Anda di halaman 1dari 8

CSS (Clinical Science Session)

Kepanitraan Klinik Senior / G1A213001

PELAYANAN KEBIDANAN DI INDONESIA

Pembimbing:
dr. Firmansyah, Sp. OG
Oleh:
Irana Gustia Shakira

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD RADEN MATTAHER KOTA JAMBI
2016

PELAYANAN KEBIDANAN DI INDONESIA

Tujuan Instruksional Umum


Mengetahui upaya penurunan kematian ibu/bayi baru lahir melalui pengembangan tenaga dan
fasilitas pelayanan kesehatan ibu didukung oleh system rujukan paripurna terpadu
kabupaten/kota.

Tujuan Instruksional Khusus


1. Mengenal dini masalah kesehatan dan social diikuti komunikasi, informasi dan edukasi
serta pemberdayaan ibu hamil, suami dan keluarga.
2. Mengambil keputusan dalam keluarga untuk persalinan aman dan dasar paradigm sehat.
3. Meningkatkan rujukan terencana untuk mendapatkan penanganan adekuat di pusat
rujukan.

Penangan kematian ibu telah dimulai semasa pemerintah colonial belanda pada awal abad ke-19.
Waktu itu diakui bahwa kematian ibu merupakan masalah kesehatan yang mendesak dan
membutuhkan penanganan secepatnya dengan cara bertahap. Dukun sebagai penolong persalinan
secara biomedik tidak mempunyai pengetahuan dan bahkan membahayakan. Mereka berasal dari
keluarga dukun atau mendapat panggilan melalui mimpi, kemudian membantu dukun yang lebih
tua dan menambah pengalaman dari praktik. Dalam lingkungannya dukun merupakan tenaga
terpercaya dalam semua hal yang bersangkutan dengan kesehatan reproduksi untuk ibu dan
bayinya.
Pengertian/pemahaman bahwa kehamilan dan persalinan adalah nyawa taruhannya atau
toh nyawa (bahasa jawa) menunjukan bahwa masyarakat sadar kalau setiap persalinan
menghadapi resiko atau bahaya dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan bayi baru lahir.
Pribahasa sedia payung sebelum hujan dengan pola piker pencegahan proaktif dan pengertian
antisipasinya telah ada dalam masyarakat.
Pada tahun 1950 didirikan sekolah bidan pribumi dengan tujuan untuk mengambil alih
peran dukun beranak. Pada tahun 1973 sekolah bidan ditutup karena masyarakat masih lebih
memilih melahirkan dengan dukun. Pada tahun 1979 sekolah bidan yang diasuh oleh dokter
militer dibuka kembali. Sejak itu sekolah bidan dan jumlah bidan bertambah.
Pada tahun 1902 ilmu kebidanan mulai diajarkan dan masuk ke dalam kurikulum Sekolah
Dokter Jawa, yang dengan pendidikan sederhana telah didirikan sebelumnya pada tahun 1815.
Pada tahun 1937 terdapat perubahan yaitu desentralisasi penangan kesehatan rakyat, penyerahan
kepada pemerintahan provinsi, kabupaten kota, juga peningkatan/pengembangan pelayanan
kebidanan.

Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Indonesia

Dalam tahun 1952, setelah kemerdekaan Indonesia, di tiap kabupaten mulai didirikan
Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA). Sampai akhir tahun 1973 telah didirikan 6810 BKIA,
yang kemudian diintegrasikan kedalam puskesmas. Dalam pertengan pertengan Repelita III
(1980-1984) telah dikembangkan 5000 Puskesmas dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
mulai didirikan di tiap desa, dibawah pembinaan dan pengawasan Puskesmas, dengan
kegiatan/meja untuk perawatan anak balita, ibu hamil, dan keluarga berencana. Posyandu
mencerminkan peran serta masyarakat dalam upaya penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir
yang dilakukan oleh kader kesehatan1.
Tahun 1978 peran dukun masih dominan. Jumalah persalinan oleh dukun kurang lebih
72,6%. Departemen Kesehatan melalui program penempatan bidan sebanyak 54.956, dapat
meningkatkan cakupan persalinan dari 52% (Susenans, 1998) menjadi 64% (Susenans, 2001).
Persalinan dukun menurun menjadi 36%, tetapi persalinan di rumah ibu hamil masih tinggi2.
Perkembangan fasilitas dan tenanga kesehatan untuk pelayanan kesehatan ibu di
Indonesia: jumlah Rumah Sakit 994, Puskesmas 7.550, Posyandu 238.699, Polindes 46.956
dengan bidan di Desa 59.913, dokter umum 29.124, dokter dan dokter Spesialis Obstetri
Ginekologi (SpOG) 1800. Dengan demikian, satu dokter SpOG melayani 200.000, dokter umum
untuk 25.103 penduduk, dan satu bidan ditiap desa2,3.

