Diajukan Kepada:
Guntur Kusua Wardana, SE,. MM
Untuk Memenuhi Tugas Presentasi
Matakuliah Manajemen Risiko
semester genap 2016-2017
Oleh
Kelompok 3
Kintan Ratna Dewi 13540008
Fuad Thohiri Mu`alim 13540018
Agus Suaidi Hasan 13540061
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
KBIA =
Ket: KBIA = besarnya potensi risiko opeasional
∝ = parameter alpha yang besarnya ditentukan sebesar 15%
GIi = indicator eksposure risiko operasional (gross income) rata-rata selama
tiga tahun
N3 = jumlah n-data (n3 = 3)
Untuk contoh simulasi pengukuran risiko operasional dengan pendekatan Basic
Indicator Approach (BIA) diambil contoh suatu Bank AA adalah sebuah retail bank
dan memiliki gross income selama tiga tahun terakhir sebagai berikut:
Tahun 1 = 245.000.000,-
Tahun 2 = 290.000.000,-
Tahun 3 = 345.000.000,-
Berdasarkan persamaan (1) besarnya potensi kerugian operasional dengan pendekatan
Basic Indicator Approach adalah sebagai berikut:
KBIA=
= {(245.000 + 290.000 + 345.000) * 15% } / 3
= 44.000,-
Dari perhitungan di atas dikethui bahwa Bank AA dengan menggunakan standart BIA
mempunyai potensi risiko operasional sebesar Rp 44.000.000,-
2.4.2 Metode Standardized Approach (SA)
Standardized Approach mencoba untuk mengatasi kekurangan Basic Indicator
Approach dalam hal sensitivitas terhadap risiko dengan cara membagi kegiatan usaha
bank ke dalam delapan lini usaha (business line). Gross income masing-masing lini
usaha digunakan sebagai indikator risiko operasional. Persyaratan permodalan untuk
masing-masing lini usaha dihitung sebagai persentase dari masing-masing gross
income lini usaha. Kemudian hasilnya dijumlahkan untuk mendapatkan total modal
risiko operasional bank. Delapan jenis bisnis tersebut adalah:
Tabel 2.1
Tota Modal Risiko Operasinal Bank
Bisnis Usaha Multiplierß
Corporate finance 18%
Trading and sales 18%
Retail banking 12%
Commercial banking 15%
Payment and settlement 18%
Agency services 15%
Retail brokerage 12%
Asset management 12%
Angka beta ditetapkan oleh regulators yang menghitungnya dari angka rata-rata
industri perbankan yang diwakili oleh pengambilan sampling dari sejumlah bank.
Angka beta mencerminkan peranan dari masing-masing kegiatan pada business line
rata-rata seluruh bank. Angka beta diturunkan dari penerapan metode statistik terhadap
data kerugian risiko operasional dan alokasi modal yang diperoleh dari sejumlah bank
pada saat dilaksanakannya Quantitative Impact Studies (QIS).
Standardized Approach mengkaitkan area usaha bank dan risikonya dengan
pembebanan modal risiko operasional. Untuk masing-masing lini usaha perhitungan
persyaratan modal hampir sama dengan Basic Indicator Approach. Gross income untuk
satu lini usaha dikalikan dengan faktor untuk lini usaha yang disebut dengan beta. Pada
Standardized Approach jumlah modal agregat dihitung untuk setiap tahun dalam
periode tiga tahun terakhir. Kemudian jumlah agregat ini dihitung rata-ratanya untuk
mendapatkan jumlah modal regulasi risiko operasional yang dibutuhkan.
Modal regulasi agregat untuk satu tahun dihitung dengan menjumlahkan hasil
perkalian gross income dengan beta pada masing-masing lini usala. Dalam hal ini
negatif gross income tetap diperhitungkan. Jika angka agregat untuk untuk tahun
tertentu negatif, maka angka tersebut diganti dengan nol untuk perhitungan rata-rata.
