Halaman Judul...........................................................................................................................i
Lembar Pengesahan oleh ketua Jurusan mensertakan Direktur...............................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................................iii
Kata Pengantar ........................................................................................................................vi
BAB I. KONSEP ETIKA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN ....................................1
A. Etika...............................................................................................................................1
B. Etiked.............................................................................................................................2
C. Moral.............................................................................................................................3
D. Sumber etika,Hak,Kewajiban dan tanggung jawab bidan...........................................5
E. Fungsi etika dan moralitas dalam pelayanan kebidanan............................................6
F. Hak, kewajiban, tanggung jawab.................................................................................6
Kata pengantar
Puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Anugerah
bimbingan dan tuntutan sehingga bahan ajar ini dapat terselesaikan. Bahar ajar Etikolegal
disusun untuk dapat digunakan pada Jurusan Kebidanan Politeknik Kemenkes Manado dalam
membantu proses be;ajar mengajar.
Bahan ajar ini disusun berdasarkan sistematika penulisan yang telah ditentukan, namun
penulis menyadari masih anyak kekeliruan. Semoga bahan ajar ini bermanfaat bagi kita
semua, kritik an saran yang membangun demi kesempurnaan dan kemajuan sangat
diharapkan.
Kiranya bahan ajar ini dapat bermanfaat untuk pengembanga dan kemajuan ilmu
pengetahuan lebih khusus ilmu kebidanan. Terima kasih
BAB 1
KONSEP ETIKA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEBIDANAN
TUJUAN PEMBELAJARAN
C. Moral
Kata moral berasal dari kata latin mos yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari
bahasa latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia menyebutkan ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai niali positif. Manusia yang tidak melakuakn moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif dimata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisitadalah hal-hal yang berhungan dengan proses sosialisasi individu
tanpa moral manusia tidak bisa melakuakn proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang
memnpunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu
dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan disekolah-sekolah dan
manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah niali
ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.
Penilain terhadap moral diukur dari kebudayaan masyrakat setempat. Moral adalah
perbuatan/tingkahlaku/ucapan seseorang dalam berintraksi dengan manusia. Apabila yang
dilakuakn seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku dimasyarakat tersebut dan
dapat diterima serta menyenangkan lingungan masyarakatnya, makan orang itu dinilai
mempunyai moral yang baik, begitu juga sebalikya. Moral adalah produk dari budaya dan
agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan
seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara
hati, serta nasehat, dll.
1. Etika umum
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi segenap
tindakan manusia(magnis-suseno, 1994:13). Atau, sebagaimana dikemukan bertens(1993:18),
etika umum memandang tema-tema umum seperti: apa itu norma etis? Jika ada bnayk norma
etis, bagaimana hubungannya satu sama lain? Mengapa norma moral mengikat kita? Apa itu
nilai dan apakah kekhususan nilai moral? bagaimana hubungan antara tanggung jawab
manusia dan kebebasaannya? Dapa dipastikan bahwa manusia sungguh-sungguh bebas?
Apakah yang dimaksud dengan hak dan kewajiban danbagaimana perkaitannya satu
sama lain? Syarat-syarat mana yang hars dipenuhi agar manusia dapat dianggap sungguh-
sungguh baikdari sudut moral? tema-tema seperti itulah yang menjadi objek penyelidikan
etika umum.
2. Etika khusus
Jika etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi segenap
tindakan manusia, maka etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungan dengan
kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya. Jadi, etika khusus itu menerapkan
pada masing-masing bidang kehidupan manusia(magnis-suseno,dkk,1991:7). Karena sifatnya
menerapkan, maka etika khusus ini bisa juga dikatakan sebagai etika terapan.
3. Etika individual
Pada dasarnya, etika individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri. Ada
sementara sosiologi yang berkeberatan memakai perkataan individu sebagai sebutan bagi
manusia yang berdiri sendiri, manusia perseorangan(lysem,1984:8). F. Oppenheimer
(1922), seperti dikutip plysem, manakah individu itu suatu oemahaman yang sangat
problematis dan seperti bergson, ia, kata lysen, memngemukakan pertanyaan, dimana mulai
dan berakhirnya azas hidup individu itu?. Kemudian ia sampai pada kesimpulan, bahwa
dalam arti ilmu alam yang sebernya individu itu hanya satu, yaitu seluruh kehidupan yang
luas yang meliputi ruang dan waktu; dan dalam arti psikis baginya individu, terlebih lagi
dalam arti biologis, merupakan suatu pemahaman yang sangat relatif dan graduan.
4. Etika sosial
Pada dasarnya etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota
umat manusia. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia, baik secara
langsung maupun dalam bentuk kelembagaan(keluarga, masyarakat, negara), sikap kristis
terhadap pandangan-pandangan dunia idiologi-idiologi maupun tanggung jawab terhadap
lingungan hidup (magnis-suseno, dkk, 1981:8). Sedikitnya, ada dua masalah yang timbul
dalam etika sosial (dubair, 1990:105). Pertama, tujuan etika itu memberitahuakan bagaimana
kita dapat menolong manusia dalam kebutuhannya yang real dengan cara yang susila dapat
dipertanggung jawabkan.
D. Fungsi etika dan moralitas dalam pelayanan kebidanan
1. Hati nurani : bidan harus menjadikan nuraninya sebagai pedoman
Hati nurani paling megetahui kapan perbuatan individu melanggar etika atau
sesuai etika.
2. Untuk memecahkan suatu masalah dalam situasi yang sulit
3. Mampu melakukan tindakan yang benar mampu mencegah tindakan yang
merugikan, meperlakukan manusia secara adil,menjelaskan dengan benar
menepati janji yang telah disepakati, menjga kerahasian.
a. Sumber etika
Etika merupakan cabang ilmu filsafat bicara etika tidak bisa terlepas dari
masalah moral dan hukum.
b. Kode etik
Kode etik: adalah norma yang harus dipindahkan setiap profesi dalam
melaksanakan tugas profesinya dan hidupnya dimasyarakat. Norma tersebut
berisi petunjuk bagi anggota profesinya tentang bagaimana mereka harus
emnjalankan profesinya dan larangannya.
Kode etik: suatu kesepakatan yang diterima dan dianut bersama kelompoknya.
Kode etik: disusun oleh profesi berdasarkan pada keyakinan dan kesadaran
profesional serta tanggung jawab yang berakar pada kekuatan moral dan
kemampuan manusia.
1. Fungsi kode etik
a. Memberi panduan dalam mebuat keputusan tentang masalah etik.
b. Hubungak nilai atau norma yang dapat diterapkan dan
dipertimbangkan dalam memberi pelayanan.
c. Merupakan cara untuk mengevaluasi diri.
d. Menjadi landasan untuk memberi umpan balik bagi rekan sejawat.
e. Menginformasikan bagi calon perawat dan bidan tentang nilai dan
standar profesi
f. Mengiformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai
moral.
