A. Hubungan Industrial
Lain halnya dengan di negara-negara industri maju seperti Amerika dan Eropa
pada awal awal abad ke 19, yang mana tumbuh kembang hubungan industrial dipicu
oleh revolusi industri yang berakibat timbulnya kompleksitas dalam proses produksi
dan pengelolaan organisasi, sehingga diperlukanlah penataan baru dalam hubungan
diantara para pelaku produksi dalam hak dan kewajibannya.
Fenomena hubungan industrial saat itu masih sangat biasa, sederhana dan
terbatas, paling terkonsentrasi di sektor perkebunan serta industri gula yang tersebar di
beberapa tempat khususnya di pulau jawa. Namun demikian, pola hubungannya sudah
diwarnai oleh politik dan ideologi negara yang diadopsi dari kerajaan Belanda, yaitu
kapitalis liberalis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari produk perundang-undangan yang
mengatur perburuhan dan hubungan industrial yang cenderung diwarnai oleh kebijakan
untuk melindungi para pemilik modal.
Setelah kemerdekaan, kondisi hubungan industrial makin diwarnai oleh
dinamika dan perkembangan politik negara. Ditandai dengan bermunculannya serikat
buruh/pekerja yang pada umumnya berafiliasi pada organisasi partai politik, yaitu
partai nasionalis, partai agamis dan partai komunis, yang ketiganya menjadi poros
politik di Indonesia dalam tag line NASAKOM, pada masa demokrasi terpimpin (1960
-1965). Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Soetarto, Direktur Jenderal
Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja, bahwa serikat-serikat buruh di Indonesia
merupakan alat partai politik, sebagaimana dikemukakan oleh pemerintah orde lama,
dengan kebijakannya bahwa hanya serikat buruh yang berafiliasi pada partai-partai
politik Nasakom saja yang diakui eksistensinya.
“The difference in ideology between the communist, who stress the class
struggle, and the muslim, who talk about the principle of sharing wealth with the
poor, in significant in labour relation in Indonesia. Since some of moslem unions
tend to talk in terms of the Islamic faith instead of the class struggle, they sometime
refuse to join in certain strikes and care considered more moderate”.
Pada tahun 1966 terjadi peristiwa makar yang dimotori oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI) dengan massa pendukungnya, sehingga mengakibatkan terbunuhnya
beberapa jenderal Angkatan Darat. Sejak saat itu terjadi peralihan kekuasaan dari orde
lama ke orde baru, dimana salah satu keputusan politiknya adalah PKI dan massa
pendukungnya dibekukan dan dinyatakan terlarang di Indonesia, karena dianggap
terlibat dalam peristiwa tersebut. Terjadi pembaharuan politik yang salah satunya
berimbas pada kalangan serikat buruh, yaitu dengan dibentuknya Majelis
Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) pada tanggal 1 November 1969 yang
diresmikan oleh Presiden Soeharto dan mewadahi 21 serikat pekerja.
Kondisi tersebut menimbulkan berbagai reaksi baik dari dalam maupun luar
negeri, utamanya dari serikat–serikat buruh internasional yang besar dan berpengaruh
yaitu ICFTU dan AFL- CIO. Akhirnya dilakukan rembug nasional, untuk mengubah
model serikat pekerja hingga menjadi Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (F-SPSI)
dari bentuk unitaris menjadi federasi. Meskipun secara keseluruhan masih tetap tunggal dan
berada di bawah kendali pemerintah.
“Ia mencakup suatu spektrum dari gagasan liberal dan reformasi, misalnya
mencegah korupsi, memberantas kesewenang-wenangan, dalam tata kerja
badan-badan pemerintah dan menegakkan rule of law, hingga bentuk- bentuk
radikal dan populis yang menuntut keadilan yang lebih luas, emansipasi
masyarakat kelas bawah, serta dibongkarnya berbagai instrumen negara yang
mengawasi kehidupan politik atau masyarakat pada umumnya”.
