Anda di halaman 1dari 35

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pengertian Pekerja dan Hak Kewajiban Pekerja

1. Pengertian Pekerja

Dalam hal ini pengertian dari pekerja atau buruh dapat ditemukan

di dalam ketentuan umum angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 yang menyebutkan yaitu “setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pekerja/buruh adalah orang yang

bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah pekerja. Sementara itu

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang

Serikat Pekerja juga memberikan pengertian yang sama dari definisi

pekerja/buruh yaitu “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah

atau imbalan dalam bentuk lain”.13

Pekerja/buruh merupakan orang-orang yang bekerja pada suatu

tempat, pekerja tersebut harus tunduk kepada perintah dan peraturan

kerja yang diadakan oleh pengusaha (majikan) yang bertanggung

jawab atas lingkungan perusahaannya yang kemudian atas

pekerjaannya pekerjatersebut akan memperoleh upah dan atau jaminan

hidup lainnya yang layak. Hal ini didasarkan kerena adanya hubungan

kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha (majikan).

13
Ketentuan umum No.3, Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan

15
Pada jaman penjajahan Belanda dahulu yang dimaksudkan buruh

adalah orang-orang pekerja kasar seperti kuli, tukang, dan lain-lain.

Orang-orang ini oleh pemerintah Belanda dahulu disebut dengan blue

collar (berkerah biru), sedangkan orang-orang yang mengerjakan

pekerjaan halus seperti pegawai administrasi yang bisa duduk dimeja

di sebut dengan white collar (berkerah putih). Dalam perkembangan

hukum perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk

diganti dengan istilah pekerja, karena istilah buruh kurang sesuai

dengan kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung menunjuk pada

golongan yang selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni

majikan.14

Menurut seorang pakar hukum perburuhan Imam Soerpomo

memberikan batasan mengenai hubungan kerja adalah “Suatu

hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan, hubungan

kerja hendak menunjukkan kedudukan kedua pihak itu yang pada

dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban buruh

terhadap majikan serta hak-hak dan kewajibankewajiban majikan

terhadap buruh”. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha

dengan pekerja/buruh yang berdasarkan suatu perjanjian kerja, yang

mempunyai unsur pekerjaan yang harus dikerjakan selama

pekerja/buruh bekerja, mendapatkan upah atas pekerjaan yang telah

14
Asyhadie Zaeni, Hukum Kerja: Hubung Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2007), cet-1, h. 19-20

16
dikerjakannya, dan adanya suatu perintah dari pemberi

kerja,pengusaha atau majikan.15

Syarat sahnya perjanjian kerja termuat di dalam Pasal 52 ayat (1)

UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang

mana apabila perjanjian tersebut dibuat dengan bertentangan dengan

syarat tersebut diatas maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan

batal demi hukum. Perjanjian kerja yang dibuat dapat berupa

perjanjian tertulis maupun perjanjian lisan. Adanya perjanjian kerja

maka secara tidaklangsung timbul suatu ikatan antara pengusaha

dengan pekerja/buruh. Sehingga adanya ikatan perjanjian kerja inilah

yang akan menimbulkan hubungan kerja.16

2. Hak dan Kewajiban Pekerja

Berkaitan dengan hak, maka Pekerja/Buruh mempunyai beberapa

hak, antara lain adalah sebagai berikut:

a) Hak atas pekerjaan Hak atas pekerjaan merupakan salah satu hak

azasi manusia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia pasal 27 ayat 2 yang menyatakan

bahwa “tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak”.

b) Hak atas upah yang adil hak ini merupakan hak yang sudah

seharusnya diterima oleh pekerja sejak ia melakukan perjanjian

kerja dan mengikatkan diri kepada pengusaha (majikan) atau pun


15
Ibid
16
Djoko Triyanto, S.H, 2004, Hubungan Kerja di Perusahaan Jasa, cetakan pertama, Mandar
Maju, Bandung. Hlm.12

17
kepada suatu perusahaan dan juga dapat dituntut oleh pekerja

tersebut dengan alasan aturan hukum yang sudah mengaturnya

yaitu pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

c) Hak untuk berserikat dan berkumpul untuk bisa memperjuangkan

kepentingan dan hak nya sebagai pekerja/buruh maka ia harus

diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul dengan

tujuan memperjuangkan keadilan dalam hak yang harus

diterimanya.hal ini dialaskan pada pasal 104 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang

menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan

menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

d) Hak atas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja

Berdasarkan Pasal 86 (1) huruf (a)Undang-Undang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Setiap Pekerja/buruh

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan beberapa hak,

antara lain adalah sebagai berikut:

i. Hak atas pekerjaan merupakan salah satu hak azasi manusia

seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa

“tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak”.

18
ii. Hak atas upah yang adil Hak ini merupakan hak yang sudah

seharusnya diterima oleh pekerja sejak ia melakukan perjanjian

kerja dan mengikatkan diri kepada pengusaha (majikan) atau

pun kepada suatu perusahaan dan juga dapat dituntut oleh

pekerja tersebut dengan alasan aturan hukum yang sudah

mengaturnya yaitu pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan.

iii. Hak untuk berserikat dan berkumpul Untuk bisa

memperjuangkan kepentingan dan hak nya sebagai

pekerja/buruh maka ia harus diakui dan dijamin haknya untuk

berserikat dan berkumpul dengan tujuan memperjuangkan

keadilan dalam hak yang harus diterimanya.hal ini dialaskan

pada pasal 104 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa setiap

pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh. d. Hak atas perlindungan keselamatan

dan kesehatan kerja Berdasarkan Pasal 86 (1) huruf a Undang-

Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Setiap

Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan.17

Adapun kewajiban dari pekerja/buruh yang diatur dalam UU No.

