Anda di halaman 1dari 13

a.

Profil PT Orson

PT. Orson berdiri pada tahun 2002 dengan Mr. Romi Nathani sebagai Presiden Direktur
dan CEO bersama Mr. Poppy Vaswani sebagai Direktur. Perushaan ini berkembang di berbagai
negara di Asia seperti, India, Cina, Vietnam, Malaysia, Srilanka, Nepal, Iran, Irak, UEA serta
kemudian berkembang di pasar Afrika seperti Ghana dan Nigeria dan beberapa negara lainnya.
Hingga saat ini PT. Orson telah menembus pasar Amerika dan Eropa. PT. Orson ini
beralamatkan di Jl. Madiun Block C2 No. 21-22, Jakarta Utara.

PT. Orson adalah sebuah perusahaan internasional yang berfokus pada mengembangkan
usaha Soap Noodles, toilet soaps , Multipurpose & Laundry soaps, Palm Oil dan aneka ragam
produk untuk kepentingan costumer di seluruh dunia. PT. Orson Indonesia menyediakan kualitas
produka yang terpercaya dengan harga yang efektif yang menguntungkan dan memuaskan
pelanggan.

Perusahaan ini berfokus pada Profit dan Efficiency yaitu bahwa setiap tim manejemen
pada setiap divisi bertanggung jawab untuk konsisten dalam mengembangakan,
mengimplementasikan dan mengatur rencana bisnisnya yang berfokus pada keuntungan dan
efisiensi.
PT. Orson ini memiliki slogan:

Our commitment to Quality is our commitment to Success

Tujuan dari PT ini adalah menyediakan produk Oleo Chemical dengan kualitas yang tinggi
dengan meyakinkan kualitas, konsistensi dan nilai kepada pelanggan.

Logo PT. Orson :

Produk PT.Orson

b. Latar belakang kasus PT. Orson Indonesia

Pada tanggal 9 Agustus 2016, Serikat Buruh Multisektor Indonesia (SBMSI) PT. Orson
Indonesia bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, mengadukan PT.Orson
Indonesia ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena terjadinya kasus
pemutusan hubungan kerja oleh PT. Orson Indonesia kepada 16 orang buruh. Sejak Juli 2016,
PT. Orson telah memutuskan hubungan kerja terhadap 14 orang buruh secara sepihak dengan
alasan masalah Efisiensi perusahaan. Alasan tersebut bertolak belakang dengan surat Suku Dinas
Tenaga kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara no. 4129/- 1836 tertanggal 29 Agustus 2016, yang
menyatakan bahwa PT. Orson Indonesia hingga sekarang masih aktif atau beroperasi.
Sedangkan terdapat pula 2 orang buruh yang di PHK karena alasan mangkir atau melanggar
peraturan perusahaan yakni bahwa salah seorang buruh sedang sakit dan dapat dibuktikan
dengan surat keterangan dokter dan seorang rekannya membantu memperjuangkan hak rekannya
yang di-PHK karena sakit.

Nikson Juventus yang adalah seorang buruh yang di- PHK menyatakan bahwa dalam
mengambil keputusan PHK terhadap karyawan, pihak perusahaan tidak melakukan perundingan
terlebih dahulu dengan para karyawan sehingga para buruh merasa hak mereka tidak
diperhatikan. Akibatnya, para buruh tersebut mengadukan tindakan PT.Orson ke Komnas HAM.
Perlu diketahui pula bahwa selama perselisihan antara ini, ke-16 buruh tersebut tetap datang ke
perusahaan tetapi dihalangi oleh pihak keamanan perusahaan.

Pada kamis 6 Oktober 2016, 14 buruh dari SBMSI PT.Orson Indonesia kembali
melanjutkan perjuangan untuk mendapatkan keadilan melalui perundingan bipartit. Pada
perundingan ini Gading Yonggar Ditya dan Harry Ashari, Pengacara Publik LBH Jakarta,
mendampingi ke 14 buruh tersebut namun belum menghasilkan titik temu.

Gading Yonggar Ditya juga mengatakan bahwa sebagian dari pekerja yang di PHK
menghabiskan masa hidupnya lebih dari 3 tahun di perusahaan. Sebagian lagi dikontrak tanpa
adanya perjanjian kerja. Sehingga menurutnya, hal ini telah melanggar peraturan Undang-undang
yang berlaku di negara ini.