Konsep hubungan industrial tidak bisa lepas dari unsur pengusaha dan
pekerja, dimana pengusaha adalah pihak yang mempunyai modal dan tujuan dari
usaha yang dilakukan yaitu untuk mencapai suatu keuntungan tertentu. Sedangkan
pekerja atau buruh adalah pihak yang bekerja untuk menjalankan usaha dengan
menerima upah atau imbalan tertentu. Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian mengenai hubungan
Industrial, yaitu suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam
proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Hubungan Industrial merupakan sistem hubungan yang
menempatkan kedudukan pengusaha dan pekerja/buruh sebagai hubungan yang
saling melengkapi dalam rangka mencapai tujuan bersama. Selain unsur di atas,
dalam tatanan sistem ketenagakerjaan Indonesia terdapat pemerintah yang bersifat
mengayomi dan melindungi para pihak. Pemerintah mengeluarkan rambu-rambu
berupa aturan-aturan ketenagakerjaan demi terwujudnya hubungan kerja yang
harmonis antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
1. Fungsi Pemerintah
a. menetapkan kebijakan,
b. memberikan pelayanan,
c. melaksanakan pengawasan, dan
d. melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan
perundangundangan
ketenagakerjaan.
2. Fungsi Pekerja/Buruh
1) Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja
tetapi harus bekerja).
2) Menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan
tersebut (Agusmidah, 2010). Buruh di bagi atas dua klasifikasi, yaitu sebagai
berikut:
Istilah buruh dalam bahasa Inggris adalah labour. Pengertian asli buruh adalah
orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah. Hampir sama dengan
makna ini adalah pengertian yang diberikan oleh W. J. S. Poerwardarminta. Ia
memberikan makna buruh sebagai orang yang bekerja dengan mendapat upah.
Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Labour adalah workers, especially
those who work with their hands. Secara umum buruh adalah orang yang bekerja
dengan menerima upah. Jika makna istilah “tenaga kerja”, “pekerja”, dan “buruh”
dibandingkan dan dianalisis tanpa memperhatikan hukum positif, akan diperoleh
kesimpulan bahwa tenaga kerja mencakup pekerja, sedangkan pekerja mencakup
buruh. Seorang pekerja adalah tenaga kerja, meskipun tenaga kerja belum tentu
pekerja (Abdul Rachmad Budiono, 2009). Tenaga kerja yaitu setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barangdan/atau jasa, baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
keluarganya.
3. Fungsi Pengusaha
c. Badan Hukum (recht persoon) adalah suatu badan hukum yang oleh
hukum dianggap sebagai orang, mempunyai harta kekayaan secara
terpisah, mempunyai hak dan kewajiban hukum dan dapat melakukan
hubungan hukum dengan pihak lain. Contoh badan hukum adalah
perseroan terbatas (PT), yayasan, koperasi dan lain-lain.
Istilah lain yang hampir sama (identik) dengan kata landasan adalah kata dasar
(basic). Kata dasar adalah awal, permulaan atau titik tolak segala sesuatu. Pengertian
dasar, sebenarnya lebih dekat pada referensi pokok (basic reference) dari
pengembangan sesuatu. Jadi, kata dasar lebih luas pengertian dari kata fondasi atau
landasan. Karena itu, kata fondasi atau landasan dengan kata dasar (basic reference)
merupakan dua hal yang berbeda wujudnya, tetapi sangat erat hubungannya (Sanusi
Uwes, 2001: 8). Maka, setiap ilmu yang berhubungan dan berkenaan dengan
pelaksanaan pendidikan, merupakan hasil dari pemikiran tentang alam atau manusia.
Oleh karenanya, ilmu-ilmu itu dapat dikatakan sebagai fondasi atau dasar pendidikan
(Sunasi Uwes, 2001: 8). Jadi, dilihat dari pengertian tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa landasan adalah fondasi atau dasar tempat berpijaknya sesuatu.
Melalui asas hukum, norma hukum berubah sifatnya menjadi bagian atau
tatanan etis yang sesuai dengan nilai kemasyarakatan. Pemahaman tentang
keberadaan suatu norma hukum dapat ditelusuri daro ratio legis-nya. Meskipun asas
hukum bukan norma hukum, namun tidak ada norma hukum yang dapat dipahami
tanpa mengetahui asas-asas hukum yang terdapat di dalamnya.