13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

17
Ibid

19
a) Pasal 102 ayat (2): Dalam melaksanakan hubungan industrial,

pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan

pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi

kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi,

mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut

memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan

anggota beserta keluarganya.

b) Pasal 126 ayat (1): Pengusaha, serikat pekerja dan pekerja wajib

melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.

c) Pasal 126 ayat (2): Pengusaha dan serikat pekerja wajib

memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya

kepada seluruh pekerja.

d) Pasal 136 ayat (1): Penyelesaian perselisihan hubungan industrial

wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja

secara musyawarah untuk mufakat.

e) Pasal 140 ayat (1): Sekurang kurangnya dalam waktu 7 (Tujuh)

hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat

pekerja wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha

dan instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan

setempat.18

3. Macam-Macam Status Pekerja

18
Ibid

20
Pekerja merupakan orang yang bekrja untuk orang lain

yangmempunyai suatu usaha kemudian mendapatkan upah atau

imbalan sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Upah biasanya

diberikan secara harian maupun bulanan tergantung dari hasil

kesepakatan yang telah disetujui. Pekerja terdiri dari berbagai macam,

yaitu:

a. Pekerja harian, pekerja yang menerima upah berdasarkan hari

masuk kerja;

b. Pekerja kasar, pekerja yang menggunakan tenaga fisiknya

karenatidak mempunyai keahlian dibidang tertentu;

c. Pekerja musiman, pekerja yang bekerja hanya pada musim-

musim tertentu (misalnya buruh tebang tebu);

d. Pekerja pabrik, biasa disebut buruh yang bekerja di pabrik;

e. Pekerja tambang, pekerja yang bekerja di pertambangan.19

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 1 angka (15)

ditegaskan bahwa hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau

buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur, upah, dan

perintah. Undang-undang No 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat (30) bahwa

upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam

bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha pemberi kerja kepada

pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu

kesepakatan. Kalangan buruh itu terdiri dari dua jenis:

19
Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm. 159

21
a) Para pekerja merdeka, yaitu orang-orang yang bekerja dengan

bayaran khusus. Mereka itu seperti para pengelola industry

kerajinan yang memiliki tempat khusus, juga pemilik bisnis

atau profesi yang memiliki kantor sendiri.

b) Para pekerja skunder (lapisan kedua), yaitu orang-orang yang

bekerja untuk memperoleh upah atau gaji tertentu, seperti para

buruh di lahan pertanian, perindustrian, sector perdagangan,

serta berbagai layanan. lainnya, apakah pekerjaan itu untuk

peribadi-pribadi tertentu ataau untuk Negara.20

Kedua jenis pekerja ini merupakan sumber kekuatan kerja dalam

Negara. Pembahasan tentang hak-hak buruh dalam system ekonomi

modern hanya lebih difokuskan pada pekerja jenis kedua, yaitu mereka

yang tidak bekerja dengan memperoleh bayaran khusus. Islam

memberikan perhatian pada pekerja jenis kedua ini dengan

menetapkan hak-hak yang adil bagi mereka sekaligus menjaminkan

mereka kehormatan dan kehidupan yang menyenangkan.

4. Hak dan Kewajiban Perusahaan

Pemerintah dan perusahaan mempunyai suatu sistem yakni

simbiosis mutualisme yang mana pemerintah Indonesia dan

perusahaan sama-sama saling membutuhkan adanya perusahan,

pengusaha, serta pekerja menciptakan adanya suatu hubungan

kerja.Hubungan kerja yang baik akan tercipta jika adanya komunikasi

20
Ibid

22
yang baik antara perusahaan dengan pekerja. Komunikasi yang baik

akan tercipta bila kontrak-kontrak dalam perjanjian kerja antara

perusahaan dengan pekerja dimana terdapat keseimbangan

(equilibrium) antara hak dan kewajiban perusahaan dengan hak dan

kewajiban pekerja. Pada dasarnya setiap hak dan kewajiban telah

diatur dalam suatu peraturan baik itu umum maupun dalam Undang-

Undang Nomor 13 tahun 2003.

Hak perusahaan antara lain:

a. Perusahaan berhak menuntut pekerja untuk melaksanakan

pekerjaannya meski sudah melebihi jam kerja yang telah

disepakati bersama dalam perjanjian kerja bersama ataupun

kesepakatan khusus antara mereka;

b. Perusahaan berhak mengingatkan pekerja untuk memenuhi dan

menaati semua syarat dalam melakukan pekerjaanya. 21

Kewajiban perusahaan antara lain:

a. Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh harus

membayar upah/gaji sebagai waktu lembur, kecuali ditentukan

lain dalam perjanjian-perjanjian kerja bersama antara

perusahaan dan pekerja/buruh;

b. Memeriksakan kondisi badan, kondisi mental tenaga kerja;

c. Memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah

pengawasan perusahaan;

21
https://ejournal.unsrat.ac.id/HakdanKewajibanPerusahaan, acces 30 November 2018

23
d. Memberitahu dan menjelaskan kepada tenaga kerja tentang

kondisi dan bahaya di tempat kerja, pengamalan alat pelindung

diri dan cara sikap kerja;

e. Menyediakan perlindungan bagi tenaga kerja;

f. Melaporkan kecelakaan kerja yang terjadi.22

B. Konsep Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja

1. Pengertian Kecelakaan Kerja

Pengertian kecelakaan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat

(6) UU No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

yaitu kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja,

termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian

pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari

rumah ke tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang

biasa atau wajar dilalui.

