tantangan
pekerjaan, kejelasan peran, penerimaan manajemen, kepaduandengan rekan
kerja, persepsi yang sama, terdapat umpan balik pada kinerja, dan mendapat
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi.
Sementara itu, Robert et al. (2000) juga menyatakan bahwa bukti mengenai
hubungan antara kinerja dengan konstruk seperti kepuasan kerja dan komitmen
memang masih lemah, kedua konstruk ini biasanya banyak dihubungkan
dengan keinginan untuk berpindah kerja atau keluar dari pekerjaannya
sekarang. Namun, penelitian Bozeman dan Perrewe (2001) dengan tegas
menyatakan bahwa komitmen tersebut akan berpengaruh pada kinerja maupun
176
perputaran kerja. Selain itu, Meyer dan Allen (1991) juga mengusulkan model
komitmen yang menghubungkan setiap komponen komitmen dengan hasil kerja
tertentu. Variabel hasil tersebut meliputi perputaran kerja dan perilaku di
tempat kerja seperti kinerja, ketidakhadiran, dan perilaku kewargaan
organisasional.
177
Sementara itu, kepercayaan menekankan bukan hanya keyakinan seseorang
pada orang lain, tetapi juga keinginannya menggunakan pengetahuan yang
dimilikinya sebagai dasar melakukan kegiatan. Kepercayaan antar pribadi
mempunyai dasar kognitif dan afektif (McAllister, 1995). Kepercayaan
berdasar kesadaran adalah bahwa seseorang mempercayai orang lain karena
pilihan tertentu, atau dengan alasan yang baik, sedang kepercayaan berdasar
pengaruh adalah keberadaannya yang dipengaruhi oleh perasaan atau
emosional.
178
D. HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN ILMU KOMUNIKASI
Beberapa contoh definisi misalnya dari Brent D. Rubben (2001: 3), yang
mengatakan bahwa: “Komunikasi manusia adalah suatu proses melalui mana
individu dalam hubungannya dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam
masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk
mengkoordinasi lingkungan serta orang lain.”
179
2. Penafsiran pesan atau penafsiran pertunjukan. Oleh karena itu, ada 3
(tiga) unsur pokok dari komunikasi yaitu: 1) adanya proses interaksi
diantara orang- orang yang dilibatkan; 2) adanya informasi dalam
bentuk pesan; 3) adanya perubahan perilaku.
Ilmu hubungan industrial bukan saja sangat erat hubungan- nya dengan
ilmu komunikasi, tetapi bahkan harus banyak menggunakan berbagai konsep
dan teori komunikasi. Karena sukses atau gagalnya proses hubungan industrial
salah satu penyebab utamanya karena kegagalan dalam proses komunikasi,
mulai dari proses perencanaan dan penyusunan pesan, penyampaian pesan, alat
yang digunakan, penerimaan pesan oleh receiver, serta kegagalan umpan balik.
Friksi dan bahkan konflik hubungan industrial yang meskipun membawa tema
tentang perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan dalam
negosiasi dan lain sebagainya, senyatanya yang sering terjadi adalah akibat dari
kegagalan dalam memahami isi pesan yang seharusnya dirancang dan
disampaikan dengan efektif dan efisien.
Ada banyak hambatan yang dapat terjadi dalam suatu proses komunikasi,
yang harus menjadi perhatian setiap komunikator, sebagaimana dikemukakan
oleh Uchyana Effendi (2000: 45-50). Hambatan-hambatan tersebut terdiri dari:
180
transformasi dan sebagainya.
181
Kelemahannya meliputi:
182
(man power law). Padahal keduanya memiliki makna yang sangat berbeda,
yaitu dari sisi luas lingkup obyek dan subyek hukum yang diatur.
M.G. Levenbach
Molenaar
Imam Soepomo
183
Sehingga muncul klasifikasi lain dari tenaga kerja, dalam bentuk angkatan kerja
(labour force) dan bukan angkatan kerja (non labour force). Jadi kesimpulan-
nya, hukum ketenagakerjaan memiliki lingkup obyek dan subyek hukumnya
lebih luas dibandingkan dengan hukum perburuhan.
184
Rancang Bangun (Arsitektur) hukum ketenagakerjaan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
BAB III Kesempatan dan Perlakuan yang Sama (Pasal 5 s/d Pasal 6)
BAB IV Perencanaan Tenaga Kerja dan Informasi Ketenagakerjaan (Pasal 7
- 8)
BAB VI Penempatan Tenaga Kerja (Pasal 31 s/d Pasal 38) BAB VII
Perluasan Kesempatan Kerja (Pasal 39 s/d Pasal 41)
BAB VIII Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 42 s/d Pasal 49) BAB
IX Hubungan Kerja (Pasal 50 s/d Pasal 66)
185
Bagian Keempat Lembaga Kerja Sama Bi-partit (Pasal 106)
Bagian Kelima Lembaga Kerja Sama Tri-partit (Pasal 107)
Bagian Keenam Peraturan Perusahaan (Pasal 108 s/d Pasal 115)
Bagian Ketujuh Perjanjian Kerja Bersama (Pasal 116 s/d Pasal 135) Bagian
Kedelapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
BAB XII Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 150 s/d 172) BAB
XIII Pembinaan (Pasal 173 s/d 175)
Pada sisi yang lain, hukum perburuhan hanya mengatur hubungan hukum
antara pekerja/buruh dengan majikan sebagai pemberi kerja. “Pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain.” (Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13
Tahun 2003).
186
memiliki sumber-sumber hukum, yang terdiri dari:
1) Perjanjian kerja
1. Obyek Material
2. Obyek Formal
187
Suatu kompleksitas hubungan hukum antara pekerja dengan majikan yang
terbentuk melalui perjanjian kerja, sehingga hubungan tersebut dinamakan
hubungan kerja.
Interaksi sosial juga memiliki norma atau aturan yang berlaku dibatasi
oleh dimensi ruang dan waktu (Robert T. Hall), serta dimensi situasi (W.I.
Thomas). Dimensi ruang ditetapkan berdasarkan batasan jarak, yaitu: jarak
intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Dimensi waktu ditetapkan
batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi interaksi. Sedangkan
dimensi situasi lebih bersifat subyektif, karena ditetapkan oleh seseorang
sebelum memberikan reaksi.
188
fenomena dan kasus-kasus yang berhubungan dengan interaksi antara pekerja
dengan pekerja, pekerja dengan pengusaha, baik individu maupun kelompok.
Sebagai contoh, kasus perselisihan hubungan industrial jangan hanya
diselesaikan melalui proses hukum, tetapi juga melalui pendekatan interaksi
sosial, sehingga penanganannya lebih mendasar dan komprehensif. Karena
hubungan industrial memiliki hubungan yang sangat erat dengan sistem tata
nilai yang merupakan obyek kajian sosiologi.
Dari berbagai definisi para ahli, maka ditarik kesimpulan oleh Nyayu
Khadijah (2006), bahwa psikologi:
189
Mempelajari hubungan industrial tidak bisa dilepaskan dengan studi
psikologi, terutama kaitan eratnya dengan psikologi sosial serta dengan
psikologi industri dan organisasi. Psikologi sosial mempelajari tentang persepsi,
motivasi, atribusi (sifat, bakat), proses- proses individual, interaksi sosial
seperti kepemimpinan, komunikasi, hubungan kekuasaan, kerjasama,
persaingan dan konflik. Psikologi industri dan organisasi mempelajari tentang
pengembangan, evaluasi, prediksi kinerja individu, hubungan saling
mempengaruhi antara organisasi dengan anggotanya, serta hubungan antar
anggota organisasi. Setiap perilaku anggota organisasi dalam suatu hubungan
industrial sudah barang tentu memiliki latar belakang berbagai motif yang luas
dan kompleks. Untuk itu dapat dicoba untuk mengkaji melalui studi psikologi.
190
Secara etimologis, ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari sisi khusus
dari kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan untuk mendapatkan,
mempertahankan dan mengembang- kan kekuasaan pada suatu sistem politik
(negara), berkaitan dengan proses menentukan tujuan negara serta bagaimana
melaksanakan pencapaian tujuan tersebut untuk sebesar-besarnya kepentingan
dan kesejahteraan masyarakat (Miriam Budiharjo, 1992; Syarbani, 2002).
Ilmu politik juga dikatakan sebagai sudi khusus tentang tata cara manusia
memecahkan masalah sosial secara bersama (Maran, 1999). Sedangkan
Surbakti (1999) menyatakan bahwa studi ilmu politik mempelajari interaksi
antara negara dan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan dan
kebijakan, serta bagaimana melaksanakan keputusan dan kebijakan tersebut.
Oleh karena itu, ada 5 konsep dalam ilmu politik, yaitu: konsep negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), serta
pembagian/alokasi (distribution/allocation).
191
manusia dalam satu wadah yang bernama organisasi. Hal tersebut dilakukan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk mencapai tujuan tersebut
digunakan sumber-sumber daya organisasi (resources) yang meliputi 6 M,
yaitu: manusia (man), uang (money), bahan baku (materiil), sistem/aturan
(method), peralatan kerja (machines) dan orang-orang yang menjadi sasaran
pelayanan (market).
192
hubungan industrial sendiri memerlukan dinamika administrasi, yaitu
pengorganisasian dan penatalaksanaan (manajemen) hubungan industrial untuk
mencapai tujuannya yaitu hubungan industrial yang harmonis.
BAB VII
PERLINDUNGAN KERJA
193
mampu mengurus dan merawat keluarganya, jaminan kesehatan dan
sebagainya.
2. Perlindungan Teknis
Merupakan perlindungan yang berkaitan dengan upayauntuk mencegah
pekerja dari risiko-risiko teknis dalam melaksanakan pekerjaan, seperti
kecelakaan kerja, peledakan, kebakaran dan penyakit akibat kerja. Contoh
perlindungan ini adalah tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan Ekonomis
Merupakan jenis perlindungan yang berkaitan dengan jaminan agar pekerja
mendapatkan penghasilan yang cukup guna memenuhi kebutuhan dirinya
dan keluarganya, sehingga mampu menapaki kehidupannya dengan lebih
baik. Contoh di sini tentang jaminan pengupahan, kesejahteraan pekerja
dan keluarganya dan sebagainya.
194
2) Tata Laksana Baku (SOP) atau pedoman K3 pada tempat kegiatan
konstruksi.Pedoman ini sesungguhnya sangat rinci dan mencakup hampir
seluruh bidang pekerjaan konstruksi.