Sementara itu dalam menanggapi peristiwa perselisihan antara buruh dan perusahaan,
pihak PT. Orson Indonesia memberikan keterangannya bahwa PHK yang mereka lakukan
tertuang dalam risalah perundingan bipartit pertama tertanggal 29 September 2016. Diwakili
oleh Taha Haji Musa, diungkapkan bahwa PT. Orson Indonesia dalam mem-PHK karyawan
sudah sah secara hukum karena sesuai dengan Perjanjian Bersama dengan Serikat Buruh Aneka
Industri Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (SBAI-FBTPI) PT. Orson Indonesia
dan Peraturan Perusahaan.

c. Undang-undang yang dilanggar oleh pihak perusahaan

Dari kasus di atas, dapat dilihat bahwa pihak perusahaan telah melanggar beberapa peraturan
Undang-undang yang berlaku. Diantaranya adalah sebagai berikut:
 Tindakan Perusahaan mem-PHK 14 orang buruh dengan alasan efisiensi
dianggap bertentangan dengan Pasal 164 ayat 3 UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang berbunyi:
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2
(dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur)
tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak
atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat(4).

Selain itu diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 19/PUU-


IX/2011 tentang Pemutusan hubungan kerja.

 Ada indikasi bahwa PT. Orson ingin lepas tangan dan tidak ingin mematuhi UU
yang berlaku. Berdasarkan Pasal 57 jo. 59 Undang-Undang No 13 Tahun
2003, pekerja yang di PHK tersebut diangkat sebagai karyawan tetap, bukan
justru di PHK karena sebagian dari pekerja yang di PHK telah bekerja lebih dari
3 tahun di perusahaan dan sebagiannya dikontrak tanpa adanya perjanjian kerja.

 Tindakan Perusahaan dengan langsung memberikan Surat Peringatan ketiga


(SP3) kepada 2 orang buruh yang dianggap mangkir telah melanggar ketentuan
Pasal 161 ayat 1 Jo. Pasal 168 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:

 Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih


berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti
yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan
tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan
diri.
 Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk
bekerja.
 Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan
pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
 Tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Perusahaan juga terindikasi
sebagai upaya pemberangusan serikat yang bertentang dengan Pasal 28 UU
Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (UU SP/SB),
yang berbunyi:

“Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja atau


buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak
menjadi pengurus, menajdi anggota atau tidak menjadi anggota dana tau
menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh
dengan cara:
a. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan
jabatan atau melakukan mutasi;
b. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat kerja atau serikat buruh.

Bagi yang melanggar undang-undang di atas dapat dikenakan sanksi kurungan


pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU SP/SB.

Pasal 43, UU No. 21/2000 menyebutkan,

1. Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.

C. Analisis kasus berdasarkan teori

Pada kasus yang dihadapi oleh karyawan pada PT. Orson bila dikaitkan dengan teori
Maslow dalam aplikasi di bidang perusahaan sebagai berikut:

a. Teori kebutuhan dari Abraham Maslow


Kebutuhan manusia dari suatu hirarki yang terdiri dari lima kebutuhan. Tingkat yang
paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis, sedangkan tingkat yang paling tinggi yaitu
kebutuhan aktualisasi diri.
 Kebutuhan fisiologis (psychological needs) meliputi rasa lapar, haus,
berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya. Kebutuhan tersebut adalah
suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya.
Pada hirarki kebutuhan Maslow ini juga dapat membahas dari sisi
manajemen dalam organisasi/perusahaan, yaitu bahwa kebutuhan
fisik/fisiologis yang harus dipenuhi karyawan di suatu perusahaan adalah
upah minimum/standar gaji minimum. Karaywan yang bekerja dalam suatu
perusahaan, gaji selalu menjali alasan utama untuk bertahan dalm perusahan
tersebut. Oleh karena menurut teori hierarki kebutuhan Maslow maka
perusahaan harus mampu memenuhi kebutuhan dasar dari para
karyawannya.
Kasus PHK sepihak yang dilakukan oleh PT. Orson terhadap 16
karyawan akan menimbulkan kesulitan hidup bagi mereka karena dengan
hilangnya gaji mereka, maka pemenuhan kebutuhan fisiologis mereka pun
terhambat. Apalagi dikatakan bahwa buruh yang bekerja lebih dari tiga
tahun disana tidak diangkat menjadi karyawan tetap dan sebagaian
dipekerjakan tanpa adanya kontrak kerja, maka mereka tidak akan menerima
tunjangan untuk hidup selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan fisiologis baik
bagi diri sendiri maupun pada keluarga yaitu berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar seperti makan, minum, dan kebutuhan rumah tangga
lainnya.
 Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja (security or safety needs)
meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional. Kebutuhan
rasa aman yang dirasakan seperti kestabilan hidup, kesehatan fisik, adanya
tempat bergantung, ada perlindungan, serta merasakan kebebasan dan aman
dari bermacam-macam ancaman (pembunuhan, bencana alam, wabah
penyakit, hutang, dll). Setelah manusia terpenuhi kebutuhan dasar fisiologinya
maka kemudian mereka memerlukan kebutuhan akan rasa aman. Menurut
teori kebutuhan Abraham Maslow, perilaku seseorang yang merasa dirinya
terancam akan berbeda. Tindak tanduk mereka lebih sering ketakutan dan
gelisah. Oleh karenanya manusia yang merasa tidak aman akan mencari rasa
aman dengan tujuan kestabilan hidup yang dijalaninya
Pada tingkat manajemen perusahaan, teori hirarki kebutuhan Maslow
yang kedua ini juga merepresentasikan rasa aman. Rasa aman bagi karyawan
seperti lingkungan kerja yang aman, bersih, dan lebih jauh lagi terdapat
jaminan pasca pensiun sehingga merasa aman secara finansial.
PHK sepihak ini membuat kehidupan 16 buruh ini sungguh tidak merasa
aman, sehingga mereka tetap berusaha untuk mencari keadilan dengan
memperjuangkan hak-hak mereka. Para buruh ini tidak merasa aman karena
setelah bekerja 3 tahun mereka tidak diangkat sebagai pegawai tetap dan ada
pula yang tidak memiliki kontrak resmi dengan pihak perusahaan. Hal ini
sangat mempengaruhi kesejahteraan buruh yang bekerja disana. Perasaan
tidak aman terhadap jaminan masa depan mereka terus menghantui mereka
sehingga mereka membawa kasus tersebut ke pengadilan.

 Kebutuhan sosial (affiliation or acceptance needs) meliputi rasa kasih sayang,


kepemilikan, penerimaan dan persahabatan. Manusia yang merasakan kasih
sayang maka akan terlihat lebih stabil karena dirinya merasa diterima oleh
lingkungan/orang sekitar.
Karyawan pada perusahaan sejatinya juga memerlukan kebutuhan
interaksi sosial dan kasih sayang. Teori kebutuhan Maslow pada kasus ini
menyatakan bahwa karyawan memenuhi kebutuhan ini dengan menjalin
persahabatan dengan rekan sekerja, satu tim dan interaksi antara atasan dan
bawahan. Adanya hubungan dan komunikasi yang baik di dalam perusahaan
akan membuat perusahaan lebih mudah bersinergi demi mencapai tujuannya.
Pada kasus PT. Orson, diungkapkan bahwa pihak perusahan memutuskan
secara sepihak, artinya perusahaan tidak memiliki interaksi yang baik dengan
karyawannya. Dapat dikatakan bahwa ada jenjang antara atasan dan
bawahannya. Apalagi bahwa ada dua orang karyawan dan 16 karyawan yang
di-PHK dengan alasan mangkir atau melanggar peraturan karena alasan
sakit dan seorangnya membela temannya yang sakit. Hal ini terlihat jelas
bahwa kurang adanya relasi yang baik atau persahabatan serta komunikasi
dalam perusahaan. Pihak perusahaan sebernarnya harus mendengarkan
situasi para karyawan sebelum mengambil keputusan. Hal lain yang
dirasakan oleh 16 karyawan adalah mereka ditolak oleh pihak keamanan
ketika mereka akan bekerja selama perselisihan terjadi. Maka kebutuhan
kasih sayang ini terlihat bahwa belum terpenuhi dengan baik karena
kurangnya komunikasi, tidak memperhatikan hak karyawan yang sakit dan
ditolak oleh pihak keamanan.
 Kebutuhan penghargaan (esteem needs) meliputi penghargaan internal seperti
hormat diri, otonomi dan pencapaiannya serta faktor-faktor penghargaan
eksternal seperti status pengakuan dan perhatian.
Kondisi karyawan pada pemenuhan kebutuhan penghargaan ini adalah terkait
dengan jabatan yang lebih tinggi. Posisi tertentu akan membuat karyawan
merasa dirinya dihargai, disegani dan dihormati. Sehingga karyawan yang
telah terpenuhi kebutuhan dasar sebelumnya akan bekerja lebih giat untuk
melampaui target demi memperoleh promosi jabatan.
Pada kebutuhan in berkaitan dengan kebutuhan ketiga. Para buruh yang
di-PHK adalah buruh yang merupakan anggota SBMSI. Mungkin posisi
mereka hanyalah buruh biasa karena dengan status belum karyawan tetap
dan tanpa kontrka kerja. Maka para buruh ini merasa tidak dihargai. Mereka
tidak akan mendapat posisi dalam perusahaan tersebut. Dua buruh lainnya
pun merasa tidak dihargai karena di- PHK karena alasan sakit dan membela
teman yang sakit. Dengan demikian para karyawan ini tidak merasakan
terpenuhinya kebutuhan ini.
 Kebutuhan aktualisasi diri (needs for self actualization) yaitu dorongan untuk
menjadi seseorang sesuai kecakapannya meliputi pertumbuhan, pencapaian
potensi seseorang dan pemenuhan diri sendiri.
Maslow mengatakan bahwa kebutuhan ini ada di dalam diri seseorang dengan
cara mendorong diri sendiri untuk bertindak sesuai dengan yang dikehendaki.
Tindakan tersebut didasarkan pada kemampuan yang dimiliki. Hasrat yang
ingin dicapai juga disesuaikan keinginan yang telah ada dalam waktu yang
cukup lama.
Sangat jelas bahhwa para karyawan yang di-PHK tidak dapat mencapai
kebutuhan ini. Walaupun mereka mendorong diri untuk mencapai keinginan
tertinggi, akan tetapi status mereka dalam perusahaan bukanlah karyawan
tetap. Hal ini karena belum terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan
rasa aman. Maka pada tingkat kebutuhan selanjutnya mereka mengalami
premasalahan dan kesulitan hidup.