Kecelakaan sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian

yang tidak terencana. Kata-kata seperti tidak diinginkan

(undesirable) tidak diharapkan (unexpected dan tidak terkontrol

(uncontrolled) juga digunakan untuk mendiskripsikan kejadian-

kejadian tersebut Kecelakaan tidak selalu menyebabkan lukaluka,

tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan material dan peralatan

22
Ibid.

24
yang ada, tetapi kecelakaan yang mengakibatkan lukaluka ini

mendapatkan perhatian yang lebih besar.23

Kata kecelakaan biasanya digunakan pertama-tama untuk

menjelaskan tentang keadaan di luar kontrol seorang yang terlibat.

Sedangkan pengertian yang kedua dipakai untuk menjelaskan

kejadian yang berhubungan dengan kerusakan atau luka. Dalam

penelitian ini definisi yang dipakai adalah penggabungan dari

kedua arti tersebut. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang terjadi

di luar kontrol seseorang, dan menyebabkan terjadinya luka,

bahkan kematian.24

Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja dan

merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam

melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya

sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya

risiko-risko social seperti kematian atau kecelakaan kerja, baik

fisik maupun mental, diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja.

Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung

jawab pengusaha, sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk

membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara

0,24% s.d 1,74% sesuai kelompok jenis usaha.

2. Jaminan Kecelakaan Kerja

23
De Reamer, 1958; National Safety Council, 1985
24
Ibid

25
Jaminan kecelakaan kerja diatur di dalam Pasal 8 sampai

dengan Pasal 11 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992. Tenaga kerja

yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan

kecelakaan kerja. Termasuk tenaga kerja dalam Jaminan

Kecelakaan Kerja ialah:

a. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan, baik yang

menerima upah maupun tidak;

b. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang

memborong adalah perusahaan;

c. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.25

Dari ketentuan itu dapat dijabarkan bahwa ruang lingkup JKK

meliputi kecelakaan dan sakit akibat kerja. Kecelakaan kerja

apabila mengalami kecelakaan pada saat perjalanan menuju tempat

kerja, di tempat kerja, atau perjalanan dari tempat kerja. Sakit

akibat kerja apabila timbulnya penyakit setelah pekerja relatif

dalam jangka waktu yang lama.

Jaminan kecelakaan kerja memberikan jaminan perawatan

medis, tunjangan cacat, dan tunjangan kematian dalam hal peserta

mengalami kecelakaan atau sakit akibat kerja. Kecelakaan kerja

yang terjadi saat hubungan kerja meliputi kecelakaan di tempat

kerja dan kecelakaan di jalan pada waktu pekerja berangkat ke

25
Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Asri Wijayanti, S.H., M.H Hlm. 127

26
tempat kerja dan pulang dari tempat kerja. Ruang lingkup

kecelakaan kerja meliputi:

1) Pada waktu kerja

a. Yang termasuk dalam kecelakaan pada waktu kerja ialah

kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju ke

tempat kerja atau pulang dari tempat kerja ke rumah melalui jalan

yang bisa ditempuh dan wajar

b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan pekerjaan sesuai

dengan tugas, kewajiban dan tanggung jawab sehari-hari yang

diberikan oleh perusahaan di tempat kerja maupun di luar tempat

kerja selama waktu kerja.

c. Kecelakaan yang terjadi di luar jam tetapi masih dalam waktu

kerja seperti jam istirahat sebagaimana diatur dalam undang-

undang.

d. Kecelakaan yang terjadi dalam tugas di luar kota/negeri, yaitu

selama perjalanan dari rumah atau tempat kerja menuju ke tempat

dan perjalanan pulang kembali sesuai dengan surat tugas yang

diberikan dan selama menjalankan tugas/pekerjaan di tempat

tujuan. Semua kecelakaan kerja yang terjadi di tempat penugasan

atau pendidikan merupakan kecelakaan kerja, di luar itu yang

termasuk kecelakaan kerja hanya terbatas selama yang

bersangkutan berangkat dari tempat penginapan/pemondokan

menuju ke tempat kerja sampai pulang kembali, kecuali dapat

27
dibuktikan bahwa kecelakaan yang terjadi di luar pengertian

tersebut ada hubungannya dengan tugas dan tanggung jawab yang

bersangkutan.

e. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur

yang harus dibuktikan dengan surat perintah lembur.

f. Perkelahian di tempat kerja dianggap kecelakaan kerja.26

2) Di luar waktu kerja

a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan kegiatan

olahraga yang harus dibuktikan dengan surat tugas dari

perusahaan.

