Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SISTEM REPRODUKSI I
DILEMA ETIK PADA ABORSI
Pembimbing :
Diah Eko Martini, S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun Oleh:
Kelompok 5
V B KEPERAWATAN

Ahmad Fajar Rozak


Enggi Widya Ariaksana
Bayu Kurniawan
Nofiyan Maratus Sholihah
Reni Dwi Norianti
Yuni Nur Rahmawati

(12.02.01.0838)
(12.02.01.1065)
(12.02.01.1058)
(12.02.01.1081)
(12.02.01.1093)
(12.02.01.1103)

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2014

LEMBAR PENGESAHAN

SISTEM REPRODUKSI I
Dilema Etik pada Aborsi
Oleh:

Kelompok 5
V B KEPERAWATAN

Ahmad Fajar Rozak


Enggi Widya Ariaksana
Bayu Kurniawan
Nofiyan Maratus Sholihah
Reni Dwi Norianti
Yuni Nur Rahmawati

(11.02.01.0838)
(12.02.01.1065)
(12.02.01.1058)
(12.02.01.1081)
(12.02.01.1093)
(12.02.01.1103)

Diterima dan Disetujui Untuk Seminar


Lamongan,

November 2014

Pembimbing,

Diah Eko Martini, S.Kep., Ns., M.Kes

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan
taufiq serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai
tugas mata kuliah Sistem Reproduksi I.
Makalah ini disusun berdasarkan bekal ilmu pengetahuan sebatas yang penulis
miliki, sehingga tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari beberapa pihak akan
sulit bagi penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat:
1. Drs. H. Budi Utomo, Amd. Kep., M. Kes selaku Ketua Stikes Muhammadiyah
Lamongan.
2. Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.Kes selaku kaprodi S-1 Keperawatan Stikes
Muhammadiyah Lamongan.
3. Diah Eko Martini, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku dosen pembimbing mata kuliah
Sistem Reproduksi I.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis cantumkan, yang telah turut
mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari laporan yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Besar
harapan agar laporan ini berguna bagi para pembaca.

Lamongan,

November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................i
KATA PENGANTAR .................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN TEORI
2.1 Pengertian............................................................................................................3
2.2 Prinsip-prinsip Etika Keperawatan......................................................................5
2.3 Hukum Pidana Aborsi..........................................................................................5
2.4 Hukum Perdata Aborsi........................................................................................6
2.5 Hukum Agama.....................................................................................................7
2.6 Tinjauan UU Kesehatan.........................................................................................
BAB 3 STUDI KASUS
3.1 Contoh Kasus.....................................................................................................13
3.2 Pembahasan Kasus............................................................................................16
3.3 Penyelesaian Kasus...........................................................................................16
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................19
4.2 Saran..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan pendidikan saat ini meningkat dengan pesat sebagai
konsekwensi dari logis globalisasi. Perkembangan pendidikan keperawatan
hendaknya tidak hanya berupah peningkatan kwantitas semata,namun harus di
ikuti dengan peningkatan kwalitas pendidikan. Dengan demikian akan di
hasilkan perawat yang professional dan siap berkompetisi dengan enaga
kesehatan lain,baik di tingkat nasional atau internasonal.
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam
segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula
terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan tantangan
bagi

profesi

keperawatan

dan

kebidanan

dalam

mengembangkan

profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas


pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan
basis pada etik dan moral yang tinggi.
Etika merupakan sesuatu yang dikenal,diketahui,diulang,serta menjadi
suatu kebiasaan di dalam suatu masyarakat,baik berupa kata-kata atau suatu
bentuk perbuatan yang nyata. Etika lebih menitik beratkan pada aturanaturan,prinsip-prinsip yang melandasi perilaku yang mendasar dan mendekati
aturan-aturan,hukum,dan undang-unang yang membedakan benar atau salah
secara moralitas.
Etika yang dibahas dalam makalah ini adalah tentang etik dan hukum
kasus aborsi yang belakangan ini semakin banyak dilakukan oleh masyarakat.
Aborsi tidak aman merupakan ancaman bagi kesehatan dan hidup wanita.
Tindakan konkrit pemecahan masalah aborsi tidak aman merupakan bagian
upaya peningkatan kualitas kesehatan reproduksi di Indonesia dan pemenuhan
hak reproduksi wanita. Penelitian banyak negara menunjukkan bahwa di negara1