Berdasarkan Committe Basel (Basel Capital Accord I) perhitungan nilai rata-rata
Standardized Approach selalu dihitung selama tiga tahun terakhir dan dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
KSA =
Ket: KSA = pembebanan modal risiko operasional menurut metode SA
GIi = nilai laba kotor untuk masing-masing business lines dalam suatu tahun
untuk jangka waktu tiga tahun
ß = nilai beta (suatu konstanta) yang ditetapkan oleh Bassel untuk tiap
bussines line
Untuk contoh simulasi pengukuran risiko operasional dengan pendekatan Standardized
Approach (SA) diambil contoh suatu bank AA adalah sebuah retail bank dan memiliki
gross income untuk setiap lini usahanya selama tiga tahun terakhir sebagai berikut:
Tebel 2.2
Simulasi Pengukuran Risiko Operasional Bank AA
Tahun 1 Tahun 2
Beta Tahun 3
Lini Usaha (Juta (Juta
% (Juta Rupiah)
Rupiah) Rupiah)
Corporate Finance 18 20 10 15
Trading and Sales 18 20 15 15
Retail Banking 12 65 45 55
Commercial Banking 15 10 5 5
Payment and
18 5 5 5
Settlement
Acency Services 15 5 5 5
Asset Management 12 20 10 20
Retail Brokerage 12 5 5 5
Total 150 100 125
Untuk ketiga tahun tersebut, gross income tiap lini usaha dikalikan beta untuk
memberikan Operational Risk Capital sebagai berikut:
Tebel 2.3
Modal Risiko Operasional Bank AA
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3
Beta
Lini Usaha (Juta (Juta (Juta
%
Rupiah) Rupiah) Rupiah)
Corporate Finance 18 3.60 1.80 2.70
Trading and Sales 18 3.60 2.70 2.70
Retail Banking 12 7.80 5.40 6.60
Commercial Banking 15 1.50 0.75 0.75
Payment and
18 0.90 0.90 0.90
Settlement
Acency Services 15 0.75 0.75 0.75
Asset Management 12 2.40 1.20 2.40
Retail Brokerage 12 0.60 0.60 0.60
Total 21.15 14.10 17.40
Hasil perkalian gross income setiap lini usaha dengan beta untuk ketiga tahun di
atas menghasilkan modal risiko operasional tahunan sebagai berikut:
Tahun 1 = 21.150.000,-
Tahun 2 = 14.100.000,-
Tahun 3 = 17.400.000,-
Sedangkan berdasarkan besarnya potensi kerugian operasional dengan pendekatan
Standrdized Approach adalah sebagai berikut:
KSA ={max [
= {max [21,15/3] [14,10/3] [17,40/3]}
= = 7,05
Dengan demikian, rata-rata dari ketiga tahun di atas menghasilkan persyaratan
regulatory capital operasional sebesar USD 7,05 juta.
Tabel 2.5
Capital Charge Potensi Kerugian Operasional Bank AA
Business Loan and Advances Capital Charge
Beta
Lines 2004 2005 2006 2004 2005 2006
Retail
12% 500.000 800.000 1.000.000 2.100 3.360 4.200
Banking
Comercial
15% 750.000 1.200.000 1.500.000 3.938 6.300 7.875
banking
Total 3.038 9.660 12.075
Dari table di atas diketahui hasil capital charge dari seluruh bussines lines. Besarnya
capital charge potensi risiko operasional Bank AA dengan pendekatan ASA adalah
sebagai berikut:
KRB = [(13.965+3038) + (17.250+9660) + (20.925+12.075)] / 3
= (17.003+26.910+33.000) / 3
= 76.913 / 3
= 25.638
Jadi, potensi risiko operasional dengan pendekatan ASA adalah sebesar Rp.
25.638.000,-
Tabel 2.6
Istilah Penguatan dan Pelemahan Mata Uang dengan Sistem Kurs
Mata uang menguat Mata uang melemah
Sistem Kurs Bebas Apresiasi Depresiasi
Sistem Kurs Tetap Revaluasi Devaluasi
Indonesia pernah mengalami dua sistem kurs yang berbeda. Sebelum krisis pada
tahun 1997, Indonesia menggunakan sistem kurs tetap. Perubahan kurs dilakukan
secara resmi oleh pemerintah .biasanya pemerintah mendevaluasikan rupiah terhadap
dolar. Sebagai contoh, kurs sebelumnya misalkan RP 2.500/$. Kemudian pemerintah
mendevaluasikan rupiah terhadap dolar menjadi, misal, Rp 3.000/$. Perhatikan nilai
rupiah menjadi turun (lebih murah) terhadap dolar.