b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu mengikuti pendidikan yang

merupakan tugas dari perusahaan dan harus dibuktikan dengan

surat tugas.

c. Kecelakaan yang terjadi di sebuah perkemahan yang berada di

lokasi kerja (jurnal di luar jam kerja dan di luar waktu kerja

seperti tidur, istirahat) serta yang bersangkutan bebas dari setiap

urusan pekerjaan. Jika kecelakaan terjadi di luar radius

HPH/areal/lokasi harus ada surat tugas.27

3) Meninggal mendadak

Suatu kasus meninggal mendadak dapat dikategorikan akibat

kecelakaan dalam hubungan kerja akibat tenaga kerja karena suatu

alasan, baik di lokasi kerja maupun dalam perjalanan ked an dari

26
Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Asri Wijayanti, S.H., M.H Hlm. 129
27
Ibid

28
lokasi kerja, tanpa sempat mengalami rawat inap atau rawat inap,

tetapi tidak melebihi 24 jam terhitung sejak pada jam ditangani

dokter/para medis, langsung meninggal dunia.28

Pada umumnya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor yaitu

manusia dan lingkungan. Faktor manusia yaitu tindakan tidak aman

dari manusia seperti sengaja melanggar peraturan keselamatan kerja

yang diwajibkan, kurang terampilnya pekerja itu sendiri. Sedangkan

dari faktor lingkungan yaitu keadaan tidak aman dari lingkungan kerja

yang menyangkut antara lain peralatan atau mesin-mesin.

Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang benar-benar

menjaga keselamatan dan kesehatan karyawannya dengan membuat

aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan

oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan. Perlindungan tenaga

kerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja atau akibat dari

lingkungan kerja sangat dibutuhkan oleh karyawan agar karyawan

merasa aman dan nyaman dalam menyelesaikan pekerjaannya. Tenaga

kerja yang sehat akan bekerja produktif, sehingga diharapkan

produktivitas kerja karyawan meningkat. Memperhatikan hal tersebut,

maka program K3 dan produktivitas kerja karyawan menjadi penting

untuk dikaji, dalam tujuannya mencapai visi dan misi perusahaan.

Produktivitas dapat diartikan sebagai kemampuan seperangkat

sumber-sumber ekonomi untuk menghasilkan sesuatu atau

28
Ibid

29
perbandingan antara pengorbanan (Input) dengan penghasilan (output)

yang tidak terlepas dengan efisiensi dan efektivitas.29

Produktivitas ialah terdapatnya korelasi terbalik antara masukan

dan pengeluaran. Artinya, suatu sistem dapat dikatakan produktif

apabila masukan yang diproses semakin sedikit untuk menghasilkan

pengeluaran yang semakin besar.30 Produktivitas sebagai efisiensi dari

pengembangan sumber daya untuk menghasilkan keluaran. Lebih

lanjut dapat dikatakan bahwa produktivitas merupakan rasio yang

berhubungan dengan keluaran (output) terhadap satu atau lebih dari

keluaran tersebut. Lebih spesifik, produktivitas adalah volume barang

dan jasa yang sebenarnya digunakan secara fisik pula. Keselamatan

kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari

penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja.

C. Pengertian Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja

1. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja diartikan sebagai keselamatan kerja yang

berkaitan dengan alat kerja mesin, proses pengelolahan tempat kerja,

lingkungannya serta system melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja

dijelaskan sebagai berikut “Keselamatan kerja diilustrasikan sebagai

suatu kondisi yang aaman dari kesengsaraan, kerusakan di tempat kerja

dan kerugian”. Berdasarkan uraian di atas dapat di tarik sebuah

kesimpulanbahwa keselamatan kerja adalah situasi dmn pekerja

29
Teguh dan Rosidah (2003:199)
30
Timpe (2002:130)

30
merasa aaman dan nyamaan dengan lingkungan kerja dan berpengaruh

kepada produktivitas dan kualitas bekerja. Rasa nyaman muncul dalam

diri buruh atau karyawan, apakah buruh merasa nyaman dengan alat

pelindung diri untuk keselamatan kerja, alat-alat yang digunakan,tata

letak ruang kerja dan bebaan kerja yang diperoleh saat bekerja .31

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan

mesin, alat kerja, proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan. Istilah keselamatan

mencakup istilah resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Program

kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan

fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan. 32

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan

mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan

tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan

baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia

pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat

makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah

suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.33

31
Megginson dalam Mangkunegara (2004:61)
32
Leon C. Megginson (dalam Mangkunegara, 1993:83)
33
(Armanda, 2006).

31
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan

dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan

pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi

meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya

resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Undang-Undang Kesehatan No.

23 Tahun 1992 Bagian 6 Tentang Kesehatan Kerja, pada Pasal 23

berisi:

(1) Kesehatan kerja disenggelarakan untuk mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal.

(2) Kesehatan kerja meliputi perlindungan kesehatan kerja,

pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.

(3) Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak

diharapkan. Tidak terduga oleh karena latar belakang peristiwa itu

tidak terdapat adanya unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk

perencanaan. Oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian

material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai pada

yang paling berat.34

2. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja merupakan “Sebuah usaha dan keadaan yang

seorang individu mempertahankan kondisi kesehatannya saat dalam

aktivitas bekerja”. Kesehatan kerja digambarkan sebagai bentuk usaha-

34
(Austen dan Neale, 1991).