3) Pengenalan terhadap asuransi, yang dalam hal ini mencakup :
a. Jaminan atas risiko kerugian yang mungkin timbul dalam proses
pekerjaan pekerjaan konstruksi, dan
b. Jaminan pemberian santunan terhadap mereka yang tertimpa
kecelakaan kerja, meninggal dunia akibat kecelakaan kerja dan sakit
akibat hubungan kerja.
a Keselamatan kerja
1) Kategori Pekerja Konstruksi
Terdapat dua katagori pekerja konstruksi yang memiliki resiko ancaman
kecelakaan atau penyakit akibat kerja di lingkungan proyek. Kategori pertama
ialah pekerja yang sudah mempunyai ikatan kerja permanen dengan kontraktor,
sedangkan kategori kedua ialah pekerja yang dikenal sebagai pekerja borongan
atau harian lepas di bawah koordinasi mandor. Karena tidak adanya ikatan kerja
formal, baik dengan Mandor maupun dengan Kontraktor, maka kategori kedua
ini disebut juga sebagai Sektor Informal Jasa Konstruksi. Sifat dan jenis
pekerjaan yang ditangani oleh masing-masing kategori ini juga berbeda, karena
itu jenis kemungkinan ancaman kecelakaan maupun penyakit akibat
kerjanyapun berbeda-beda. Pekerja borongan atau harian lepas merupakan jenis
pekerjaan yang lebih banyak menggunakan tenaga fisik. Pekerja borongan
sebagai tenaga produksi berada pada lini paling depan, langsung berhubungan
dengan peralatan maupun bahan konstruksi, yaitu dua sumber ancaman bahaya
yang paling potensial. Sistem pengaturan yang ada lebih banyak mengatur dan
berusaha melindungi pekerja kategori kedua ini. Landasan hukum sudah banyak
mengatur keselamatan pekerja konstruksi secara terperinci, namun
pelaksanaannya di lapangan masih kurang sesuai dengan ketentuan yang telah
ada dan pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan.
2) Keselamatan kerja
Keselamatan kerja sangat diperlukan untuk memperoleh hasil pekerjaan
yang optimal, dan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan
disamping pemenuhan target produksi dan pengurangan dampak negatif
terhadap lingkungan. Ketiga aspek tersebut tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan suatu kesatuan yang saling terkait dan juga memiliki peran strategis
serta tidak dapat terlepas satu dengan lainnya.
195
3) Pengertian dan tujuan keselamatan kerja
Keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk melaksanakan pekerjaan tanpa
mengakibatkan kecelakaan. Setiap personil di dalam suatu lingkungan kerja
harus membuat suasana kerja atau lingkungan kerja yang aman dan bebas dari
segala macam bahaya agar mencapai hasil kerja yang menguntungkan. Tujuan
dari keselamatan kerja adalah untuk mengadakan pencegahan agar setiap
personil atau karyawan tidak mendapatkan kecelakaan dan alat-alat produksi
tidak mengalami kerusakan ketika sedang melaksanakan pekerjaan.
196
meminimalkan/meniadakan keadaan yang berbahaya di tempat kerja. Banyak
cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk membina keselamatan kerja
para karyawannya, baik yang bersifat di dalam ruangan (in-door safety
development) atau praktik di lapangan (out-door safety development). Setiap
perusahaan harus memiliki safety officer sebagai personil atau bagian yang
bertanggung jawab terhadap pembinaan keselamatan kerja karyawan maupun
tamu perusahaan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan
keselamatan kerja antara lain:
a. Penyuluhan singkat atau safety talk
1. Motivasi singkat tentang keselamatan kerja yang umumnya
dilakukan setiap mulai kerja atau pada hari-hari tertentu selama 10
menit sebelum bekerja dimulai.
2. Pemasangan poster keselamatan kerja
3. Pemutaran film atau slide tentang keselamatan kerja
b. Safety committee
1. Mengusahakan terciptanya suasana kerja yang aman.
2. Menanamkan rasa kesadaran atau disiplin yang sangat tinggi
tentang pentingnya keselamatan kerja
3. Pemberian informasi tentang teknik-teknik keselamatan kerja serta
peralatan keselamatan kerja.
b Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan, tidak
diingini, dan tidak diduga sebelumnya. Kecelakaan dapat terjadi sewaktuwaktu dan
mempunyai sifat merugikan terhadap manusia (cedera) maupun peralatan atau mesin
(kerusakan) yang mengakibatkan dampak negatif kecelakaan terhadap manusia,
peralatan, dan produksi, akibatnya kegiatan kerja terhenti secara menyeluruh.
1. Penyebab kecelakaan
197
Setiap kecelakaan selalu ada penyebabnya yang tidak diketahui atau
direncanakan sebelumnya. Hasil studi memperlihatkan grafik proporsi
penyebab kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan karyawan tidak aman
(88%), kondisi kerja tidak aman (10%), dan diluar kemampuan manusia (2%).
Grafik tersebut diperoleh dari hasil statistik tentang kecelakaan pekerja pada
perusahaan industri secara umum tidak hanya industri pertambangan. Hasil
tersebut memperlihatkan bahwa manusia sebagai penyebab terbesar kecelakaan.
Berikut akan diuraikan penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan.
a. Tindakan karyawan yang tidak aman
Dapat ditinjau dari pemberi pekerjaan, yaitu bisa Pengawas, Foreman,
Superintendent, atau Manager; dan dari karyawannya sendiri.
198
2. Peralatan yang sudah rusak
3. Barang-barang yang rusak dan letaknya tidak teratur b. Keadaan
tidak aman
4. Lampu penerangan tidak cukup
5. Ventilasi tidak cukup
6. Kebersihan tempat kerja
7. Lantai atau tempat kerja licin
8. Ruang tempat kerja terbatas
9. Bagian-bagian mesin berputar tidak dilindungi
3. Pemeriksaan kecelakaan
199
Untuk mencegah agar tidak terulang kecelakaan yang serupa perlu
dilakukan pemeriksaan atau mencari penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.
Pemeriksaan kecelakaan ini sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya
kecelakaan kerja yang mungkin terjadi di lingkungan kerja.
1) Tujuan dari pemeriksaan kecelakaan
a. Tindakan pencegahan kecelakaan
1. Memperkecil bahaya, mengurangi, atau meniadakan bagian-
bagian yang berbahaya
2. Peralatan dan perlengkapan yang perlu diberi pengaman
3. Bagian-bagian yang dapat mendatangkan kecelakaan perlu
diberi pengaman, seperti bagian berputar dari suatu mesin,
pipa panas, dan sebagainya.
4. Tanda-tanda peringatan pada tempat yang berbahaya, seperti
peralatan listrik tegangan tinggi, lubang berbahaya, bahan
peledak, lalulintas, tempat penggalian batu, pembuatan
terowongan, dan sebagainya.
Sesuai dengan Pasal 5 yaitu setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang
sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan Pasal 6 yaitu Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi
dari pengusaha.
Pada Pasal 11 tertulis bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh
dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.
200
Pada Pasal 31 tertulis bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan
dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
201
b. Cuti sakit, cuti dapat diberikan apabila pekerja/buruh sakit sehingga tidak
dapat melakukan pekerjaan.
c. Cuti haid, Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit
dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari
pertama dan kedua pada waktu haid.
d. Cuti bersalin, Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama
1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu
setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan
atau bidan.
e. Cuti keguguran, Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran
kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai
dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
f. Cuti alasan penting, Pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja dengan alasan
sebagai berikut:
1. Pekerja/buruh menikah;
2. Menikahkan anaknya;
3. Mengkhitankan anaknya;
4. Membaptiskan anaknya;
5. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan;
6. Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal
dunia; dan
7. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia
202
Pasal 15 tertulis bahwa Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan
dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program
Jaminan Sosial yang diikuti. Selain itu untuk meningkatkan kesejahteraan
bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas
kesejahteraan serta membentuk koperasi pekerja/buruh dan usaha-usaha
produktif di perusahaan.
n. Selain dari hak-hak pekerja di atas, terdapat beberapa hak bagi para pekerja
perempuan, adapun Hak khusus bagi perempuan yaitu:
203
pekerja/buruh diatur pada KUHPerdata, yaitu:
Buruh wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut
kemampuannya dengan sebaik-baiknya. Jika sifat dan luasnya
pekerjaan yang harus dilakukan tidak dirumuskan dalam perjanjian
atau reglemen, maka hal itu ditentukan oleh kebiasaan. (Pasal
1603)
Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan izin
majikan ia dapat menyuruh orang lain menggantikannya. (Pasal
1603a)
Buruh wajib menaati aturan-aturan pelaksana pekerjaan dan
aturan-aturan yang dimaksudkan untuk perbaikan tata tertib
perusahaan majikan yang diberikan oleh atau atas nama majikan
dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian atau
reglemen, atau jika ini tidak ada, dalam batas-batas kebiasaan.
(Pasal 1603b)
Pada umumnya buruh wajib melakukan atau tidak melakukan
segala sesuatu yang dalam keadaan yang sama seharusnya
dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang buruh yang baik.
(Pasal 1603d)
204
Pasal 165
1) Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga
2) kerja.
3) Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat
dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.
4) Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi,
hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 166
1) Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib
menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.
2) Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan
akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3) Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan
pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Bagian Kesatuan
Umum
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1) Kesehatan Kerja adalah upaya yang ditujukan untuk melindungi setiap
orang yang berada di Tempat Kerja agar hidup sehat dan terbebas dari
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan dari pekerjaan.
2) Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
danf atau lingkungan kerja.
3) Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
4) Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, letak pekerja bekerja, atau yang sering dimasuki
205
pekerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber bahaya sesuai
dcngan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6) Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
7) Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam
bidang kesehatan serta memlliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
8) Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain.
9) Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja adalah orang yang mempunyai
tugas memimpin langsung sesuatu Tempat Kerja atau bagiannya yang
berdiri sendiri.
10) Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara
negara yang mempekerjakan Aparatur Sipil Negara, Prajurit Tentara
Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
Pasal 2
1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan Kesehatan Kerja secara terpadu, menyeluruh, dan
berkesinambungan.
2) Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi upaya:
a. pencegahampenyakit;
b. peningkatrrn kesehatan;
c. penanganan penyakit; dan
d. pemulihan kesehatan.
3) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan sesuai dengan
standar Kesehatan Kerja.
4) Standar Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diiaksanakan dengan memperhatikan Sistem Kesehatan Nasional dan
kebijakan keselamatan dan Kcsehatan Kerja nasional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 3
206
1) Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksuci dalam Pasal 2
ditujukan kepada setiap orang yang berada di Tempat Kerja.
2) Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dipenuhi oleh Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja dan Pemberi
Kerja di semua Tempat Kerja
Bagian kedua
Standar Kesehatan Kerja
Pasal 4
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya pencegahan penyakit meliputi:
1) Identifikasi, penilaian, dan pengendalian potensi bahaya kesehatan;
2) Pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan kerja;
3) Pelindungan kesehatan reproduksi;
4) Pemeriksaan kesehatan;
5) Penilaian kelaikan bekerja;
6) Pemberian imunisasi dan/atau profilaksis bagi pekerja berisiko tinggi;
7) Pelaksanaan kewaspadaan standar; dan
8) Surveilans kesehatan kerja.
Pasal 5
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya peningkatan kesehatan meliputi:
1) peningkatan pengetahuan kesehatan;
2) pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat;
3) pembudavaen keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat kerja
4) penerapan gizi kerja; dan
5) peningkatan kesehatan fisik dan mental
Pasal 6
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya penanganan penyakit meliputi:
a. pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi di Tempat Kerja;
b. diagnosis dan tata laksana penyakit; dan
c. penanganan kasus kegawatdaruratan medik danf atau rujukan.
1) Pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi di Tempat Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilaksanakan di Tempat
Kerja.
2) Diagnosis dan tata laksana penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan terhadap
3) Penyakit Akibat Kerja dan bukan Penyakit Akibat Keda, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Penanganan kasus kegawat daruratan medik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi penanganan lanjutan setelah pertolongan pertama
terhadap cedera, kasus keracunan, dan gangguan kesehatan lainnya yang
207
memerlukan tindakan segera, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5) Rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Jika daiam diagnosis dan tata laksana Penyakit Akibat Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditemukan kecacatan, dilakukan penilaian
kecacatan.
7) Hasil penilaian kecacatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) digunakan
sebagai pertimbangan untuk mendapatkan jaminan kecelakaan kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 7
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya pemulihan kesehatan meliputi:
a. pemulihan medis; dan
b. pemulihan kerja.
1) Pemulihan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan medis.
2) Pemulihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilaksanakan melalui program kembalibekerja.
Pasal 8
1) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 diatur dengan:
a. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan, untuk standar Kesehatan Kerja yang bersifat teknis
kesehatan; dan
b. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan, untuk penerapan standar Kesehatan Kerja
bagi Pekerja di perusahaan.
2) Penerapan standar Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 7 dapat dikembangkan oleh kementerian/lembaga
terkait sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik bidang masing-masing.
Bagian Ketiga
Dukungan Penyelenggaraan Kesehatan Kerja
Pasal 9
Penyelenggaraan Kesehatan Kerja harus didukung oleh:
a. sumber daya manusia;
b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
c. peralatan Kesehatan Kerja; dan
d. pencatatan dan pelaporan.
208
Pasal 10
1) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a terdiri
atas Tenaga Kesehatan dan tenaga nonkesehatan.
2) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki
kompetensi di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja yang
diperoleh melalui pendidikan danf atau pelatihan.
3) Pendidikan di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4) Pelatihan di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah Fusat,
Pemerintah Daerah, danlatau masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5) Pelatihan di bidang kedokteran kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (41
ditujukan khusus bagi dokter yang harus memuat materi mengenai
diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan penetapan kelaikan kerja dan program
kembali kerja.
6) Pelatihan di bidang Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
paling sedikit meliputi pelatihan Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan
keselamatan dan Kesehatan Kerja.
7) Peiatihan Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan keselamatan dan
Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan pelayanan Pekerja dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pasal 11
Pelatihan kedokteran kerja, Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan
keselamatan dan Kesehatan Kerja dikecualikan bagi Tenaga Kesehatan yang
telah memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan formal di
bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja.
Pasal 12
1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf
b dapat berbentuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama atau
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjutan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
2) Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat dilaksanakan melalui
kerja sama dengan pihak lain.
3) Jika penyelenggaraan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja melakukan upaya
penanganan penyakit dan pemulihan kesehatan maka di Tempat Kerja
209
harus tersedia Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
peralatan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf c
merupakan peralatan untuk pengukuran, pemeriksaan, darr peralatan lainnya
termasuk alat pelindung diri sesuai dengan faktor risiko/bahaya keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja.
Pasal 14
1) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf d
dilaksanakan oleh Pemberi Kerja, Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja,
dan/atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara berjenjang kepada Pemerirrtah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam rangka surveilans Kesehatan Kerja.
3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan scsuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pendanaan
Pasal 15
Pendanaan penyelenggaraan Kesehatan Kerja dapat bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran pendapatan dan belanja
daerah, masyarakat, atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian Kelima
Peran Serta Masyarakat
Pasal 16
1) Masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan Kesehatan Kerja untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan melalui:
a. perencanaan, pelaksanaan, pemantarlan, penilaian, dan pengawasan;
b. pemberian bantuan sarana, tenaga ahli, dan Iinansial;
c. dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan Kesehatan Kerja;
d. pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi;
dan
210
e. sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan
kebijakan dan/ atau pelaksanaan Kesehatan Kerja.
Bagian Keenam
Pembinaan Dan Pengawasan
Pembinaan
Pasal 17
1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap
penyelenggaraan
2) Kesehatan Kerja.
3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap aspek
pemenuhan standar
4) Kesehatan Kerja.
5) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi;
b. bimbingan teknis; dan
c. pemberdayaanmasyarakat.
6) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meiibatkan
pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Pasal 18
Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
Pemerintah Fusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan
kepada orang, lembaga, Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja, atau Pemberi
Kerja yang telah berjasa dalam setiap kegiatan untuk mewujudkan tujuan
Kesehatan Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Pengawasan
Pasal 19
1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Kesehatan Kerja.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
aspek pemenuhan standar Kesehatan Kerja.
3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh
tenaga yang memiliki fungsi pengawasan di bidang ketenagakerjaan atau
tenaga yang memiliki fungsi pengawasan di bidang kesehartan, sesuai
dengan ket-entuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
211
Ketentuan Penutup
Pasal 20
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kesehatan Kerja
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 21
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
212
mendukung penyelenggaraan Kesehatan Kerja, peran serta masyarakat, dan
pembinaan dan pengawasan.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "masyarakat" adalah orang perseorangan atau
kelompok yang terorganisir maupun tidak terorganisir, termasuk dunia usaha
atau swasta.
Ayat (2)
Upaya pencegahan penyakit dilaksanakan agar Pekerja terbebas dari penyakit
dan gangguan kesehatan serta cedera akibat kerja. Upaya peningkatan
kesehatan dilaksanakan untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya
pada kondisi sehat, bugar, dan produktif. Upaya penanganan penyakit
dilaksanakan untuk mengobati penyakit, mencegah keparahan penyakit,
mencegah dan menurunkan tingkat kecacatan, serta mencegah kematian. Upaya
pemulihan kesehatan dilaksanakan untuk memulihkan kondisi Pekerja
mencapai kemampuan fisik, mental, dan sosial yang optimal.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "setiap orang" antara lain Pemberi Kerja, Pengurus atau
Pengelola Tempat Kerja, Pekerja, Aparatur Sipil Negara, Prajurit Tentara
Nasional Irrdonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
pengunjung di Tempat Kerja.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "semua Tempat Kerja" adalah Tempat Kerja baik pada
sektor formal maupun sektor informal, termasuk instansi pemerintah, dan usaha
mikro, kecil, dan menengah.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan "identifikasi potensi bahaya kesehatan" adalah proses
secara sistematik dan berkesinambungan berdasarkan informasi yang tersedia
untuk mengidentifikasi bahaya kesehatan dan irrenganalisis risiko kesehatan
terhadap Pekerja. Yang dimaksud dengan "penilaian potensi bahaya kesehatan"
adalah proses menentukan prioritas pengendalian clan tindak lanjut terhadap
tingkat risiko kesehatan dan kecelakaan kerja karena tidak semua aspek bahaya
potensial dapat ditindaklanjuti. Yang dimaksud dengan "pengendalian potensi
bahaya Kesehatan" adalah program atau kegiatan yang dilakukan apabila suatu
risiko tidak dapat ditoleransi agar tidak menimbulkan Penyakit Akibat Kerja,
bukan Penyakit Akibat Kerja, dan kecelakaan kerja.
213
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan kerja"
adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor
risiko lingkungan kerja yang terdiri dari faktor bahaya fisik, kimia, biologi,
ergonomi, dan psikososial, serta sanitasi untuk mewujudkan kualitas
lingkungan kerja yang sehat.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "pelindungan kesehatan reproduksi" adalah upaya
kesehatan yang ditujukan agar sistem reproduksi dalam keadaan schat secara
fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi yang
diakibatkan dari alat, bahan, dan proses kerja serta lingkungan kerja.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "pemeriksaan kesehatan" adalah upaya kesehatan yang
dilakukan untuk menetapkan status kesehatan Pekerja, deteksi dini penyakit
termasuk Penyakit Akibat Kerja dan sebagai dasar pengembangan program
Kesehatan Kerja.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "penilaian kelaikan bekerja" adalah upaya untuk
mengetahui kondisi kapasitas Pekerja dan kesesuaian dengan pekerjaannya
yang dilakukan melalui pemeriksaan kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan
dalam suatu pekerjaan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "Pekerja berisiko tinggi" adalah Pekerja di area tempat
dengan kegiatan yang berpotensi menularkan penyakit yang berasal dari agen
lingkungan kerja berupa orang, hewan maupun spesimen tubuh seperti darah,
liur, dahak, dan lainnya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "kewaspadaan standar" adalah langkah yang perlu
diikuti ketika melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah,
semua cairan tubuh dan sekresi, ekskresi kecuali keringat, kulit dengan luka
terbuka dan mukosa yang bertujuan untuk melindungi Pekerja dari paparan
biologi yang infeksius.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "surveilans Kesehatan Kerja" adalah kegiatan
pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi
214
tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit di Tempat Kerja,
Penyakit Akibat Kerja, dan kecelakaan kerja guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Pasal 5
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat" adalah
upaya yang dilakukan agar para Pekerja, Pemberi Kerja, Pengurus atau
Pengelola Tempat Kerja, tahu, marl, dan mampu mempraktikkan pola hidup
bersih dan sehat.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "pembudayaan keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Tempat Kerja" adalah upaya yang dilakukan agar para Pekerja, Pemberi Kerja,
Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja, tahu, mau, dan mampu mempraktikkan
budaya sehat dan selamat di Tempat Kerja serta berperan aktif dalam
mewujudkan Tempat Kerja yang sehat dan aman.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "penerapan gizi kerja" adalah pemenuhan gizi yang
diperlukan oleh Pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan jenis
pekerjaart dan beban kerjanya untuk meningkatkan produktivitas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "peningkatan kesehatan fisik" adalah peningkatan
kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa
menimbulkan kelelahan yang berarti dengan melakukan aktivitas fisik yang
baik, benar, terukur, dan teratur, guna mencapai kebugaran jasmani. Yang
dimaksud dengan "peningkatan kesehatan mental" adalah upaya pengendalian
faktor psikososial dan pencegahan gangguan mental emosional yang dapat
terjadi pada Pekerja yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja.
