Anda di halaman 1dari 124

1

Editor: Muhammad Sadriyannor

Lembaga dan Instrumen


Keuangan Syariah
Oleh:

Muhammad Sadriyannor, Muhammad Khalillurrahman, Mahbub Humaidi, Muslim,


Muhammad Faisal, Muhammad Ilzam Rahmani, Muhammad Haidir, Alya Rumida,
Muhammad Maulidin Hanafi, Annisa nurlaila, Muhammad Arsan Zaini, Muhammad
Anshory, Noorfitriana, Aida Arsita, Muhammad Ibnu Fajar, Alya Ridha Tifani Harahap, Aiga
Nur Aminawarni, Muhammad Aksar, Mujahid, Barliyani, Muhammad Ihsan, Muhammad Ridho
Akbar, Muhammad Hasbi Ashshiddiqiy dan Rizal Farid Pratinio.

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

PROGRAM STUDI S1-EKONOMI SYARIAH

BANJARMASIN

2016/2017
2
Lembaga dan Instrumen Keuangan Syariah

Penulis: Muhammad Sadriyannor, Muhammad Khalillurrahman, Mahbub Humaidi, Muslim,


Muhammad Faisal, Muhammad Ilzam Rahmani, Muhammad Haidir, Alya Rumida,
Muhammad Maulidin Hanafi, Annisa nurlaila, Muhammad Arsan Zaini, Muhammad
Anshory, Noorfitriana, Aida Arsita, Muhammad Ibnu Fajar, Alya Ridha Tifani Harahap, Aiga
Nur Aminawarni, Muhammad Aksar, Mujahid, Barliyani, Muhammad Ihsan, Muhammad Ridho
Akbar, Muhammad Hasbi Ashshiddiqiy dan Rizal Farid Pratinio.

Editor: Muhammad Sadriyannor

Setting: Muhammad Sadriyannor

Desain Cover: Muhammad Sadriyannor

Cetakan Pertama: Juni 2017

Penerbit:

Sadri Gani Pres

Nomor Ponsel: 085106539798

E-Mail: muhammad.sadriyannor@gmail.com

Website: sadri-gani.blogspot.com

3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................... 2

KATA PENGANTAR ............................................................................ 3

BANK UMUM SYARIAH (BUS) ......................................................... 4

BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) ........................ 22

BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT) ................................................ 30

PEGADAIAN SYARIAH ...................................................................... 40

ASURANSI SYARIAH .......................................................................... 53

PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH ....................................... 62

PASAR MODAL SYARIAH ................................................................. 70

SUKUK ................................................................................................... 80

PAJAK .................................................................................................... 86

ZAKAT ................................................................................................... 106

BANK INDONESIA (BI) DAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

................................................................................................................. 112

4
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat allah swt dengan hati ikhlas dan pikiran
yang tulus dan jernih. Karena rahmat, taufik dan hidayah serta inayahnya kami dapat
menyusun buku yang sederhana ini.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada sang figur ummat pembawa
rahmat dialah nabi besar muhammad saw yang sujud kepadanya seluruh malaikat sedangkan
ia masih terkandung dalam tulang belakang ayahnya yang zahir, yaitu nabiyullah adam a.s.

Pembuatan buku ini disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan oleh Arie
Syantoso, SHI., MSI. Sebagai dosen pengampu mata kuliah Lembaga dan Instrumen
Keuangan Syariah.

Kami menyadari bahwa tugas ini masih banyak memiliki kekurangan dan kesalahan dari
segi isi, bahasa, analisis dan lain sebagainya. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan
khazanah dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini.

Banjarmasin, Mei 2016

Tim penulis

5
BANK UMUM SYARIAH (BUS)

Oleh:

Muhammad Khalillurrahman, Mahbub Humaidi dan Muslim.

LATAR BELAKANG

Bank bagi hasil yang sering disebut dengan bank syariah (bank islam) merupakan lembaga
perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan prinsip-prinsip hukum atau
syariah islam, seperti yang diatur oleh al-qur‟an dan hadits. Perbankan syariah ini terbentuk
dari larangan islam untuk memungut dan meminjam berdasarkan bunga yang termasuk dalam
riba dan investasi untuk usaha yang dikategorikan haram. Tujuan pembentukan bank syariah
ini adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum
dalam pembukaan uud 1945.

Di indonesia pelopor terbentuknya bank syariah adalah bank muamalat indonesia yang
berdiri pada tahun 1991 diprakarsai oleh mui (majelis ulama indonesia) dan pemerintah yang
didukung oleh ikatan cendikiawan muslim indonesia (icmi). Saat keberadaan dari bank
syariah sudah diatur didalam uu no. 10 tahun 1998 tentang perubahan uu no. 7 tahun 1992
tentang perbankan.

Bank syariah memiliki tujuan untuk mewadahi penduduk di negara indonesia yang hampir
penduduknya beragam islam. Namun, banyak masyarakat islam yang belum paham tentang
bank syariah ini sehingga hanya 10% menggunakan bank ini, sementara sisanya masih
percaya dengan bank umum konvensional. Hal itu disebabkan karena kurangnya pemahaman
masyarakat mengenai perbankan syariah dan sistem bank syariah yang dianggap sama
dengan bank umum konvensional.

Pemahaman masyarakat yang keliru, mengakibatkan kurangnya kepercayaan masyarakat


terhadap bank syariah. Hal tersebut menjadi salah satu landasan untuk menyadarkan
masyarakat tentang pentingnya bank syariah di negara yang mayoritasnya beragama islam.
Upaya-upaya sosialisasi dirasa perlu, sehingga masyarakat tidak terjebak dalam transaksi
yang tidak islami.

A . Sejarah bank syariah

6
Perkembangan perbankan syariah di indonesia tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan perbankan syariah di dunia internasional. Pertumbuhan perbankan syariah di
dunia internasional dimulai sejak tahun 1970-an.
Perbankan syariah muncul sebagai suatu kenyataan yang baru di dalam kancah
keuangan internasional. Bank-bank syariahdalam bentuknya yang sekarang untuk pertama
kalinya didirikan di dunia dengan nama dubai islamic bank pada tahun 1973 oleh
sekelompok pengusaha muslim dari beberapa negara. Dalam waktu 10 tahun sejak pendirian
bank tersebut, telah muncul lebih dari 50 bank yang bebas bunga.
Bank syariah mulai digagas di indonesia pada awal periode 1980-an, diawali dengan
pengujian pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya baitut tamwil salman, di
bandung, di jakarta didirikan dalam bentuk koperasi, yakni koperasi ridho gusti. Berangkat
dari sini, majelis ulama indonesia (mui) berinisiatif untuk memprakarsai terbentuknya bank
syariah, yang dihasilkan dari rekomendasi lokakarya bunga bank dan perbankan di cisarua,
dan dibahas lebih lanjut dengan serta membentuk tim kelompok kerja pada musyawarah
nasional iv mui yang berlangsung di hotel syahid jakarta pada tanggal 22-25 agustus 1990.1
Bank syariah di indonesia berdiri seiring dengan bergulirnya reformasi dibidang
perbankan yang ditandai dengan lahirnya undang-undang nomor 7 tahun 1992 sebagaimana
telah di revisi dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan. Ketika itu
syariah belum disebut sebagai bank syariah hanya disebut dengan bank bagi hasil. Akan
tetapi ini merupakan tongkat sejarah yang perlu dicatat dalam fase pendirian bank syariah di
indonesia. Sebagai hasil kerja tim perbankan mui adalah berdirilah bank syariah pertama di
indonesia yaitu pt bank muamalat indonesia (bmi), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri
pada tanggal 1 nopember 1991. Sejak tanggal 1 mei 1992, bmi resmi beroperasi dengan
modal awal sebesar rp 106.126.382.000,- . Masyarakat mulai mengenal dengan apa yang
disebut bank syariah. Dengan diawali berdirinya pada tahun 1992 oleh bank yang diberi nama
dengan bank muamalah indonesia (bmi), sebagai pelopor berdirinya perbankan yang
berlandaskan sistem syariah, kini bank syariah yang tadinya diragukan akan sistem
operasinya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat baik.
Di indonesia, bank syariah yang pertama kali didirikan pada tahun 1992 adalah bank
muamalah indonesia (bmi). Walaupun perkembangannya agak lambat bila dibandingkan
dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di indonesia akan terus
berkembang. Bila pada periode 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, maka pada