32
usaha danaturan-aturan untuk menjaga tenaga kerja/karyawan dari

kejadiaan atau keadaan yangbersifat merugikan kesehatan saat

buruh/karyawan tersebut melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan

kerja”. Jadi berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

kesehatan kerja merupakan suatu usaha yang diterapkan sebuah aturan-

aturan untuk menjaga kondisi karyawan/tenaga kerja dari kejadian atau

keadaan yang dapat merugikan kesehatan buruh/karyawan, baik

keadaan yang sehat,fiisik ataupun sosiial sehingga akan didapat

kemungkinan bekerja lebih optimal dan produktif.35

Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja

yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan. Lingkungan

dapat membuat tekanan emosi atau gangguan fisik. Kesehatan kerja

diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan

mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada

dalam keseimbangan yang mantap antara kapasitas kerja, beban kerja

dan keadaan lingkungan kerja, serta terlindungi dari penyakit yang

disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja.36

Kecelakaan dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak

terencana. Kata-kata seperti tidak diinginkan (undesirable) tidak

diharapkan (unexpected dan tidak terkontrol (uncontrolled) juga

digunakan untuk mendiskripsikan kejadian-kejadian tersebut

Kecelakaan tidak selalu menyebabkan lukaluka, tetapi dapat juga

35
Moenir (1983:207)
36
Suma’mur (1996:2)

33
menyebabkan kerusakan material dan peralatan yang ada, tetapi

kecelakaan yang mengakibatkan lukaluka ini mendapatkan perhatian

yang lebih besar.37

Kata kecelakaan biasanya digunakan pertama-tama untuk

menjelaskan tentang keadaan di luar kontrol seorang yang terlibat.

Sedangkan pengertian yang kedua dipakai untuk menjelaskan kejadian

yang berhubungan dengan kerusakan atau luka. Dalam penelitian ini

definisi yang dipakai adalah penggabungan dari kedua arti tersebut.

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kontrol

seseorang, dan menyebabkan terjadinya luka, bahkan kematian.38

Tipe human error dikatakan ada tiga macam kesalahan, yaitu: skill

based errors(slips and lapses), rule based errors, dan knowledge

based errors(slips and lapses) biasanya terjadi apabila seseorang

melakukan pekerjaan yang rutin dan bukan merupakan suatu aktivitas

yang membutuhkan pemikiran serta dikerjakan dalam kondisi yang

familiar. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara rutin termasuk

dalam kondisi ini, dan biasanya kebiasaan-kebiasaan tersebut bila

mengalami interupsi atau gangguan (contohnya penundaan pekerjaan,

perubahan spesifikasi, dll), maka seringkali terjadi kesalahan.

Kesalahan dalam level ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu: slips dan

lapses. Mengacu pada definisi sebelumnya, maka slips adalah suatu

tindakan yang tidak diinginkan. Sedangkan lapses lebih mengarah

37
De Reamer, 1958; National Safety Council, 1985
38
Ibid

34
kepada kegagalan dalam mengingat (contohnya lupa dalam melakukan

suatu pekerjaan).39

Pada level kesalahan berikutnya merupakan kesalahan dalam

pemecahan masalah (problem solving failures). Kesalahan pada level

ini menjadi dua, yaitu: rule based errors dan knowledge based errors.

Kedua kesalahan ini mengacu pada kesalahan (mistake). Kesalahan

(mistake) adalah kesalahan yang mana hasilnya tidak diinginkan

(contohnya, bila seseorang mempunyai sesuatu keinginan tertentu,

tetapi keinginan tersebut tidak tepat. Meskipun nantinya cara atau

tindakan untuk mencapai tujuan itu benar atau tepat, karena keinginan

atau tujuan itu tidak tepat, maka hasilnya pun tidak seperti yang

diharapkan).40

Rule based errors dapat berupa kesalahan dalam menerapkan suatu

peraturan atau standard yang benar, atau penerapan peraturan atau

standard yang salah. Sedangkan Knowledge based errors adalah

kesalahan yang dapat muncul akibat dua hal, yaitu: keterbatasan

sumber daya (keterbatasan pengetahuan), dan pengetahuan yang tidak

lengkap atau kurang. Seperti diketahui bahwa kata kesalahan (error)

hanya dapat dipakai pada tindakan yang diinginkan (intentional

action). Dengan demikian tipe kesalahan dapat dibagi menjadi dua

macam, yaitu: kesalahan sebagai tindakan untuk mencapai tindakan

yang diinginkan (slips dan lapses), dan kesalahan tindakan yang

39
Reason (1990)
40
Reason (1990)

35
diinginkan untuk mencapai kepentingan/ keinginan yang diharapkan

(mistake).41

Identifikasi human error untuk menganalisa kecelakaan kerja yang

terjadi dalam kegiatan konstruksi yang disebabkan human error

dibutuhkan suatu pendekatan. Dalam hal ini ada dua macam

pendekatan tersebut, yaitu: person approach dan system approach.