Konsep/program internasional dalam Pelayanan Kebidanan


Primary Health Care (WHO, 1978)
Dalam deklarasi Al,a-Ata telah dicanangkan Health for All by The Year 2000. PHC
(Primary Health Care) merupakan Pelayanan Kesehatan Dasar yang esensial, praktis, ilmiah
dengan metode dan teknologi sederhana, dapat diterima oleh masyarakat dengan 5 frinsip dasar,
yakni: (1) pemerataan upaya kesehatan, (2) Penekanan pada upaya pencegahan, (3) penggunaan
teknologi tepat guna, (4) peran serta masyarakat dengan semangat kemandirian, dan (5) kerja
sama lintas-sektor4.

The Risk Approach in Health Care


With special reference to maternal and child health including family planning, dikembangkan
bersamaan dengan Primary Health Care, WHO 1978.
Dalam pendekatan resiko pada ibu hamil dinyatakan bahwa semua ibu hamil mempunyai
potensi resiko untuk terjadinya komplikasi dalam persalinan dengan dampak kematian,
kesakitan, kecacatan, ketidaknyamanan, dan ketidakpuasan (5K), dengan tidak ada zero risk5.

Self Motherhood Initiative (Nairobi, 1987)


Tiap menit tiap hari, di suatu tempat di dunia, satu orang ibu meninggal disebabkan oleh
komplikasi persalinan. Kebanyakan kematian ibu tersebut merupakan tragedy yang dapat
dicegah, dihindari, dan membutuhkan perhatian dari masyarakat internasional. Pertemuanpertemuan diselenggarakan, antara lain di Nairobi Kenya 1987 dicanangkan Program: Safe
Motherhood Initiative dengan 4 pilarnya:

Gambar 2-1. Empat pilar Safe Motherhood Initiative


1. Keluarga Berencana: untuk menjamin tiap individu dan pasangannya memiliki informasi
dan pelayanan untuk merencanakan saat, jumlah, dan jarak kehamilan.
2. Pelayanan Antenatal: untuk mencegah komplikasi dan menjamin bahwa komplikasi
dalam persalinan dapat terdeteksi secara dini serta ditangani secara benar.
3. Persalinan aman: untuk menjamin bahwa semua tenaga kesehatan mempunyai
pengetahuan, keterampilan, dan peralatan untuk melaksanakan persalinan yang bersih,
aman, dan menyediakan pelayanan pascapersalinan kepada ibu dan bayi baru lahir.
4. Pelayanan Obstetrik Neonatal Esensial/Emergensi: untuk menjamin tersediannya
pelayanan esensial pada kehamilan resiko tinggi dengan gawat-obstetrik/GO, pelayanan
emergensi untuk gawat-darurat-obstetrik/GDO dan komplikasi persalinan pada tiap ibu
yang membutuhkannya.
Keempat intervensi strategik ini harus disediakan melalui pelayanan kesehatan primer yang
bertumpu pada fondasi keadilan (equity)6 bagi seluruh kaum perempuan.
Dalam pertemuan Konsultasi Teknis di Colombo, Sri Lanka 1997, setelah satu decade
pelaksanaan Safe Motherhood, didapatkan lessons learned, bahwa kematian ibu merupakan
kegagalan. Kesehatan dan kegagalan social (Health and Social disadvantage)6, dalam
merawat ibu hamil/menolong persalinan, penanganan gawat-darurat-obstetrik, dan Keluarga
Berencana.

WHO 1997 dapa Hari Kesehatan Sedunia menyatakan Safe Motherhood merupakan upaya
global untuk mencegah/menurunkan kematian ibu dengan selogan: Making Pregnancy
Safer7.