1
M. Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah; Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: Tazkia Institut dan Bank
Indonesia, 1999, hlm. 278.

7
tahun 2005, jumlah bank syariah di indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank
umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah bank perkreditan rakyat
syariah (bprs) hingga akhir 2004 bertambah menjadi 88 unit.2
Sejarah berdirinya bank syariah ini tidak mudah. Ada fase-fase yang harus dilalui
untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat, terutama masyrakat muslim yang sudah lama
mengenal bank konvensional. Oleh karena itu bank syariah harus terus berupaya untuk
memperbaiki sistem yang dilakukan bank syariah supaya masyarakat lebih memahami dan
tertarik terhadap sistem yang ditawarkan oleh perbankan syariah.3
B. Regulasi (uu & peraturan bank syariah), tata cara pendirian, permodalan, perizinan,
struktur organisasi, kelembagaan, kegiatan usaha, unit usaha, office chanelling bank
syariah

1. Regulasi (uu & peraturan bank syariah)


Perbankan syariah sebagai lembaga intermedisi keuangan (financial
intermediary institution) mulai tumbuh sejak deregulasi dibidang perbankan pada
diperbolehkannya pendirian bank pada tahun 1998 yang memeberikan kemudahan
bagi pendrian bank-bank baru, termasuk diperbolehkannya pendirian bank dengan
bunga nol persen (zero interest) yag secara implisit berarti mengizinkan sistem
operasional perbankan yang bebas bunga (interest free banking).
Munculnya undang-undang nomor 7 tahun 1997 tentang perbankan semakin
memberikan angin segar bagi dimulainya kegiatan operasional bank yang tidak
didasarkan pada system bunga, melainlkan memakai mekanisme bagi hasil dalam
kegiatan usahanya. Hal ini dipertegas dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah
nomor 72 tahun 1992 tentang bank bagi hasil.4
Berikut ini adalah regulasi (undang-undang dan perarturan bank syariah) :

Undang-undang nomor 14 tahun 1967 tentang pokok perbankan

Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor


7 tahun 1992 tentang perbankan

Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas

Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah

2
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada) 2007, hlm 25
3
Muhammad Sadi, Konsep Hukum Perbankan Syariah, (Malang : Setara Press) 2015, hlm 30-34
4
Abdul Ghofar Anshory, PAYUNG HUKUM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA, (Yogyakarta : UII Press
Yogyakarta), 2007, hlm. 5

8
Peraturan bank indonesia nomor 9/19/pbi/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah
dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank
syariah

Peraturan bank indonesia nomor 10/17/pbi/2008 tentang produk bank syariah dan unit
usaha syariah

Peraturan bank indonesia nomor 10/32/ pbi/2008 tentang komite perbankan syariah

Peraturan bank indonesia nomor 11/3/pbi/2009 tentang bank umum syariah

Peraturan bank indonesia nomor 11/10/pbi/2009 tentang unit usaha syariah

Peraturan bank indonesia nomor 11/15/pbi/2009 tentang perubahan kegiatan usaha


bank konvensional menjadi bank syariah

Peraturan bank indonesia nomor 11/31/pbi/2009 tentang uji kemampuan dan


kepatutan (fit and proper test) bank syariah dan unit usaha syariah5

2. Tata cara pendirian bank syariah


Untuk mendirikan bank syariah, menurut undang-undang nomor 21 tahun
2008 tentang perbankan syariah didalam pasal 9 yaitu sebagai berikut:
1. Bank umum syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh :
a. Warga negara indonesia dan/atau badan hukum indonesia
b. Warga negara indonesia dan/atau badan hukum indonesia dengan warga
neagara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan, atau
c. Pemerintah daerah
2. Bank pembiayaan rakyat syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh
:
a. Warga negara indonesia dan/atau badan hukum indonesia yang seluruh
pemiliknya warga negara indonesia
b. Pemerintah daerah, atau
c. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
3. Maksimum kepemilikan bank umum syariah oleh warga negara asing dan/atau
badan hukum asing di atur dalam peraturan bank indonesia.
Untuk mendirikan bank syariah, menurut peraturan perbankan indonesia (pbi) nomor
6 24/pbi/2004, modal disetor sebesar 3 triliun rupiah, sedangkan pendirian bank
umum syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah

5
Abdul Ghofar Anshory, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi, (Yogyakarta : UII Press
Yogyakarta), 2010, hlm. 170-171

9
memperoleh izin bank indonesia. Sebagaimana diatur dalam keputusan direksi bi
no.32/34/kep/dir 1999, untuk mendirikan bank umum syariah, harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Bank syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah dengan izin direksi bank indonesia
2. Bank umum syariah hanya dapat didirikan oleh :
a. Warga negara indonesia dan/atau badan hukum indonesia
b. Warga negara indonesia dan/atau badan hukum indonesia dengan warga
neagara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan
3. Modal yang disetor sekurang-kurangnya sebesar rp 3.000.000.000.000,- (tiga
triliun rupiah)
4. Modal yang disetor dari warga negara asing (WNA) atau badan hukum asing
setinggi-tingginya 99% dari modal yang disetor bank.6
5. Permodalan
Sumber utama modal bank syariah adalah modal inti (core capital) dan kuasi
ekuitas. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri
dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan.
Sedangkan kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening
bagi hasil (mudharabah). Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan
penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepentingan para pemegang
rekening titipan (wadi‟ah) atau pinjaman (qard), terutama atas aktiva yang didanai
oleh modal sendiri dan dana-dana wadi‟ah atau qard.
Sebenarnya dana-dana rekening bagi hasil (mudharabah) dapat juga
dikategorikan sebagai modal, yang oleh karenanya disebut kuasi ekuitas. Namun
demikian rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang dibiayai oleh
dana dari rekening bagi hasil itu sendiri. Selain itu, pemilik rekening bagi hasil dapat
menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti
bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis management), kalalaian atau
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank selaku mudharib. Dengan demikian
sumber dana ini tidak dapat sepenuhnya berperan dalam fungsi permodalan bank
sebagaimana diuraikan di dalam pembahasan ini. Namun demikian tetap merupakan
unsur yang dapat diperhitungkan dalam pengukuran ratio kecukupan modal yang akan
diuraikan di bawah ini.

Modal dibagi ke dalam modal inti dan modal pelengkap.

