SISTEM REPRODUKSI I
DILEMA ETIK PADA ABORSI
Pembimbing :
Diah Eko Martini, S.Kep., Ns., M.Kes
Disusun Oleh:
Kelompok 5
V B KEPERAWATAN
(12.02.01.0838)
(12.02.01.1065)
(12.02.01.1058)
(12.02.01.1081)
(12.02.01.1093)
(12.02.01.1103)
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2014
LEMBAR PENGESAHAN
SISTEM REPRODUKSI I
Dilema Etik pada Aborsi
Oleh:
Kelompok 5
V B KEPERAWATAN
(11.02.01.0838)
(12.02.01.1065)
(12.02.01.1058)
(12.02.01.1081)
(12.02.01.1093)
(12.02.01.1103)
November 2014
Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan
taufiq serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai
tugas mata kuliah Sistem Reproduksi I.
Makalah ini disusun berdasarkan bekal ilmu pengetahuan sebatas yang penulis
miliki, sehingga tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari beberapa pihak akan
sulit bagi penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat:
1. Drs. H. Budi Utomo, Amd. Kep., M. Kes selaku Ketua Stikes Muhammadiyah
Lamongan.
2. Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.Kes selaku kaprodi S-1 Keperawatan Stikes
Muhammadiyah Lamongan.
3. Diah Eko Martini, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku dosen pembimbing mata kuliah
Sistem Reproduksi I.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis cantumkan, yang telah turut
mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari laporan yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Besar
harapan agar laporan ini berguna bagi para pembaca.
Lamongan,
November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................i
KATA PENGANTAR .................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN TEORI
2.1 Pengertian............................................................................................................3
2.2 Prinsip-prinsip Etika Keperawatan......................................................................5
2.3 Hukum Pidana Aborsi..........................................................................................5
2.4 Hukum Perdata Aborsi........................................................................................6
2.5 Hukum Agama.....................................................................................................7
2.6 Tinjauan UU Kesehatan.........................................................................................
BAB 3 STUDI KASUS
3.1 Contoh Kasus.....................................................................................................13
3.2 Pembahasan Kasus............................................................................................16
3.3 Penyelesaian Kasus...........................................................................................16
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................19
4.2 Saran..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
profesi
keperawatan
dan
kebidanan
dalam
mengembangkan
negara yang mengizinkan aborsi dengan indikasi yang lebih luas, insiden aborsi
tidak aman lebih rendah dan angka kematian akibat aborsi tidak aman jauh lebih
rendah dibandingkan dengan negara-negara yang melarang aborsi secara ketat.
Di Indonesia, diperkirakan 1,5-2 juta aborsi tidak aman setiap tahunnya
dan kontribusi Angka Kematian Ibu (AKI) sebab aborsi tidak aman adalah 11,1
%.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aborsi?
2. Apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan?
3. Bagaimana hukum pidana pada aborsi?
4. Bagaimana hukum perdata pada aborsi?
5. Bagaimana hukum agama pada aborsi?
6. Bagaimana pembahasan dan penyelesaian pada kasus aborsi?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan
makalah
mata
kuliah
Sistem
Reproduksi
kemudian
BAB 2
PEMBAHASAN TEORI
2.1 Pengertian
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa makna Aborsi adalah
pengguguran. Aborsi ini dibagi menjadi dua :
1. Aborsi Kriminalitas adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena
suatu alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
2. Aborsi Legal adalah Aborsi yang dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak
yang berwenang.
Menurut medis Aborsi dibagi menjadi dua juga :
1. Aborsi spontan (Abortus Spontaneus), yaitu aborsi secara tidak sengaja dan
berlangsung alami tanpa ada kehendak dari pihak-pihak tertentu. Masyarakat
mengenalnya dengan istilah keguguran.
2. Aborsi buatan (Abortus Provocatus), yaitu aborsi yang dilakukan secara
sengaja dengan tujuan tertentu. Aborsi Provocatus ini dibagi menjadi dua :
a. Jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan,
maka disebut dengan Abortus Profocatus Therapeuticum
b. Jika dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum
yang berlak, maka disebut Abortus Profocatus Criminalis
Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini adalah :
menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas
permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya.
2.2 Prinsip-prinsip Etika Keperawatan
2.2.1 Respect of Autonomy (Otonomi)
Individu memiliki hak untuk menentukan sendiri, memperoleh
kebebasan dan kemandirian. Respect of autonomy meliputi:
a. Menyampaikan kebenaran
b. Menghormati privasi orang lain
c. Melindungi kerahasiaan informasi
d. Mendapat izin untuk melakukan tindakan
e. Jika diminta, membantu orang lain dalam mengambil keputusan.
2.2.2 Prinsip Beneficence (Berbuat Baik)
Individu berkewajiban melakukan hal yang baik sebagai kebalikan
hal yang membahayakan. Prinsip beneficence adalah suatu kewajiban
moral untuk bertindak demi keuntungan orang lain.
c.
d.
2.2.4
Veracity (Kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
Confidentiality (Karahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan
klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali
jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien
diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang
klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.
2.2.8
Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.