Making Pregnancy Safer/MPS


Suatu strategi sektor kesehatan dalam penurunan kematian/kesakitan ibu dan perinatal.
Pelayanan MPS merupakan hak asasi manusia.
Dari lessons learned dalam pelaksanaan program Safe Motherhood ada 3 pesan kunci
dalam MPS yaitu (1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, (2) setiap
komplikasi obstetrik neonatal mendapat penanganan adekuat, dan (3) setiap wanita usia subur
memiliki akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penangan komplikasi
keguguran.
Empat strategi utama dalam MPS dapat dilihat pada gambar 2-2.
1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas
yang cost-effective dan berdasar bukti ilmiah.
2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor, dan
mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya yang
tersedia, serta memantapkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS.
3. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan
untuk menjamin prilaku yang menunjang kesehatan ibu/bayi baru lahir serta pemanfaatan
pelayanan yang tersedia.
4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir8.
Pelaksanaan kegiatan MPS merupakan tanggung jawab dari seluruh unit/program di
lingkungan kesehatan, mitra dengan seluruh sektor terkait, organisasi profesi, dan swasta.
Komitmen komunitas internasional adalah penurunan AKI dari tahun 1990 menjadi 50%
pada tahun 2000 dan selanjutnya penurunan 50% lagi di tahun 2015 dengan penurunan AKI
seluruhnya 75% menjadi 115/100.000 KH dan AKB menjadi 35/1.000 KH dalam tahun
1990-2015.

Gambar 2-2. Empat strategi utama dalam MPS

Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu

Primary Health Care/ Pelayanan Kesehatan Dasar. Dalam Sistem Kesehatan


Nasional I (SKN, tahun 1982) dinyatakan bahwa pelayanan dan kesehatan dasar
merupakan upaya pendekatan masyarakat, khususnya ibu hamil yang 60-70% tinggal
dipedesaan (pulau dan desa terpencil), di mana ibu hamil dengan kehamilan resiko
tinggi membutuhkan pelayanan berkelanjutan yang adekuat spesialistik di pusat
rujukan rumah sakit kabupaten/kota1,4.
Safe Motherhood Initiative. Pada tahun 1988 diselenggarakan workshop nasional
mengenai Safe Motherhood yang dibuka oleh Presiden RI melibatkan Pemerintah
dengan 17 lintas sector terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat
nasional/internasional dan masyarakat agar berkembang kesamaan persepsi dan
komitmen bersama dalam melakukan upaya Penurunan Angka kematian Ibu (PP
AKI), yang merupakan tindak lanjut konsensus Pemerintah pada pertemuan di
Nairobi 19876.
Bidan di Desa. Di tahun 1989 Pemerintah memberikan kebijakan yang sangat
strategic untuk menempatkan satu bidan di tiap desa dalam rangka meningkatkan
Pelayanan Kebidanan Dasar bagi ibu hamil di desa- desa dan upaya peningkatan
persalinan oleh tenaga kesehatan profesional3.
Dalam tahun 1990-1996 Bidan di Desa sebanyak 54.120 telah mendapat pendidikan
dan penempatan di seluruh Indonesia sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu.