Kesimpulan dari Teori Motivasi Maslow adalah bahwa kasus PHK sepihak oleh PT.
Orson para karyawan memiliki hambatan dalam memenuhi hirarki kebutuhan karena
hilangnya upah yang seharusnya mereka terima. Dengan tidak terpenuhinya
kebutuhan fisiologis maka kebutuhan lainnya pun tidak terpenuhi, sehingga
menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja dan protes terhadap apa yang dialaminya.
b. Teori Equity
Teori tentang keadilan ini pertama kali dikemukakan oleh Zalesnik (1958)
kemudian dikembangkan oleh John Stacey Adams, seorang ahli psikologi perilaku
dan tempat kerja. Teori ini didasarkan pada motivasi seseorang berdasarkan pada
suatu pertimbangan terhadap rasa adil jika dibandingkan dengan orang lain
(Redmond, 2010). Equity berasumsi bahwa pada dasarnya manusia menyenangi
perlakuan yang adil/sebanding, berhubungan dengan kepuasan relasional dalam hal
persepsi distribusi yang adil/tidak adil dari sumber daya dalam hubungan
interpersonal.
Teori ini memliki tiga elemen dalam mengukur kepuasan hidup seseorang yaitu:
input, outcomes, comparison person.
 Input berarti : segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai
sumbangan terhadap pekerjaannya. Misalnya pendidikan, pengalaman, skills,
jam kerja dsbnya.
 Outcomes berarti: segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan
sebagai hasil dari pekerjaan. Misalnya upah, keuntungan sampingan, simbol
status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.
 Comparison person: bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama atau di
tempat lain bahkan bisa pula dengan dirinya sendiri terhadap pekerjaannya di
waktu lampau.
Berdasarkan teori ini, jika dikaitkan dengan kasus di PT. Orson, para buruh
merasa diperlakukan tidak adil karena ada buruh yang sudah lebih dari tiga tahun
bekerja di PT Orson namun tidak juga diangkat menjadi karyawan tetap. Dengan
tidak diangkatnya menjadi karyawan tetap, menyebabkan ketidakpuasan karena
kesejahteraan buruh tersebut tidak terjamin dengan baik. Selain itu perusahaan juga
mem-PHK secara sepihak para buruh dengan alasan efisiensi perusahaan. Para buruh
juga kecewa karena tidak mendapat pesangon dari perusahaan. Alasan terakhir yaitu
ada salah satu buruh yang di PHK karena sakit, padahal ia memiliki surat ijin sakit,
kemudian ada salah satu buruh yang membantu memperjuangkan buruh yang di PHK
karena sakit tersebut juga di PHK. Hal itu dirasa tidak adil, karena buruh tersebut di
PHK secara sepihak karena alasan sakit, padahal ada surat ijinnya dan salah satu
temannya yang membantu memperjuangkan keadilan dari buruh itu juga di PHK oleh
perusahaan. Sehingga dari hal tersebut diketahui bahwa dalam mengungkapkan
pendapat buruh disana dibatasi, terbukti dengan kasus buruh yang membantu
temannnya yang di PHK sepihak.
Dengan demikian, tiga elemen untuk kepuasan kerja yang ada dalam teori ini
tidak tercapai yaitu
- Input : berkaitan dengan pengalaman, para buruh tidak mendapatkan yang baik yaitu
bahwa bukan tenaga kerja tetap, tenaga kerja tanpa kontrak yang jelas dan di-PHK
secara sepihak.
- Outcomes : Para buruh tidak puas karena dengan adanya PHK sepihak, mereka tidak
mendapatkan upah, keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta
kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri. Protes yang ajukan berakhir dengan
PHK dari perusahaan.
- Comparison person : para buruh yang di-PHK tidak puas karena ada kemungkinan
mereka membandingkan diri mereka dengan karyawan lain baik dalam perusahaan
tersebut maupun dari perusahaan lain. Akibatnya mereka mengajukan protes ke
pengadilan atas apa yang mereka alami di PT. Orson ini.