Pada periode sesudah pertengahan tahun 1997, pemerintah Indonesia
memutuskan untuk mengambangkan kurs rupiah. Dalam situasi tersebut, nilai rupiah
bergerak naik atau turun tergantung mekanisme pasar. Sebagai contoh, jika
perusahaan membutuhkan dolar untuk melunasi hutang dalam dolar, permintaan dolar
akan meningkat, yang menyebabkan naiknya nilai dolar terhadap rupiah (atau
turunnya rupiah terhadap dolar). Pada waktu terjadi bom, rupiah jatuh nilainya
terhadap dolar. Dalam kedua contoh tersebut, rupiah mengalami depresiasi terhadap
dolar AS. Dalam situasi sebaliknya, rupiah bisa menguat terhadap dolar (apresiasi),
misal dari Rp 10.000/dolar menjadi Rp 9.000/$. Perubahan tersebut ditentukan oleh
mekanisme pasar, bukan oleh pemerintah.bank sentral bisa saja melakukan intervensi
jika mereka menginginkan kurs yang tertentu. Tetapi intervensi tersebut biasanya
dilakukan melalui mekanisme pasar.
Tabel berikut ini menyajikan contoh perhitungan apresiasi dan depresiasi suatu
mata uang terhadap mata uang lainnya (perubahan kurs).
Tabel 2.7
Apresiasi dan Depresiasi Rupiah terhadap $
Rupiah Melemah Rupiah Menguat
Terhadap $ Terhadap $
Kurs Awal Tahun Rp 10.000/$ Rp 10.000/$
Kurs Akhir Tahun Rp 12.000/$ Rp 8.000/$
Berapa (12.000 – 10.000) / (8.000 – 10.000) /
PersenPelemahan/Penguatan$ (10.000) x 100% = 20% (10.000) x 100% = -20%
Terhadap Rp (10.000 – 12.000) / (10.000 – 8.000) / 8.000
Berapa Persen Pelemahan / 12.000 x 100% = x 100% = 25%
Penguatan Rp Terhadap $ -16.67%
Gambar 2.2
Bagan Posisi Spot Eksportir: Long $
Rp/$
b.
b. Eksposur Akuntansi
Eksposur akuntansi terjadi karena laporan keuangan dengan mata uang tertentu,
dikonversikan ke laporan keuangan dengan mata uang lain, rentan (terekspos)
terhadap perubahan kurs. Perubahan kurs bisa menyebabkan proses konversi
yang demikian menghasilkan keuntungan dan kerugian. Sebagai ilustrasi,
misalkan suatu perusahaan multinasional Amerika Serikat, memiliki anak
perusahan di Indonesia. Misalkan neraca anak perusahaan tersebut pada awal
tahun terlihat berikut ini (lihat kolom 2).
Tabel 2.9
Eksposur Akuntansi
Dalam Rp Awal tahun ($) Akhir tahun ($)
Kurs= Rp5.000/$ Kurs= Rp10.000/$
Kas 1.000.000 200 100
Piutang 2.000.000 400 200
Dagang 2.000.000 400 200
Persediaan 5.000.000 1.000 500
Akiva tetap
Total Aset 10.000.000 2.000 1.000
Hutang Dagang 2.000.000 400 200
Hutang Jangka 2.000.000 400 200
Panjang 6.000.000 1.200 600
Modal Saham
Total Pasiva 10.000.000 2.000 1.000
Ilustarasi di atas menunjukkan bahwa perusahan tersebut menghadapi risiko
perubahan kurs dalam proses konversi laporan keuangannya dari rupiah ke dolar.
c. Eksposur Operasi
Eksposur operasi adalah operasi perusahaan yang rentan (terekspos) terhadap
perubahan kurs. Sebagai ilustrasi, misalakan produsen mobil Jepang Toyota
menjual mobilnya ke Amerika Serikat. Jika yen menguat terhadap dolar AS,
maka harga mobil Toyota di Amerika Serikat akan menjadi lebih mahal
dibandingkan dengan sebelumnya. Akibatnya daya saing mobil Toyota di
Amerika Serikat menjadi menurun. Tabel berikut ini menjelaskan kenapa
demikian.
Tabel 2.10
Eksposur Operasi
Harga Toyota (dalam Harga Toyota ($) Harga Toyota ($)
yen) Kurs adalah Y100/$ Kurs adalah Y50/$
Yen 1.000 $10 $20
Gambar 2.3
Kurva Biaya Rata-rata Perusahaan Dengan Teknologi
Output
AC1
AC2
Gambar 2.3
Salah satu indikator untuk melihat risiko politik di suatu negara adalah risiko
negara (country risk). Beberapa lembaga menerbitkan risiko negara-negara di dunia,
mulia dari negara dengan risiko rendah, tinggi, sampai terlarang. Perusahaan
multinasional akan memperhatikan risiko negara jika mereka hendak memutuskan
untuk melakukan investasi di negara tersebut.
Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakaktifan atau
tidak berfungsinya proses internal, problem eksternal sistem operasi atau kegagalan
system dan kesalahan manusia (Human Error).
