Anda di halaman 1dari 5

MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN

1. Risiko Perbankan
Basel 1
Salah satu rumusan Basel 1 untuk mencapai tujuannya adalah konsep risk weighted
assets (Aset berbobot risiko). Aset berbobot risiko adalah aset bank yang dikalikan dengan bobot
risiko (risk weight), yang kemudian dipakai untuk perhitungan modal yang disyaratkan. Semakin
tinggi risiko aset bank, semakin tinggi bobot risiko aset tersebut. Komite Basel menggunakan
lima kategori kelas asset, yang berarti menggunakan lima kategori bobot risiko, yaitu 0%, 10%,
20%, 50%, dan 100%.
Sebagai contoh, misal bank memberikan pinjaman kepada bank non-OECD dengan
jangka waktu enam bulan, sebesar Rp 1 miliar. Aset berbobot risiko untuk pinjaman tersebut bisa
dihitung berikut ini:
Aset berbobot risiko = Rp 1 miliar x 20% = Rp200 juta
Selanjutnya, Komite Basel merumuskan target rasio modal yang ditetapkan sebesar 8%
dari aset berbobot risiko. Target rasio modal bisa dirumuskan berikut ini :
EligibleCapital
Target Rasio Modal= x 100 %=8 %
Risk Weighted Assets
Dalam contoh di atas, modal yang diperlukan (yang dipegang) jika bank memberikan
pinjaman kepada bank non-OECD adalah:
Eligible capital = 0,08 x Rp200 juta = Rp 16 juta
Perhatikan bahwa jika bank mempunyai aset dengan risiko yang tinggi, maka bank
tersebut harus memegang modal yang juga lebih besar.
Kontrak derivatif merupakan kontrak kontinijensi (off balance sheet) lainnya, tetapi
mendapat perlakuan khusus. Contoh kontrak tersebut adalah forward, futures, opsi, dan swap.
Dalam kontrak derivatif, besarnya kewajiban biasanya tidak sebesar nilai nominal kontrak.
Ada dua metode perhitungan credit eguitulence untuik kontrak derivatif, yaitu
a. Current exposure method
b. Original exposure method
Dengan current method, bank akan menghitung credut equivalence (CE) untuk transaksi
derivatif sebagai berikut ini.
CE = nilai pasar saat ini + (national amount x add on)
Tambahan (add on) dilakukan karena risiko kredit dari transaksi derivatif bisa berubah-
ubah (tidak konstan). Untuk mengantisipasi perubahan risiko kredit tersebut, maka ada semacam
'cadangan" kompensasi untuk kenaikan risiko kredit Tabel berikut ini menyajikan sebagian
aturan mengenai tambahan add-on tersebut
Sisa jangka waktu Tingkat Kurs dan Saham Logam Komoditas
bunga Emas berharga lainnya
(kecuali emas)
<1 tahun 0% 1.0 6.0 7.0 10.0
>1 tahun <5tahun 0.5 5.0 8.0 7.0 12.0
>5 tahun 1.5 1.5 10.0 8.0 15.0

Jika bank menggunakan metode original exposure, bank tersebut akan menghitung CE
engan menggunakan persentase tertentu, seperti terlihat dari tabel berikut ini
Jangka waktu Kontrak tingkat bunga Kontrak valas dan emas
<1 tahun 0.5% 2%
1 < jk waktu <2 tahun 1.0 5.0
Setiap tambahan 1 tahun 1.0 3.0

Angka tersebut dikalikan dengan nilai nominal untuk perhitungan CE. Dengan metode
tersebut, bank tidak perlu untuk menghitung nilai pasar kontrak tersebut. Metode original bisa
digunakan sambil menunggu pengunaan model current exposure. Model terakhir lebih disukai
dibanding model original.
Menurut Komite Basel, elemen kunci untuk elgible capital adalah modal bank. Untuk
tujuan pemenuhan ketentuan permodalan, bank bisa menyediakan modal dalam dua tier, yaitu
tier 1 dan tier 2.
Tier 1 berupa saham biasa yang disetor penuh dan saham preferen non-kumulatif
perpetual, dan disclosed reserves. Tier 2 berupa undisclosed reserves, cadangan dari revaluasi
aset, provisi umum, cadangan kerugian kredit, instrumen hybrid, dan utang subordinasi. Tier 2
tidak boleh melebihi 50% dari total modal.
Disamping dua tier tersebut, ada tier 3 di mana hanya bisa digunakan hanya untuk
mendukung portofolio perdagangan.