Person approach dalam melakukan investigasi terhadap suatu

kecelakaan dengan menggunakan person approach seringkali

mengarahkan pikiran untuk menyalahkan seseorang. Padahal

menyalahkan seseorang lebih mengarah kepada kepuasan emosional

daripada menyelesaikan permasalahan itu sendiri.42

Dalam pendekatan person approach ini seseorang dilihat sebagai

seseorang yang mempunyai kehendak bebas untuk memilih melakukan

tindakan yang aman atau tidak. Dan apabila sesuatu telah terjadi

(kecelakaan atau hal-hal negatif lainnya), maka seseorang atau

sekelompok inilah yang harus bertanggung jawab. Kelemahan lainnya

dari pendekatan ini adalah melihat bahwa asal dari kesalahan itu

adalah manusia. Dengan demikian itu akan mengisolasi tindakan yang

tidak aman itu terhadap sistem yang ada. Maka dari itu ada dua

pengertian tentang human error yang harus diperhatikan, yaitu:

seringkali orang-orang yang hebat justru melakukan kesalahan yang

41
Ibid
42
Ibid

36
paling fatal dan kesalahan tidak monopoli milik yang tidak beruntung

saja, kesalahan kecil (mishaps) cenderung terjadi pada pola yang sama.

System Approach Dasar pemikiran yang dipakai dalam pendekatan

ini adalah setiap orang dapat bersalah, sehingga setiap tindakan yang

tidak diharapkan seperti kesalahan (error) dan pelanggaran (violation)

dapat terjadi dimana saja, apakah itu dalam satu perusahaan yang

“besar” dan “baik” sekalipun. Dengan demikian, sangatlah sulit untuk

mencegah seseorang untuk tidak lupa, tidak mengambil jalan pintas,

dan lain sebagainya. Sebenarnya perilaku yang salah (behavioral

error) bukan diakibatkan kebodohan, kecerobohan, atau bahkan

kurangnya pelatihan dari seseorang, melainkan bagaimana orang

tersebut menerima suatu informasi. Lebih lanjut, suatu kesalahan

(error) haruslah dilihat sebagai suatu konsekuensi, daripada sebagai

penyebab.

Hal ini disebabkan kesalahan (error) dilihat sebagai suatu

“upstream” systemic factor, dan bukan pada dasarnya manusia itu

melakukan kesalahan. Dengan demikian bila investigasi dalam suatu

kecelakaan hanya fokus terhadap kesalahan seseorang (active failures)

saja, tidak akan menyelesaikan permasalahan yang ada, tapi hanya

berkonsentrasi terhadap usaha memperbaiki daripada mencegah

terjadinya kesalahan yang berulang-ulang atau sama di masa yang

akan datang, contohnya “tokenism”. suatu ilustrasi mengenai hal ini.

“Active failures ini seperti nyamuk-nyamuk. Mereka dapat dibunuh

37
satu-persatu, tapi apa yang terjadi mereka tetap saja datang. Langkah

terbaik untuk memperbaiki hal ini adalah membuat suatu pencegahan

yang efektif dan mengeringkan rawa-rawa, tempat dimana nyamuk-

nyamuk itu berkembang biak yang ada”. Rawa-rawa tersebut disini

dapat dianalogikan dengan faktor-faktor yang terdapat di tempat kerja

ataupun di dalam organisasi. Perlu diingat bahwa keadaan manusia

(human condition) tidak dapat diubah. Dalam pendekatan sistem ini,

defenses system (pencegahan, perlindungan, dan lain sebagainya)

merupakan kunci atau merupakan fokus pemikiran. Pencegahan

(defenses system) merupakan suatu fungsi yang dipakai untuk

mencegah terjadinya kecelakaan atau menghindari kecelakaan

tersebut. Sistem ini sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga setiap

lapis pencegahan dapat saling menjaga satu dengan yang lainnya.43

Pencegahan itu dapat berupa dua macam, yaitu pencegahan berupa

teknik, atau berupa peraturan dan sumber daya manusianya. Secara

teknik dapat berupa peralatan keselamatan, alarm, dan lainnya.

Sedangkan peraturan dan prosedur mengenai keselamatan, sertifikat,

dapat menjadi salah satu bentuk pencegahan yang lainnya. Idealnya,

suatu pertahanan (defense) tidak mempunyai celah, tetapi

kenyataannya suatu sistem pertahanan banyak ditemui celah, seperti

keju Swiss, dimana tiap lembarnya mempunyai banyak lubang.

43
Reason (2000)

38
Memang dari tiap lubang yang ada tidak selalu menyebabkan

terjadinya suatu kecelakaan ataukesalahan.44

Kecelakaan atau kesalahan biasanya terjadi jika lubang-lubang itu

segaris dan dapat ditembus oleh suatu penyebab kesalahan atau

kecelakaan. “Lubang-lubang” itu dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu

(1) Active failure

(2) Latent conditions

Active failure adalah suatu tindakan yang tidak aman yang

dilakukan seseorang yang berhubungan langsung dengan pekerjaan

tersebut, sepeti: slips, lapses, mistakes, atau procedural violations

(human error). Biasanya active failure mempunyai efek langsung

dalam suatu kejadian. Sedangkan latent conditions merupakan

“residence pathogens” dalam suatu sistem.

Hal ini disebabkan oleh keputusan-keputusan yang diambil oleh

top level management yang terdapat dalam sistem tersebut dalam

jangka waktu yag lama sebelum berinteraksi dengan active failure dan

local trigger yang nantinya akan membuat suatu kemungkinan

kecelakaan. Berbeda dengan active failure, kondisi ini sering sulit

untuk diprediksi tapi dapat diidentifikasi dan diperbaiki sebelum

kejadian yang tidak diinginkan itu terjadi.