Pasal 6
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundangundangan" adalah
peraturan pcrundang-undangan yang mengatur mengenai praktik Tenaga
Kesehatan dan standar pelayanan kesehatan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundangundangan" adalah
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai standar pelayanan
kegawatdaruratan medik.
215
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemulihan medis" adalah pelayanan kesehatan
terhadap gangguan fisik, psikis, dan fungsi yang diakibatkan oleh
keadaan/kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui paduan intervensi medik,
keterapian Iisik dan f atau rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang
optimal.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pemulihan kerja" adalah upaya pemulihan terhadap
Pekerja yang telah memiliki keterbatasan fisik/mental yang disebabkan
Penyakit Akibat Kerja, bukan Penyakit Akibat Kerja, atau kecelakaan kerja
agar dapat membantu Pekerja meningkatkan toleransi fisik dan melaksanakan
fungsi sosialnya, sehingga dapat kembali bekerja.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "program kembali bekerja" adalah suatu upaya
terencana agar Pekerja yang mengalami cedera/sakit dapat segera kembali
bekerja secara produktif, aman, dan berkelanjutan. Dalam upaya ini termasuk
pemulihan medis, pemulihan kerja, pelatihan keteramptlan, penyesuaian
pekerjaan, penyediaan pekerjaan baru, penatalaksanaan biaya asuransi, dan
kompensasi, serta partisipasi Pemberi Kerja.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "teknis kesehatan" adalah penerapan ilmu kesehatarr
dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tenaga nonkesehatan" adalah sumber daya manusia di
luar Tenaga Kesehatan yang mendukung penyelenggaraan Kesehatan Kerja,
antara lain tenaga keteknikan, administrasi, dan humaniora.
Pasal 13
Yang dimaksud dengan "peralatan Kesehatan Kerja" adalah peralatan yang
memiliki kesesuaian fungsi alat dengan potensi bahaya dan keselamatan yang
terdapat di lingkungan kerja untuk mencegah dan menangani Penyakit Akibat
216
Kerja, bukan Penyakit Akibat Kerja, dan kecelakaan kerja.
Pasal 19
Ayat (3)
Pengawasan yang dilakukan oleh tenaga yang memiliki fungsi pengawasan di
bidang ketenagakerjaan merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan
Kesehatan Kerja di perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh tenaga yang
memiliki fungsi pengawasan di bidang kesehatan merupakan pengawasan
terhadap kepatuhan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang
kesehatan oleh masyarakat dan setiap penyelenggara kegiatan yang
berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan.
217
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
7) Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen
terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu
hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan
SMK3 di perusahaan.
8) Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Penerapan SMK3 bertujuan untuk:
a. meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
yang terencana, terukur,terstruktur, dan terintegrasi;
b. mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh; serta
c. menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk
mendorong produktivitas.
Pasal 3
1) Penerapan SMK3 dilakukan berdasarkan kebijakan nasional tentang
SMK3.
2) Kebijakan nasional tentang SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tertuang dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Kedua
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pasal 4
218
Pasal 5
1) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya.
2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan:
a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
3) Ketentuan mengenai tingkat potensi bahaya tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4) Pengusaha dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan
Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat
memperhatikan konvensi atau standar internasional.
Pasal 6
1) SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
a. penetapan kebijakan K3;
b. perencanaan K3;
c. pelaksanaan rencana K3;
d. pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
e. peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.
2) Penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertuang dalam
pedoman yang tercantum dalam Lampiran I sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Bagian ketiga
Penetapan Kebijakan K3
Pasal 7
1) Penetapan kebijakan K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a dilaksanakan oleh pengusaha.
2) Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengusaha paling sedikit harus:
a. melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
1. identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
2. perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain
yang lebih baik;
3. peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
4. kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan; dan
5. penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-
menerus; dan
219
c.
memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
3) Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. visi;
b. tujuan perusahaan;
c. komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan
d. kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
Pasal 8
Pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah
ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain selain pekerja/buruh yang
berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait.
Bagian Keempat
Perencanaan K3
Pasal 9
1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b
dilakukan untuk menghasilkan rencana K3.
2) Rencana K3 disusun dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada
kebijakan K3 yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1).
3) Dalam menyusun rencana K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
pengusaha harus mempertimbangkan:
a. hasil penelaahan awal;
b. identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko;
c. peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya; dan
d. sumber daya yang dimiliki.
4) Pengusaha dalam menyusun rencana K3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina K3, wakil pekerja/buruh,
dan pihak lain yang terkait di perusahaan.
5) Rencana K3 paling sedikit memuat:
a. tujuan dan sasaran;
b. skala prioritas;
c. upaya pengendalian bahaya;
d. penetapan sumber daya;
e. jangka waktu pelaksanaan;
f. indikator pencapaian; dan
g. sistem pertanggungjawaban.
Bagian Kelima
220
Pelaksanaan Rencana K3
Pasal 10
1) Pelaksanaan rencana K3 dilakukan oleh pengusaha berdasarkan rencana K3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 9.
2) Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya
manusia di bidang K3, prasarana, dan sarana.
3) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memiliki:
a. kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat; dan
b. kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin
kerja/operasi dan/atau surat penunjukkan dari instansi yang
berwenang.
4) Prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
terdiri dari:
a. organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3;
b. anggaran yang memadai;
c. prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta
pendokumentasian; dan
d. instruksi kerja.
Pasal 11
221
Pasal 12
1) Pengusaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 harus:
a. menunjuk sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi kerja
dan kewenangan di bidang K3;
b. melibatkan seluruh pekerja/buruh;
c. membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh seluruh pekerja/buruh,
orang lain selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak
lain yang terkait;
d. membuat prosedur informasi;
e. membuat prosedur pelaporan; dan
f. mendokumentasikan seluruh kegiatan.
2) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
diintegrasikan dengan kegiatan manajemen perusahaan.
Pasal 13
1) Prosedur informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d
harus memberikan jaminan bahwa informasi K3 dikomunikasikan kepada
semua pihak dalam perusahaan dan pihak terkait di luar perusahaan.
2) Prosedur pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf e
terdiri atas pelaporan:
a. terjadinya kecelakaan di tempat kerja;
b. ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau
standar;
c. kinerja K3;
d. identifikasi sumber bahaya; dan
e. yang diwajibkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf f
paling sedikit dilakukan terhadap:
a. peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar di bidang K3;
b. indikator kinerja K3;
c. izin kerja;
d. hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko;
e. kegiatan pelatihan K3;
f. kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan;
g. catatan pemantauan data;
h. hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut;
i. identifikasi produk termasuk komposisinya;
j. informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan
k. audit dan peninjauan ulang SMK3.
222
Bagian Keenam
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3
Pasal 14
1) Pengusaha wajib melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3.
2) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal SMK3
dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten.
3) Dalam hal perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan
pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat menggunakan jasa pihak lain.
4) Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaporkan kepada pengusaha.
5) Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan.
6) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan/atau standar.
Bagian Keenam
Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Pasal 15
1) Untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3, pengusaha
wajib melakukan peninjauan.
2) Peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.
3) Hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk
melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja.
4) Perbaikan dan peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat dilaksanakan dalam hal:
a. terjadi perubahan peraturan perundang-undangan;
b. adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;
c. adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
d. terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan;
e. adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk
epidemiologi;
f. adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja;
g. adanya pelaporan; dan/atau
h. adanya masukan dari pekerja/buruh.
Bagian Ketujuh
Penilaian SMK3
223
Pasal 16
1) Penilaian penerapan SMK3 dilakukan oleh lembaga audit independen yang
ditunjuk oleh Menteri atas permohonan perusahaan.
2) Untuk perusahaan yang memiliki potensi bahaya tinggi wajib melakukan
penilaian penerapan SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Audit
SMK3 yang meliputi:
a. pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen;
b. pembuatan dan pendokumentasian rencana K3;
c. pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak;
d. pengendalian dokumen;
e. pembelian dan pengendalian produk;
f. keamanan bekerja berdasarkan SMK3;
g. standar pemantauan;
h. pelaporan dan perbaikan kekurangan;
i. pengelolaan material dan perpindahannya;
j. pengumpulan dan penggunaan data;
k. pemeriksaan SMK3; dan
l. pengembangan keterampilan dan kemampuan.
4) Penilaian penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tertuang
dalam pedoman yang tercantum dalam Lampiran II sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 17
1) audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilaporkan kepada Menteri
dengan tembusan disampaikan kepada menteri pembina sektor usaha,
gubernur, dan bupati/walikota sebagai bahan pertimbangan dalam upaya
peningkatan SMK3.
2) Bentuk laporan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertuang
dalam pedoman yang tercantum dalam Lampiran III sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Kedelapan
Pengawasan
Pasal 18
1) Pengawasan SMK3 dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan pusat,
provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen;
b. organisasi;
224
c. sumber daya manusia;
d. pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang K3;
e. keamanan bekerja;
f. pemeriksaan, pengujian dan pengukuran penerapan SMK3;
g. pengendalian keadaan darurat dan bahaya industri;
h. pelaporan dan perbaikan kekurangan; dan
i. tindak lanjut audit.
Pasal 19
1) Instansi pembina sektor usaha dapat melakukan pengawasan SMK3
terhadap pelaksanaan penerapan SMK3 yang dikembangkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara terkoordinasi dengan pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19
digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembinaan.
Bagian Kesembilan
Ketentuan Peralihan
Pasal 21
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Perusahaan yang telah
menerapkan SMK3, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun.
Bagian Sepuluh
Ketentuan Penutup
Pasal 22
Peraturan Pemerintah mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
225
dalam segala aspek khususnya ketenagakerjaan yang salah satunya mempersyaratkan
adanya perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk meningkatkan
efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur,
dan terintegrasi melalui SMK3 guna menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan
dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja
yang nyaman, efisien dan produktif.
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja melalui SMK3 telah berkembang di
berbagai negara baik melalui pedoman maupun standar. Untuk memberikan
keseragaman bagi setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3 sehingga
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, peningkatan
efisiensi, dan produktifitas perusahaan dapat terwujud maka perlu ditetapkan
Peraturan Pemerintah yang mengatur penerapan SMK3.
Peraturan Pemerintah ini memuat:
a. ketentuan umum;
b. sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
c. penilaian SMK3;
d. pengawasan;
e. ketentuan Peralihan; dan
f. ketentuan Penutup.
Pasal 4
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang undangan antara lain
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan, minyak dan gas bumi,
atau pertambangan.