Pondok Bersalin Desa (Polindes) dikembangkan sebagai tempat melahirkan. Bidan


didesa mendapat pengetahuan dasar dan pembinaan tentang masalah/gawat-obstetrikdan tanda bahaya/gawat-darurat-obstetrik untuk mempersiapkan dan merencanakan
persalinan aman bersama ibu hamil, suami, dan keluarga. Rujukan terencana bila
perlu.
Gerakan sayang ibu/GSI. Pada tanggal 22 Desember 1996, bertepatan dengan Hari
Ibu, GSI dicanangkan oleh Presiden. GSI sebagai wadah kemitraan antara Pemerintah
dan masyarakat di semua tingkat pemerintah dari pusat sampai pedesaan dengan
tujuan Percepatan Penurunan AKI9.
GSI kabupaten memberikan dukungan/kebijakan politis dengan keterlibatan lintassektor terkait, sedangkan GSI kecamatan dan pedesaan melakukan operasionalisasi
bantuan penanganan masalah social, seperti biaya dan transportasi dalam upaya
penyelamatan ibid an bayi baru lahir. Bersamaan dengan GSI telah dikembangkan
Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi.
Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan Menuju INDONESIA SEHAT 2010.
Gerakan ini dicanangkan oleh presiden RI pada tanggal 1 Maret 1999 dalam
pembukaan Rapat Kerja Kesehatan Nasional yang merupakan komitmen nasional
dengan dukungan pelayanan kuratif rehabilitative dalam pemeliharaan kesehatan
komprehensif10. Target Indonesia Sehat 2010 adalah (1) penurunan AKI dari
450/100.000 KH (tahun 1988) menjadi 123/100.000 KH di tahun 2010, (2) bidan
desa di tiap desa, (3) perawatan kehamilan 95% (4) persalinan tenaga kesehatan 95%,
(5) penanganan ibu risiko tinggi dan komplikasi persalinan 80% (6) ketersediaan
informasi mengenai Keluarga Berencana 90%, dan (7) Toksoid tetanus imunisasi
pada ibu haml 90%3. Pola pikir Paradigma Sehat dalam pelayanan kesehatan ibu
hamil diharapkan meningkatkan perilaku upaya pencegahan proaktif terhadap
komplikasi dalam kehamilan melalui persiapan peningkatan persiapan dan
perencanaan persalinan aman bagi setiap ibu hamil dengan pemberdayaan ibu hamil,
suami, dan keluarga, dalam upaya: Make Pregnancy a blessing dan Lets Make It
Safer3,10.
Making Pregnancy Safer, mendukung target internasional yang telah disepakati.
Pada tanggal 12 Oktober 2000 Presiden RI mencanangkan Making Pregnancy Safer
sebagai strategi sector kesehatan yang bertujuan untuk mempercepat penurunan AKI
dan AKB7,8. Melalui MPS diharapkan seluruh pejabat yang berwenang, mitra
pembangunan dan pihak terkait lainnya melakukan upaya bersama dengan kegiatan
peningkatan akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu yang cost-effective dan
berkualitas kepada ibu hamil, bersalin, dan nifas berdasarkan bukti ilmiah.
Dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001-2010
oleh DepKes, tahun 2000 telah mengacu tujuan global MPS yaitu (1) menurunkan
AKI sebesar 75% pada tahun 2015 menjadi 115/100.000 KH dan (2) menurunkan
AKB menjadi kkurang dari 35/1.000 KH pada tahun 20158.
Pedoman Manajemen Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komperehensif 24 jam
di tingkat Kecamatan dan Kabupaten/Kota, merupakan kebijakan DepKes tahun 2005

sebagai kelanjutan MPS yang tertuang melalui pengembangan Puskesmas PONED


dan Rumah Sakit PONEK 24 jam. Dengan langkah utamanya adalah sebagai berikut:
- Peningkatan deteksi dini dan pengelolaan ibu hamil resiko tinggi, cakupan
pertolongan persaliann oleh tenaga kesehatan, pengelolaan komplikasi kehamilan
dan persalinan berkaitan dengan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal melalui
aktivasi, efisiensi dan efektivisasi mata rantai rujukan.
- Peningkatan cakupan pengelolaan kasus dengan komplikasi obstetric dan
neonatal.
- Pemantapan kerjasama lintas program antara unsur Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan RS PONEK di Kabupaten/Kota sebagai fasilitas rujukan
primer serta kerjasama lintas sektoral pada peningkatan tingkat kesadaran
masyarakat dalam upaya penurunan AKI dan AKB.
- Pemantapan kemampuan pengelola program ditingkat Kabupaten/Kota dalam
perencanaan, penatalaksanaan, pemantauan, dan penilaian kinerja upaya
penurunan AKI.
- Peningkatan pembinaan teknis dalam bentuk pelatihan klinik untuk keterampilan
PONED untuk bidan di desa, dokter dan bidan Puskesmas PONED/non PONED
dengan menggunakan Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Modul Ketereampilan Klinik Standar, teknik pelatihan berdasarkan
kompetensi (competency-based training) dan pelatih terkualifikasi dari Jaringan
Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR).
- Peningkatan sarana dan prasarana jaringan pelayanan PONED ataupun PONEK
dalam system mata rantai rujukan yang terpadu.
RS Kabupaten dengan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis
Anak mempunyai tanggung jawab membina wilayah dalam pelayanan kebidanan
sebagai RS tanpa dinding dengan tugas dan fungsi Pelayanan Obstetrik Neonatal
Emergensi Komperhensif, serta sebagai RS rujukan primer mendukung Puskesmas
dengan Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar di kecamatan11.

DESA SIAGA, desa Siap Antar Jaga. Pada tahun 2006 untuk melaksanakan salah satu
strategi dari Making Pregnancy Safer yaitu memberdayakan dan melibatkan aktif
peran serta perempuan, suami, dan masyarakat oleh Pemerintah dibentuk DESA
SIAGA, yang dalam pelayanan kesehatan ibu hamil meliputi 4 kegiatan utama, yaitu:
(1) notifikasi ibu hamil, (2) tabungan ibu bersalin/Tabulin, dana social ibu
bersalin/Dasolin, (3) transportasi, dan (4) ketersediaan donor darah12.

Anda mungkin juga menyukai