Modal inti (tier 1), terdiri dari :

6
Muhammad Sadi, Konsep Hukum Perbankan Syariah, (Malang : Setara Press) 2015, hlm 54-57

10
1. Modal setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi bank
milik koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib para
anggotanya.
2. Agio saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham.
3. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham,
termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual).
4. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan
dengan persetujuan rups.
5. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan
tertentu atas persetujuan rups.
6. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh rups diputuskan
untuk tidak dibagikan
7. Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum ditetapkan
penggunaannya oleh rups. Jumlah laba tahun lalu hanya diperhitungkan sebesar
50 % sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan terhadap modal
inti
8. Laba tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun
berjalan.laba ini diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti.
9. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya
dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan
dengan penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut.

Modal pelengkap (tier 2)

Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari


laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara
terinci modal pelengkap dapat berupa :

1. Cadangan revaluasi aktiva tetap


2. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan
3. Modal pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri :
a. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal
dan telah dibayar penuh.
b. Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan bi
c. Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian
bank.
d. Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi.
e. Pinjaman subordinasi yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
f. Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan pihak bank.
g. Mendapat persetujuan dari bi
h. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan
i. Minimal berjangka waktu 5 tahun
j. Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan bi
k. Hak tagih dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama
dengan modal)

11
6. Perizinan
Untuk mendirikan bank syariah, menurut undang-undang nomor 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah didalam pasal 5-17 yaitu sebagai berikut:
1. Setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha bank syariah atau unit usaha
syariah wajib terlebih dahulu memeperolehh izin usaha sebgai bank syariah atau
unit usaha syariah dari bank indonesia
2. Untuk memperoleh izin usaha bank syariah sekurang-kurangnya memenuhi
persyaratan
a. Susunan organsasi dan kepengurusan
b. Permodalan
c. Kepemilikan
d. Keahlian dibidang perbankan syariah
e. Kelayakn usaha
3. Persyaratan untuk memperoleh izin usaha syariah diatur kebih lanjut dengan
peraturan bank indonesia.

7. Struktur organisasi

Untuk memenuhi tuntutan kerja secara efektif dan efisien, bank syariah harus
mempunyai sistem keoengurusan yang jelas dengan pembagian wewenang dan fungsi yang
tegas dan pasti.

Dalam struktur pengrusan perbankan, pada dasarnya tidak ada perbedaan antara perbankan
syariah dan perbankan konvensional, seperti adanya direksi, dewan komisaris, dan kantor
eksekutif, sebagaimana yang termuat dalam uu no 1/1995 tenteng perseroan terbatas, kevuali
pada perbankan syariah yang mempunyai dewan pengawas syariah, sebagaimana dinyatakan
dalam pbi no. 6/24/pbi/2004 dan pbi no. 6/17/pbi/2004, yang tidak dimiliki oleh perbankan
konvensional.

1. Dewan syariah nasional

Dewan syariah nasional adalah dewan yang dibentuk oleh mui untuk menangani
masalah-masalah yang berhubungan aktivitas lembaga keuangan syariah. Dewan syariah
nasional adalah badan yang ada dilembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi
melaksanakan keputusan dewan syariah nasional dilembaga keuangan syariah.

12
Adapun dewan syariah nasional (dsn) menurut ketentuan pasal 1 ayat (9) pbi adalah
dewan yang dibentuk oleh majelis ulama indonesia (mui) yang bertugas dan memiliki
kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Dsn berwenang sebagai berikut:

Mengeluarkan fatwa yang mengikat dps di masing-masing lembaga keuangan syariah


(lks) dan menjadi dasar tindakan hukum terkait

Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang


dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti departemen keuangan dan bank indonesia

Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan


duduk sebagai dps pada suatu lks

Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperluakn dalam pembahasan
ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri

Memberiakan peringatan kepada lks untuk menghentikan penyimpanan dari fatwa


yang telah dikeluarkan oleh dsn.

2. Dewan pengawas syariah

Dalam penjelasan pasal 6 huruf m uu no. 10/1998 mengenai perubahan uu no. 7/1992
tentang perbankan, dan pasal 32 ayat 1 uu no. 21/2008, dijelaskan bahwa dalam suatu
organisasi perbankan syariah wajib dibentuk dewan pengawas syariah. Dan dalam ayat 2 ny
dinyatakan bahwa dps diangkat oleh rapat umum pemegang saham (rups) atas rekomendasi
majelis ulama indonesia (mui).

Pasal 27 pbi no. 6/24/pbi/2004 menguraikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dps, yaitu
antara lain meliputi:

Mematikan dan mengnawasi kesesuaina kegiatan operasional bank terhadap fatwa


yang oleh dsn.

Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan
bank;

Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan terhadap operasional bank
secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank;

Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwakepada
dsn;

Mennyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6


(enam)bulan kepada direksi, komisaris, dewan syariah nasional, dan bank indonesia.

8. Kelembagaan

13
Sejak uu 7/1992 indonesia telah menganut dual banking system, yang
singkatnya berarti memperkenankan dua sistem perbankan secara co-existance. Di
masa uu 7/1992 dua sistem perbankan itu adalah bank umum dan bank berdasarkan
bagi hasil (yang secara implisit mengakui sistem perbankan berdasarkan prinsip
islam). Baru melalui perubahan dengan uu 10/1998 secara terang-terangan dinyatakan
bahwa dua sistem perbankan di indonesia ini adalah: konvensional dan syariah.

9. Kegiatan usaha
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
yang meliputi:
a. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi'ah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
b. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
c. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad
musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
d. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akda
istishna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinisp syariah
e. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah
f. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
berdasarkan akad ijarah dan / atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinisp syariah
g. Melakukan pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah
h. Melakukan usaha kartu debit dan / atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah
i. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ke-tiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinisp syariah, antara lain,
seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.
j. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan / atau bank indonesia

14
k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip
syariah
l. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang
berdasarkan prinsip syariah
m. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan
prinsip syariah
n. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah berdasarkan prinsip syariah.
o. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah
p. Melakukan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah,
dan
q. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan dibidang perbankan dan di bidang
sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang - undangan

10. Unit usaha


Difinisi unit usaha syariah menurut undang-undang nomor 21 tahun 2008
adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di
luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Pembukaan unit usaha syariah hanya dapat dilakukan dengan izin bank
indonesia, yang dilakukan dalam bentuk izin untuk melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah. Persyaratan modal unit usaha syariah ditetapkan, bahwa
bank umum konvensional wajib menyisihkan modal kerja paling kurang 100 milyar
dalam bentuk tunai7

11. Office chanelling bank syariah


Office channelling merupakan istilah yang diberikan guna menandai
dimungkinkannya melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah
di kantor cabang dan/atau kantor cabang pembantu bank umum konvensional.

7
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta : Sinar Grafika) 2010, hlm 178

15
Sebelumnya berdasarkan prinsip islamic windows versi pbi 4/1/pbi/2002, praktek
demikian tidak dimungkinkan. Praktek perbankan syariah tidak diperkenankan
dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang berpraktek konvensional.
Pasal 38 (2) pbi 8/3/pbi/2006 memberi kesempatan layanan syariah dibuka:

1. Dalam satu wilayah kerja kantor bank indonesia dengan kantor cabang syariah
induknya;
2. Dengan menggunakan pola kerjasama antara kantor cabang syariah induknya
dengan kantor cabang dan/atau kantor cabang pembantu; dan
3. Dengan mempergunakan sumber daya manusia sendiri bank konvensional yang
telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional bank syariah.

