Anda di halaman 1dari 6

Nama : DAVID EDISSON

NIM : 201960142

1. Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,


ketenagakerjaan didefinisikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.Selanjutnya, tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa,
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pekerja
atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain. Tenaga kerja meliputi pegawai negeri, pekerja formal, pekerja informal, dan
orang yang belum bekerja atau pengangguran.

2. 1. Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum


PHK demi hukum berarti hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya dan
ditujukan kepada pekerja atau buruh, pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan PHK
dari lembaga yang berwenang. PHK demi hukum dapat terjadi dalam hal sebagaimana
yang diatur dalam UU No. 13 tahun 2003 pasal 154, yaitu :
a. Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja.
b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha.
c. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-
undangan; atau
d. Pekerja/buruh meninggal dunia.

2. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja/Buruh


PHK oleh pekerja/buruh, yaitu PHK oleh pihak pekerja terjadi karena keinginan dari
pihak pekerja. Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 PHK oleh pekerja/buruh dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Pekerja/buruh mengundurkan diri (Pasal 162).
Banyak alasan yang mendasari pegawai untuk melakukan pengunduran diri atau yang
kerap dikenal sebagai resign, mulai dari alasan profesional hingga personal.
Adapun sejumlah ketentuan yang harus kamu perhatikan jika kamu ingin mengajukan
pengunduran diri yang sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan, yaitu:
- Pengajuan pengunduran diri diajukan secara tertulis paling telat selambat-
lambatnya 30 hari sebelum efektif tidak bekerja lagi.
- Sedang tidak dalam ikatan dinas.
- Pegawai tetap melakukan kewajiban profesionalnya hingga hari terakhir bekerja.
b. Pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja disebabkan adanya
perubahan status, penggabungan, peleburan dan perubahan kepemilikan perusahaan
(Pasal 163 ayat (1)).
Apabila perusahaan mengalami perubahan status, penggabungan, peleburan, ataupun
perubahan kepemilikan, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
(PHK) kepada pegawai.
Imbalan yang akan diterima pegawai beragam, sesuai dengan ketentuan sebagai berikut.
• Apabila pegawai tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pegawai akan
diberikan imbalan berupa uang pesangon sebesar 1 kali, uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 kali, dan uang penggantian hak.
c. Permohonan pekerja/buruh kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial (Pasal 169 ayat (2)).
d. Permohonan pekerja/buruh karena sakit berkepanjangan, mengalami cacat tetap
akibat kecelakaan kerja (Pasal 172).
Berdasarkan Pasal 169 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, pekerja/buruh dapat mengajukan
pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam hal pengusaha melakukan kesalahan sebagai berikut:
a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh.
b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
c. Tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut.
d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh.
e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan.
f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan
kesulitan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian
kerja.

3. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Majikan/Pengusaha


Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan
kerja terhadap pekerja/buruh apabila pekerja/buruh melakukan hal sebagai berikut:
a. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat (1)) Seperti;
- Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
perusahaan;
- Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
- Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
- Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
- Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
- Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
- Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya
barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
- Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam
keadaan bahaya di tempat kerja;
- Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
- Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pemutusan PHK karena alasan kesalahan besarpun harus didukung oleh bukti yang kuat
seperti:
- Pekerja tertangkap basah.
- Pengakuan langsung dari pekerja.
- Laporan kejadian yang berasal dari pihak berwenang di perusahaan tersebut dan
didukung oleh minimal dua orang saksi.
b. Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib (Pasal 160 ayat (3));
Pemutusan Hubungan Kerja juga berlaku jika pegawai melakukan sebuah tindakan yang
melanggar hukum yang berlaku, yang menyebabkan dirinya dalam proses pidana dengan
jangka waktu lebih dari 6 bulan. Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, “Upah
yang dibayarkan disebutkan selama karyawan ditahan oleh pihak berwajib, perusahaan
tidak wajib memberikan upah tapi wajib memberikan bantuan kepada tanggungannya
yaitu keluarga pegawai bersangkutan.” Bantuan tersebut harus diberikan paling lambat 6
bulan sejak pegawai tersebut ditahan.
Perhitungan bantuan tersebut telah diatur sebagai berikut.
• Satu tanggungan sebesar 25% upah.
• Dua tanggungan sebesar 35% upah.
• Tiga tanggungan sebesar 45% upah.
• Empat tanggungan atau lebih sebesar 50% upah.
Disamping itu juga, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan,
perusahaan diwajibkan untuk memberikan imbalan terhadap pegawai yang ditahan
tersebut berupa uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan Upah Penggantian Hak
(UPH).
c. Pekerja/buruh melakukan tindakan Indisipliner, dengan melakukan pelanggaran
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama (Pasal 161 ayat (1));
d. Perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan (Pasal 163);
Apabila perusahaan tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan pegawai, maka
pegawai akan menerima imbalan berupa uang pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 kali, dan uang penggantian hak.
e. Perusahaan tutup karena mengalami kerugian selama 2 tahun berturut-turut, yang
telat diaudit dan dinyatakan mengalami kerugian oleh akuntan public atau keadaan
memaksa (force majeur) (Pasal 164 ayat (2));
f. Pekerja/buruh meninggal dunia (Pasal 166);
Jika pegawai meninggal dunia ketika berada dalam masa kerja, sesuai dengan Undang-
Undang Ketenagkerjaan perusahaan akan memberikan imbalan kepada ahli waris
pegawai yang meninggal dunia. Ada dua jenis imbalan yang dikelola oleh BPJS
Ketenagakerjaan yaitu Jaminan Kematian (meninggal bukan karena kecelakaan kerja)
dan Jaminan Kecelakaan Kerja (meninggal karena kecelakaan kerja).
Sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, imbalan pegawai yang meninggal
berupa uang pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali, dan
uang jaminan kematian atau uang jaminan kecelakaan kerja dari BPJS Ketenagakerjaan.
g. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau perundang-undangan (Pasal
167 ayat (1));
Hak yang didapatkan jika menginjak usia pensiun sesuai dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan adalah uang pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan masa kerja 1
kali, dan uang penggantian hak. Perusahaan juga harus memberikan dana BPJS
Ketengakerjaan pegawai yang terkumpulkan selama masa bekerja.
h. Pekerja/buruh mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat (1));
Kehadiran pegawai dalam perusahaan sangat diperhitungkan. Jika tidak datang ke kantor,
harus memberi kabar baik itu sakit atau apapun. Sesuai dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan, jika pegawai tidak masuk kerja 5 hari berturut-turut tanpa ada kabar
(mangkir) dianggap sebagai mengundurkan diri. Atasan wajib memanggil secara formal
(tertulis) paling banyak 2 kali sejak pegawai tersebut mangkir.
Pegawai yang melakukan tindakan mangkir, akan mendapatakn uang penggantian hak
dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaanya telah diatur dalam perjanjian
kerja.
i. Perusahaan Pailit
Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena perusahaan mengalami
kepailitan Mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan. Hal ini
berdasarkan Pasal 165 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
yang menyatakan pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan pailit dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
j. Pekerja/buruh telah mengadukan dan melaporkan bahwa pengusaha telah
melakukan kesalahan namun tidak terbukti (Pasal 169 ayat (3)).
4. Pemutusan Hubungan Kerja karena Putusan Pengadilan
Cara terjadinya PHK yang terakhir adalah karena adanya putusan pengadilan. Cara yang
keempat ini sebenarnya merupakan akibat dari adanya sengketa antara buruh dan majikan
yang berlanjut sampai ke proses pengadilan.
Datangnya perkara dapat dari buruh atau dapat dari majikan. PHK oleh pengadilan, yaitu
PHK oleh putusan pengadilan terjadi karena alasan-alasan tertentu yang mendesak dan
penting, misalnya terjadi peralihan kepemilikan,peralihan aset atau pailit.
3. PHK Diawasi oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan pada Kantor Dinas Tenaga Kerja
wilayah setempat.

Kedudukan buruh yang relatif berada dipihak yang lemah membutuhkan suatu wadah
supaya menjadi kuat. Wadah tersebut adalah pelaksanaan hak berserikat di dalam suatu
serikat pekerja. Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul serta menyampaikan pendapat
merupakan hak dasar yang dimiliki oleh warga negara dari suatu negara hukum
demokrasi yang berkedaulatan rakyat.
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak pekerja/buruh yang mengalami PHK:
• Bipartid: melalui negosiasi dengan maksud menyelesaikan sengketa/konflik tanpa
melibatkan pihak lain dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas dasar kerja sama
yang harmonis lewat komunikasi dua arah.
• Mediasi: menyelesaikan konflik dengan bantuan pihak ketiga yang dapat diterima
oleh para pihak, tidak berpihak dan netral dalam membantu secara sukarela para pihak
yang berselisih untuk mencapai kesepakatan.
• Konsiliasi: melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagai penengah
dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih
dalam PHK secara damai.
Undang-undang Nomor 22 tahun 1957 menekankan supaya setiap masalah dan
perselisihan dapat diselesaikan secara damai dengan jalan perundingan di tingkat bipartit.
Kesepakatan yang dicapai melalui perundingan tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk
perjanjian bekerja sama.

4. Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja:


1. Perusahaan/pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan
baik dan efektif salah satunya dengan PHK.
2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan
penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku
produktif, menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan
pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Faktor yang diperhatikan dalam Pemutusan Hubungan Kerja:
1. Faktor kontradiktif:
2. Faktor kebutuhan:
3. Faktor sosal:

5. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak pekerja/buruh yang mengalami PHK:
• Bipartid: melalui negosiasi dengan maksud menyelesaikan sengketa/konflik tanpa
melibatkan pihak lain dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas dasar kerja sama
yang harmonis lewat komunikasi dua arah.
• Mediasi: menyelesaikan konflik dengan bantuan pihak ketiga yang dapat diterima
oleh para pihak, tidak berpihak dan netral dalam membantu secara sukarela para pihak
yang berselisih untuk mencapai kesepakatan.
• Konsiliasi: melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagai penengah
dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih
dalam PHK secara damai.
Undang-undang Nomor 22 tahun 1957 menekankan supaya setiap masalah dan
perselisihan dapat diselesaikan secara damai dengan jalan perundingan di tingkat bipartit.
Kesepakatan yang dicapai melalui perundingan tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk
perjanjian bekerja sama.

Anda mungkin juga menyukai