2. Tujuan kode etik
a. Menjujung tinggi martabat dan citra propesi
b. Menjaga dan memelihara kesejatraan para anggota
c. Meningkatkan pengapdian para anggota propesi
d. Meningkatkan mutu propesi
3. Definisi kode etik
Kode etik kebidanan suatu pertanyan referensi profesi yang menuntut
bidan melaksanakan praktik kebidanan baik berhubunagn dengan
kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi, dan dirinya.
Pada penetapan kode etik harus dilakukan dalam kongres(IBI)
1. Isi kode etik
a. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
b. Kewajiban terhadap tugasnya (3 butir)
c. Kewajiban terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
d. Kewajiban terhadap profesi (3 butir)
e. Kewajiban terhadap diri sendiri (2 butir)
f. Kewajiban terhadap pemerinta,nusa,bangsa,dan tanah air (2 butir)
g. Penutup.
Bab II
KODE ETIK KEBIDANAN
Tujuan pembelajaran
BAB 3
PRINSIP KODE ETIK KEBIDANAN
Tujuan pembelajaran
A. Prinsip-prinsip kode:
1. Menghargai otononi
2. Melakukan tindakan yang benar
3. Mencegah tindakan yang merugikan
4. Memberlakukan manusia dengan adil
5. Menjelaskan degan benar
6. Menepati janji yang telah disepakati
7. Menjaga kerahasian
BAB IV
ASPEK HUKUM,DISIPLI, HUKUM DAN PERISTILAH HUKUM
Tujuan pembelajaran
2. Filsafat hukum
Yaitu sistem ajaran yang pada hakekatnya menjadi kerangka utama dari
segalah ilmu hukum dan hukum itu sendiri beserta segala umur penerapan dan
pelaksanaanya.
3. Politik hukum
Yaitu arah atau dasar kebijakan yang menjadi landasan pelaksanaan dan penerapan
hukum yang bersangkutan.
C. Macam-macam hukum
1. Hukum tertulis dan tidak tertulis
a. Hukum tertulis contohnya hukum pedata dan hukum pidana.
b. Hukum tidak tertulis contohnya adat disuatu daerah
2. Hukum menurut sifatnya
a. Hukum yang mengatur
b. Hukum yang memaksa
3. Hukum menurut sumbernya
a. Hukum undang-undang
b. Hukum kebiasaan adat
c. Hukum jurisprudensi yakni hukum yang terbentuk karena putusan
d. Hukum trakta yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara
negara yang terlibat di dalamnya.
4. Hukum menurut isinya
a. Hukum privat yakni mengatur hubungan antara perorangan dengan orang lain.
b. Hukum negara
1) Hukum pidana yakni hukum yang mengatur hubungan antara warga
negara.
2) Hukum tata negara yakni hukum yang mengatur hubungan antara warga
negara denagn alat perlengkapan negara.
3) Hukum administrasi yakni hukum yang mengatur antara alat kelengkapan
negara dan pemerintah pusat serta daerah.
5. Menurut caranya
a. Hukum material yakni hukum yang mengatur kepentingan dan hubungan yang
berwujud perintah dan larangan, contoh hukum pidana dan hukum perdata.
b. Hukum formal yakni hukum yang mengatur cara mempertahankan dan
melaksanakan hukum materil. Contohnya hukum acara pidana dan hukum
acara perdata.
D. Penyelesaian sengketa diluar peradilan
1. Disebut dengan keadilan retoratif
Pengertian retoratif diatur dalam pasal 1 angka 6 UU no 2 tahun 2012 dengan sistem
peradilan pidana anak yang berbunyi sebagai berikut:
Keadila restoratif dalah pnyelesain perkara tindakan pidana dengan melibatkan
pelaku, koran, keluarga dan pihak yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian
yang adil dengan menekan pemelihan kembali pda keadaan semula dan bukan pembalasan.
Di dalam penjelasan umum UU sitem peradilan pidana anak juga dijelaskan bahwa
keadilan restorotif merupakan suatu proses proji, yaitu semua pihak terkait (terlibat) dalam
suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu
kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban
anak dan masyrakat dalam mencari solusi untuk meperbaiki rekonsilidiasi dan menetramkan
hati yang tidak berdasrakan pembalsan.
2. Alternatif penyelesaian sengketa
Pengertian penyelesai sengketa(APS) diatur dalam pasal 1 angka 10 UU no 30 tahun
1999 arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa yang berbunyi sebagai berikut:
Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa tau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan
dengan cara konsultasi,negosiasi, mesiasiasi,konsituasi, dan penilaian ahli.
Berbedanya dengan hal keadilan restorasi yang merupakan bentuk penyelesaian diluar
peradilan untuk perkara pidana anak, APS merupakan penyelesaian diluar peradilan untuk
perdata, jadi perbedaan antara peradilan restoratif dengan alternatif penyelesaian sengketa
adalah peradilan restoratif digunakan untuk menyelesaikan perkara pidana anak sedangkan
APS digunakan untuk menyelesaikan pidana perdata.
E. Penyelesaian sengketa dijalur pengadilan
Penyelesaian sengketa dijalur pengadilan (Letigasi) adalah sistem penyelesaian
sengketa melalui lembaga peradilan sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur
letigasi akan diperiksa dan diputuskan oleh hakim melalui sistem ini tidak mungkin akan
dicapai sebuah winsolution( solusi yang mempertahakn kedua belah pihak) karena hakim
harus menjatuhkan putusan dimna salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan
pihak yang lain akan menjadi pihak yang kalah.
Kebaikan dari sitem ini adalah :
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang ebih kuas( karena sistem peradilan di
indonesia menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama,
peradian militer dan peradilan tata usaha negara sehingga hampir semua jenis
sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini).
2. Biaya yang relatif lebih muerah( salah satu kasus peradilan di indonesia adalah
sederhana, cepat dan mudah).
Sedangkan kelemahannya adalah :
1. Kurangnya kepastian hukum.
2. Hakim yang awam.
BAB V
ASPEK LEGAL DAN LEGISLASI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
Tujuan pembelajaran
BAB VI
LANDASAN HUKUM PRAKTEK PROFESI
Tujuan Pemebelajaran
Setelah meneyelesaikan bab ini, diharapakan mahasiswa mampu
menejelaskan tentang:
A. Aspek hukum dan keterkaitanya dengan pelayanan\praktek bidan atau
kode etik
B. Hak-hak klien dan persetujuanya untu bertindak
C. Tanggung jawab dan tanggung gugat dalam praktek kebidanan
Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang :
A. Pengertian standar kebidanan
B. 9standar praktik kebidanan
BAB VII
STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang :
C. Pengertian standar kebidanan
D. 9standar praktik kebidanan
BAB VII
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
32 TAHUN 1996
TENTANG TENAGA KESEHATAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang:
Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 32 tahun 1996 tentang
kesehatan.