negara yang mengizinkan aborsi dengan indikasi yang lebih luas, insiden aborsi
tidak aman lebih rendah dan angka kematian akibat aborsi tidak aman jauh lebih
rendah dibandingkan dengan negara-negara yang melarang aborsi secara ketat.
Di Indonesia, diperkirakan 1,5-2 juta aborsi tidak aman setiap tahunnya
dan kontribusi Angka Kematian Ibu (AKI) sebab aborsi tidak aman adalah 11,1
%.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aborsi?
2. Apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan?
3. Bagaimana hukum pidana pada aborsi?
4. Bagaimana hukum perdata pada aborsi?
5. Bagaimana hukum agama pada aborsi?
6. Bagaimana pembahasan dan penyelesaian pada kasus aborsi?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan

makalah

mata

kuliah

Sistem

Reproduksi

kemudian

mempresentasikan hasil diskusi, pada program studi S1-Keperawatan di


STIKES Muhammadiyah Lamongan.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian aborsi
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika keperawatan
3. Untuk mengetahui hukum pidana pada aborsi
4. Untuk mengetahui hukum perdata pada aborsi
5. Untuk mengetahui hukum agama pada aborsi
6. Untuk mengetahui pembahasan dan penyelesaian pada kasus aborsi

BAB 2
PEMBAHASAN TEORI

2.1 Pengertian
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa makna Aborsi adalah
pengguguran. Aborsi ini dibagi menjadi dua :
1. Aborsi Kriminalitas adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena
suatu alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
2. Aborsi Legal adalah Aborsi yang dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak
yang berwenang.
Menurut medis Aborsi dibagi menjadi dua juga :
1. Aborsi spontan (Abortus Spontaneus), yaitu aborsi secara tidak sengaja dan
berlangsung alami tanpa ada kehendak dari pihak-pihak tertentu. Masyarakat
mengenalnya dengan istilah keguguran.
2. Aborsi buatan (Abortus Provocatus), yaitu aborsi yang dilakukan secara
sengaja dengan tujuan tertentu. Aborsi Provocatus ini dibagi menjadi dua :
a. Jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan,
maka disebut dengan Abortus Profocatus Therapeuticum
b. Jika dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum
yang berlak, maka disebut Abortus Profocatus Criminalis
Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini adalah :
menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas
permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya.
2.2 Prinsip-prinsip Etika Keperawatan
2.2.1 Respect of Autonomy (Otonomi)
Individu memiliki hak untuk menentukan sendiri, memperoleh
kebebasan dan kemandirian. Respect of autonomy meliputi:
a. Menyampaikan kebenaran
b. Menghormati privasi orang lain
c. Melindungi kerahasiaan informasi
d. Mendapat izin untuk melakukan tindakan
e. Jika diminta, membantu orang lain dalam mengambil keputusan.
2.2.2 Prinsip Beneficence (Berbuat Baik)
Individu berkewajiban melakukan hal yang baik sebagai kebalikan
hal yang membahayakan. Prinsip beneficence adalah suatu kewajiban
moral untuk bertindak demi keuntungan orang lain.

2.2.3 Prinsip Nonmalficence (Tidak Merugikan)


Tindakan aborsi dapat menyebabkan injury jika dilakukan dengan
prosedur yang salah dan oleh orang yang tidak kompeten.
Prinsip Beneficence dan Non-Maleficence yang dikemukakan oleh
Wilian Frank, yaitu:
a. Seseorang tidak boleh jahat atau merugikan
b. Seseorang harus mencegah kerugian

c.

Seseorang harus mengurangi kerugian

d.