Pasal 5
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tingkat potensi bahaya tinggi” adalah perusahaan yang
memiliki potensi bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang merugikan jiwa
manusia,terganggunya proses produksi dan pencemaran lingkungan kerja.
Pasal 8
Penyebarluasan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan melalui
media antara lain papan pengumuman, brosur, verbal dalam briefing/apel, dan/atau
media elektronik lainnya. Yang dimaksud dengan pihak lain antara lain
subkontraktor, penyewa, tamu, pelanggan, pemasok.
Pasal 9
226
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “penelaahan awal” adalah kegiatan yang dilakukan
pengusaha untuk mengetahui posisi/kondisi/tingkat pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja di perusahaan terhadap penerapan peraturan perundang-undangan
keselamatan dan kesehatan kerja. Kegiatan tersebut juga mencakup evaluasi terhadap
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang ada, partisipasi pekerja/buruh
dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, tanggung jawab pimpinan unit kerja, analisa
dan statistik kecelakaan, dan penyakit akibat kerja, serta upaya-upaya pengendalian
yang sudah dilakukan.
Huruf b
Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dilakukan terhadap mesin-
mesin, pesawat pesawat, alat kerja, peralatan lainnya, bahan-bahan, lingkungan kerja,
sifat pekerjaan, cara kerja, proses produksi, dan sebagainya.
Huruf c
Yang dimaksud “persyaratan lainnya” adalah standar, pedoman, dan peraturan
perusahaan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “sumber daya” adalah personil yang memiliki kualifikasi dan
kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja, sarana keselamatan dan kesehatan
kerja, alat pelindung diri, alat pengaman, dan anggaran yang dialokasikan untuk
program keselamatan dan kesehatan kerja.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pihak lain yang terkait di perusahaan antara lain akuntan
publik, konsultan, penyedia jasa, dan penyewa.
Pasal 10
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud “kompetensi kerja” adalah kemampuan setiap individu yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan instansi yang berwenang antara lain kementerian kesehatan.
227
Pasal 11
Ayat (2)
Huruf a
Tindakan pengendalian meliputi pengendalian terhadap kegiatan, produk barang dan
jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja sekurang-
kurangnya mencakup pengendalian terhadap bahan, peralatan, lingkungan kerja, cara
kerja, sifat pekerjaan, dan proses kerja.
Huruf b
Perancangan (design) dan rekayasa meliputi pengembangan, verifikasi tinjauan ulang,
validasi dan penyesuaian berdasarkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Huruf c
Penyusunan prosedur dan instruksi kerja memperhatikan syarat-syarat keselamatan
dan kesehatan kerja dan ditinjau ulang apabila terjadi kecelakaan, perubahan
peralatan, perubahan proses dan/atau perubahan bahan baku serta ditinjau ulang
secara berkala.
Huruf d
Dalam kontrak penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan, memuat jaminan
kemampuan perusahaan penerima pekerjaan dalam memenuhi persyaratan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Huruf e
Dalam pembelian/pengadaan barang dan jasa perlu memperhatikan spesifikasi teknis
dan aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta kelengkapan lembar data
keselamatan bahan.
Huruf f
Produk akhir dilengkapi dengan petunjuk pengoperasian, spesifikasi teknis, lembar
data keselamatan bahan, label dan/atau informasi keselamatan dan kesehatan kerja
lainnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “potensi bahaya” adalah kondisi atau keadaan baik pada
orang, peralatan, mesin, pesawat, instalasi, bahan, cara kerja, sifat kerja, proses
produksi dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan gangguan, kerusakan,
kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, dan penyakit akibat kerja.
Yang dimaksud dengan “investigasi” adalah serangkaian kegiatan untuk
mengumpulkan keterangan/data atas rangkaian temuan kejadian gangguan,
228
kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, dan penyakit
akibat kerja. Yang dimaksud dengan “analisa kecelakaan” adalah serangkaian
kegiatan untuk mengadakan analisa dan penyelidikan untuk
mengetahui/membuktikan kebenaran atau kesalahan sebuah fakta yang kemudian
menyajikan kesimpulan atas kejadian kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran,
dan penyakit akibat kerja yang merupakan bagian penting program pencegahan
kecelakaan.
Pasal 12
Pasal 16
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan perusahaan yang memiliki potensi bahaya tinggi antara lain
perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, minyak dan gas bumi.
BAB VIII
229
secara teratur dan berkala dan dapat pula berupa jaminan sosial.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berjalan selama 6 (enam)
tahun. Semenjak program mulai berjalan tahun 2014, terdapat permasalahan utama
pada program JKN yang terus terjadi setiap tahun, yaitu Defisit Dana Jaminan Sosial
(DJS) Kesehatan. Pada awal tahun permulaan program yaitu tahun 2014 tersebut,
defisit dana jaminan sosial kesehatan berada di kisaran Rp1,9 triliun, kemudian
defisit tersebut melonjak tajam hingga mencapai Rp9,4 triliun pada tahun 2015,
kemudian defisit mengalami penurunan menjadi Rp6,7 triliun pada tahun 2016, dan
defisit kembali melambung hingga mencapai Rp13,8 triliun pada tahun 2017, serta
melandai di angka Rp10,45 triliun pada tahun 2018.
Pada tahun 2018, defisit DJS Kesehatan terjadi pelandaian setelah Pemerintah
melakukan penggantian Perpres 12/2013 menjadi Perpres 82/2018 dengan
memasukkan 8 paket kebijakan Pemerintah dalam penanganan defisit DJS
Kesehatan. Namun paket kebijakan yang dimasukkan dalam Perpres 82/2018
tersebut tetap belum menyentuh akar pokok penyelesaian defisit DJS Kesehatan,
sehingga pada tahun 2018 defisit DJS Kesehatan masih tetap lebar. Pada tahun 2019,
Pemerintah kembali menerbitkan Perpres nomor 75 Tahun 2019 sebagai perubahan
Peraturan Presiden nomor 82/2018. Inti utama penerbitan Perpres 75/2020 adalah
untuk melakukan perbaikan mismatch antara penerimaan dan pengeluaran DJS
Kesehatan melaui perbaikan premi iuran (kenaikan iuran). Namun, belum satu tahun
berjalan, Perpres No.75/2019 digugat dan berdasarkan putusan Mahkamah Agung
(MA) untuk kenaikan iuran bagi PBPU dibatalkan. Agar program JKN tetap
berkesinambungan, sekaligus menjamin layanan kesehatan bagi peserta, maka
Pemerintah menerbitkan kembali Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan
Kedua Perpres 82 Tahun 2020. Penerbitan Perpres 64/2020 dilakukan pada masa
pandemi Covid 19 yang sedang mewabah di dunia yang tentunya sangat berpengaruh
terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan pembayaran iuran. Namun
demikian dengan diterbitkannya Perpres No.64/2020 meskipun pada masa pandemi
Covid 19 ini, diharapkan tetap dapat menyelesaikan permasalahan defisit DJS
Kesehatan, yang tentunya sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan program.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berjalan selama 6 (enam)
tahun. Semenjak program mulai berjalan tahun 2014, terdapat permasalahan utama
pada program JKN yang terus terjadi setiap tahun, yaitu Defisit Dana Jaminan Sosial
(DJS) Kesehatan. Pada awal tahun permulaan program yaitu tahun 2014 tersebut,
defisit dana jaminan sosial kesehatan berada di kisaran Rp1,9 triliun, kemudian
defisit tersebut melonjak tajam hingga mencapai Rp9,4 triliun pada tahun 2015,
kemudian defisit mengalami penurunan menjadi Rp6,7 triliun pada tahun 2016, dan
defisit kembali melambung hingga mencapai Rp13,8 triliun pada tahun 2017, serta
melandai di angka Rp10,45 triliun pada tahun 2018. Pada tahun 2018, defisit DJS
Kesehatan terjadi pelandaian setelah Pemerintah melakukan penggantian Perpres
12/2013 menjadi Perpres 82/2018 dengan memasukkan 8 paket kebijakan Pemerintah
dalam penanganan defisit DJS Kesehatan. Namun paket kebijakan yang dimasukkan
dalam Perpres 82/2018 tersebut tetap belum menyentuh akar pokok penyelesaian
230
defisit DJS Kesehatan, sehingga pada tahun 2018 defisit DJS Kesehatan masih tetap
lebar.
Pada tahun 2019, Pemerintah kembali menerbitkan Perpres nomor 75 Tahun 2019
sebagai perubahan Peraturan Presiden nomor 82/2018. Inti utama penerbitan Perpres
75/2020 adalah untuk melakukan perbaikan mismatch antara penerimaan dan
pengeluaran DJS Kesehatan melaui perbaikan premi iuran (kenaikan iuran).
Namun, belum satu tahun berjalan, Perpres No.75/2019 digugat dan berdasarkan
putusan Mahkamah Agung (MA) untuk kenaikan iuran bagi PBPU dibatalkan. Agar
program JKN tetap berkesinambungan, sekaligus menjamin layanan kesehatan bagi
peserta, maka Pemerintah menerbitkan kembali Perpres Nomor 64 Tahun 2020
tentang Perubahan Kedua Perpres 82 Tahun 2020. Penerbitan Perpres 64/2020
dilakukan pada masa pandemi Covid 19 yang sedang mewabah di dunia yang
tentunya sangat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
pembayaran iuran. Namun demikian dengan diterbitkannya Perpres No.64/2020
meskipun pada masa pandemi Covid 19 ini, diharapkan tetap dapat menyelesaikan
permasalahan defisit DJS Kesehatan, yang tentunya sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan program.
1. Sejarah Regulasi Jaminan Kesehatan
Pokok inti regulasi dari jaminan kesehatan program JKN BPJS
Kesehatan tersebut sejatinya ialah realisasi dari perwujudan
penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia.
Dari nilai nilai hak asasi sebagaimana yang termaktub dalam UUD RI
tersebut, Pemerintah bersama dengan DPR menyusun UU nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU
No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU
BPJS). UU SJSN menetapkan program JKN sebagai salah satu program
jaminan sosial dalam sistem jaminan sosial nasional. Di dalam UU ini
diatur asas, tujuan, prinsip, organisasi, dan tata cara penyelenggaraan
program jaminan kesehatan nasional. UU SJSN menetapkan asuransi
sosial dan ekuitas sebagai prinsip penyelenggaraan JKN. Kedua prinsip
dilaksanakan dengan menetapkan kepesertaan wajib dan penahapan
implementasinya, iuran sesuai dengan besaran pendapatan, manfaat JKN
sesuai dengan kebutuhan medis, serta tata kelola dana amanah Peserta
oleh badan penyelenggara nirlaba dengan mengedepankan kehati-hatian,
akuntabilitas efisiensi dan efektifitas. UU SJSN membentuk dua organ
yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan program jaminan sosial
nasional, yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). UU ini mengatur secara umum
fungsi, tugas, dan kewenangan kedua organ tersebut. UU SJSN
mengintegrasikan program bantuan sosial dengan program jaminan sosial.