Alasan bagi dimungkinkannya office channelling, dapat dilihat di bagian


umum penjelasan pbi 8/3/pbi/2006, yakni: mendorong percepatan pertumbuhan
jaringan kantor bank umum konvensional yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dalam rangka memperluas jangkauan layanan kepada
masyarakat. Sekaligus dengan ini, lanjut penjelasan tersebut memungkinkan kantor
cabang yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dari suatu bank yang
berkedudukan di luar negeri berperan serta dalam perbankan syariah.

Praktek perbankan syariah diatur lebih leluasa, karena dimungkinkannya


untuk melakukan kegiatannya di bank umum konvensional. Kesempatan demikian
tidak diberikan peraturan perundang-undangan kepada bank umum syariah untuk
melakukan kegiatan usaha konvensional. Pasal 39 pbi 6/24/pbi/2004 dengan tegas
melarang bank syariah melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvensional;
atau mengubah kegiatan usahanya menjadi bank konvensional. Sehingga beberapa
kalangan menyebut bahwa ideal perbankan indonesia adalah perbankan syariah.

Maulana ibrahim (deputi gubernur bi) menyebutkan bahwa yang dimaksud


dengan office channelling adalah sebagai salah satu cara memperbesar pangsa pasar
bank syariah. Selain itu, pola ini juga mempermudah nasabah mengakses layanan
perbankan syariah karena mereka bisa datang ke kantor bank konvensional untuk
membuka rekening syariah. Cara ini memang diusulkan untuk mengatasi kelangkaan
outlet layanan bank syariah di indonesia. Syarat office channelling adalah kantor bank
konvensional terletak di satu daerah dengan kantor cabang syariah dari uus.

Dalam buku laporan perkembangan perbankan syariah indonesia tahun 2005 yang
diterbitkan bank indonesia menyebut layanan syariah dengan syariah office
channelling, yang diartikan sebagai mekanisme kerjasama kegiatan penghimpunan
dana antara kantor cabang syariah sebagai induk dengan kantor bank konvensional
bank yang sama dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro, tabungan,
dan atau deposito.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa office channelling atau layanan syariah adalah
suatu kebijakan baru yang dikeluarkan oleh bank indonesia, dimana bank

16
konvensional yang telah memilliki unit usaha syariah (uus) dapat menerapkan
transaksi syariah dalam upayanya menghimpun dana masyarakat untuk tujuan
peningkatan dana pihak ketiga, yaitu dengan memperluas akses layanan syariah

C . Perbadaan bank syariah dan bank konvensional

4. Perbedaan pinsip antara sisitem konvensional dan sistem syariah.

No Pokok-pokok perbedaan Sistem konvensional Sistem syariah


A. Dasar perjanjian penentuan Tidak berdasarkan Berdasarkan
bunga/imbalan keuntungan/kerugian keuntungan/kerugian
B. Dasar perhitungan Persentasi tertentu dari Besarnya nisbah bagi
bunga/imbalan total dana yang hasil didasarkan atas
dipinjamkan pada jumlah keuntungan
nasabah yang diperoleh
nasabah
C. Kewajiban pembayaran a. Harus dilakukan a. Dilakukan jika
bunga walaupun usaha nasabah untung,
nasabah rugi jika rugi
b. Besarnya pembayaran ditanggung
bunga tetap meskipun bersama
keuntungan nasabah b. Besarnya
lebih besar imbalan
berubah sesuai
keuntungan
D. Persyaratan jaminan Berupa barang/harta Tidak mutlak
pembiayaan nasabah
E. Obyek pembiayaan Jenis usaha tidak Jenis usaha yang
dibedakan asal memenuhi dibiayai harus sesuai
persyaratan syariah
F. Pandangan sistem syariah Pengenaan bunga Pembiayaan imbalan
terhadap sistem bunga terhadap distributor berdasarkan bagi
dianggab haram hasil sifatnya halal

5. Perbedaan prinsip antara sistem bunga dan bagi hasil

17
No Faktor perbedaan Sistem bunga Sistem bagi hasil
A. Penentuan besarnya hasil Sebelum kegiatan Sesudah kegiatan
usaha dilakukan usaha
B. Yang ditentukan sebelumnya Besarnya Kesepakatan
bunga/nilai hasil porsi/bagian
masing-masing
pihak
C. Jika terjadi kerugian Ditanggung oleh Ditanggung kedua
satu pihak saja belah pihak
D. Penghitungan Dari dana yang Dari untung yang
diserahkan, bersifat akan diperoleh
fixed
E. Titik perhatian proyek Hasil proyek hanya Kedua pihak8
untuk bank

D. Konsep, mekanisme dan operasional serta produk bank syariah


Secara konsep, bank syariah menghindari praktik bunga dengan menerapkan sistem
bagi hasil. Yakni suatu pola transaksi yang tidak memastikan pemberian hasil
(keuntungan/imbalan) kepada pihak yang bertransaksi dengan bank. Melalui mekanisme bagi
hasil terjalin hubungan kemitraan antara nasabah penyimpan dana, bank, dan nasabah
pembiayaan.
Bank sebagai lembaga keuangan akan menghimpun dana dari masyarakat. Nasabah
pemilik dana akan diperlakukan sebagai investor di bank syariah. Dana bukan merupakan
presentasi tertentu seperti halnya bunga, namun berupa nisbah, yaitu angka proporsi bagi
hasil antara nasabah dan bank. Bila nasabah dana mendapatkan nisbah 45%, maka bank
mendapatkan 55%. Dengan demikian setiap bulan bank akan memberikan keuntungan berupa
bagi hasil sebesar 45% dari keuntungan bulan tersebut kepada para penabung. Besarnya
nisbah yang dibayarkan berbeda-beda tergantung pada jenis simpanan dan jangka waktunya.

Jenis transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya terutama diturunkan
dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari kegiatan tolong menolong
(tabarru‟). Turunan dari tijarah adalah perniagaan (al-bai‟) yang berbentuk kontrak
pertukaran dan kontrak bagi hasil dengan segala variasinya ditambah akad-akad lain diluar
perniagaan, seperti qardhul hasan (pinjaman kebajikan).9

8
M. subhan, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, Malang: UIN Malang Press. hlm, 128-129
9
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

18
Kemudian ascarya merumuskan jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat
dibagi ke dalam enam kelompok pola, yaitu:

a) Pola titipan, seperti wadi‟ah yad amanah dan wadi‟ah yad dhamamah
b) Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan
c) Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah
d) Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna
e) Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina
f) Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.

Produk-produk bank syariah


a. Produk pendanaan
Produk-produk pendanaan bank syariah ditujukan untuk memobilisasi dan
investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara yang adil sehingga
keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua pihak. Tujuan memobilisasi dana
merupakan hal penting karena islam secara tegas mengutuk penimbunan tabungan dan
menuntut penggunaan sumber dana secara produktif dalam rangka mencapai tujuan
sosial ekonomi islam. Dalam hal ini, bank syariah melakukannya tidak dengan prinsip
bunga (riba), melainkan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat islam. Jika
disimpulkan produk-produk pendanaan bank syariah mempunyai empat jenis berbeda,
yaitu:10
1) Giro, dengan prinsip wadi‟ah atau qardh
2) Tabungan, dengan prinsip wadi‟ah, qardh, atau mudharabah
3) Deposito/investasi, dengan prinsip mudharabah
4) Obligasi/sukuk, dengan prinsip mudharabah, ijarah, dan lain-lain

b. Produk pembiayaan

Pembiayaan dalam perbankan syariah menurut al-harran dapat dibagi tiga:11

1) Return bearing financing, yaitu bentuk pembiayaan yang secara komersial


menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah
juga memberikan keuntungan.