Peraturan hukum yang kongkret itu dapat diterapkan secara langsung pada
peristiwanya, maka asas hukum diterapkan secara tidak langsung. Untuk
menemukan asas hukum di cari sifat-sifat umum dalam norma yang kongkrit, dalam
arti mencari kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam peraturan dimaksud.
a. Asas Manfaat
c. Asas Demokrasi
Setiap warga negara harus taat dan sadar pada hukum dan mewajibkan
negara menegakkan hukum
Asas kekeluargaan dan gotong royong itu harus terjalin kerja sama yang
sebaik-baiknya dalam keharmonisan kerja dan lingkungan kerja, karena
pada hakikatnya:
Selain dari itu sikap sosial diperlukan juga sikap mental, dimana para
pelaku Hubungan Industrial Pancasila antara pihak yang satu dengan pihak
yang lainnya bersikap sebagai teman seperjuangan atau mitra kerja yang
saling menghormati dan saling mengerti kedudukan serta perananya dan
sama-sama memahami hak dan kewajiban di dalam keseluruhan proses
produksi. Pihak pemerintah dalam hal ini, menempati posisi dan
menjalankan peranan sebagai pengasuh, pembimibing, pelindung dan
pendamai, secara singkatnya berperan sebagai pengayom dan pamong bagi
semua pihak yang terkait.
Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap sosial adalah interaksi dengan
orang lain, sehingga dapat membentuk suatu perilaku atau perbuatan yang membuat
orang dapat saling bekerja sama. Sikap sosial sangat erat kaitannya dengan perilaku
atau perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari, dengan mengetahui sikap
seserang, oranglain akan menduga dan mengamati bagaimana sikap yang diambil oeh
orang yang bersangkutan terhadap suatu masalah yang dihadapkan pada dirinya.
Sikap mental yang terkendali terpuji akan dapat menumbuhkan kualitas sumber daya
manusia yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas manajemen.
a. Serikat Pekerja.
b. Organisasi Pengusaha.
c. Lembaga Kerjasama Bipartit.( di tingkat perusahaan)
d. Lembaga Kerjasama Tripartit. (di tingkat nasional, privinsi,
kabupaten/kota)
e. Peraturan Perusahaan.
f. Perjanjian Kerja Bersama.
g. Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan.
h. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Zaman feodal atau zaman penjajahan Belanda dahulu yang dimaksud dengan
buruh adalah orang-orang pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang dan lain-lain.
Orang-orang ini oleh pemerintah Belanda dahulu disebut dengan blue collar
(berkerah biru), sedangkan orang-orang yang mengerjakan pekerjaan “halus” seperti
pegawai administrasi yang biasa duduk di meja disebut dengan “white collar”
(berkerah putih). Pemerintah Hindia Belanda membedakan antara blue collar dengan
white collar dengan memberikan kedudukan dan status yang berbeda untuk memecah
belah golongan Bumiputra. Orang-orang white collar dikatakan adalah orang-orang
yang pantang melakukan pekerjaanpekerjaan kasar, sedangkan orang-orang blue
collar adalah kuli kasar yang hampir sama kedudukan dengan “budak” yang harus
tunduk dan patuh, hormat kepada orang-orang white collar.
Tenaga kerja yang bekerja dibawah pimpinan orang lain dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain tetapi tidak dalam hubungan kerja misalnya
tukang semir sepatu atau tukang potong rambut, bukan merupakan pekerja atau
buruh. Tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai
pelaku (aktor) dalam pelaksanaan pembangunan, kiranya perlu meningkatkan kualitas
tenaga kerja Indonesia dan kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak
dan kepentingannya sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Istilah pekerja dan
buruh secara yuridis sebenarnya adalah sama dan tidak ada perbedaan diantara
keduanya. Kedua kata tersebut dipergunakan dan digabungkan menjadi ‘pekerja atau
buruh” dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk
menyesuaikan dengan istilah “serikat pekerja atau serikat buruh” yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh.