Menurut Michel Crouhy, Galai, dan Robert Mark risiko operasional adalah risiko yang
berkaitan dengan operasional bisnis. Menurut mereka ada dua komponen dalam risiko,
1) risiko kegagalan operasional (operational failure risk) atau risiko internal terdiri dari
risiko yang bersumber dari SDM, proses, dan teknologi; 2) risiko strategi operasional
(operational strategic risk) atau risiko eksternal yang berasal dari factor antara lain
politik, pajak regulasi, masyarakat, dan kompetisi. (Kompas, Jumat, 23 Mei 2003)
Menurut Z. Dunil, 2004:126-127, Risiko operasional adalah 1) risiko yang antara lain
disebabkan ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan system, atau adanya problem ekternal yang mempengaruhi
operasional bank; 2) risiko operasional dapat menimbulkan kerugian secara langsung
maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh
keuntungan; 3) risiko operasional dapat melekat pada setiap aktivitas fungsional bank,
seperti perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, operasional dan jasa,
pembiayaan perdagangan, pendanaan, dan instrument ulang, teknologi system
informasi dan system informasi manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia.
Risiko menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap
individu memiliki sikap dan perilaku yang berbeda dalam menghadapi risiko,
perbedaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor agama.
Islam merupakan salah satu agama di Indonesia yang memiliki jumlah penganut
terbesar. Nilai-nilai Islam, salah satunya takdir mempengaruhi sikap seorang muslim
terhadap risiko. Risiko dalam perspektif Islam muncul karena posisi manusia sebagai
seorang hamba. Faktor penyebab adanya risiko adalah keterbatasan manusia.
Keterbatasan ini meliputi dua hal, yaitu ketidaktahuan dan ketidakmampuan.
Penelitian ini menegaskan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih
(freedom to choose). Bagi seorang muslim, nilai-nilai agama menjadi panduan dalam
bersikap dan bertingkah laku termasuk sikap dan perilaku terhadap risiko.
Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan bahwa jual beli mata uang atau pertukaran
mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang menurutnya
mencakup:
1. Pembelian mata uang dengan mata uang yang serupa seperti pertukaran uang
kertas dinar baru Irak dengan kertas dinar lama.
2. Pertukaran mata uang dengan mata uang asing seperti pertukaran dalar dengan
Pound Mesir.
3. Pembelian barang dengan uang tertentu serta pembelian mata uang tersebut
dengan mata uang asing seperti membeli pesawat dengan dolar, serta pertukaran
dolar dengan dinar Irak dalam suatu kesepakatan.
4. Penjualan barang dengan mata uang, misalnya dengan dolar Australia serta
pertukaran dolar dengan dolar Australia.
5. Penjualan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang) dengan mata
uang tertentu.
6. Penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu
“Nabi melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali
seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengann perak sesuka kami,
dan menjual perak dengan emas sesuka kami”.“Kami telah diperintahkan untuk
membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka
kami. Abu Bakrah berkata: beliau (Rasulullah) ditanya oleh seorang laki-laki, lalu
beliau menjawab, Harus tunai (cash). Kemudian Abi Bakrah berkata, Demikianlah
yang aku dengar”.Dari beberapa Hadist di atas dipahami bahwa hadist pertama dan
kedua merupakan dalil tentang diperbolehkannya valuta asing serta tidak boleh adanya
penambahan antara suatu barang yang sejenis (emas dengan emas atau perak dengan
perak), karena kelebihan antara dua barang yang sejenis tersebut merupakan riba al-fadl
yang jelas-jelas dilarang oleh Islam. Sedangkan hadist ketiga, selain bisa dijadikan
dasar diperbolehkannya valuta asing, juga mengisyaratkan bahwa kegiatan jual beli
tersebut harus dalam bentuk tunai, yaitu untuk menghindari terjadinya riba nasi’ah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jual beli mata uang (valuta asing)
itu harus dilakukan sama-sama tunai serta tidak melebihkan antara suatu barang dengan
barang yang lain dalam mata uang yang sejenis. Begitu juga pertukaran antara dua jenis
mata uang yang berbeda, hukumnya mubah. Bahkan tidak ada syarat harus sama atau
saling melebihkan, namun hanya disyaratkan tunai dan barangnya sama-sama ada.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Definisi “Operational Risk” digariskan dalam Basel II. Di samping merupakan
jenis risiko yang telah melewati kurun waktu lama, namun sekaligus mutakhir, risiko
ini ternyata juga bukan risiko yang unik, Operational risk ini bukanlah jenis risiko
yang khas dan bukan monopoli perbankan semata, meskipun juga harus diakui bahwa
semua bank telah terbiasa menghadapinya. Tidak mengherankan bila cakupan
rumusan operational risk beragam dengan sekian banyak versi definisinya. Salah
satunya adalah Basel II accord. Di sini “operational risk”didefinisikan sebagai akibat
dariinadequate atau failed internal processes, people, dan systems atau sebagai akibat
dari external events.meskipun memasukkan unsure legal risk ke dalamnya, Basel II itu
tidak memuat business, strategic, dan reputation risk sebagai bagian dari operational
risk tersebut.