10
Abdul Ghofur Anshori, Payung Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press,
2009), hlm. 112.
11
Ibid., hlm 122.

19
2) Return free fiancing, yaitu bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan
yang lebih ditujukan kepada orang yang membutuhkan (poor), sehingga tidak ada
keuntungan yang dapat diberikan.
3) Charity financing, yaitu bentuk pembiyaan yang memang diberikan kepada orang
miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap pokok dan keuntungan.

Produk-produk pembiayaan bank syariah, khususnya pada bentuk pertama, ditujukan


untuk menyalurkan investasi dan simpanan masyarakat ke sektor riil dengan tujuan
produktif dalam bentuk investasi bersama (investment financing) yang dilakukan bersama
mitra usaha (kreditor) menggunakan pola bagi hasil (mudharanah dan musyarakah) dan
dalam bentuk investasi sendiri (trade financing) kepada yang membutuhkan pembiayaan
pembiayaan menggunakan pola jual beli (murabahah, salam, dan istishna) dan pola sewa
(ijarah, dan ijarah muntahiya bittamlik).12

Dapat disimpulkan bahwa produk-produk pembiayaan bank syariah menggunakan


empat pola yang berbeda.13

1) Pola bagi hasil, untuk investment financing:


 Musyarakah
 Mudharabah
2) Pola jual beli, untuk trade financing:
 Murabahah
 Salam
 Istishna
3) Pola sewa, untuk trade financing:
 Ijarah
 Ijarah muntahiya bittamlik
4) Pola pinjaman, untuk dana talangan:
 Qardh

Sekian banyak produk pembiayaan bank syariah, dapat dikatakan tiga produk
pembiayaan utama yang mendominasi portofolio pembiyaan bank syariah adalah
pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, dan pembiyaan aneka barang dan properti.
Akad-akad yang digunakan dalam aplikasi pembiyaan tersebut sangat bervariasi dari pola
bagi hasil (mudharabah, musyarakah, dan musyarakah mutanaqisah), pola jual beli
(mudharabah, salam, dan istishna), ataupun pola sewa (ijarah, ijarah muntahiya
bittamlik).14

Produk lain yang cukup penting adalah pembiyaan proyek, pembiyaan ekspor,
pembiayaan pertanian, dan pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Akad-akad yang
digunakan lebih spesifik sesuai dengan karakteristiknya. Pembiayaan proyek
menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), pembiayaan pertanian

12
Ibid., hlm 123.
13
Ibid., hlm 123.
14
Ibid., hlm. 123.

20
menggunakan pola jual beli dengan pemesanan (salam dan salam paralel), sedangkan
pembiayaan ekspor dapat menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah)
atau pola jual beli (murabahah).15

Tabel produk-produk pembiayaan16

No. Produk pembiyaan Prinsip

1 Modal kerja Mudharabah, musyarakah, murabahah,


salam

2 Investasi Mudharabah, musyarakah, murabahah,


istishna, ijarah, ijarah muntahiya
bittamlik

3 Pengadaan barang investasi, Murabahah, ijarah muntahiya bittamlik,


aneka barang musyarakah mutanaqisah

4 Perumahan, properti Murabahah, ijarah muntahiya bittamlik,


musyarakah mutanaqisah

5 Proyek Mudharabah, musyarakat

6 Ekspor Mudharabah, musyarakah, murabahah

7 Produksi agrebisnis/sejenis Salam, salam paralel

8 Manufaktur, konstruksi Istishna, istishna paralel

9 Penyertaan Musyarakah

10 Surat berharga Mudharabah, qardh

11 Sewa beli Ijarah muntahiya bittamlik

12 Akuisisi aset Ijarah muntahiya bittamlik

c. Produk jasa perbankan syariah

Produk-produk jasa perbankan dengan pola lainnya pada umumnya


menggunakan akad-akad tabarru‟ yang dimaksudkan sebagai fasilitas pelayanan
kepada nasabah dalam melakukan transaksi perbankan. Oleh karena itu, bank sebagai
penyedia jasa hanya membebani biaya administrasi. Jasa perbankan golongan ini yang
bukan termasuk akad tabarru‟ adalah akad sharf yang merupakan akad pertukaran

15
Ibid., hlm. 124.
16
Ibid., hlm. 124.

21
uang dengan uang dan ujr (upah) yang merupakan bagian dari ijarah (sewa) yang
dimaksudkan untuk mendapatkan (ujroh) atau fee.17

Contoh produk-produk jasa perbankan dan akad yang digunakan dapat dilihat
pada tebel.18

No. Produk Prinsip

Jasa keuangan
1 Dana talangan Qardh
2 Anjak piutang Hiwalah
3 L/c, transfer, inkaso, kliring, Wakalah
rtgs, dan sebagainya
4 Jual beli valuta asing Sharf
5 Gadai Rahn
6 Payroll Ujr/wakalah
7 Bank garansi Kafalah

Jasa nonkeuangan
8 Safe deposit box Wadiah yad amanah/ujr

Jasa keagenan
9 Investasi terikat (channeling) Mudharabah muqayyadah

Kegiatan sosial
10 Pinjaman sosial Qardhul hasan

17
Ibid., hlm. 128.
18
Ibid., hlm. 128.

22
DAFTAR PUSTAKA

M. Syafi‟i antonio, bank syari‟ah; wacana ulama dan cendekiawan, jakarta: tazkia institut dan
bank indonesia, 1999

Adiwarman a. Karim, ekonomi mikro islam, (jakarta : rajagrafindo persada) 2007,

Muhammad sadi, konsep hukum perbankan syariah, (malang : setara press) 2015

Abdul ghofar anshory, payung hukum perbankan syariah di indonesia, (yogyakarta : uii press
yogyakarta), 2007

Abdul ghofar anshory, pembentukan bank syariah melalui akuisisi dan konversi, (yogyakarta
: uii press yogyakarta), 2010

Ascarya. Akad dan produk bank syariah, jakarta: pt raja grafindo persada, 2007.

23
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)

Oleh:

Muhammad Faisal, Muhammad Ilzam Rahmani dan Muhammad Haidir.