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang di maksud dengan :
1. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengakibatkan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangngan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan
3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masarakat ;
4. Mentri adalah mentri yang bertanggung jawab dibidang kesehatan.
BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
1. Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Tenaga medis
b. Tenaga keperawatan
c. Tenga keparmasian
d. Tenaga kesehatan masarakat
e. Tenaga gizi
f. Tenaga keterampilan fisik
g. Tenaga keteknisian
2. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi
3. Tenaga keperawatan meliputi perawatan dan bidan
4. Tenaga keparmasian meliputi apoteker, analisis farmasi dan sistem
apoteker.
5. Tenaga kesehtan masarakat meliputi epidemoleg kesehatan,
entomologi kesehatan, dan sanitarian.
6. Tenaga gizi meliputi nutrisi dan dietsien
7. Tenaga keterampilan fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan
terapis wicara.
8. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi
gigi, teknisi transfusi dan perekam medis.
BAB III
PERSYARATAN
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan dibidang
kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 4
1. Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga
kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari mentri.
2. Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
bagi tenaga kesehatan masarakat.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian sebagimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh mentri :
Pasal 5
1. Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), tenaga medis
dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan diluar negeri
hanya dapat melakukan upaya kesehatan yang bersangkutan melakukan
adaptasi.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh mentri.
BAB IV
PERENCANAAN,PENGADAAN DAN PENEMPATAN
Bagian kesatu
PERENCANAAN
Pasal 6
1. Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi masyarakat.
2. Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan nasional tenaga kesehatan.
3. Perencanaan nasional renaga kesehatan disusun dengan memperhatikan
faktor :
a) Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;
b) Sarana kesehatan ;
c) Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan pelayanan
kebutuhan kesehatan.
4. Perncanaan nasional tenaga kesehatan sebagai mana dimaksud dalam ayat
(2) dan ayat (3) ditetapkan oleh mentri.
Bagian kedua
PENGADAAN
Pasal 7
Pengadaan tenaga dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dibidang
kesehatan
Pasal 8
1. Pendidikan dibidang kesehatan dilaksanakan dilembaga pendidikan yang
diselenggarakan oelh pemerintah atau masarakat.
2. Penyelenggaran pendidikan dibidang kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan berdasrakan ijin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
1. Pelatihan dibidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
keterampilan atau penugasan pengetahuan dibidang teknis kesehatan.
2. Pelatihan dibidang kesehatan dapat dilakukan seacara berjenjang dengan
jenis tenaga kesehatan ang bersangkutan.
Pasal 10
1. Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk
mengikuti pelatihan dibidang tugasnya.
2. Penyelenggara dan\ atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab
atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan
dan \ atau bekerja sarana kesehatan yang bersangkutan untuk
meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan dibidang
kesehatan.
Pasal 11
1. Pelatihan dibidang kesehatan dilaksanakan dibalai pelatihan tenaga
keseahatan atau tempat pelatihan lainya.
2. Pelatihan di bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah
dan\ atau masarakat.
Pasal 12
1. Pelatihan dibidang kesehatan yang diselenggrakan oleh pemerintah
dilakanakan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Pelatihan dibidang kesehatan yang diselenggarakan oleh masarakat dan
dilaksanakan atas dasar ijin mentri.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebgaimana dimksud dalam
ayat (2) diatur oleh mentri.
Pasal 13
1. Pelatihan dibidang kesehatan wajib pesyaratan, tersedianya :
a. Calon peserta pelatihan
b. Tenaga pelatihan
c. Kurukulum
d. Sumber dana yang tetap untuk menjamin kelangsungan
penyelenggraan pelatihan
e. Sarana dan prasarana
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai persayratan pelatihan dibidang
kesehatan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh mentri.
Pasal 14
1. Menteri dapat menghentikan pelatihan dibidang kesehatan yang
diselenggrakan oleh masarakat ternyata :
a. Tidak sesuai dengan arah pelatihan sebgaimana dimaksud dalam pasal
9 ayat (1) ;
b. Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13
ayat (1)
2. Penghentian pelatihan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dapat mengakibatkan dicabutnya ijin pelatihan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian pelatihan dan pencabutan
ijin pelatihan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
oleh menteri.
Bagian Ketiga
PENEMPATAN
Pasal 15
1. Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masarakat,
pemerintah dapat mewajibkan tenaga kesehatan untuk ditempatkan pada
sarana kesehatan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
2. Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat
(1) dilakukan dengan cara masa bakti.
3. Pelaksanaan penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
Penempatan tenaga kesehtan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab mentri.
Pasal 17
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan dengan
memperhatikan :
a. Kondisi wilayah diman tenaga kesehatan yang bersangkutan ditempatkan
b. Lamanya penepatan
c. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutukan oleh masarakat
d. Prioritas saran kesehatan
Pasal 18
1. Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan
pada :
a. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah
b. Sarana kesehatan yang diselneggrakan oleh masarakat yang di
tunjukan oleh pemrintah ;
c. Lingkungan perguruan tinggi sebagai staf pengajar
d. Lingkingan angkatan bersenjata republik indonesia.
2. Pelaksanaan ketentuan huruf c dan d sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut oleh mentri setelah mendengar pertimbgan dari
pimpinan instansi terakit.
Pasal 19
1. Tenaga kesehatan yang telah melaksanakan masa bakti diberikan surat
keterangan dari mentri
2. Surat keterangn sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk memperoleh ijin
menyelenggrakan upaya kesehatan pada sarana kesehatan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian surat keterangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh mentri.
Pasal 20
Status tenaga
a. Pegawai negeri atau
b. Pegawai tidak tetap
BAB V
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagaian Kesatu
Standar Profesi
Pasal 21
1. Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.
2. Standar profesi tenaga kesehatan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) di
tetapkan oleh mentri.
Pasal 22
1. Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksnakan tugas dan
profesinya berkajiban untuk :
a. Menghormati hak pasien
b. Menjaga keberhasilan identitas
c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan
yang akan dilakukan
d. Membuat dan memelihara rekam medis
2. Pelaksanaan dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh mentri.
Pasal 23
1. Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
mengakibatkaqn terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang
terjadi karena kesalahan atau kelalayan.
2. Ganti rugi debagaimana dimaksed ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian kedua
PERLINDUNGAN HUKUM
Pasal 24
1. Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatanyang melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksed dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut oleh mentri.
BAB Vl
PENGHARGAAN
Pasal 25
1. Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar
prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada negara atau meninggal
dunia dalam melaksanaan tegas diberikan penghargaan.
2. Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam pasal (1) dapat diberikan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat.
3. Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa atau
bentuk lain.