Dapat diidentifikasikan sejumlah jenis operational failure yang dapat menjadi akar
dari operational risk, yaitu :
a. People risk, berupa :incompetency, fraud dan lain-lain.
b. Process risk, yang meliputi tiga kelompok, yaitu :
1. Model risk (berupa model/ methodology error, mark-to-model error, dan
lain-lain);
2. Transaction risk (berupa execution error, product complexity, booking error,
settlement error, documentation/contract risk dan sebagainya) dan3.
Operational control risk (berupa :exceeding limits, security risk, volume risk,
dan sebagainya).
c. System dan technology risk, berupa system failure, programming error,
information risk, telecommunications failure, dan sebagainya.
Terdapat delapan elemen penting yang perlu diterapkan perbankan demi suksesnya
implementasi suatu operational risk management framework dan operational risk
models terkait.
a. Penetapan kebijakan dalam operational risk management.
b. Identifikasi risiko atas dasar terminology yang disepakati.
c. Penyusunan business process maps.
d. Pengembangan suatu best-practice measurement methodology.
e. Penetapan exposure management.
f. Menggalang kemampuan membuat laporan tepat waktu.
g. Pelaksanaan risk analysis (termasuk pemberlakuan stress testing).
h. Pengalokasian economic capital sebagai fungsi dari operational risk.
Kurs adalah nilai mata uang relative terhadap mata uang lainnya. Faktor – faktor
yang menyebabkan perubahan kurs, Dalam sistem kurs bebas, kenapa kurs bisa
berubah – ubah. Ada banyak faktor yang menyebabkan kurs bisa berubah – ubah
yaitu : Perbedaan inflasi, Perbedaan tingkat bunga, Independensi bank sentral,
Pertumbuhan ekonomi, Ekspektasi. Literatur keuangan internasional membagi tiga
jenis eksposur yang dihadapi oleh perusahaan berkaitan dengan perubahan kurs, yaitu:
1. Eksposur transaksi;
2. Eksposur Akuntansi dan
3. Eksposur Operasi
Teknologi di satu sisi mempunyai manfaat, di sisi lain memunculkan risiko baru.
Perusahaan yang menggunakan teknologi yang tepat bisa mendorong bisnis
perusahaan (meningkatkan penjualan dan menurunkan biaya). Tetapi penggunaan
teknologi yang tidak tepat bisa merugikan atau menghancurkan perusahaan. Risio
lukuiditas terjadi jika perusahaan mengalami kesulitan membayar kewajiban jangka
pendek. Jika rasio likuiditas tidak ditangani dengan baik, risiko tersebut bisa
meningkat menjadi risiko solvabilitas, yang bisa mengakibatkan bangkrutnya
perusahaan. Dibandingkan dengan sektor usaha lain, bank biasanya menghadapi
risiko likuiditas yang lebih besar yang bersumber dari sisi aset dan pasiva. Risiko
politik bisa didefinisikan sebagai kejadian di negara tujuan investasi (host) yang bisa
mengganggu aliran kas perusahaan multinasional.
Risiko dalam perspektif Islam muncul karena posisi manusia sebagai seorang
hamba. Faktor penyebab adanya risiko adalah keterbatasan manusia. Keterbatasan ini
meliputi dua hal, yaitu ketidaktahuan dan ketidakmampuan. Penelitian ini
menegaskan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih (freedom to choose).
Bagi seorang muslim, nilai-nilai agama menjadi panduan dalam bersikap dan
bertingkah laku termasuk sikap dan perilaku terhadap risiko. Jual beli mata uang
(valuta asing) itu harus dilakukan sama-sama tunai serta tidak melebihkan antara suatu
barang dengan barang yang lain dalam mata uang yang sejenis. Begitu juga pertukaran
antara dua jenis mata uang yang berbeda, hukumnya mubah. Bahkan tidak ada syarat
harus sama atau saling melebihkan, namun hanya disyaratkan tunai dan barangnya
sama-sama ada.
DAFTAR PUSTAKA