LATAR BELAKANG

Seperti yang kita tahu, peranan lembaga keuangan dalam kehidupan terutama bank
sangatlah penting. Hal ini akibat semakin berkembangnya sistem ketataniagaan yang mau
tidak mau melibatkan lembaga keuangan atau bank di dalamnya. Namun pesatnya
perkembangan bank tidak diimbangi dengan pesatnya kesejahteraan masyarakat, terutama
masyarakat yang tergolong ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau
kecamatan. Pada umumnya bank konvensional sangat selektif dan hanya berorientasi untuk
mendapat keuntungan dengan sedikit risiko, oleh karenanya masyarakat ekonomi lemah sulit
untuk mendapat jasa keuangan bank.
Dalam upayanya untuk merangkul masyarakat ekonomi lemah, pemerintah juga mengatur
untuk didirikannya bank perkreditan rakyat yang lingkup kerjanya lebih terpusat pada
wilayah tertentu saja, misalnya di kabupaten, kecamatan dan desa. Hal ini bertujuan agar
semakin meratanya layanan jasa keuangan bagi seluruh masyarakat. Maka dengan munculnya
pemikiran tersebut, diharapkan bahwa berdirinya bank pembiayaan rakyat syariah menjadi
salah satu solusi dalam rangka melayani jasa keuangan yang bebas dari praktek riba sehingga
kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat.
A. Sejarah berdirinya BPRS
Berdirinya BPR SYARIAH di indonesia selain didasari oleh tuntutan bermuamalah secara
islam yang merupakan keinginan kuat dari sebagian besar umat islam di indonesia, juga
sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturisasi perekonomian indonesia yang dituangkan
dalam berbagai paket kebijaksanaan keuangan, moneter, perbankan secara umum. Secara
khusus adalah mengisi peluang terhadap kebijaksanaan yang membebaskan bank dalam
penetapan tingkat suku bunga (rate interest), yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai
sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan islam.19

B. Regulasi (uu dan peraturan bprs)


1. Tata cara pendirian bprs

19
Karnaen perwataatmadja, apa dan bagaimana bank islam (yogyakarta: PT DANA BHAKTI PRIMA YASA,
1992) hlm 96

24
Dalam mendirikan bank pembiayaan rakyat syariah mengacu pada bentuk hukum bank
pembiayaan rakyat syariah yang telah ditentukan dalam uu perbankan. Sebagaimana
dalam uu perbankan no. 10 tahun 1998 pasal 2, bentuk hukum suatu bank pembiayaan
rakyat syariah dapat berupa :
a) Perseroan terbatas
b) Koperasi atau
c) Perusahaan daerah
Adapun syarat-syarat untuk pendirian bank pembiayaan rakyat syariah adalah sebagai
berikut:
a) Bank pembiayaan rakyat syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dengan izin direksi bank indonesia.
b) Bank pembiayaan rakyat syariah hanya didirikan dan dimiliki oleh:
1) Warga negara indonesia
2) Badan hukum indonesia yang seluruh pemiliknya oleh warga indonesia
3) Pemerintah daerah, atau
4) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam persyaratan di atas

2. Permodalan
Modal yang harus disetor untuk mendirikan bank pembiayaan rakyat syariah
ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar:
a) Rp 2.000.000.000,- (dua milyar) untuk bank pembiayaan rakyat syariah yang
didirikan di wilayah daerah khusus ibu kota jakarta raya dan kabupaten / kotamadya
tangerang, bogor, bekasi dan kerawang.
b) Rp 1.000.000.000,- (satu milyar) untuk bank pembiayaan rakyat syariah yang
didirikan di wilayah ibu kota propinsi diluar wilayah seperti tersebut pada butir diatas.
c) Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) bank pembiayaan rakyat syariah yang
didirikan diluar wilayah yang disebutkan pada butir diatas.

3. Tata cara perizinan


Pemberian izin pendirian bank pembiayaan rakyat syariah, sebagaimana dimaksud
diatas dapat dilakukan dengan dua tahap;
a) Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank
pembiayaan rakyat syariah.

25
b) Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha bank
pembiayaan rakyat syariah setelah persiapan persetujuan prinsip dilakukan.
1) Permohonan izin prinsip
1.1) bprs berbentuk perseroan terbatas
Siapkan modal disetor minimal rp 15.000.000 atau 30% dari total modal
disetor. Siapkan minimal dua nama yang akan dipakai bprs dan
selanjutnya mintakan persetujuan ke departemen kehakiman.
1.2) bprs tidak berbentuk perseroan terbatas
Menyesuaikan diri dengan ketentuan yang telah digariskan oleh
departemen terkait.

2) Permohonan izin prinsip


Mengajukan permohonan tertulis dialamatkan ke menteri keuangan ri dengan
melampirkan:
2.1) rencana akte pendirian dan anggaran dasar (ad) bprs.
2.2) rencana kerja bprs pada tahun pertama.
2.3) daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas syariah.
2.4) photocopy bukti setoran sebesar rp 15.000.000 pada rekening menteri
keuangan pada bank pemerintah, yang merupakan 30% dari modal
disetor minimum dan telah dilegalisir oleh bank pemerintah yang
bersangkutan.

3) Permohonan izin usaha


Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke menteri keuangan ri
dengan melampirkan:
3.1) photocopy bukti setoran sebesar rp 35.000.000 pada rekening menteri
keuangan pada bank pemerintah, yang merupakan 70% dari modal
disetor minimum dan telah dilegalisir oleh bank pemerintah
bersangkutan.
3.2) copy anggaran dasar (ad) bprs yang telah disahkan menteri kehakiman
ri.
3.3) photocopy npwp bprs.
3.4) menyampaikan prosedur dan sistem tata kerja bprs disertai warkat yang
akan digunakan.

26
3.5) mengirimkan data pengurus bprs.
3.6) photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan bprs.

4. Kegiatan usaha BPRS


Berdasarkan uu perbankan no. 10 tahun 1998, kegiatan usaha bprs melingkupi:
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b) Memberikan kredit.
c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
d) Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat bank indonesia (sbi), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
Pembatasan usaha bprs secara tegas dijelaskan dalam pasal 27 sk direktur bi no.
32/36.kep/dir/1999. Menurut surat keputusan ini, kegiatan operasional bpr syariah
adalah:
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
1) Tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah.
2) Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
3) Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah.

5. Struktur organisasi
Kepengurusan bprs terdiri dari direksi dan dewan komisaris untuk menjalankan
fungsi pengawasan dalam pelaksanaan prinsip syariah. Bprs diwajibkan membentuk
dan memiliki dewan pengawas syariah yang berkedudukan dikantor pusat.

6. Perbedaan bus dan bprs

27
Adapun perbedaan antara bank umum syariah dan badan perkreditan syariah ialah
sebagai berikut;
Bus
a) Memperoleh izin dari bank indonesia
b) Modal utama minimal 1 triliun
c) Milik wni atau badan hukum indonesia
d) Wni bisa bekerjasam dengan wna atau warga negara asing bisa menjalin
kemitraan dengan maksimal saham 99%
Bprs
a) Milik wni 100% sahamnya juga milik wni.
b) Milik wni dan pemerintah daerah(setempat)
c) Modal minimal 2 miliyar untuk daerah khusus ibukota jakarta raya,
kabupaten/kota bogor, tangerang dan bekasi. 1 milyar diluar ibukota provinsi
diatas. 500 juta diluar wilayah ibukota provinsi.

C. Konsep, mekanisme dan operasional serta produk BPRS


1. Konsep dasar operasioanal BPRS

Konsep dasar operasional bprs, sama dengan konsep dasar operasioanal pada bank
muamalat indonesia, yaitu:

a) Sistem simpanan murni (wadiah)


b) Sistem bagi hasil
c) Sistem jual beli dan marjin keuntungan
d) Sistem sewa
e) Sistem upah.20

2. Mekanisme dan produk bprs


a) Penghimpun dana masyarakat

20
http://riantonopribadi.blogspot.co.id/2010/05/konsep-dasar-dan-kegiatan-operasional.html diakses 13/03/2017
jam 11:36

28
Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima
simpanan wadi‟ah, adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat
digunakan untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji (onh), dan
lain-lain.