2.2.9
Respect
wanita
yang
sengaja
menggugurkan
atau
mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 348
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah
satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan
rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348,
dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 75 UU no 36 th 2009
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 80 ayat 1 UU no.23/1992
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu
2.5 Hukum Agama
Di dalam keputusan Majelis Ulama Besar No. 140, 20-6-1407H tentang
permasalahan pengguguran kandungan (aborsi) disebutkan:
1. Tidak boleh menggugurkan kandungan dalam berbagai usia, kecuali ada
sebab (alasan) syari yang dibenarkan dan dengan ketentuan yang sangat
ketat sekali.
2. Apabila usia kandungan berada di masa pertama yaitu 40 hari, sedangkan
pengguguran adalah maslahah syariyyah atau untuk mencegah bahaya,
maka diperbolehkan menggugurkannya. Namun pengguguran pada masa
sekarang karena (alasan) takut akan kesulitan dalam mendidik anak, atau
takut akan kelemahan (kekurangan) dalam memenuhi kebutuhan hidup dan
mengasuhnya, atau karena berkaitan dengan masa depan mereka, atau
karena tidak ada kesanggupan bagi suami istri untuk mencukupi kebutuhan
hidup anak-anaknya, maka hal-hal tersebut tidak diperbolehkan (dijadikan
sebagai illat (alasan), pent.).
3. Tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan, walaupun kandungan itu
baru berbentuk alaqah (segumpal darah) atau mudghah (segumpal daging),
sampai diputuskan oleh tim dokter yang dipercaya bahwa kelanjutannya
akan membahayakan, seperti bila diteruskan mengakibatkan kematian bagi
sang ibu, maka boleh menggugurkan kandungan, itu pun setelah mencari
berbagai cara untuk menghindari bahaya tersebut.
4. Setelah masa ketiga dan telah sempurna 4 bulan usia kandungan, tidak
diperbolehkan penggugurannya sampai diputuskan oleh tim dokter spesialis
yang dipercaya, bahwa adanya janin di dalam perut ibunya (akan)
menyebabkan kematian (ibu)-nya dan hal itu setelah berupaya mencari
berbagai cara untuk menyelamatkan hidupnya. Maka keringanan dalam
8
BAB 3
STUDI KASUS
pun
sama
padahal
ini
sangat
bertentangan.
Menggugurkan
Medis,
Jika
janin
tersebut
tidak
digugurkan
ibunya
akan
ini
sangat
bertentangan.
Menggugurkan
3.3.1
11
Pasien tersebut
aborsi
mempertahankan
karena
jika
tidak
dilakukan
dan
kandunganya
dapat
membahanyan
tetap
nyawa
ibunya.
3. Prinsip Berbuat Baik Beneficence
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
Berdasarkan kasus di atas dokter harus mempertimbangkan
yang menjadi keputusan pasien, dokter harus melibatkan peran
keluarga (suami) untuk menyakinkan pasien agar bersedia
menjalani Aborsi. Dari keputusan yang diambil, harus berdampak
baik pada keadaan pasien, tidak merugikan pasien. Sehingga
keputusan yang diambil menjadi keputusan yang terbaik untuk
pasien, keluarga pasien, dan dokter. Namun, asas ini bertentangan
dengan asas autonomy, karena pasien bersikeras untuk tidak
dilakukan tindakan Aborsi.
4. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapainya perawatan
yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsipprinsip moral, legal dan kemanusiaan.
12
13
Di dalam teks-teks al Quran dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi,
tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana
firman Allah swt :
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka
kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An
Nisa : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rosulullah saw
bersabda :
Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut
ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua,
terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga ,
berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk
meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan
rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia.
( Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua
bagian sebagai berikut :
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
14
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga
pendapat :
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari
ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al
Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan Hambali.
Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul
Qadir : 2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan bahwa
sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna,
serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada
waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh
menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehatihatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli
salah seorang ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591,
Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air
mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga
siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan .
Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir
: 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap
benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan
terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis,
yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang
berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
1. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
15
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan
roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan
dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di atas. Janin yang
sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi
seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika
pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan
membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda
pendapat:
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram,
walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu
yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al Israa: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang
keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah
fiqhiyah : Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang
masih ragu., yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang
merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang
merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan
tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian
penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal
itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena
menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena
kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum
yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausuah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu
kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu Alam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa
Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan
setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syarI hukumnya adalah
haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.
16
3.3.5
Identifikasi Pilihan
1 Memilih untuk tetap menggugurkan kandungannya dan beresiko
membunuh bayi yang tidak berdosa akan tetapi sang ibu dapat
2
terselamatkan.
Memilih untuk tidak menggugurkan kandunganya akan tetapi
3.3.6
3.3.7
komplikasi
yang
akan
terjadi
apabila
masih
mempertahankan janinnya.
Memberikan HE pada klien dengan memberikan informasi tentang
pengertian, tujuan, tehnik tentang pelaksanaan aborsi dan hukum
17
negara.
Melakukan aborsi yang telah di indikasikan kepada pasien
Mengobati penyakit sang ibu sampai benar-benar sembuh atau
mencapai keadaan dimana tubuh pasien lebih baik dan dapat
3.3.8
terselamatkan.
Klien dapat mempertimbangkan program ulang kehamilan.
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
19