Integrasi kedua program perlindungan sosial tersebut diwujudkan dengan
mewajibkan Pemerintah untuk mensubsidi iuran JKN dan keempat
program jaminan sosial lainnya bagi orang miskin dan orang tidak
231
mampu. Kewajiban ini dilaksanakan secara bertahap dan dimulai dari
program JKN. UU SJSN menetapkan dasar hukum bagi transformasi PT
Askes (Persero) dan ketiga Persero lainnya menjadi BPJS.
UU BPJS menetapkan pembentukan BPJS Kesehatan untuk
penyelenggaraan program JKN dan BPJS Ketenagakerjaan untuk
penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun, dan jaminan kematian. UU BPJS mengatur proses
transformasi badan penyelenggara jaminan sosial dari badan usaha milik
negara (BUMN) ke badan hukum publik otonom nirlaba (BPJS).
Perubahan-perubahan kelembagaan tersebut mencakup perubahan dasar
hukum, bentuk badan hukum, organ, tata kerja, lingkungan, tanggung
jawab, hubungan kelembagaan, serta mekanisme pengawasan dan
pertanggungjawaban. UU BPJS menetapkan bahwa BPJS berhubungan
langsung dan bertanggung jawab kepada Presiden
Dari kedua UU tersebut, telah ditetapkan beberapa peraturan baik itu
Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden serta peraturan
pelaksanaan lainnya dibawah itu. Di bagian JKN, telah diterbitkan 7
(tujuh) peraturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, 5 (lima) peraturan
dalam bentuk Peraturan Presiden, dan peraturan-peraturan teknis lainnya
di level Kementerian/Lembaga khususnya Kementerian Keuangan,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri,
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan.
Dalam regulasi-regulasi jamkes tersebut, peraturan yang sering
mengalami perubahan adalah Peraturan Presiden tentang Jaminan
Kesehatan. Perpres Jamkes pertama kali digulirkan pada tahun 2013
melalui Perpres nomor 12 Tahun 2013, dan sampai saat ini telah
dilakukan 5 kali perubahan dan/atau penggantian Perpres. Substansi yang
menyeluruh dan lengkap tentang kepesertaan, iuran, dan layanan diatur
secara rinci dalam Perpres Jaminan Kesehatan. Termasuk pengaturan
dalam Perpres ini adalah terkait dengan peninjauan iuran, yang secara
rutin dilakukan setiap 2 (dua) tahun. Dengan demikian, dalam hal ketika
peninjauan iuran perlu dilakukan perubahan iuran, maka otomatis Perpres
Jamkes perlu dilakukan perubahan.
232
Apabila dilihat sejarah kenaikan iuran BPJS Kesehatan selama enam
tahun perjalanan program ini, terhitung 3 (tiga) kali iuran program ini
mengalami kenaikan iuran. Hal ini sebenarnya selaras dengan regulasi
yang mengaturnya yaitu Perpres Jamkes bahwa setiap 2 (dua) tahun sekali
akan dilakukan peninjauan iuran. Setiap kali ada kenaikan iuran sebagai
salah satu fundamental penyelesaian deficit ditanggapi beragam oleh
masyarakat. Bahkan, Perpres Jamkes yang telah diterbitkan Pemerintah
yang terdapat kenaikan iuran, selalu ada perubahan bahkan ada yang
hanya bertahan dalam hitungan bulan. Padahal, apabila kita lihat terhadap
kondisi keuangan DJS kesehatan tidak kunjung membaik sedangkan
jumlah peserta terus mengalami kenaikan karena harus menuju kepada
universal health coverage (UHC).
Pada awal pelaksanaan program, Iuran awal BPJS Kesehatan di 2014
pada awalnya untuk ruang perawatan kelas III adalah Rp 25.500 per orang
per bulan, kelas II Rp 42.500 per bulan, dan kelas I Rp 59.500 per bulan.
Di tahun pertama, dana jaminan sosial ini langsung mengalami defisit Rp
1,65 triliun hal ini karena jumlah iuran yang terkumpul tak sebanding
dengan jaminan kesehatannya
233
fundamental terkait dengan iuran baik besaran iuran, % (prosentase) iuran bagi
Pekerja/PPU, dan gaji/upah yang menjadi dasar pengenaan iuran. Ada beberapa
iuran BPJS Kesehatan akhirnya naik dua kali lipat. Kelas I iuran menjadi Rp
160.000, kelas II iuran menjadi Rp 110.000, dan Kelas III iuran Rp 42.000,
termasuk dalam hal ini iuran peserta PBI naik menjadi Rp42.000 Namun, angka
ini hanya berlaku tiga bulan saja. Kenaikan iuran PBPU kembali kembali
seperti sebelumnya setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi
Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019. Pengajuan gugatan dilakukan oleh
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia yang merasa keberatan dengan
kenaikan iuran tersebut. Dengan keputusan MA tersebut, kenaikan iuran PBPU
dibatalkan dan kembali semula, sedangkan iuran untuk PBI tetap mengalami
kenaikan termasuk dalam hal ini penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah
Daerah.
Kenaikan ketiga iuran BPJS ditandai dengan penrerbitan Perpres 64/2020.
Perpres ini pada intinya menindaklanjuti keputusan MA tersebut, sekaligus
memperbaiki sisi-sisi lainnya dari program dan tetap melanjutkan kenaikan
iuran sebagaimana yang telah dilakukan oleh Perpres 75/2020. Pemerintah
mengeluarkan Perpres 64/2020 dengan nominal angka Rp10.000 lebih
kecil untuk Kelas I dan II sebagaimana besaran iuran di Perpres 75/2019 yaitu
masing-masing menjadi sebesar Rp 150.000 dan Rp100.000.
234
Dalam dana jaminan sosial kesehatan, defisit diartikan sebagai adanya
mismatch antara pendapatan yang diterima oleh dana jaminan sosial
dengan pengeluaran (biaya manfaat) untuk pembayaran fasilitas
kesehatan. Dalam hal ini, pendapatan yang diterima oleh dana jaminan
sosial lebih rendah atas pengeluaran Pendapatan dana jaminan sosial diatur
dalam UU Nomor 24 Tahun 2011, yaitu bersumber dari:
a) Iuran jaminan sosial, termasuk bantuan iuran.
b) Hasil pengembangan Dana Jaminan Sosial.
c) Hasil pengalihan aset program jaminan sosial yang menjadi hak
peserta dari BUMN yang menyelenggarakan program jaminan sosial.
d) Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
235
berdasarkan Laporan Keuangan DJS Kesehatan Tahun 2019 (audited), diketahui
bahwa piutang iuran segmen PBPU sebesar Rp11,35 triliun dengan penyisihan
piutang sebesar Rp10,40 triliun (93,33 persen). Hal ini menunjukkan bahwa
peserta PBPU merupakan pembayar iuran dengan kolektibilitas rendah. Di sisi
lain, segmen PBPU memiliki rasio klaim tertinggi (232,42 persen) dibandingkan
segmen lainnya. Pendapat kedua, melakukan reformasi besaran pembayaran
kapitasi kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Ini dilakukan dengan
mengacu pada standar besaran tarif dan capaian indikator kinerja yang merujuk
pada kualitas pelayanan medis dan nonmedis yang diberikan, kelengkapan
sumber daya kesehatan, serta kepatuhan dan komitmen dalam pencegahan
kecurangan.
Pendapat Ketiga, melakukan reformasi peran FKTP yang merupakan garda
terdepan dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia, melalui optimalisasi dana
bidang kesehatan dari APBN/APBD di fasilitas kesehatan milik pemerintah
dalam rangka meningkatkan upaya promotif, preventif, dan pola rujukan layanan
kesehatan yang ideal.
Pendapat Keempat, melakukan penyempurnaan aplikasi verifikasi klaim
pelayanan kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan mempertimbangkan risiko
kecurangan yang mungkin terjadi.
Pendapat Kelima, mengatasi defisit keuangan DJS Kesehatan sesuai dengan
kemampuan fiskal. Sedangkan Pendapat keenam adalah mendorong kolaborasi
pendanaan dengan pemerintah daerah sehingga memberi ruang bagi APBD untuk
berkontribusi dalam program JKN. Sementara itu, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) juga telah mengeluarkan rekomendasi atas defisit yang terjadi di
DJS Kesehatan. Inti dari rekomendasi tersebut adalah dissi efisiensi pengeluaran
agar pengerluaran dapat ditekan seefisien mungkin. 6 (enam) rekomendasi
tersebut yaitu:
Pertama, Kemenkes mempercepat penyusunan Pedoman Nasional Praktik
Kedokteran untuk mencegah unnecessary treatment atau biaya tidak perlu, yang
dapat meningkatkan pengeluaran. saat baru ada 32 PNPK dari target yang
diminta KPK pada 2015 sebanyak 80 PNPK. Ia menilai ketiadaan PNPK itu
mengakibatkan unnecessary treatment atau pengobatan yang tidak perlu. KPK
memandang PNPK saat ini baru selesai 32 PNPK sampai Juli 2019 yang
seharusnya 80 PNPK. Akibatnya, karena masih ada sekitar 48 yang belum
selesai,
Kedua, membuka opsi pembatasan klaim untuk penyakit katastroupik yang
disebabkan gaya hidup tidak sehat seperti jantung, diabetes, kanker, stroke, dan
gagal ginjal.
Ketiga, mengakselerasi coordination of benefit dengan asuransi kesehatan
swasta. berdasarkan data Dewan Asuransi Indonesia, ada 1,7 persen penduduk
Indonesia yang memiliki asuransi atau sekitar 4,5 juta orang. Dengan asumsi
besaran CoB seperti yang diterapkan di Jepang dan Korea Selatan, yaitu 20- 30
persen, dapat mengalihkan beban klaim peserta PPU (pekerja penerima upah)
nonpemerintah dan PBPU sebesar Rp 600-900 miliar kepada asuransi swasta
Keempat, mengimplementasikan co-payment sebesar 10 persen bagi peserta
236
mandiri sesuai Permenkes 51 Tahun. Kelima, mengevaluasi penetapan kelas
rumah sakit. Kemudian, keenam adalah menindaklanjuti verifikasi klaim untuk
mengatasi tindakan curang (fraud) di lapangan
A. U P A H
Kebijakan pemerintah terhadap upah pekerja diatur dalam Pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Kebijakan tersebut diatur
lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 88 yang berbunyi : “Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Untuk mewujudkan
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah
menetapkan kebijakan pengupahan yang meliputi :
Upah minimum.