BAB Vll
IKATAN PROFESI
Pasal 26
1. Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi berupa wadah untuk
meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
2. Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB Vlll
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Pasal 27
1. Tenaga kesehatan warga negara asing hanya dapat melakukan upaya
kesehatan atas dasar ijin mentri.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam
ayat(1) diatur oleh mentri dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dibidang tenaga kerja asing.
BAB lX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28
1. Pembinaan tenaga kesehataan diarahkan untuk meningkatkan mutu
pengabdian profesi tenaga kesehatan.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
pembinaan karir, disiplin dan teknis tenaga kesehatan.
Pasal 29
1. Pembinaan karir tenaga kesehatan meliputi kenaikan pangkat,
jabatan dan pemberian penghargaan.
2. Pembinaan karir tenaga kesehatan sebagaimana dimaksed dalam
ayat(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Pasal 30
1. Pembinaan disiplin tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab
penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan yang bersangkutan.
2. Pembinaan disiplin tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 31
1. Mentri melakukan pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan.
2. Pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a) Bimbingan;
b) Pelatihan dibidang kesehatan;
c) Penetapan standar profesi
Bagian kedua
PENGAWASAN
Pasal 32
Mentri melakukan pengawasan terhadap tenaga kesehatan dalam
melaksanakan tugas profesinya.
Pasal 33
1. Dalam rangka pengawasan, mentri dapat mengambil tindakan disiplin
terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan.
2. Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a) Teguran ;
b) Pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
3. Pengambilan tindakan disiplin terhadap tega kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) Dn (2) dilaksanakan dengan memperhatikan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
Barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan pelatihan kesehatan tanpa
ijin sebahaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) , dipidana sesuai dengan
ketentuan pasal 84 perundang-undangan nomor 23 tahun 1992 tentang
kesehatan.
Pasal 35
Berdasarkan ketentuan pasal 86 undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, barang siapa yang sengaja:
a) Melakukan upaya kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat (1);
b) Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukan adaptasi kesehatan
dimaksut dalam pasal 5 ayat (1);
c) Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga
kesehatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dakam pasal 21
ayat (1);
d) Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
ayat (1); dipidana dalam denda paling banyak Rp. 10.000.000.00,
(sepuluh juta rupiah).
BAB Xl
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Dengan berlakunya peraturan pemerintah in, maka semua ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah
ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti
berdasarkan peraturan pemerintah ini.
Pasal 37
Peraturan pemerintah inimulai berlaku pada tanggal di undangkan, agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan peraturan pemerintah ini
dengan menempatkannya dalam negara republik indonesia.
BAB Lx
UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO 36 TAHUN 2009 TENTANG
KESEHATAN
Tujuan pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang;
A. Dewan perwakilan rakyat indonesia dan presiden republik indonesia
B. Asas dan tujuan
C. Tanggung jawab pemerintah
BAB 1
Dewan perwakilan rakyat indonesia dan presiden republik indonesia
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
Uandang-undang tentang kesehatan
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
2. Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga,
pembekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta
fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang di manfaatkan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Pembekalan kesehatan adalah semua badan dan peralatan yang di
perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, alat tradisional dan
kosmetika.
5. Alat kesehatan adalah instrument, apparatus mesin dan/atauimplant
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mengdiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
6. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
7. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
8. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia.
9. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun digunakan
untuk pengobatan, dan dapat disesuaikan dengan norma yang berlaku
di masyarakat.
10.Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang
ditujukan untuk membantu menegakan diagnose, pencegahan, dan
penanganan permasalahan kesehatan manusia.
11.Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan bekesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam bentuk pencegahan penyakit, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat.
12.Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan
kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
13.Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan/penyakit.
14.Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk menyembuhkan penyakit,
pengurangan akibat penderitaan penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal
mungkin.
15.Pelayanan kesehatan secara rehabilitative adalah kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita kedalam
masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat
yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuannya.
16.Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/ataun
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
17.Pemerintah pusat, selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden
republik indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara
republik indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang dasar
negara republik indonesia tahun 1995.
18.Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
19.Mentri adalah yg lingkup tugas dan tanggung jawabnyadibidang
kesehatan.
BAB ll
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan
prikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajinban, keadilan, gender nondiskriminatif dan norma-
norma agama.
Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi dalam
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.
BAB lll
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian kesatu
Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
1. Setiap orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses sumber
daya di bidang kesehatan.
2. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman,dan terjangkau.
3. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian
derajat kesehatan.
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang
kesehatan yang seimbang dan tanggung jawab.
Pasal 8
Setiap orang berhak mendapatkan informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya
dari tenaga kesehatan.
Bagian kedua
Kewajiban
Pasal 9
1. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.
2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya
meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat,
dan pembangunan bewawasan kesehatan.
Pasal 10
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya
memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologis, maupun social.
Pasal 11
Setiap orang berkewajiban berlaku hidup sehat untuk mewujudkan,
mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi
orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 13
1. Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan
kesehatan sosial
2. Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
di atur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB lV
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Pasal 14
1. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggara upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
2. Tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksed pada ayat (1)
dikhususkan pada pelayanan public.
Pasal 15
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas
kesehatan maupun social bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Pasal 16
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang
kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat yang memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 17
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi,
edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan
memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 18
Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong persn sktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.
Pasal 19
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya
kesehatan yang bermutu, amann efisien, dan terjangkau.
Pasal 20
1. Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan
masyarakat melalui system jaminan social nasional bagi upaya
kesehatan perorangan.
2. Pelaksanaan system jaminan social nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB X
PERATURAN PEMERINTAH UU TENTANG ABORSI, BAYI
TABUNG, ADOPSI
tujuan pembelajaran
setelah menyelesaikan bab ini, diharapkan mahasiswa dapat
menjelaskan tentang :
A. peraturan pemerintah undang-undang tentang aborsi
B. peraturan pemerintah undang-undang tentang bayi aborsi
C. peraturan pemerintah undang-undang tentang adopsi
Pasal 25 ayat 1
1.larangan sebagai mana di maksud dapat dikecualikan berdasarkan :
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengncam nyawa ibu\janin yang menderita
penyakit genetik berat atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut di luar kandungan
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dari penasehat para tindakan atau diakhiri
dengan konseling.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) undang-undang dasar negara republik indonesia
tahun 1945,
2. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
(lembaran negara republik indonesia tahun 2002 nomor 109, tambahan
lembaran negara republik indonesia nomor 4235.)
Memutuskan menetapkan peraturan pemerintah tentang pelaksanaan
pengakatan anak :
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Anak angkat adalah anak haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab
atas perawatan, pendidikan,dan membesarkan anak tersebut, kedalam
lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau
penetapan pengadilan
2. Pengankatan anak adalah salah suatu perubahan hukum yang mengahlihkan
seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orng
lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarakan
anak tersebut, kedalam lingkungan kluarga orng tua angkat.
3. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri,
atau ayah dan/atau ibu angkat.
4. Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan yang merawat,
mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan adat kebiasaan.
5. Lembaga pengasuhan anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau
yayasan yang berbeda hukum yang menyelenggarakan pengasuhan anak
terlantar dan telah mendapat izin dari mentri untuk melaksanakan proses
pengngakatan anak.
6. Masarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial
dan\ atau organisasi kemasarakatan.
7. Pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil atau orang yang ditunjuk oleh
lembaga pengasuhan yang memiliki kompetensi pekerjaan sosial dalam
pengakatan anak.
8. Instansi sosial adalah instansi yang tugasnya mencakup bidang sosial baik di
pusat maupun didaerah.
9. Mentri adalah mentri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang
sosila.
Pasal 2
Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam
rangka mewujudkan kesejateraan anak dan perlindungan anak, yang
dilaksanakan berdasrakan adat kebiasaan setempat dan ketentuan perundang-
undangan.
Pasal 3
a. Calon orang tuan angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh
calon anak angkat.
b. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan
dengan agama mayoritas penduduk setempat
Pasal 4
Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang
diangkat dengan orang tua kandungnya.
Pasal 5
Pengangkatan anak warga negara indonesia oleh warga negara asing hanya
dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal 6
a. Orang tua angkat wajib memberikan kepada anak angkatnya mengenai usul-
usulnya dan orang tua kandungnya
b. Pemeberitahuan asal-usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang
bersangkutan
b. Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
1) anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;
2) anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun,
sepanjang ada alasan mendesak; dan
3) anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.
Pasal 13
Pasal 14
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, harus memenuhi syarat:
a. Memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau
perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia;
b. Memperoleh izin tertulis dari Menteri; dan
c. Melalui lembaga pengasuhan anak.
Pasal 15
Pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, harus memenuhi syarat:
Pasal 16
1. Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh Warga Negara
Indonesia setelah mendapat izin dari Menteri.
2. Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada
kepala instansi sosial di provinsi.
Pasal 17
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, calon orang tua angkat
Warga Negara Asing juga harus memenuhi syarat:
a. Telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun;
b. Mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pemohon; dan
c. Membuat pernyataan tertulis melaporkan perkembangan anak kepada untuk
Departemen Luar Negara Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia
setempat.
Pasal 18
Pasal 19
Pengangkatan anak secara adat kebiasaan dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku di
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pasal 20
Pasal 21
1. Seorang dapat mengangkat anak paling banyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu paling
singkat 2 (dua) tahun.
2. Dalam hal calon anak angkat adalah kembar, pengangkatan anak dapat dilakukan
sekaligus dengan saudara kembarnya oleh calon orang tua angkat.
Pasal 22
1. Permohonan pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara
asing yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
putusan pengadilan.
2. Pengadilan menyampaikan salinan putusan pengangkatan anak ke instansi terkait.
Pasal 23
Permohonan pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara
Indonesia berlaku mutatis mutandis ketentuan Pasal 22.
Pasal 24
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia yang dilahirkan di wilayah Indonesia maupun di
luar wilayah Indonesia oleh Warga Negara Asing yang berada di luar negeri harus
dilaksanakan di Indonesia dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Pasal 25
1. Dalam proses perizinan pengangkatan anak, Menteri di bantu oleh Tim Pertimbangan
Perizinan Pengangkatan Anak.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atur dengan peraturan menteri.
Pasal 26
Bimbingan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan oleh Pemerintah dan
masyarakat melalui kegiatan:
a. Penyuluhan;
b. Konsultasi;
c. Konseling;
d. Pendampingan; dan
e. Pelatihan.
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 34
a. Orang perseorangan;
b. Lembaga pengasuhan;
c. Rumah sakit bersalin;
d. Praktek-praktek kebidanan; dan
e. Panti sosial pengasuhan anak.
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan antara lain
oleh:
a. Orang perseorangan;
b. Keluarga;
c. Kelompok;
d. Lembaga pengasuhan anak; dan
Pasal 38
1. Dalam hal terjadi atau diduga terjadi penyimpangan atau pelanggaran terhadap
pelaksanaan pengangkatan anak, masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada
aparat penegak hukum dan/atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia, instansi sosial
setempat atau Menteri.
2. Pengaduan diajukan secara tertulis disertai dengan identitas diri pengadu dan data
awal tentang adanya dugaan penyimpangan atau pelanggaran.
PELAPORAN
Pasal 39
Pekerja sosial menyampaikan laporan sosial mengenai kelayakan orang tua angkat dan
perkembangan anak dalam pengasuhan keluarga orang tua angkat kepada Menteri atau kepala
instansi sosial setempat.
Pasal 40
Dalam hal pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing, orang tua
angkat harus melaporkan perkembangan anak kepada Departemen Luar Negeri Republik
Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat paling singkat sekali dalam 1
(satu) tahun, sampai dengan anak berusia 18 (delapan belas) tahun.
Pasal 41
Semua administrasi yang berkaitan dengan pengangkatan anak berada di departemen yang
bertanggung jawab di bidang sosial.
Pasal 42
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pengangkatan anak tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Isu adalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau usatu lingkungan
yang belum tentu benar, serta membutuhkan pembuktian. Isu adalah topic yang menarik
untuk didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan orang untuk mengemukakan pendapat
yang bervariasi. Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai.
Issue adalah suatu berita yang belum tentu benar kebenarannya, dimana berita itu bisa
benar atau salah. Issue dapat menimbulkan pro dan kontra terhadap suatu hal, yang masing-
masing memiliki argumentasi. Issue merupakan topik yang menarik untuk didiskusikan,
argumentasi yang timbul akan bervariasi, issue muncul karena adanya perbedaan nilai-nilai
dan kepercayaan. Issue merupakan gosip atau kabar yang belum past, bukan merupakan
kenyataan dan lebih kearah negative.
2. Pengertian Etika
Etika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup
manusia khusunya
perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak dengan didasari pikiran yang jernih dengan
pertimbangan perasaan. Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap
tindakan manusia.
Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak
(Jones,1994).
3. Bentuk Etika
a. Etika deskriptif memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingkah laku manusia
ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hal mana yang boleh dilakukan sesuai
dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
b. Etika normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia, yang
biasanya di kelompokkan menjadi :
1) Etika Umum, yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi
manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori
dan prinsip-prinsip moral.
2) Etika Khusus, terdiri dari Etika sosial, Etika individu dan Etika Terapan.
Issue etik dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang
berkembang di masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu
tindakan yang berhubungan dengan segala aspek kebidanan yang menyangkut
baik dan buruknya suatu tindakan.