UndangUndang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 3
pengertian pekerja atau buruh adalah “Setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang
yang telah ada sejak lahir, bahkan dari dalam kandungan sekalipun. Hakhak
pekerja/buruh selalu melekat pada setiap orang yang bekerja dengan
menerima gaji. Karena pekerjaannya dibawah perintah orang pemberi kerja
maka seorang pekerja perlu memperoleh jaminan perlindungan dari tindakan
yang sewenang-wenang dari orang yang membayar gajinya. Hak
pekerja/buruh tersebut muncul secara bersamaan ketika sipekerja/buruh
mengikat dirinya pada si majikan untuk melakukan suatu pekerjaan.
Beberapa hak-hak pekerja sebagai berikut: Hak atas upah, Hak untuk
mendapatkan cuti tahunan dan dapat dijalankan sesuai dengan aturan yang
berlaku, Hak untuk mendapatkan kesamaan derajat dimuka hukum, Hak utuk
menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing, dan
Hak untuk mengemukakan pendapat. Hak–hak pekerja ini hanya ada
sewaktu seseorang menjadi pekerja, hak ini melekat pada mereka yang
bekerja.
Arti dari organisasi pengusaha ini adalah sebuah perkumpulan dari beberapa
pemilik usaha/perusahaan yang dimana membentuk suatu susunan agar terciptanya
badan usaha-yang luas dari berbagai perusahaan. Pasal 105 Undang-Undang
Nomor;13 Tahun 2003 tentang”Ketenagakerjaan menjelaskan mengenai-organisasi
pengusaha yaitu “Setiap-pengusaha berhak membentuk dan menjadi,anggota
organisasi pengusaha, serta ketentuan mengenai:organisasi pengusaha diatur sesuai
dengan:peraturan perundang-undangan yang-berlaku”.
a. Dasar Hukum
b. Pengertian Bipartit
d. Manfaat Bipartit
Fungsi :
Tugas :
1. LKS Bipartit dibentuk oleh unsur pengusaha dan unsur pekerja/ buruh.
2. LKS Bipartit dapat dibentuk di setiap cabang perusahaan.
3. Pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil
pekerja/buruh melaksanakan pertemuan untuk membentuk, menunjuk
dan menetapkan anggota LKS Bipartit di perusahaan.
4. Anggota menyepakati dan menetapkan susunan pengurus LKS
Bipartit.
5. Pembentukan dan susunan pengurus LKS Bipartit dituangkan dalam
Berita Acara yang ditandatangani oleh pengusaha dan wakil serikat
buruh atau wakil pekerja/buruh di perusahaan.
Unsur Pengusaha
1. Saran.
2. Rekomendasi.
3. Memorandum Kepada pimpinan/manajemen perusahaan.
- Jabatan Ketua LKS Bipartit dapat dijabat secara bergantian antara
wakil pengusaha dan wakil pekerja/ buruh.
1. Meninggal Dunia;
2. Mutasi atau keluar dari perusahaan;
3. Mengundurkan diri sebagai anggota lembaga;
4. Diganti atas usul dari unsur yang diwakilinya;
5. Sebab-sebab lainnya yang menghalangi tugas-tugas dalam
kepengurusan lembaga.
Lembaga Kerja Sama Tripartit yang selanjutnya disebut LKS Tripartit adalah
forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan
yang anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat
pekerja/serikat buruh. Lembaga Kerja Sama Tripartit Sektoral, yang selanjutnya
disebut LKS Tripartit Sektoral, adalah forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan sektor usaha tertentu yang anggotanya
terdiri dari unsur Pemerintah, organisasi pengusaha sektor usaha tertentu, dan serikat
pekerja/serikat buruh sektor usaha tertentu.
f. anggota atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh bagi calon anggota yang
berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh. f. anggota . . . (2) Ketua LKS
Tripartit Nasional dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d.
(3) Dalam hal salah satu unsur atau lebih tidak dapat memenuhi
kesamaan jumlah keanggotaan dengan unsur lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) maka ketentuan komposisi keterwakilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak berlaku.