Di tinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja

dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam

44
Ibid

39
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit

akibat kerja di tempat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan

dilaksanakan di setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah

setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu:

1. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis

maupun social.

2. Adanya sumber bahaya

3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara

terus menerus maupun hanya sewaktu-waktu.

Sebagaimana diketahui bahwa keselamatan dan kesehatan kerja

merupakan suatu spealisasi tersendiri, karena dalam pelaksanaanya di

samping dilandasi oleh peraturan perundang-undangan juga dilandasi

oleh ilmu-ilmu tertentu terutama ilmu teknik dan medik

Demikian pula keselamatan dan kesehatan kerja merupakan masalah

yang mengandung banyak faset. Misalnya: hukum, ekonomi dan sosial.

Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja (perusahaan)

dilakukan secara bersama-bersama oleh pimpinan atau pengurus

perusahaan dan seluruh tenaga kerja.

D. Konsep Ganti Rugi

Dalam suatu hubungan kerja terdapat beberapa pihak yang terlibat

sehingga suatu pekerjaan atau usaha yang dijalankan dapat berjalan sesuai

apa yang diharapkan. Sebuah perusahaan contohnya terdapat pekerja dan

40
pemberi kerja. Seseorang dikatakan sebagai pekerja apabila memenuhi

karakteritik sebagai berikut:

a. Bekerja pada atau untuk perusahaan;

b. Imbalan kerjanya dibayar oleh perusahaan;

c. Secara resmi terang-terangan dan terus menerus mengadakan

hubungan kerja dengan perusahaan, baik untuk waktu tertentu

maupun untuk jangka waktu tidak tertentu lamanya.

Istilah ganti rugi atau penggantian kerugian biasanya dipakai dalam

bidang keperdataan, baik itu mengenai ingkar janji

(wanprestasi)pelanggaran hukum maupun bidang penggantian

pertanggungan kerugian. istilah ganti rugi biasanya terjadi akibat adanya

ingkar janji dan perbuatan melanggar hukum. Dalam pemenuhan prestasi

kewajiban terletak pada debitur, sehingga apabila debitur tidak

melaksanakan kewajiban tersebut bukan karena keadaan memaksa, maka

si debitur dinyatakan lalai. Adapun bentuk dari pada ingkar janji ada tiga

macam yaitu:

1. Tidak memenuhi prestasi;

2. Terlambat memenuhi prestasi;

3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.45

Unsur-unsur ganti rugi adalah:

45
Rusli, tami. 2018. Jurnal Keadilan Progresif. Vol 9 nomor 1

41
a. Sebagai pengganti daripada kewajiban prestasi perikatannya; untuk

mudahnya dapat kita sebut “prestasi pokok” perikatannya, yaitu apa

yang ditentukan dalam perikatan yang bersangkutan, atau

b. Sebagian dari kewajiban perikatan pokoknya, seperti kalau ada prestasi

yang tidak sebagaimana mestinya, tetapi kreditur mau menerimanya

dengan disertai penggantian kerugian sudah tentu dengan didahului

protes atau disertai ganti rugi atas dasar cacat tersembunyi;

c. Sebagai pengganti atas kerugian yang diderita oleh kreditur oleh

karena keterlambatan prestasi dari kreditur, jadi suatu ganti rugi yang

dituntut oleh kreditur di samping kewajiban perikatannya;

d. Kedua-duanya sekaligus; jadi sini dituntut baik pengganti kewajiban

prestasi pokok perikatannya maupun ganti rugi keterlambatannya.

Ganti rugi sebagai suatu upaya mewujudkan penghormatan kepada

hak-hak dan kepentingan perseorangan yang telah dikorbankan untuk

kepentingan umum, dapat disebut adil apabila hal tersebut tidak membuat

seseorang menjadi lebih kaya, atau sebaliknya, menjadi lebih miskin

daripada keadaan semula.46

E. Prosedur Pengajuan Klaim Ganti Rugi

1. Syarat Klaim

Syarat klaim dalam hal ini pemberi kerja wajib melaporkan

setiap kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang menimpa

pekerjanya kepada BPJS ketenagakerjaan dan dinas yang

46
Ibid.

42
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat tidak lebih

dari 2 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan kerja terjadi sebagai

laporan tahap I.47

Setelah itu pemberi kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan

kerja atau penyakit akibat kerja kepada BPJS ketenagakerjaan dan

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

setempat tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak pekerja dinyatakan

sembuh, cacat, atau meninggal dunia sebagai laporan tahap II,

berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan bahwa:

a. Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) telah berakhir;

b. Cacat total tetap;

c. Cacat sebagian anatomis;

d. Cacat sebagian fungsi; atau

e. Meninggal dunia.

Sebelumnya harus diketahui dulu apa yang dimaksud dengan

cacat dalam konteks kecelakaan kerja. Berdasarkan Keputusan

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.