Seseorang harus melakukan atau meningkatkan kebaikan

2.2.4

Prinsip Justice (Keadilan)


Individu memiliki hak untuk diperlakukan setara, keadilan antara hak
dan kewajiban, serta klien berhak mendapat pelayanan sesuai dengan
haknya.
Prinsip keadilan:
a.
b.
c.
d.

Pada tiap orang dengan porsi yang sama


Pada tiap orang sesuai kebutuhan
Pada tiap orang sesuai usaha
Pada tiap orang sesuai bobot individu atau jasa

e. Pada tiap orang sesuai free market exchange


2.2.5

Veracity (Kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan

oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada


setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, danmengatakan yang sebenarnya kepada
klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
selama menjalani perawatan.
2.2.6

Fidelity (Menepati janji)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan


komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah
kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
2.2.7

Confidentiality (Karahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien

harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan
klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali
jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien
diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang
klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.
2.2.8

Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang

profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.
2.2.9

Respect

1. Perilaku perawat yang menghormati / menghargai pasien /klien. hak


hak pasien
2. Penerapan inforned consent
3. Perilaku perawat menghormati sejawat
4. Tindakan eksplisit maupun implisitsimpatik, empati kepada orang lain

2.3 Hukum Pidana Aborsi


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
Pasal 346
Seorang

wanita

yang

sengaja

menggugurkan

atau

mematikan

kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 348
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah
satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan
rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348,
dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.

2.4 Hukum Perdata Aborsi


Pasal 194 UU No 36 Tahun 2009
6

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 75 UU no 36 th 2009
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 80 ayat 1 UU no.23/1992
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Pasal 15 ayat 1 UU no.23/1992


1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.

2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu
2.5 Hukum Agama
Di dalam keputusan Majelis Ulama Besar No. 140, 20-6-1407H tentang
permasalahan pengguguran kandungan (aborsi) disebutkan:
1. Tidak boleh menggugurkan kandungan dalam berbagai usia, kecuali ada
sebab (alasan) syari yang dibenarkan dan dengan ketentuan yang sangat
ketat sekali.
2. Apabila usia kandungan berada di masa pertama yaitu 40 hari, sedangkan
pengguguran adalah maslahah syariyyah atau untuk mencegah bahaya,
maka diperbolehkan menggugurkannya. Namun pengguguran pada masa
sekarang karena (alasan) takut akan kesulitan dalam mendidik anak, atau
takut akan kelemahan (kekurangan) dalam memenuhi kebutuhan hidup dan
mengasuhnya, atau karena berkaitan dengan masa depan mereka, atau
karena tidak ada kesanggupan bagi suami istri untuk mencukupi kebutuhan
hidup anak-anaknya, maka hal-hal tersebut tidak diperbolehkan (dijadikan
sebagai illat (alasan), pent.).
3. Tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan, walaupun kandungan itu
baru berbentuk alaqah (segumpal darah) atau mudghah (segumpal daging),
sampai diputuskan oleh tim dokter yang dipercaya bahwa kelanjutannya
akan membahayakan, seperti bila diteruskan mengakibatkan kematian bagi
sang ibu, maka boleh menggugurkan kandungan, itu pun setelah mencari
berbagai cara untuk menghindari bahaya tersebut.
4. Setelah masa ketiga dan telah sempurna 4 bulan usia kandungan, tidak
diperbolehkan penggugurannya sampai diputuskan oleh tim dokter spesialis
yang dipercaya, bahwa adanya janin di dalam perut ibunya (akan)
menyebabkan kematian (ibu)-nya dan hal itu setelah berupaya mencari
berbagai cara untuk menyelamatkan hidupnya. Maka keringanan dalam
8

mendahulukan pengguguran dengan syarat-syarat ini adalah mencegah yang


lebih besar dari dua bahaya dan menghimpun yang lebih besar dari dua
maslahat.
2.6 Tinjauan UU Kesehatan
Pasal 75 ayat [2] UU Kesehatan
Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi diberikan HANYA
dalam 2 kondisi berikut:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
Namun, tindakan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) UU
Kesehatan itu pun HANYA DAPAT dilakukan setelah melalui konseling
dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Pasal 76 UU Kesehatan
Selain itu, aborsi hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
Jadi, praktik aborsi yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan sebagaimana disebut di atas merupakan aborsi ilegal. Sanksi pidana
bagi pelaku aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi;
"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar."
Pasal 194 UU Kesehatan tersebut dapat menjerat pihak dokter dan/atau
tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, maupun pihak
perempuan yang dengan sengaja melakukannya.
9