Lebih dari dua dekade, perkembangan teori yang terjadi dalam memahami
hubungan antarkaryawan dan hubungan sosial di tempat kerja dapat dicatat bahwa
hubungan industrial lebih didasarkan pada analisis ekonomi. Kontrak antarkaryawan
dipandang sebagai hubungan pertukaran ekonomi. Permasalahan yang sering kali
muncul adalah mengubah kemampuan kerja karyawan menjadi ketepatan dalam
kualitas dan kuantitas output. Penelitian mengenai hubungan industrial didasarkan
pada teori biaya transaksi, kontrak, atau teori keagenan prinsipal. Alasan dasar
pendekatan biaya transaksi adalah catatan bahwa transaksi ekonomi termasuk
perumusan dan implementasi kontrak antar karyawan memerlukan biaya. Biaya
transaksi menunjukkan biaya yang bersifat finansial maupun nonfinansial yang
berhubungan dengan model kontrak dan mencakup biaya koordinasi dan motivasi
karyawan, biaya memonitor perilaku karyawan, dan biaya menegakkan dan
menjalankan kontrak.
Ada empat proses utama yang terlibat dalam kesepakatan atau perundingan
bersama, yaitu pengorganisasian, negosiasi, penyelesaian yang sama atau adil, dan
kontrak administrasi. Selain itu, dalam berbagai studi tersebut digunakan berbagai
unit analisis. Pada tingkat individual, baik perilaku maupun sikap dapat diukur.
Selanjutnya, ada dua perspektif yang lazim dipakai untuk melihat hubungan
antarpelaku hubungan industrial, yaitu: perspektif fungsional dan perspektif konflik
(Batubara, 2008). Para ahli penganut perspektif fungsional melihat masyarakat
sebagai organisme hidup, sehingga bagian satu dengan yang lain saling terkait.
Masyarakat terdiri dari struktur dan dinamikanya. Adanya kesamaan yang khusus
antara sistem biologis dengan sistem sosial, yaitu persamaan dari perbandingan
bahwa setiap bagian tubuh mempunyai fungsi, begitu juga dalam masyarakat tiap-
tiap bagian ada fungsi dan tujuannya. Apabila pandangan ini dipakai untuk politik
maka dapat dikatakan bahwa kehidupan politik merupakan suatu sistem dengan
berbagai komponen politik yang melakukan fungsi-fungsi tertentu, dan satu fungsi
dengan fungsi yang lain saling terkait sehingga dapat dilihat sebagai satu kesatuan.
Ada dua asumsi perilaku yang penting, yaitu rasionalitas yang terbatas dan
paham oportunis. Keterbatasan rasionalitas menunjukkan adanya keterbatasan
pandangan individu sehingga individu tidak dapat memproses informasi yang tidak
terbatas dan tidak mampu mengomunikasikan informasi tersebut kepada orang lain
dengan sempurna. Selain itu, individu juga memiliki sifat menjadi seorang yang
oportunis, sehingga individu cenderung memiliki kepentingan sendiri yang berbeda-
beda. Keterbatasan rasionalitas individu, kompleksitas, dan ketidakpastian
lingkungan ekonomi menunjukkan bahwa kontrak karyawan yang detail dan
komprehensif tersebut tidak layak. Sementara itu, perilaku oportunis muncul ketika
karyawan memiliki tingkat tawar-menawar dalam keahlian khusus. Konsep
kerangka kerja hubungan industrial mendorong pengembangan tipologi dengan tiga
level kegiatan hubungan industrial, yaitu level strategi, kebijakan, dan tempat kerja.
Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai
pelaku dan tujuan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan jaman
banyak perusahaanperusahaan yang mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena
adanya berbagai konflik antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam suatu
perusahaan. Selain masalah besarnya upah, dan masalah-masalah terkait lainnya.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan konflik internal yang terjadi dalam
interaksi antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Pekerja/buruh yang di PHK
mencurigai atasan menekan haknya untuk mendapat uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagai kompensasi PHK.
a. Pengertian PHK
Hak pekerja yang melakukan kesalahan berat ini adalah : berhak atas uang
penggantian hak yang diatur dalam Pasal 156 ayat (4).