Perbaikan Risiko Pasar (Market Risk Amendment 1996)


Pada tahun 1996, Komite Basel mengeluarkan Market Risk Amendment 1996.
Amendment tersebut memfokuskan pada risiko pasar. Model kuantitatif yang banyak digunakan
oleh bank dan akhirnya diadopsi oleh komite Basel adalah VAR (Value At Risk).

Basel II
Pada tahun 1999, komite Basel bekerja sama dengan beberapa bank besar untuk
mengembangkan permodalan bank yang baru. Basel II mempunyai kerangka permodalan yang
lebih kompleks dibandingkan dengan Basel I. Dari sisi risiko, jika Basel I hanya membicarakan
risiko kredit dengan risiko pasar, maka Basel II memasukkan risiko operasional dan lainnya.
Kerangka Basel II difokuskan pada tiga pilar pengawasan perbankan, yaitu Modal minimum,
Review Pengawasan, dan Disclosure.

Manajemen Risiko Perbankan Indonesia


Manajemen risiko perbankan diatur melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI)
5/8/PBI/2003 yaitu mengenai Pelaksanaan Manajemen Risiko Bank. Bank diharuskan mengelola
risiko perbankan melalui kegiatan :
a. Identifikasi risiko
b. Pengukuran risiko
c. Monitoring risiko
d. Pengendalian risiko
Bank Indonesia mengharuskan bank untuk mengelola empat risiko, yaitu Pasar, Kredit,
Operasional, dan Likuiditas. Untuk bank yang lebih besar dan kompleks, bank juga diharuskan
untuk mengelola risiko legal, reputasi, strategis dan kepatuhan.

Ilustrasi Manajemen Risiko Perbankan : Chase Manhattan


Karakteristik Bisnis Chase Manhattan
Penjualan Chase berdasarkan Segmen
Segmen Penjualan Laba
Global Services 13.3% 9.10%
Customer Services 42.2% 29.10%
Global Bank 44.5% 61.80%

Chase percaya bahwa kunci untuk mengelola risiko adalah diversifikasi dan pengendalian
yang kuat. Bagian penting dari proses pengendalian adalah komite manajemen risiko. Disamping
kedua hal tersebut, Chase meluncurkan konsep Shareholder Value Added, yang kemudian
menjadi salah satu kunci manajemen risiko di Chase.

Shareholder Value-Added (SVA)


SVA pada dasarnya merupakan konsep residual income, yaitu menghitung laba dengan
mengurangkan beban untuk modal dari pendapatan operasional.

SVA = Pendapatan operasional – Beban untuk modal

Risiko Pasar
Risiko pasar terjadi karena harga pasar bergerak ke arah yang tidak menguntungkan dan
mengakibatkan kerugian. Chase menggunakan beberapa ukuran risiko pasar, yaitu Value At Risk
(VAR), stress-testing, dan ukuran non-statistik lainnya.

Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko yang terjadi jika counterparty gagal memenuhi kewajibannya
kepada perusahaan. Proses manajemen risiko kredit dimulai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh Chief Credit Officer (Direktur Kredit)
Manajemen risiko kredit Chase dilakukan dengan dua mekanisme :
a. Mentransfer risiko kredit ke pihak lain melalui penjualan kredit.
b. Menggunakan metode SVA untuk mengevaluasi kinerja unit pemberi kredit.

Risiko Operasional
Risiko operasional mencakup hal hal seperti kejahatan oleh karyawan atau pihak luar,
transaksi yang tidak diberi otorisasi, kesalahan pencatatan, kesalahan karena sistem komputer
atau telekomunikasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Perhitungan risiko operasional didasarkan pada tiga hal:
a. Biaya operasional (dalam dolar)
b. Skor dari audit internal
c. Ranking evaluasi risiko

Anda mungkin juga menyukai