BAB 3
STUDI KASUS

3.1 Contoh Kasus


Ada seorang calon ibu berumur 25 tahun yang sedang hamil muda tetapi
mempunyai penyakit jantung kronik yang dapat membahayakan baik calon ibu
maupun janin yang dikandungnya. Ketika dia datang memeriksakan dirinya pada
seorang Dokter.
Dokter pun berpendapat kalau janin tersebut harus digugurkan menurut dugaan
kuat atau hampir bisa dipastikan nyawa ibu tidak akan selamat atau mati. Hal ini
dilakukan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa ibunya. Sang calon ibu
pun sangat takut dan bersedih dengan masalah yang dia alami. Tetapi ini semua sudah
atas pertimbangan medis yang matang dan tidak ada jalan keluar lain lagi.
Namun ibu tersebut tidak mau menggugurkan kandunganya karena ingin
melihat anaknya hidup didunia meskipun harus mempertaruhkan nyawanya.
Sedangkan sang suami sepakat dengan pendapat dokter untuk menggugurkan
kandungan istrinya karena sang suami sangat mencintai istrinya dan tidak bisa hidup
tanpanya.
10

3.2 Analisis Kasus


Dalam kasus tersebut, dilema etik dan issu etik yang terjadi adalah :
1. Menurut Medis, Jika janin tersebut tidak digugurkan ibunya akan
meninggal, janinnya

pun

sama

padahal

dengan menghentikan janin

tersebut,nyawa ibunya akan tertolong.


2. Menurut Hukum Agama, hal

ini

sangat

bertentangan.

Menggugurkan

kandungan sama dengan membunuh jiwa.

3.3 Analisis Kasus


Dalam kasus tersebut, dilema etik dan issu etik yang terjadi adalah :
1. Menurut

Medis,

Jika

janin

tersebut

tidak

digugurkan

ibunya

akan

meninggal, janinnya pun sama padahal dengan menghentikan janin tersebut,


nyawa ibunya akan tertolong.
2. Menurut Hukum Agama, hal

ini

sangat

bertentangan.

Menggugurkan

kandungan sama dengan membunuh jiwa.

3.3.1

Pengumpulan Data ( Pulta )


1. Data yang dikaji :
Seorang wanita, 25 tahun, ibu rumah tangga.
2. Keluhan utama :
Seorang ibu datang ke rumah sakit dengan keluhan sedang
mengandung tetapi memiliki penyakit jantung kronik dan ingin
mempertahankan kandungannya meskipun dokter menyarankan untuk
menggugurkan kandungannya karena dapat membahayakan nyawa
ibunya. .
Analisa 5W + 1H
What (apa)

: Klien ingin mempertahankan kandungannya


meskipun dengan resiko membahayakan

nyawanya karena penyakit jantung kronik.


Who (siapa)
: Seorang wanita berusia 25 tahun
When (kapan)
: Sejak usia kandungannya 6 minggu
Why (mengapa) : klien ingin melihat anaknya lahir kedunia
Where (di mana) : Di Rumah Sakit
How (bagaimana) : Dokter memberi saran untuk melakukan aborsi

11

untuk menyelamatkan nyawa ibunya dan selagi


kandungannya masih berumur 6 minggu dan
belum memiliki nyawa.
3.3 Penyelesaian Kasus
3.3.1 Klarifikasi Asas Dilema Etik
1. Prinsip Autonomy (self-determination)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu
mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri
yang harus dihargai oleh orang lain.
Berdasarkan prinsip autonomy, maka:

Pasien tersebut

berhak untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap


dirinya. Pasien berhak mengetahui resiko atas tindakan aborsi yang
ingin dilakukannya. Pasien memiliki hak untuk dibantu membuat
keputusan penting seperti bahwa sudah ada janin yang memiliki
hak untuk hidup dalam kandungannya dan keinginan untuk tetap
mempertahankan kandungannya.
2. Prinsip tidak merugikan (Non-maleficence)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cidera
fisik dan psikologis pada klien.
Dalam kasus ini pasien disarankan untuk melakukan
tindakan

aborsi

mempertahankan

karena

jika

tidak

dilakukan

dan

kandunganya

dapat

membahanyan

tetap
nyawa

ibunya.
3. Prinsip Berbuat Baik Beneficence
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
Berdasarkan kasus di atas dokter harus mempertimbangkan
yang menjadi keputusan pasien, dokter harus melibatkan peran
keluarga (suami) untuk menyakinkan pasien agar bersedia
menjalani Aborsi. Dari keputusan yang diambil, harus berdampak
baik pada keadaan pasien, tidak merugikan pasien. Sehingga
keputusan yang diambil menjadi keputusan yang terbaik untuk
pasien, keluarga pasien, dan dokter. Namun, asas ini bertentangan
dengan asas autonomy, karena pasien bersikeras untuk tidak
dilakukan tindakan Aborsi.
4. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapainya perawatan
yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsipprinsip moral, legal dan kemanusiaan.
12

Dalam kasus ini, pasien mengandung janin yang juga


memiliki hak untuk hidup. Janin yang ada dalam kandungan
seorang wanita merupakan makhluk hidup yang harus dijaga
haknya untuk hidup.
3.3.2 Hukum Pidana Aborsi
1. Pasal 347 KUHP :
Ayat (1) : Sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuan, pidana penjara 12 tahun
Ayatt (2) : Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
pidana penjara 15 tahun
2. Pasal 348 KUHP :
Ayat (1) : Sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, pidana penjara 5 tahun
Ayat (2) : Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
pidana 7 tahun
3. Pasal 349 KUHP :
Apabila tindakan pengguguran kandungan sesuai pasal 346. 347 dan 348
dilakukan oleh dokter, bidan atau juru obat maka pidananya diperberat
dengan ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak profesinya
4. Pasal 299 KUHP :
Ayat (1) : Sengaja mengobati seorang perempuan atau mengerjakan
sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan dengan memberitahukan
atau menimbulkan pengharapan, bahwa oleh karena itu dapt gugur
kandungannya dihukum penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.
Ayat (2) : Kalau Si tersalah melakukan pekerjaan itu karena
mengharapkan keuntungan dan menjadi kebiasaan dan dilakukan oleh
tabib, bidan atau tukang pembuat obat maka hukumannya dpt ditambah
1/3nya.
3.3.3 Hukum Perdata Aborsi
Pasal 194 UU No 36 Tahun 2009
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 75 UU no 36 th 2009
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
c. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat

13

diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;


atau
d. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3.3.4 Hukum agama

Di dalam teks-teks al Quran dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi,
tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana
firman Allah swt :


Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka
kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An
Nisa : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rosulullah saw
bersabda :


Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut
ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua,
terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga ,
berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk
meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan
rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia.
( Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua
bagian sebagai berikut :
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh

14

Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga
pendapat :
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari
ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al
Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan Hambali.
Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul
Qadir : 2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan bahwa
sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna,
serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada
waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh
menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehatihatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli
salah seorang ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591,
Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air
mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga
siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan .
Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir
: 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap
benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan
terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis,
yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang
berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
1. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh

15

Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan
roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan
dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di atas. Janin yang
sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi
seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika
pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan
membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda
pendapat:
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram,
walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu
yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :



Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al Israa: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang
keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah
fiqhiyah : Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang
masih ragu., yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang
merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang
merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan
tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian
penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal
itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena
menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena
kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum
yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausuah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu
kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu Alam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa
Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan
setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syarI hukumnya adalah
haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.
16