Jadi issue etik adalah topik yang cukup penting untuk dibicarakan sehingga
mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebuat sesuai
dengan asas ataupun nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai benar salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat. Di dalam pelayanan kebidanan seringkali
muncul masalah atau isu di masyarakat yang berkaitan dengan etik dan moral,
dilema serta konflik yang dihadapi bidan sebagai praktisi kebidanan.
c. Transplantasi organ.
d. Teknik reproduksi dan kebidanan.
b. Kasus
Di sebuah desa, ada seorang bidan yang sudah membuka praktek kurang lebih
selama satu tahun. Pada suatu hari datang seorang klien bernama Ny A usia
kehamilan 38 minggu dengan keluhan perutnya terasa kenceng dan terasa sakit
sejak 5 jam yang lalu. Setelah dilakukan Vaginal Toucher, didapatkan hasil
pembukaan 3 dan ternyata janin dalam keadaan letak sungsang. Oleh karena itu
bidan menyarankan agar di Rujuk ke Rumah Sakit untuk melahirkan secara
operasi Sectio Caesarea. Namun keluarga klien terutama suami menolak untuk
dirujuk dengan alasan tidak punya biaya untuk membayar operasi. Tapi bidan
tersebut berusaha untuk memberi penjelasan bahwa tujuan dirujuk demi
keselamatan janin dan juga ibunya namun jika tetap tidak mau dirujuk akan sangat
membahayakan janin maupun ibunya. Tapi keluarga bersikeras agar bidan mau
menolong persalinan tersebut. Sebenarnya, dalam hal ini bidan tidak yakin bisa
berhasil menolong persalinan dengan keadaan letak sungsang seperti ini karena
pengalaman bidan dalam hal ini masih belum begitu mendalam. Selain itu juga
dengan di Rujuk agar persalinan berjalan dengan lancar dan bukan kewenangan
bidan untuk menolong persalinan dalam keadaan letak sungsang seperti ini.
Karena keluarga tetap memaksa, akhirnya bidan pun menuruti kemauan klien serta
keluarga untuk menolong persalinan tersebut. Persalinan berjalan sangat lama
karena kepala janin tidak bisa keluar. Setelah bayi lahir ternyata bayi sudah
meninggal. Dalam hal ini keluarga menyalahkan bidan bahwa bidan tidak bisa
berkerja secara profesional dan dalam masyarakat pun juga tersebar bahwa bidan
tersebut dalam melakukan tindakan sangat lambat dan tidak sesuai prosedur.
c. Konflik
Keluarga terutama suami menolak untuk di rujuk ke Rumah Sakit dan
melahirkan secara operasi Sectio Caesarea dengan alasan tidak punya biaya untuk
membayar operasi.
d. Issue
Di mata masyarakat, bidan tersebut dalam pelayanan atau melakukan tindakan
tidak sesuai prosedur dan tidak profesional. Selain itu juga masyarakat menilai
bahwa bidan tersebut dalam menangani pasien dengan kelas ekonomi rendah
sangat lambat atau membeda-bedakan antara pasien yag ekonomi atas dengan
ekonomi rendah.
e. Dilema
Bidan merasa kesulitan untuk memutuskan tindakan yang tepat untuk
menolong persalinan risiko tinggi. Dalam hal ini letak sungsang seharusnya tidak
boleh dilakukan oleh bidan sendiri dengan keterbatasan alat dan kemampuan
medis. Seharusnya ditolong oleh dokter, tetapi dalam hal ini diputuskan untuk
menolong persalinan itu sendiri dengan alasan desakan dari keluarga klien
sehingga dalam hatinya merasa kesulitan untuk memutuskan sesuai prosedur
ataukah kenyataan di lapangan.
a. Pengertian
Yaitu perbedaan sikap etika yang terjadi pada bidan dengan tenaga
medis lainnya. Sehingga menimbulkan ketidaksepahaman atau kerenggangan
social.
b. Kasus
Di suatu desa yang ada sebuah BPS, suatu hari ada seorang ibu berusia
35 tahun keadaannya sudah lemah. Bidan menanyakan kepada keluaga pasien,
apa yng terjadi pada pasien. Dan suami pasien menjawab bahwa ketika di
rumah jatuh dan terjadi pendarahan hebat. Setelah itu bidan memberikan
pertolongan, memberikan infuse dst.... bidan menjelaskan pada keluarga, agar
istrinya di bawa kerumah sakit untuk di lakukan curretase. Kemudian keluarga
menolak saran bidan tersebut, dan meminta bidan yang melakukan curretase.
Selang waktu 2 hari ibu tersebut mengalami pendarahan lagi kemudian
keluarga nerujuk ke RS. Dokter menayakan kepada suami ibu tersebut, apa
yang sebenarnya terjadi dan suaminya menjelaskan bahwa 3 hari yang lalu
istrinya mengalami keguguran dan di curretase bidan di desanya. Dokter
mendatangi bidan tersebut . maka terjadilah konflik antara bidan dan dokter.
c. Konflik
Bidan melakukan curretase di luar wewenangnya sehingga terjadilah
konflik antara bidan dan dokter.
d. Issu
Malpraktek bidan melakukan tindakan di luar wewenangnya.
e. Dilema
Jika tidak segera di lakukan tindakan takutnya merenggut nyawa px
karena BPS jauh dari RS. Dan jika di lakukan tindakan bidan merasa
melanggar kode etik kebidanan dan merasa melakukan tindakan di luar
wewenangnya.
6. Issue etik yang terjadi antara bidan dengan organisasi profesi
1. Pengertian
Issu etik bidan dengan organisasi profesi adalah topik yang di
bicarakan oleh suatu forum mengenai baik atau pun buruknya suatu hal, atau
tindakan yang perlu di ambil atau tidak dalam suatu masalh.
2. Kasus
Seorang bidan yang di tempatkan di desa pelosok (terpencil) telah lama
bertugas di daerah tersebut, dan sudah mendapatkan kepercayaan dari
masyarkan di desa tersebut. Namun bidan
tersebut masih DI dan P2B sedangkan untuk saat ini seorang bidan di
haruskan minimal D3 kebidanan, karena jarak desa ke kota ketempat
pendidikan yang jauh dan bidan juga sudag merasa banyak mendapatka
kepercayaan dari masyarakatnya bidan tersebut tidk melanjutkan ke D3
kebidanan. Karena tanpa melanjutkan pun mayarakat juga sudah banyak yang
mempercayai pelayanannya dan hampir semua ibu bersalin di daerah tersebut
yang mempercayakan pertolongan persalinan pada bidan itu.
3. Issue
Bidan yang tidak mempunyai surat ijin (ilegal) dan belum menjadi anggota
Ikatan Bidan Indonesia.
4. Dilema
Bidan merasa sudah mendapatkan keprcayaan penuh dari masyarakat di
tempat dia praktek. Sehingga ia merasa tidak perlu melanjutkan pendidikannya
ke D3 kebidanan. Di sisi lain bidan mendapatkan tuntutan dari organisasi
profesi untuk melanjutkan pendidikan D3 kebidanan.