609 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan

Kerja Dan Penyakit Akibat Kerja, cacat adalah keadaan hilang atau

berkurangnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau

tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya

47
https://www.hukumonline.com/penanggung-biaya-dan-santunan-kecelakaan-kerja-pekerja-
harian

43
kemampuan untuk menjalankan pekerjaan. Kecacatan dapat dibagi

dalam 3 jenis:

a. cacat sebagian untuk selamanya adalah cacat yang

mengakibatkan hilangnya sebagian atau beberapa bagian dari

anggota tubuh.

b. cacat kekurangan fungsi adalah cacat yang mengakibatkan

berkurangnya fungsi sebagian atau beberapa bagian dari

anggota tubuh untuk selama-lamanya.

c. cacat total untuk selamanya adalah keadaan tenaga kerja tidak

mampu bekerja sama sekali untuk selama-lamanya.

Dalam menyatakan cacat total dokter yang merawat atau dokter

penasehat harus melakukan pemeriksaan fisik kepada tenaga kerja

yang bersangkutan agar pertimbangan medis dapat diberikan

secara akurat dan obyektif.

Kemudian pada laporan tahap II tersebut sekaligus merupakan

pengajuan manfaat JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan

melampirkan persyaratan sebagai berikut:

a. Fotokopi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan;

b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);

c. Surat keterangan dokter yang memeriksa/merawat dan/atau

dokter penasehat;

d. Kuitansi biaya pengangkutan;

44
e. kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan (dapat

dimintakan penggantian kepada BPJS Ketenagakerjaan dalam

hal fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan belum

bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan karena di lokasi

tempat terjadinya kecelakaan tidak terdapat fasilitas pelayanan

kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan)

f. dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.48

2. Prosedur Klaim

Apabila persyaratan di atas telah lengkap BPJS

ketenagakerjaan menghitung dan membayar kepada yang berhak

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

26 Tahun 2015, pemberi perja wajib membayar terlebih dahulu

biaya pengangkutan peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja

atau penyakit akibat kerja ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya

termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan dan santunan

sementara tidak mampu bekerja.Pemberi kerja atau perusahaan

dapat meminta penggantian santunan berupa uang tersebut kepada

BPJS ketenagakerjaan pada saat pelaporan Kecelakaan Kerja tahap

2 dengan melampirkan:

a. Kuitansi biaya pengangkutan dan pertolongan pertama pada

kecelakaan;

48
Ibid.

45
b. Bukti pembayaran upah selama pekerja tidak mampu bekerja

atau santunan sementara tidak mampu bekerja.49

Berdasarkan pengajuan di atas BPJS Ketenagakerjaan paling

lambat 7 (tujuh) hari kerja melakukan verifikasi dan membayar

penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemberi kerja atau

perusahaan. Ini berarti pada dasarnya kompensasi (manfaat JKK)

bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja akan dibayar oleh

BPJS Ketenagakerjaan. Akan tetapi, untuk biaya pengangkutan

termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan dan santunan

sementara tidak mampu bekerja/upah selama pekerja tidak mampu

bekerja dibayarkan terlebih dahulu oleh pengusaha (pemberi kerja),

yang kemudian dimintakan penggantiannya kepada BPJS

Ketenagakerjaan.

Pada dasarnya klaim atau kompensasi berdasar pada manfaat

Jaminan Kecelakaan Kerja atau biasa disebut dengan istilah JKK

bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja akan dibayar oleh

BPJS Ketenagakerjaan. Akan tetapi, untuk biaya pengangkutan

termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan dan santunan

sementara tidak mampu bekerja/upah selama pekerja tidak mampu

bekerja dibayarkan terlebih dahulu oleh pengusaha (pemberi kerja)

yang kemudian dimintakan penggantiannya kepada BPJS

Ketenagakerjaan.

49
Ibid.

46
Mengenai asas no work no paysebenarnya tidak ada ketentuan

yang secara tegas mengatakan bahwa kecelakaan kerja dapat

digolongkan sebagai sakit. Akan tetapi bila merujuk ketentuan

bahwa keadaan sakit harus dibuktikan dengan surat keterangan

dokter, kita juga dapat merujuk ketentuan Pasal 45 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan

Kematian yang menyebutkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan

berdasarkan surat keterangan dokter menghitung besarnya manfaat

jaminan kecelakaan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Ini menunjukkan bahwa kecelakaan kerja

juga dapat dikatakan sebagai sakit yang membutuhkan surat

keterangan dokter untuk membuktikan hal tersebut.

Atas asas ini terdapat pengecualiannya dalam Pasal 93 ayat (2)

UU Ketenagakerjaan, yaitu pengusaha wajib membayar upah

apabila:

a. Pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

b. Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua

masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

c. Pekerja tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah,

menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri

melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau

47
anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota

keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

d. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang

menjalankan kewajiban terhadap negara;

e. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena

menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

f. Pekerjabersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan

tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena

kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat

dihindari pengusaha;

g. Pekerja melaksanakan hak istirahat;

h. Pekerja melaksanakan tugas serikat pekerja atau serikat buruh

atas persetujuan pengusaha; dan

i. Pekerja melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Mengenai jaminan kecelakaan kerja pekerja, dapat merujuk

pada peraturan-peraturan di bawah ini:

a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan

Jaminan Kematian;

c. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2015

tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan

48
Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua

Bagi Peserta Penerima Upah.50

50
https://www.hukumonline.com/aturan-tentang-santunan-cacat-akibat-kecelakaan-kerja

49

Anda mungkin juga menyukai