Upah kerja lembur.
Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.
Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya.
Upah karena menjlankan hak waktu istirahat kerja.
Bentuk dan cara pembayaran.
Denda dan potongan upah.
Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah.
Struktur dan skala pengupahan proposional.
Upah untuk pembayaran pesangon.
Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
237
Tata cara penangguhan pelaksanaan Upah Minimum diatur lebih lanjut dalam
Kepeutusan Menteri No. 231 Tahun 2003. Menurut Pasal 3 Keputusan Menteri
tersebut dijelaskan bahwa :
Permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum diajukan
pengusaha kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal
berlakunya Upah Minimum.
Permohonan penangguhan di dasarkan atas kesepakatan tertulis antara
pengusaha dengan pekerja/serikat pekerja yang tercatat.
Pasal 93 ayat (1) Menjelaskan bahwa upah tidak dibayar bila pekerja tidak
melakukan pekerjaan (AZAS NO WORK NO PAY).
Pasal 93 ayat (2) Menjelaskan bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku dan
pengusaha wajib membayar upah apabila ;
- Pekerja sakit salama 12 bulan berturut-turut, dengan surat keterangan
dokter.
- Pekerja perempuan yang sakit pada hari 1 dan ke 2 pada saat haid,
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
- Pekerja tidak masuk kerja karena pekerja menikah, menikahkan,
mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau
keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau
orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia.
- Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang
menjalankan kewajiban terhadap negara.
- Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan
ibadah yang diperintahkan agamanya.
- Pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri
maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
- Pekerja melaksanakan hak istirahat.
- Pekerja melaksanakan tugas pekerja/serikat pekerja atas persetujuan
pengusaha.
- Pekerja melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
238
hubungan dilakukan pengusaha.
Pelaksanaan upah minimum Provinsi pada pekerja di Propinsi Riau dapat dilihat
pada Surat Keputusan Gubernur Riau. Surat Keputusan Gubernur Riau tentang upah
minimum tersebut tiap-tiap tahun akan dirubah/diganti dalam rangka :
Meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Mendorong peningkatan produksi dan produktivitas kerja.
Pada tahun 2019 ini pelaksanaan upah minimum untuk pekerja di Provinsi Riau
ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur No.Kpts.911/X/2018 tentang Upah
Minimum Provinsi Riau tahun 2019 dan diberlakukan tanggal 1 Januari 2019.
Gaji pokok adalah imbalan dasar yang harus dibayarkan oleh perusahaan
terhadap pekerja. Jumlahnya ditentukan berdasarkan tingkat dan jenis profesi dan
kesepakatan dengan calon karyawan. Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan
239
No 13 Tahun 2003, besaran gaji pokok minimal 75 persen dari upah total pegawai,
yang terdiri dari gaji bersih ditambah tunjangan tetap.
Gaji pokok karyawan adalah salah satu komponen dari struktur upah yang diatur
oleh perusahaan secara proporsional. Nilai gaji pokok diatur sesuai golongan
jabatan dari yang terendah hingga yang tertinggi.
Berikut adalah Cara Menentukan Nilai Gaji Pokok / Bersih Karyawan. Setidaknya ada
tiga hal penting yang perlu Anda pertimbangkan sebelum menetapkan gaji pokok
karyawan:
1. Nilai Pekerjaan di Pasaran
Anda bisa menelusuri posisi pekerjaan serupa dengan kualifikasi pendidikan
atau pengalaman sama di sejumlah bursa kerja. Tiap perusahaan
kemungkinan menawarkan gaji yang berbeda untuk profesi yang sama,
namun Anda dapat menarik kisaran atau angka rata-rata. Selain itu, yang
perlu diperhatikan adalah faktor geografis terkait lokasi pekerjaan, apakah
metropolitan, kota besar, atau kota kecil. Jadi, lokasi perusahaan Anda turut
berdampak pada besaran gaji pokok karyawan. Perusahaan yang berkantor di
Jakarta biasanya memberikan gaji lebih tinggi dibanding kota-kota besar
lainnya di Indonesia.
Contohnya jika Anda mencari staff HRD/Personalia dan menemukan rata-rata
gaji pokoknya di pasaran Rp 5 juta. Namun , ternyata nilai pasaran gaji di
Jakarta untuk profesi tsb. lebih tinggi, yakni Rp 8 juta. Karena perusahaan
Anda beroperasi di Jakarta, maka Anda bisa mempertimbangkan gaji pokok
Rp 8 juta.
240
3. Kontribusi bagi perusahaan
Metode lain untuk menentukan gaji pokok yaitu dengan mengukur seberapa
besar kontribusi profesi itu terhadap bisnis. Apabila pekerjaan itu benar-benar
menentukan performa perusahaan secara keseluruhan, bisa dengan
memberikan berapa kompensasi yang lebih tinggi dari profesi yang kurang
berkontribusi. Dan juga dapat melihat dan mengukur kecakapan individual
karyawan pada saat masa probation.Sejauh mana karyawan tsb. melakukan
tugas dan tanggung jawabnya. Jika karyawan yang bersangkutan memiliki
kinerja di atas rata-rata, dan memberikan dampak yang positif terhadap
produktivitas perusahaan, maka Anda dapat mempertimbangkan untuk
menaikan gaji pokoknya.Setelah menentukan gaji karyawan, sekarang
waktunya untuk menghitung gaji sesuai dengan peraturan Kementrian
Ketenagakerjaan.
Saat ini mempekerjakan karyawan tetap dan tidak tetap sangat umum
dilakukan. Untuk pekerjaan yang sifatnya sementara, mempekerjakan
karyawan dengan status tidak tetap adalah langkah tepat dan hemat anggaran.
Tetapi, ketika waktu gajian tiba, akan sedikit pusing sebab ada perbedaan
perhitungan gaji antara karyawan tetap dan karyawan tidak tetap perihal
pemotongan pajaknya.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor 31/PJ/2009 menerangkan bahwa karyawan
tetap merupakan pegawai yang mendapatkan penghasilan dalam jumlah
tertentu secara teratur, dan terus menerus ikut serta mengelola perusahaan
secara langsung. Sedangkan karyawan tidak tetap yaitu pegawai yang
mendapatkan penghasilan hanya apabila pegawai tersebut bekerja
berdasarkan jumlah hari ia bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan atau
penyelesaian suatu pekerjaan yang sifatnya sementara. Karyawan tidak tetap
dapat digaji secara bulanan atau harian. Perbedaan keduanya tidak hanya dari
penerimaan penghasilan, tetapi juga dari metode perhitungan gajinya.
Contoh kasus berikut untuk mengetahui perbedaan perhitungan gaji karyawan
tetap dan karyawan tidak tetap atau lepas:
241
Gaji Neto Sebulan Rp 7.600.000
– – –
Gaji Neto Setahun 12 x Rp 7.600.000 Rp 91.200.000
Penghasilan Tidak Kena
(-) Rp 63.000.000 (*)
Pajak (PTKP)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 28.200.000
(PKP)
– – –
PPh 21 Terutang 5% x Rp 28.200.000 Rp 1.410.000
PPh 21 per Bulan Rp 1.410.000 / 12 Rp 117.500
Rp 8.000.000 – Rp
Gaji yang Harus Dibayar Rp 7.882.500
117.500
*Nilai PTKP sudah ditetapkan oleh pemerintah,
242
Atau
< Rp 450.000
> Rp 450.000
Atau Tarif Pasal 17 x PKP
> Rp 10.200.000
disetahunkan
< Rp 450.000
243
PTKP yang Sebenarnya Rp 54.000.000/360 x 25 (-) Rp 3.750.000
PKP Hingga Hari ke-25 Rp 1.250.000
PPh 21 Terutang 5% x Rp 1.250.000 Rp 62.500
PPh 21 yang Telah Dibayar
(-) Rp 60.000
Hingga Hari ke-24
PPh 21 Rp 2.500
Upah yang Diterima Hari
Rp 200.000 – 2.500 Rp 197.500
ke-25
Penghasilan Sehari Rp 5.200.000/26 Rp 200.000
Penghasilan Kumulatif Rp 200.000 x 26 Rp 5.200.000
PTKP yang Sebenarnya Rp 54.000.000/360 x 26 (-) Rp 3.900.000
PKP Hingga Hari ke-26 Rp 1.300.000
PPh 21 Terutang 5% x Rp 1.300.000 Rp 65.000
PPh 21 yang Telah Dibayar
(-) Rp 62.000
Hingga Hari ke-25
PPh 21 Rp 2.500
Upah yang Diterima Hari
Rp 200.000 – 2.500 Rp 197.500
ke-26
244
Pertama, hitung dulu total hari kerja dalam sebulan. Misal di bulan
september ada 20 hari.
Dari tanggal 17 sampai tanggal 30 karyawan D bekerja selama 10
hari, maka gaji yang karyawan D terima adalah :
(10/20) x Rp 3.500.000 = Rp 1.500.000
Upah Kerja Lembur adalah upah yang diterima pekerja atas pekerjaannya sesuai
dengan jumlah waktu kerja lembur yang dilakukannya. Waktu kerja lembur adalah
waktu kerja yang melebihi 7 jam sehari untuk 6 hari kerja dan 40 jam dalam
seminggu atau 8 jam sehari untuk 8 hari kerja dan 40 jam dalam
seminggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur
resmi yang ditetapkan Pemerintah (Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri
no.102/MEN/VI/2004). Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3
245
jam/hari dan 14 jam dalam 1 minggu diluar istirahat mingguan atau hari libur resmi.
Ketentuan tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur diatur dalam
Undang –Undang no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 78 ayat (2),(4),
pasal 85 dan lebih lengkapnya diatur dalam Kepmenakertrans no.102/MEN/VI/2004
mengenai Waktu dan Upah Kerja Lembur.
Perhitungan Upah Lembur didasarkan upah bulanan dengan cara menghitung
upah sejam adalah 1/173 upah sebulan. Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam
Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004 , Rumus perhitungan upah lembur adalah
sebagai berikut:
a) Perhitungan Upah Lembur Pada Hari Kerja
PERHITUNGAN UPAH LEMBUR PADA HARI KERJA
Jam Lembur Rumus Keterangan
Jam Pertama 1,5 X 1/173 x Upah Sebulan adalah 100% Upah bila upah yang
Upah Sebulan berlaku di perusahaan terdiri dari upah pokok dan
tunjangan tetap.
Contoh:
Jam kerja Manda adalah 8 jam sehari/40 jam seminggu. Ia harus melakukan kerja
lembur selama 2 jam/hari selama 2 hari. Gaji yang didapat Manda adalah Rp.