BAB XII
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGHADAPI DILEMA/ETIK MORAL
PELAYANAN KEBIDANAN
Tujuan Pembelajaran
TK II
Peraturan : berdasarkan kaidah kejujuran (berkata benar) prifasi, kerahasiaan dan kesetiaan
(menempati janji) bidan sangat familiar , tidak meninggalkan kode etik panduan praktek
profesi
TK III
Ada 4 prinsip etik yang di gunakan dalam perawatan praktek kebidanan :
1. ANTONOMY, memperhatikan penguasaan diri, hak kebebasan dan pilihan individu
2. BENETICENCE , memperhatikan peningkatan kesejahteraan kline, selain itu berbuat
baik untuk orang lain.
3. NON MALETICENCE, tidak melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan
apapun kerugian pada orang lain.
4. YUSTICE,memperhatikan keadilan, pemerataan beban dan keuntungan. (beaucamu &
children 1989 dan richard, 1997).
Dasar Pengambilan keputusan :
1. Ketidak sanggupan (bersifat segera).
2. Keterpaksaan karena suatu krisis, yang menuntut sesuatu untuk segera di lakukan.
Bentuk Pengambilan keputusan :
1. Strategi : di prngaruhi oleh kebijakan organisasi atau pimpinan , rencana dan masa
depan, rencana bisnis dan lain-lain.
2. Cara kerja : yang di pengaruhi pelayanan kebidanan di dunia, klinik,dan komunitas.
3. Individu dan profesi : di lakukan oleh bidan yang di pengaruhi oleh standart praktik
kebidanan.
Pendekatan Tradisional Dalam Pengambilan Keputusan :
1. Mengenal dan mengidentifikasi masalah
2. Menegaskan masalah dengan menunjukan hubungan antara masalalu dan sekarang.
3. Memperjelas hasil prioritas yang ingin di capai.
4. Mempertimbangkan pilihan yang ada
5. Mengevaluasi pilihan tersebut.
6. Memilih solusi dan menetapkan atau melaksanakannya.
1.2 pengambilan keputusan yang etis :
Ciri-cirinya:
1. mempunyai pertimbangan yang benar atau salah.
2. Sering menyangkut pilihan yang sukar.
3. Tidak mungkin dielakkan
4. Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, lingkungan sosial.
1. Menghindari pekerjaan atau tindakan rutin yang tidak sesuai dengan kebutuhan klien.
2. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan yang diberikan
3. Membiasakan Bidan berfikir dan bertindak sesuai standart
4. Memberikan kepuasan pelanggan
Dalam Kasus Emergensi Dan Menghadapi Situasi Panik, ada 2 Hal :
1. Mempersimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa Lampau
2. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan tersebut
Langkah dua Pengambilan Keputusan Klinis Menggunakan
1. Penilaian ( pengumpulan Informasi )
2. DX ( penafsiran )
3. Perencanaan
4. Intervensi
5. Evaluasi
BAB XIII
PERAN DAN TUGAS BIDAN BERDASARKAN ETIK DAN KODE ETIK
PROFESI
Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, di harapkan mahasiswa mampu menjelaskan tentang :
1. Pengertian etik
2. Kewajiban dalam pekerjaan
3. Etik dan profesi
4. Dimensi kode etik
5. Kode etik profesi bidan
6. Tujuan kode etik
1. Pengertian etik
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan apakah benar atau salah dan apakah
penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994).
Semua profesi kesehatan memiliki etika profesi, namun demikian etika dalam
kebidanan mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan
bertanggung jawab menolong persalinan. Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk
mengambil keputusan sendiri yang berhubugan dengan tanggung jawabnya.
Kode etik adalah norma-norma yang harus di indahkan oleh setiap anggota
profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota
profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan
larangan, yaitu ketentuan ketentuan tentang apa yang tidak boleh di perbuat atau di
laksanakan oleh anggota profesi, tidak sajah dalam menjalankan tugas profesinya,
melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari
hari di dalam masyarakat.
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal
dan eksternal suatu di siplin ilmu dan merupakan kenyataan komprehensif suatu
profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam pengabdian profesi. Dengan
demikian bidan dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat harus senatiasa
berpegan pada kode etik profesi bidan.
Tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik profesi
untuk masing-masing bidang profesi. Di sini akan di kemukakan 3 prinsip etika profesi
yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Pada umumnya yang
berlaku bagi semua orang berlaku juga bagi kaum professional.
1. Tanggung jawab , setiap orang yang mempunyai profesi tertentu di harapkan selalu
bersikap bertanggung jawab dalam dua arah.
a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya. Maksudnya kaum
profesional itu di harapkan agar bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas
rata-rata, dengan hasil yang sangat baik. Tugasnya dapat dipertanggung jawabkan
dari segi tuntutan profesionalnya. Untuk bisa bertanggung jawab dalam hal
pelaksanaan dan hasil dari tugasnya, maka diandaikan adanya kompetensi yang
prima ( Ciri keahlian dan ketrampilan khusus), kondisi yang prima
(fisik,psikologis,ekonomis keluarga, suasana dan lingkungan kerja, dan
sebagainya), dan bekerja secara efisien dan efektif.
b. Terhadap dampak profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada
umumnya. Setiap profesional diharapkan bertanggung jawab atas dampak dari
tugasnya terhadap perusahaannya, teman sekerja, buruh, keluarganya, masyarakat
luas, lingkungan, dan generasi yang akan datang. Wajib tidak melakukan hal yang
merugikan kepentingan orang lain ( minimal ) bahkan lebih dari itu wajib
mengusahakan hal yang berguna bagi orang lain ( maksimal )
2. Keadilan, prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya. Dalam rangka pelaksanaan sebuah profesi, tuntutan itu berarti : di dalam
menjalankan profesinya setiap orang professional tidak boleh melanggar hak orang lain,
atau pihak lain, lembaga atau Negara. Sebaliknya, kaum professional perlu menghargai hak
pihak-pihak lain itu, sebagaimana ia sendiri mengharapkan agar pihak lain menghargai
haknya serta hak kelompok atau perusahaan yang diwakilinya. Karena itu, jika dia tahu
bahwa pelaksanaan profesinya akan melanggar hak orang atau pihak lain, maka dia harus
menghentikan tindakan itu.