2.7 Tinjauan UU Kesehatan


ABORSI UU No.36/2009 TENTANG KESEHATAN
Pengecualian :
1. Berdasarkan Indikasi medis
2. Akibat perkosaan

3.3.5

Identifikasi Pilihan
1 Memilih untuk tetap menggugurkan kandungannya dan beresiko
membunuh bayi yang tidak berdosa akan tetapi sang ibu dapat
2

terselamatkan.
Memilih untuk tidak menggugurkan kandunganya akan tetapi

dapat beresiko bayi dan sang ibu tidak terselamatkan.


Memilih untuk munggugurkan kandunganya dengan alasan medis
yang kuat dan pasien menyerah tidak lagi mempertahankan
keputusannya karena dokter telah meyakinkan pasien agar lebih
fokus pada pengobatan penyakit yang telah dialami sehingga jiwa
sang ibu dapat diselamatkan, sehingga memungkinkan untuk
melakukan program kehamilan lagi saat keadaan ibu lebih baik

3.3.6

dari saat ini.


Keputusan
Keputusan yang diambil adalah pilihan ke 3 yaitu : Memilih
untuk munggugurkan kandunganya dengan alasan medis yang kuat dan
pasien menyerah tidak lagi mempertahankan keputusannya karena
dokter telah meyakinkan pasien agar lebih fokus pada pengobatan
penyakit yang telah dialami sehingga jiwa sang ibu dapat diselamatkan,
sehingga memungkinkan untuk melakukan program kehamilan lagi

3.3.7

saat keadaan ibu lebih baik dari saat ini.


Implementasi
1 Melakukan pendekatan pada klien dan menjelaskan tentang resiko
2

yang akan dialami jika melakukan aborsi.


Memberikan HE pada pasien tentang penyakit yang telah ia derita
beserta

komplikasi

yang

akan

terjadi

apabila

masih

mempertahankan janinnya.
Memberikan HE pada klien dengan memberikan informasi tentang
pengertian, tujuan, tehnik tentang pelaksanaan aborsi dan hukum
17

melakukan aborsi baik dalam hukum agama maupun hukum


4
5

negara.
Melakukan aborsi yang telah di indikasikan kepada pasien
Mengobati penyakit sang ibu sampai benar-benar sembuh atau
mencapai keadaan dimana tubuh pasien lebih baik dan dapat

3.3.8

dilakukan program ulang kehamilan


Evaluasi
1 Aborsi dilakukan.
2 Klien dapat memahami penjelasan dari tim medis dan sang ibu dapat
3

terselamatkan.
Klien dapat mempertimbangkan program ulang kehamilan.

BAB 4
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

18

1. Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaiman sepatutnya


manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau
prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu baik buruk,
kewajiban, dan tanggung jawab.
2. Prinsip-prinsip etik diantaranya Otonomi (Autonomy), Berbuat baik
(Beneficience),Keadilan (Justice),Tidak Merugikan (Nonmaleficience), Nilai
dan Norma Masyarakat
3. Hukum adalah peraturan perilaku atau tindakan yang dikenal mengikat atau
ditegakkan oleh pihak berwenang, seperti pemerintah lokal, negara bagian,
atau nasional.
4. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum berusia 22 minngu.
5. Hukuman bagi seseorang yang melakukan aborsi diantaranya : Wanita yang
sengaja menggugurkan kandungan atau menyuruh orang lain melakukan,
hukuman maksimum 4 tahun (KUHP pasal 336), Seseorang yang
menggugurkan kandungan tanpa seizinnya, hukuman maksimum 12 tahun
dan bila wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum 15 tahun (KUHP
pasal 347).
4.2 Saran
Kami membuat makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui definisi
hukum tentang tindakan aborsi. Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah yang kami buat untuk itu kami mohon
kritik agar dalam pembuatan malakah lain kali bisa lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

19

Anda mungkin juga menyukai