Kesimpulan
Teori tersebut menekankan keadilan atau keseimbangan terhadap yang diberikan dan
yang diterima dari perusahaan. Para buruh telah bekerja tetapi tidak mendapatkan
hasil yang memuaskan bahkan di-PHK secara sepihak oleh perusahaan.

c. Two Factor Theory


Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg pada tahun 1959. Prinsip dari
teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan dua hal
yang berbeda, yang berarti kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak
merupakan suatu variabel yang berkelanjutan. Hasil penelitian Herzberg menemukan
bahwa yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya terbagi atas dua
kelompok yaitu kelompok satisfier atau motivator dan kelompok dissatisfier atau
hygiene factors. Satisfier (motivator) adalah faktor-faktor atau situasi yang
dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari achievement,
recognition, work itself, responsibility, and advancement. Dengan adanya faktor ini
akan menimbulkan kepuasan tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu
mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfiers (hygiene factors) adalah faktor-faktor
yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company policy and
administration, supervision technical, salary, interpersonal relations, working
condition, job security and status. Perbaikan atas kondisi atau situasi ini akan
mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan
kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja
Berdasarkan two factor theory ini dapat dikatakan bahwa, dalam kasus PT. Orson
Indonesia mengalami ketidakpuasan dalam pekerjaan sehingga semakin mendorong
mereka untuk memproses secara hukum apa yang mereka alami. Hal ini dapat dilihat
dari faktor satisfier yaitu dalam kaitannya dengan recognition atau pengakuan. Para
buruh tidak berkembang dan lebih kreatif dalam pekerjaan sehingga bisa mencapai
suatu posisi tertentu karena mereka tidak diakui sebagai tenaga tetap dan juga tenaga
kontrak tanpa adanya perjanjian kerja.
Sedangkan bila ditinjau dari faktor dissatisfiers, dapat dikatakan bahwa hal yang tidak
memuaskan mereka adalah status. Hal ini berkaitan dengan status para buruh di
perusahaan yang tidak jelas. Maka, dari teori ini dapat disimpulkan bahwa para puruh
tidak mencapai suatu kepuasan kerja sehingga mendorong mereka untuk terus
mempejuangkan apa yang ingin mereka dapatkan demi kelangsungan hidup mereka.

D. Saran

Berdasarkan hasil analisis ini, kelompok menyarankan bahwa

1. Pihak PT. Orson perlu meninjau kembali kebijakan PHK kepada para karyawan karena
alasan efisiensi dan mangkir
2. PT. Orson perlu meninjau kontrak kerja sesuai dengan peraturan dan UU agar tidak
merugikan buruh yang bekerja pada perusahaan tersebut.
Daftar Pustaka

https://elib.unikom.ac.id
https://jurnalmanajemen.com/teori-hierarki-kebutuhan-maslow

https://www.bantuanhukum.or.id› Home › Berita

www.orsonindonesia.net

Anda mungkin juga menyukai