- Berhak atas uang pesangon sebesar satu kali sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (2).
- Berhak atas uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3).
- Berhak uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Telah dijelaskan bahwa menurut ketentuan PHK dapat diberikan pada pekerja
bila ada penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(Pasal 151 ayat (3). Apabila PHK tadi tanpa penetapan dari Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial,
maka akan batal demi hukum (Pasal 155 ayat (1). Apabila putusan Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum ditetapkan, maka pengusaha
dan pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (Pasal 155 ayat (2)).
PHK yang dilakukan dengan alasan-alasan tersebut di atas batal demi hukum dan
pengusaha wajib mempekerjakan pekerja yang bersangkutan (Pasal 153 ayat (2).
Menurut ketentuan Pasal 154, PHK tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dapat terjadi bila :
b. Bila tidak dapat dihindari, pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau
pekerja/buruh mengadakan perundingan bersama ;
c. Bila upaya tersebut belum berhasil, maka dapat dilakukan pengurangan jam
kerja.
Menurut Lalu Husni dalam bukunya menyebutkan bahwa ada beberapa jenis
Pemutusan Kerja (PHK), yaitu :
a. Upah pokok
b. Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan pada
pekerja dan keluarganya. (tunjangan jabatan, tunjangan suami atau istri dan
anak).
c. Harga dari jatah/ catu yang diberikan secara cuma-cuma.
Phk dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
b. Pasal 163 Menetapkan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK bila terjadi
perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan
perusahaan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. Hak
pekerja adalah uang pesangon sebesar satu kali upah sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali upah sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
c. Pasal 164 ayat (1) Menetapkan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK
karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2
tahun/karena keadaan memaksa.
Hak pekerja adalah uang pesangon seesar 1 kali upah sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali upah sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (3); uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 164 ayat (3) Jika perusahaan melakukan effisiensi, hak pekerja adalah
uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Hak pekerja adalah uang pesangon sebesar 2 kali upah sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali upah sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (3)
dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
e. Pasal 166 Menetapkan jika pekerja meninggal dunia ahli warisnya berhak 2
kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan.
f. Pasal 167 Menetapkan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK terhadap
pekerja karena pekerja memasuki usia pensiun dan pekerja diikutkan pada
program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha. Pekerja tidak
berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak.
g. Pasal 168 ayat (1) Menetapkan bahwa jika pekerja mangkir selama 5 hari atau
lebih secara berturut-turut tanpa keterangan tertulis dan telah dipanggil
pengusaha selama 2 kali secara patut dan tertulis, pekerja dapat di PHK
karena dikualifikasikan mengundurkan diri. Pekerja berhak uang penggantian
hak sesuai dengan ketentuan.
h. Pasal 169 ayat (1) Menetapkan bahwa pekerja dapat mengajukan permo-
honan PHK kepada Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial jika
pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :
- Menganiaya, menghina secara kasar, mengancam pekerja.
- Membujuk pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan - peraturan Perundang - undangan.
- Tidak membayar upah tepat waktu selama 3 bulan berturut-turut.
- Tidak melakukan kewajiban sesuai perjanjian kerja.
- Memerintahkan pekerja untuk melakukan pekerjaan diluar perjanjian
kerja.
- Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan
dan kesusilaan pekerja sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan
dalam perjanjian kerja.
Pekerja berhak mendapatkan pesangon 2 kali upah sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali upah dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan.
Pasal 172 Menetapkan bahwa pekerja yang sakit berkepanjangan dan mengalami
cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaan melampaui batas
12 bulan dapat mengajukan PHK. Hak pekerja yang diberikan uang pesangon 2 kali
upah, uang
i. penghargaan masa kerja 2 kali upah dan uang penggantian hak satu kali upah
sesuai ketentuan.
b. Merumahkan pekerja
b. Mengurangi shift;
DAFTAR PUSTAKA
Persada, Jakarta.
Promosindo.