2.000.000/bulan termasuk gaji pokok dan tunjangan tetap. Berapa upah lembur yang
didapat Manda?
Manda hanya melakukan kerja lembur total adalah 4 jam. Take home pay Manda
berupa Gaji pokok dan tunjangan tetap berarti Upah sebulan = 100% upah. Sesuai
dengan rumus maka Upah Lembur Manda :
Lembur jam pertama :
2 jam x 1,5 x 1/173 x Rp. 2.000.000 = Rp. 34.682
Lembur jam selanjutnya :
2 jam x 2 x 1/173 x Rp. 2.000.000 = Rp. 46.243
Total uang lembur yang didapat Manda adalah
Rp. 34.682 + Rp. 46.243 = Rp. 80.925
246
5 Jam pertama 2 X Upah/jam 5 jam x 2 x 1/173 x upah sebulan
Jam ke-6 3 X Upah/jam 1 jam x 3 x 1/173 xupah sebulan
Jam Ke-7 & 8 4 X Upah/jam 1 jam X 4 x 1/173 x upah sebulan
5 Hari Kerja per minggu (40 Jam/Minggu)
8 Jam pertama 2 Kali Upah/Jam 8 jam x 2 x 1/173 x upah sebulan
Jam ke-9 3 Kali Upah/jam 1 jam x 3 x 1/173 xupah sebulan
Jam ke-10 s/d Jam ke-11 4 Kali Upah/Jam 1 jam X 4 x 1/173 x upah sebulan
Contoh :
Andi biasa bekerja selama 8 jam kerja/hari atau 40 jam/minggu. Hari Sabtu dan
Minggu adalah hari istirahat Andi. Akan tetapi perusahaan Andi memintanya untuk
masuk di hari Sabtu selama 6 jam kerja. Gaji Andi sebesar Rp. 2.800.000/bulan yang
terdiri dari gaji pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap. Lalu, berapa uang
lembur yang patut didapat Andi yang bekerja selama 6 jam di hari liburnya?
Andi melakukan kerja lembur di hari liburnya total 6 jam. Take home pay Andi
berupa Gaji pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap berarti Upah sebulan =
75% upah sebulan = 75% x Rp. 2.800.000 = Rp. 2.100.000.
Apabila waktu kerja lembur jatuh pada hari libur/istirahat, upah lembur dihitung 2
kali upah/jam untuk 8 jam pertama kerja.
Sesuai dengan rumus maka Upah Lembur Andi :
6 jam kerja x 2 x 1/173 x Rp. 2.100.000 = Rp. 145. 665
Perusahaan akan mendapat sanksi apabila tidak memenuhi hak upah lembur
pekerjanya. Bagi Perusahaan melanggar ketentuan pemberian Upah lembuh
sebagaimana diatur dalam pasal 78 ayat 2 dan pasal 85 ayat 3 Undang-Undang
Tenaga Kerja no.13/2003, akan dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1
bulan, paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000 dan paling
banyak Rp. 100.000.000. Tentang sanksi ini, tercantum dalam ketentuan Undang-
Undang Ketenagakerjaan pasal 187 ayat 1
Pada Pasal 42, Upah minimum untuk Upah tanpa tunjangan hanya berlaku bagi
pekerja atau buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada Perusahaan
yang bersangkutan. Upah bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun
atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja atau buruh dengan Pengusaha
di Perusahaan yang bersangkutan.
247
Kemudian juga dibahas dalam pasal berikutnya yaitu PP Nomor 78 tahun 2015
Pasal 43, yang berbunyi :
- Penetapan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dilakukan
setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
- Kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
standar kebutuhan seorang Pekerja atau buruh lajang untuk dapat hidup layak
secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.
- Kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas
beberapa komponen.
- Komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas beberapa jenis
kebutuhan hidup.
- Komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan jenis kebutuhan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditinjau dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun.
- Peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dilakukan oleh Menteri dengan mempertimbangkan hasil kajian
yang dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan Nasional.
- Kajian yang dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan Nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) menggunakan data dan informasi yang bersumber
dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
- Hasil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) menjadi dasar perhitungan Upah minimum
selanjutnya dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
-
- Ketentuan lebih lanjut mengenai kebutuhan hidup layak diatur dengan
Peraturan Menteri.
248
ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dengan iuran karyawan baru atau karyawan resign yang masuk kerja dan resign
pada pertengahan bulan yang tidak menerima upah secara penuh. Tentu dalam
kesehariannya pasti akan terjadi perihal di atas dan dalam peraturan memang tidak
dijelaskan secara rinci mengenai hal ini, maka nantinya untuk pemotongan karyawan
baru dan karyawan resign dapat disesuaikan dengan PKB yang telah disepakati
antara perusahaan dan juga karyawan.
Contoh Kasusnya Seperti Ini Untuk Yang Dasar Perhitungan Menggunakan Upah
Prorata:
DETAIL KARYAWAN A
249
DETAIL KARYAWAN B
Maka saat ini jika terjadi hal demikian, misalkan untuk karyawan yang masuk
bulan pertama dan dasar perhitungan menggunakan upah prorate, maka bulan
berikutnya sudah menggunakan upah penuh untuk dasar perhitungan BPJSnya. Dan
perusahaan wajib melaporkan perubahan data secara lengkap dan benar untuk peserta
/ karyawan tersebut sesuai dengan peraturan PP Nomor 46 Tahun 2015 Pasal 10.
Namun kembali ke kebijakan perusahaan dan PKB yang sudah disepakati, apakah
dihitung dengan dasar perhitungan prorate atau upah penuh. Jika memang
menggunakan pemotongan BPJS dengan upah penuh maka bagian hrd tidak perlu
lagi melaporkan adanya perubahan upah. Kembali kepada bagaimana PKB yang
telah disepakati bersama.
Kemudian jika karyawan resign dan ingin mencairkan JHTnya maka bisa dicek
juga disini. Dan untuk mempermudah perhitungan BPJS Ketenagakerjaan, Anda
dapat menggunakan Sigma HRIS yang merupakan salah satu produk software payroll
Indonesia sehingga pembayaran BPJS Ketenagakerjaan bisa terhitung secara
otomatis.
250
Undang-Undang yang mengatur jaminan sosial pertama kali di Indonesia
adalah Undang-Undang No 33 Tahun 1947 tentang kecelakaan (dalam
hubungan kerja). Undang-Undang tersebut memberikan santunan/ganti rugi
kepada pekerja yang mendapat kecelakaan dalam hubungan kerja.
Pembayaran ganti rugi tersebut didasarkan pada adanya resiko kemungkinan
mendapat kecelakaan pada saat menjalankan pekerjaan. Resiko tersebut
menjadi tanggung jawab pengusaha.
Dasar/azas ini disebut RESQUE PROFESIONAL. Ada 4 faktor sebagai
syarat mendapat ganti rugi tersebut yakni :
a. Kecelakaan benar-benar terjadi.
b. Kecelakaan menimpa pekerja.
c. Kecelakaan terjadi di perusahaan yang diwajibkan membayar ganti
rugi.
d. Kecelakaan terjadi dalam hubungan kerja.
Berhubung dengan iuran dalam program ASTEK itu kecil, sehingga santun
yang diterima pekerja tidak seimbang denhgan macamnya peristiwa sosial
yang dialami pekerja, maka Undang- Undang No.33 Tahun 1947 dan
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tersebut dinyatakan tidak berlalu
251
lagi sebelah diundangkan Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.
2. DASAR HUKUM :
- Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
- Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat
atas Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. DEFINISI :
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) adalah : Suatu perlindungan bagi
tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian
dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, mencapai hari tua dan meninggal dunia.
4. SYARAT KEPESERTAAN
Pengusaha yang mempekerjakan 10 orang atau lebih atau Membayar upah
paling sedikit Rp. 1.000.000,- wajib mengikuti program Jamsostek.
252
oleh perusahaan
c. Jaminan Hari Tua (JHT) besarnya iuran:
- 3,7% x upah / bulan ditanggung perusahaan.
- 2% x upah / bulan ditanggung oleh pekerja.
- Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, besarnya iuran :
- 6% x upah / bulan untuk pekerja yang sudah berkeluarga.
- 3% x upah / bulan untuk pekerja yang belum nikah. Iuran ditanggung
perusahaan.
253
-Santunan cacat total untuk selama-lamanya dibayarkan secara
sekaligus dan secara berkala besarnya adalah :
2) Santunan sekaligus sebesar 70% x 70 bulan upah.
3) Santunan berkala sebesar Rp. 200.000, selama 24 bulan.
4) Santunan cacat kekurangan fungsi dibayarkan secara sekaligus,
besarnya santunan … % berkurangnya fungsi x … % sesuai label x
70% bulan upah.
5) Santunan Kematian dibayarkan secara sekaligus dan secara berkala
yang diatur sebagai berikut :
- Santunan sekaligus sebesar 60% x 70 bulan upah, sekurang-
kurangnya sebesar santunan kematian yakni Rp. 6.000.000,-.
- Santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- selama 24 bulan.
- Biaya pemakaman sebesar 1.500.000,-.
c. BIAYA REHABILITASI
Biaya rehabilitasi berupa penggantian pembelian alat bantu (orthese)
dan atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap
kasus dengan patokan harga dari pusat rehabilitasi, Prof, dr. Suharso
Surakarta ditambah 40% dari harga tersebut.
254
400.000,-.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Apri, dkk. 2017. Analisis Yuridis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Berdasarkan UndangUndang Ketenagakerjaan Dan Hukum Perjanjian. Vol.5 No. 1.
Fitriani, Diah. 2015. Penjabaran Hak Tenaga Kerja Perempuan Atas Upah Dan
Waktu Kerja Dalam Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja. Vol. 4. No. 2. Hal
375-382.
Hidayani, Sri & Riswan Munthe. 2018. Aspek Hukum terhadap Pemutusan
Hubungan Kerja yang Dilakukan oleh Pengusaha. Vol. 11. No. 2. Hal 127-140.
255
Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagaan Indonesia Edisi Revisi,
Jakarta:Rajawali Press, 2010.
Kuahaty, Sarah Selfina. dkk. 2021. Hukum Ketenagakerjaan. Widina Bhakti Persada:
Bandung.
Shalihah, Fitriatus. 2017. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Dalam Hubungan
Kerja Menurut Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Dalam Perspektif Ham. Vol. 1.
No. 2.
Suartini, Sri, dkk. Akibat Hukum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Yang Dibuat
Tidak Dengan Bentuk Tertulis.
Wahyudi, Iwan, dkk. 2020. Asas Kepatuhan Dalam Menjalankan Sistem Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu Di Wilayah Bogor. Vol. 12. No. 2. Hal 153-166.
256