Anda di halaman 1dari 4

Nama : Shandra Mellany Aldalia

NIM : 010001800468
Mata Kuliah : Hukum Ketenagakerjaan (KUIS)
Kelas : Hari Senin ruang 605
Dosen : Dr. Andari Yurikosari, SH, MH.

1. Jelaskan menurut Saudara, apakah unjuk rasa yang dilakukan dalam kasus tsb di atas,
memenuhi ketentuan mengenai apa yang dimaksud dengan mogok kerja beserta alasan
mengapa dilakukan mogok kerja. Beri penjelasan dan dasar hukum!
Mogok kerja sebenarnya adalah hak dasar dari pekerja yang dilakukan secara sah,
tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan, sebagaimana diuraikan
dalam Pasal 137 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”).
Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuan-ketentuan yang harus ditaati dalam melakukan
mogok kerja. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam melakukan mogok kerja dapat dilihat
dalam Pasal 139 dan Pasal 140 UU Ketenagakerjaan:
 
Pasal 139 UU Ketenagakerjaan :
Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang
melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan
keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.

Adapun syarat administratif dalam Pasal 140 UU Ketenagakerjaan yang harus


dipenuhi agar mogok kerja dikatakan sah adalah :
1) Pekerja atau Serikat Pekerja wajib memberitahukan secara tertulis kepada
perusahaan/pengusaha dan Disnaker, 7 hari kerja sebelum mogok kerja dijalankan.
2) Dalam surat pemberitahuan tersebut, harus memuat :
 Waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
 Tempat mogok kerja;
 Alasan dan sebab mengapa harus melakukan mogok kerja;
 Tanda tangan ketua dan sekretaris serikat pekerja sebagai penanggung jawab
mogok kerja. Apabila mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja yang tidak menjadi
anggota serikat pekerja, maka pemberitahuan ditandatangani oleh perwakilan
pekerja yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok
kerja.

2. Jelaskan menurut Saudara, apakah pekerja yang melakukan mogok kerja dapat dikenakan
PHK sesuai peraturan perundang-undangan?
Perlu kita ketahui sebelumnya, dalam pasal 137 UU No. 13/2003 disebutkan bahwa
“mogok kerja harus dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat dari gagalnya
perundingan”.
“Sah” disini artinya adalah mengikuti prosedural yang diatur oleh Undang-Undang.
“Tertib dan damai“ disini artinya adalah tidak mengganggu keamanan dan ketertiban
umum dan tidak mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan,
pengusaha atau milik masyarakat.

Dalam Kasus diatas, bisa dikatakan sudah memenuhi ketentuan yang dimaksud dengan
Mogok Kerja yang Sah. 

Mengenai PHK dikarenakan mogok kerja :


Pasal 144 huruf b UU Ketenagakerjaan yang mengatakan bahwa pengusaha dilarang
memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan
pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa jika PHK yang dilakukan oleh pengusaha
merupakan wujud dari sanksi atau tindakan balasan bagi pekerja yang melakukan mogok
kerja secara sah, maka hal tersebut tidak boleh dilakukan.
Jadi, pada dasarnya perusahaan tidak dapat melakukan PHK kepada pekerja yang
melakukan Mogok Kerja secara Sah.

3. Menurut Saudara, dapatkah pengusaha melakukan PHK seperti dalam kasus? Beri
alasan dan dasar hukum jawaban Saudara! Jelaskan menurut Saudara, dapatkah kasus
tersebut menjadi perselisihan PHK? Beri dasar hukum!
Tidak. Dalam Kasus, pengusaha tidak dapat memberi PHK kepada para pekerja.
Dikarenakan Mogok Kerja secara Sah tidak melanggar ketentuan peraturan perundang
undangan.
Atas mogok kerja yang telah sah tersebut, berdasarkan Pasal 144 UU
Ketenagakerjaan, pengusaha dilarang:
a) mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar
perusahaan; atau
b) memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh
dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok
kerja.
 
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pasal yang
menyatakan bahwa pengusaha memiliki hak untuk melakukan pemutusan hubungan kerja
(PHK) kepada pekerja yang melakukan mogok kerja. Tetapi, perlu diketahui juga bahwa
tidak ada pasal yang secara jelas mengatakan bahwa pengusaha tidak boleh melakukan
PHK terhadap pekerja yang melakukan mogok kerja (Pasal 153 UU Ketenagakerjaan
mengenai hal-hal yang tidak boleh dijadikan alasan oleh pengusaha untuk melakukan
PHK).
Lalu, ya, dalam kasus diatas dapat terjadi perselisihan PHK. Dikarenakan
pengusaha  secara sepihak melakukan PHK kepada para pekerja. 
Dalam pasal 137 UU No. 13/2003 disebutkan bahwa “mogok kerja harus dilakukan
secara sah, tertib dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan”.
Bila perundingan tersebut gagal tidak ada hasil, maka pegawai dan instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan harus menyerahkan masalah yang
menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang berwenang.

4. Bagaimana dengan beberapa tuntutan dari pekerja dalam mogok kerja, apakah hal
tersebut berkaitan dengan perlindungan kerja yang diberikan UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan? Beri penjelasan dan dasar hukum!
Ya, sudah jelas tuntutan para pekerja dalam mogok kerja nya itu berkaitan dengan
perlindungan kerja dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 79  UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perusahaan


diwajibkan memberikan waktu istirahat dan cuti bagi karyawannya. Waktu istirahat dan
cuti yang dimaksud adalah sebagai berikut:
 Istirahat antara jam kerja, minimal 30 menit setelah bekerja selama 4 jam terus
menerus. Waktu istirahat ini tidak dihitung sebagai jam kerja;
 Istirahat mingguan: 1 hari untuk 6 hari kerja/minggu, atau 2 hari untuk 5 hari
kerja/minggu;
 Cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah karyawan bekerja selama 12 (dua belas)
bulan terus menerus;
 Istirahat panjang untuk karyawan yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-
menerus pada perusahaan yang sama. Total waktu yang dapat digunakan untuk
istirahat panjang minimal 2 bulan, yang dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8
bekerja (masing-masing 1 bulan). Dengan diambilnya cuti panjang oleh karyawan, ia
tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan. Selanjutnya, hal
yang sama berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

Pasal 76 ayat 2 UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dilarang


mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya
bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

5. Menurut Saudara, adakah hubungan hukum dalam kasus yang ada pada Saudara ?
Jelaskan dan beri dasar hukumnya!
Menurut saya, Kasus tersebut memiliki hubungan dengan hukum. Karena seluruh
perihal yang berkaitan dengan pekerja di dalam perusahaan, itu ada peraturan yang
mengatur nya yaitu ketentuan peraturan perundang undangan. 
Hukum ketenagakerjaan sendiri di Indonesia diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan mengatur tentang segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah kerja.

Dan pastinya, dimana ada masyarakat disitu ada hukum.

Anda mungkin juga menyukai