1) Simpanan amanah

Bank menerima titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akad
penerimaan titipan ini adalah wadi‟ah yakni titipan yang tidak menanggung resiko.

2) Tabungan wadi‟ah

Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan
bebas. Akad penerimaan yang digunakan sama yakni wadi‟ah. Bank akan
memberikan kadar profit kepada nasabah yang dihitung harian dan dibayar setiap
bulan.

3) Deposito wadi‟ah atau deposito mudharabah

Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad


penerimaannya wadi‟ah atau mudharabah, dimana bank menerima dana yang
digunakan sebagai penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan,
12 bulan.

b) Penyaluran dana
1) Pembiayaan mudharabah

Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank)


yang keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika
mengalami kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan
bank menanggung pelayanan materiil dan kehilangan imbalan kerja.

2) Pembiayaan musyarakah

Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak


digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan
kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.

3) Pembiayaan murabahah

29
Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan
untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang
akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus
margin keuntungan).

4) Pembiayaan qardhul hasan

Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan


kebajikan, dimana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan
dianjurkan untuk memberikan zakat, infak, dan sedekah.

5) Pembiayaan istishna‟

Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana bprs akan membelikan barang
kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya
kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan
jangka waktu serta mekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan
kemampuan/keuangan nasabah.

6) Pembiayaan al-hiwalah

Pengambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo
oleh bprs, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang
seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan
prinsip pengambil alihan hutang, dimana bprs dalam hal ini akan mendapatkan
ujroh/ fee dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak.

c) Jasa perbankan

Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar pembayaran berupa
proses transfer, pembayaran rekening air, listrik, telepon, angsuran, dan lainnya yang lazim
dilakukan bpr syariah sepanjang disetujui oleh dewan syariah nasional.

30
DAFTAR PUSTAKA

Sumitro warkum, (2004), asas-asas perbankan islam dan lembaga-lembaga terkait, (raja
grafindo persada, jakarta)
Perwataatmadja karnaen , apa dan bagaimana bank islam (yogyakarta: pt dana bhakti prima
yasa, 1992)
Http://riantonopribadi.blogspot.co.id/2010/05/konsep-dasar-dan-kegiatan-operasional.html
diakses 13/03/2017 jam 11:36
Muhammad, manajemen bank syari‟ah (yogyakarta: upp amp, 2002)

31
BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT)
Oleh:
Alya Rumida dan Muhammad Maulidin Hanafi.
LATAR BELAKANG
Baitul mal wa tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut tamwil.
Baitul mal lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non
profit, seperti zakat, infak, dan shodaqah. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha
pengumpulan dan penyaluran dana komer. Di indonesia sendiri setelah berdirinya bank
muamalat indonesia (bmi) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip
syariah. Operasionalisasi bmi kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah,
maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti bpr syariah
dan bmt yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasional daerah.

Di samping itu, di tengan-tengah kehidupan masyarakat yang hidup serba berkecukupan


muncul kekhawatiran akan timbulnya pengikisan akidah. Pengikisan akidah ini bukan hanya
di pengaruhi aspek syiar islam tetapi juga di pengaruhi oleh lemahnya ekonomi masyarakat.
Oleh sebab itu, peran bmt agar mampu lebih aktif dalam memperbaiki kondisi tersebut.

Untuk mewujudkan masyarakat adil dan efisien, maka setiap tipe dan lapisan masyarakat
harus terwadahi, namun perbankan belum bias menyentuh semua lapisan masyarakat,
sehingga masih terdapat kelompok masyarakat yang tidak terfasilitasi yakni :

1) Masyarakat yang secara legal dan administrative tidak memenuhi kriteria perbankan.
Prinsip kehati-hatian yang di terapkan oleh bank menyebabkan sebagian masyarakat tidak
mampu terlayani. Mereka yang bermodal kecil dan penghindar resiko tersebut, jumlahnya
cukup signifikan dalam negara-negara muslim seperti indonesia, yang sebenarnya secara
agregat memegang dana yang cukup besar.
2) Masyarakat yang bermodal kecil namun memiliki keberanian dalam mengambil resiko
usaha. Biasanya kelompok masyarakat ini akan memilih reksadana atau mutualfound
sebagai jalan investasinya.
3) Masyarakat yang memiliki modal besar dan keberanian dalam mengambil resiko usaha.
Biasanya kelompok masyarakat ini akan memilih pasar modal atau investasi langsung
sebagai media investasinya.
4) Masyarakat yang menginginkan jasa keuangan non-investasi, misalnya pertanggungan
terhadap resiko kekurangan likuiditas dalam kasus darurat, kebutuhan dana konsumtif
jangka pendek, tabungan hari tua, dan sebagainya. Kesemua produk tersebut tidaklah
ditawarkan oleh perbankan (karena regulasi perbankan yang juga membatasinya). Sebagai
alternatifnya, kelompok masyarakat tersebut akan menggunakan jasa asuransi, pegadaian
dan dana pension sebagai pilihan investasinya.

A. Sejarah berdirinya BMT

Sebelum mengetahui sejarahnya, sebaiknya kita harus tahu apa itu bmt ? Bmt
singkatan dari baitul mal wa tamwil. Secara harfiah baitul mal berarti rumah dana dan

32
baitul tamwil berarti rumah usaha. Yang dimana baitul mal berfungsi untuk
mengumpulkan sekaligus menyalurkan dana yang non profit, seperti zakat, infak, dan
shodaqoh. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba, yakni
sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Pengertian bmt di atas
menegaskan bahwa bmt mempunyai dua jenis kegiatan, yakni baitul mal dan baitul
tamwil. Baitul mal menghimpun titipan dana zakat, infaq, dan shodaqoh, serta
menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan baitul tamwil
mengembangkan kegiatan usaha produktif dan investasi dalam rangka meningkatkan
kualitas ekonomi para pengusaha kecil-menengah dengan mendorong kegiatan usaha
menghimpun dana dan menyalurkannya kepada para pengusaha kecil-menengah.21
Sejarah bmt ada di indonesia, di mulai tahun 1984 di kembangkan mahasiswa itb di
masjid salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syariah
bagi usaha kecil. Kemudian bmt lebih di berdayakan oleh icmi (ikatan cendikiawan
muslim indonesia) sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh
pusat inkubasi bisnis usaha kecil (pinbuk). Bmt adalah lembaga keuangan mikro yang dan
kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum
fakir miskin.22

B. Regulasi (UU dan peraturan BMT)

A. Tata cara pendirian

Untuk mendirikan bmt, ada beberapa tahap yang perlu di perhatikan. Adapun tahap-
tahap tersebut sbb:

1) Pemrakarsa membentuk panitia penyiapan pendirian bmt (p3b) di lokasi


tertentu seperti masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan dan lain sebagainya.
2) P3b mencari modal awal atau modal perangsang sebesar rp 5.000.000 – rp
10.000.000 atau lebih besar mencapai rp 20.000.000 untuk segera memulai
langkah operasional. Modal awal ini dapat berasal dari perorangan, lembaga,
yayasan, bazis, pemda atau sumber-sumber lainnya. Atau langsung mencari
permodalan pendiri dari sekitar 20 orang sampai 44 orang di kawasan itu
untuk mendapatkan dana urunan hingga mencapai rp 20.000.000 atau minimal
rp 5.000.000
3) Jika calon pemodal telah ada maka dipilih pengurus ramping (3-5 orang) yang
akan mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan bmt.
4) Memilih 3 calon pengelola (minimal berpendidikan d3 dan lebih baik s1)
dengan menghubungi pusdiklat pinbuk provinsi atau kab/kota.
5) Melaksakan persiapan-persiapan sarana perkantoran dan formulir yang
diperlukan.
6) Menjalankan bisnis operasional bmt secara professional dan sehat.