3. Otonomi, prinsip ini menuntut agar setiap kaum professional memiliki dan diberi kebebasan
dalam menjalankan profesinya. Dari satu pihak seorang professional memiliki kode etik
dalam
mengembangkan profesinya, termasuk dalam mewujudkan kode etik professinya itu dalam
situasi konkret. Kode etik adalah pegangan umum yang mengikat setiap anggota, dan suatu
pola bertindak yang berlaku bagi setiap anggota profesi. Tetapi pelaksanaan dan
perwujudannya dalam tugas konkret yang dihadapi setiap anggota, tetap berlangsung dalam
iklim kebebasan setiap anggota. Artinya, dengan pegangan kode etik professinya, setiap
anggota mempunyai kebebasan untuk memutuskan apa yang terbaik untuk dijalankan dalam
situasi dan tugas konkret yang dihadapinya. Karena pada akhirnya, walaupun organisasi
profesi ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan profesi anggotanya, yang paling
bertanggung jawab adalah anggota itu secara pribadi. Otonomi juga menuntut agar
organisasi profesi secara keseluruhan bebas dari campur tangan yang berlebihan dari pihak
pemerintah atau pihak-pihak lain manapun juga.
BAB XIV
MASALAH ETIK MORAL YANG MUNGKIN TERJADI DALAM PRAKTIK
KEBIDANAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan tentang :
A. Maasalah etik moral yang mungkin terjadi dalam praktik kebidanan
B. Langkah-langkah penyelesaian masalah
C. Informed choice
D. Informed concen
1. Memahami masalah
Berdasarkan hasil dari banyak penelitian, anak yang rutin dalam latihan
pemecahan masalah akan memiliki nilai tes pemecahan masalah yang lebih tinggi
di bandingkan dengan anak yang jarang berlatih mengerjakan soal-soal
pemecahan masalah. Selain itu, ketertarikan dalam menghadapi tantangan dan
kemauan untuk menyelesaikan masalah merupakan modal utama dalam
pemecahan masalah.
2. Merencanakan Pemecahan
Memilih rencana pemecahan masalah yang sesuai bergantung dari
seberapa sering pengalaman kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Semakin
sering kita mengerjakan latihan pemecahan masalah maka pola penyelesaian
masalah itu akan semakin mudah didapatkan. Untuk merencanakan pemecahan
masalah kita dapat mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi atau
mengingat-ingat kembali masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki
kemiripan sifat/pola dengan masalah yang akan dipecahkan. Kemudian barulah
menyusun prosedur penyelesaiannya.
3. Melaksanakan Rencana
Langkah ini lebih mudah dari pada merencanakan pemecahan masalah, yang
harus dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah dibuat dengan
ketekunan dan ketelitian untuk mendapatkan penyelesaian.
4. Melihat Kembali
Kegiatan pada langkah ini adalah menganalisis dan mengevaluasi apakah
strategi yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada strategi
lain yang lebih efektif, apakah strategi yang dibuat dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah strategi dapat dibuat
generalisasinya. Ini bertujuan untuk menetapkan keyakinan dan memantapkan
pengalaman untuk mencoba masalah baru yang akan datang.
C. Informed choice
Berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif
asuhan yang akan dialaminya, pilihan (choice) harus dibedakan dari
persetujuan (concent). Persetujuan penting dari sudut pandang bidan, karena
itu berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting
dari sudut pandang wanita (pasien) sebagai konsumen penerima jasa asuhan
kebidanan.
1. Tujuan
Adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran bidan tidak hanya
membuat asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa
hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan
kode etik internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus
menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita
untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.
Rekomendasi:
1. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam
berbagai aspek agar dapat membuat keputusan klinis dan secara teoritis agar dapat
memberikan pelayanan yang aman dan dapat memuaskan kliennya.
2. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk yang
dapat dimengerti oleh wanita dengan menggunakan media alternatif dan
penerjemah, kalau perlu dalam bentuk tatap muka secara langsung.
3. Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk membantu wanita
melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab untuk
keputusan yang mereka ambil sendiri.
4. Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat pada wanita dan berdasarkan fakta,
diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah mungkin.
5. Tidak perlu takut akan konflik tapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan
untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra
dengan wanita dari sistem asuhan dan suatu tekanan positif.
2. Bentuk pilihan (choice) yang ada dalam asuhan kebidanan:
Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien antara lain :
1. Gaya, bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium/screaning
antenatal.
2. Tempat bersalin (rumah.polindes, RB, RSB, atau RS) dan kelas perawatan di RS.
3. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan.
4. Pendampingan waktu bersalin.
5. Clisma dan cukur daerah pubis.
6. Metode monitor denyut jantung janin.
7. Pencepatan persalinan.
8. Diet selama proses persalinan.
9. Mobilisasi selama proses persalinan.
10. Pemakaian obat pengurang rasa sakit.
11. Pemecahan ketuban secara rutin.
12. Posisi ketika bersalin.
13. Episiotomi.
14. Penolong persalinan.
15. Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya pemotongan tali pusat.
16. Cara memberikan minuman bayi.
17. Metode pengontrolan kesuburan.
D. Informed concent
Bukanlah hal yang baru dalam bidang pelayanan kesehatan informed concent
telah diakui sebagai langkah yang paling penting untuk mencegah terjadinya konflik
dalam masalah etik.
Informed concent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah mendapat
penjelasan/keterangan/informasi) dan concent adalah suatu persetujuan yang di
berikan setelah mendapatkan informasi.
Menurut Veronika Komalawati pengertian informed concent adalah suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter
terhadap dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi
dalam PERMENKES No. 585 Tahun 1989 (pasal 1).
Informed concet ditafsirkan sebagai persetujuan tindakan medis adalah
persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien tersebut.
Langkah langkah pencegahan masalah etik
Dalam pencegahan konflik etik dikenal ada 4, yang urutannya adalah sebagai
berikut:
1. Informed consent
2. Negosiasi
3. Persuasi
4. Komite etik
Informed concent merupakan butir yang paling penting, kalau informed concent
gagal maka butir selanjutnya perlu di pergunakan secara berurutan sesuai dengan
kebutuhan.
Informed concent adalah persetujuan yang diberikan pasien/walinya yang berhak
terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan terhadap pasien sesudah
memperoleh informasi yang lengkap dan yang dipahaminya mengenai tindakan itu.
Dalam informed concent:
1. Dimensi menyangkut hukum
Dalam hal ini informed concent merupakan perlindungan bagi pasien terhadap
bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, dimana proses informed sudah
memuat:
a. Keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien.
b. Informasi tersebut harus dimengerti pasien.
c. Memberikan kepada pasien untuk memberikan kesempatan yang baik.
2. Dimensi yang menyangkut etik
Dari proses informed concent terkandung nilai etik sebagai berikut:
a. Menghargai kemandirian/otonomi pasien.
b. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila
dibutuhkan/diminta sesuai dengan informasi yang dibuutuhkan.
c. Bidan menggali keinginan pasien baik yang dirasakan secara subjektif maupun
sebagai hasil pemikiran rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Sofyan., M., Madjid., N., A., Siahaan., R, (2006), 50 Tahun Ikatan Bidan Indonesia,
Bidan Menyongsong Masa Depan, Cetakan VII, PP-IBI, Jakarta.