21
Neni Sri Imaniyati, Aspek-Aspek Hukum BMT, Bandung, Citra Adtya Bakti, 2010, hal. 76
22
M. Amin Aziz, Tata Cara Pendirian BMT (Jakarta: PKES Publishing, 2008)

33
B. Permodalan

Agar bmt bias dijalankan dengan segera maka modal awal dapat berasal dari
satu atau beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan, kas masjid, atau bazis setempat.
Namun sejak awal anggota pendiri bmt harus terdiri antara 20-44 orang.

C. Perizinan

Pemberian izin pendirian baitul mal wa tamwil (bmt), sebagaimana di maksud


diatas dapat di lakukan sebagai berikut :

1. Permohonan pengesahan akta pendirian keperasi jasa keuangan syariah primer atau
sekunder yang anggotanya berdomisili di dua atau lebih provinsi, di ajukan kepada menteri
deputi bidang kelembagaan koperasi dan usaha kecil dan menengah, setelah terlebih dahulu
mendapatkan rekomendasi pejabat pada tingkat kab/kota tempat domisili koperasi yang
bersangkutan dan selanjutnya menteri mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta
pendiriannya.

2. Permohonan pengesahan akta pendirian keperasi jasa keuangan syariah primer atau
sekunder yang anggotanya berdomisili di beberapa kab/d/kota dalam satu provinsi, maka di
ajukan kepada instansi yang membidangi koperasi tinkat provinsi yang membawahi bidang
koperasi, dengan terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang membawahi
bidang koperasi yang bersangkutan. Selanjutnya pejabat tingkat provinsi mengeluarkan surat
keputusan pengesahan akta pendiriannya.

3. Permohonan pengesahan akta pendirian keperasi jasa keuangan syariah primer atau
sekunder yang anggotanya berdomisili dalam satu wilayah kab/kota di ajukan kepada instansi
yang membawahi bidang koperasi pada kab/kota setempat dan selanjutnya pejabat setempat
akan mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendiriannya.

4. Jawaban terhadap permohonan pengesahan akta pendirian koperasi jasa keuangan syariah
di keluarkan paling lambat dalam waktu (3) tiga bulan terhitung sejak diterimanya
permohonan pengesahan secara lengkap oleh pejabat.

5. Bagi instansi yang memberikan pengesahan akta pendirian diharuskan membuat catatan
dan atau data registrasi koperasi di wilayah masing-masing.

6. Pejabat mencatat pengesahan sebagaiman di maksud pada point 1,2, dan 3 ke dalam buku
daftar uum koperasi.

7. Tembusan surat keputusan pengesahan akta pendirian yang di keluarkan oleh instansi
tingkat kab/kota dan tingkat provinsi/di yang membawahi koperasi, di kirimkan kepada

34
deputi bidang kelembagaan koperasi dan usaha kecil menengah untuk di umumkan dalam
berita negara ri.

8. Pengesahan sebagaimana di maksud pada point 1,2, dan 3 berlaku sebagai izin usaha dan
koperasi jasa keuangan syariah yang bersangkutan dapat melakukan kegiatan usaha
pembiayaan.

D. Struktur organisasi

Struktur organisasi bmt

Rapat Anggota

Tahunan

(RAT)

PENGURUS
PINBUK/ABSINDO
INSTANSI PENDAMPING
Ketua,
TERKAIT
Sekretaris,dan
Bendahara

MANAGER
UMUM

Kasir/Teller

Penggalangan Pembukuan Pembiayaan


Dana

35
Definisi dan fungsi

Rapat anggota

Rapat anggota adalah rapat tahunan yang diikuti oleh para pendiri dan anggota
penuh bmt (anggota yang telah menyetor uang simpanan pokok dan simpanan wajib).
Fungsinya yakni merumuskan dan menetapkna kebijakan-kebijakan yang sifatnya umum
dalam rangka pengembangan bmt.

Pengurus

Kepengurusan bmt terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara yang


mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing. Fungsi dan tugas itu sebagai berikut :

1. Ketua, bertugas memimpin rapat anggota dan rapat pengurus.


2. Sekretaris, bertugas membuat serta memelihara berita acara yang asli dan lengkap dari
rapat anggota dan rapat pengurus.
3. Bendahara, bertugas bersama manajer operasional memegang rekening bersama (counter
sign) di bank syariah terdekat. Selain itu juga bertanggung jawab mengarahkan,
memonitor dan mengevaluasi pengelolaan dana oleh pengelola.

Pengelola, adalah pelaksana operasional harian bmt. Pengelola terdiri dari


manajer, pembiayaan, administrasi pembukuan, teller, dan penggalangan dana.

Manajer, bertugas memimpin operasional bmt sesuai dengan tujuan dan kebijakan
umum yang yang di gariskan oleh pengurus dan membuat rencana kerja tahunan, bulanan,
dan mingguan, yang meliputi : rencana pemasaran, rencana pembiayaan, rencana biaya
operasional, dan laporan penilaian kesehatan bmt.

Pembiayaan, bertugas melakukan pelayanan dan pembinaan kepada peminjam,


menyusun rencana pembiayaan, dan menerima berkas pengajuan pembiayaan.

Administrasi pembukuan, bertugas menangani administrasi keuangan, mengerjakan


jurnal dan buku besar, menyusun neraca percobaan, melakukan perhitungan bagi hasil/bunga
simpanan, dan menyusun laporan keuangan secara periodic.

Teller/kasir, bertugas bertindak sebagai penerima uang dan juru bayar (kasir) dan
membuat bukti penerimaan sesuai perintah manajer.

Penggalangan dana, bertugas untuk melakukan kegiatan penggalangan tabungan


anggota/masyarakat, menyusun rencana penggalangan tabungan, dan melakukan pembinaan
anggota penabung.

36
E. Kelembagaan

Bmt didirikan dalam bentuk ksm (kelompok swadaya masyarakat) atau koperasi.
Sebelum usahanya, kelompok swadaya masyarakat mestinya mendapatkan sertifikat operasi
dari pinbuk (pusat inkubasi bisnis usaha kecil). Sementara pinbuk itu sendiri mesti mendapat
pengakuan dari bank indonesia (bi) sebagai lembaga pengembangan swadaya masyarakat
(lpsm).

Penggunaan badan hukum ksm dan koperasi untuk bmt itu di sebabkan karena bmt
tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang di jelaskan uu nomor 7 tahun 1992
dan uu nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, yang dapat di operasikan untuk
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut undang-undang, pihak yang
berhak menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah bank umum dan bank
perkreditan rakyat, baik di operasikan dengan cara konvensional maupun dengan prinsip bagi
hasil. Namun demikian, kalau bmt dengan badan hukum ksm atau koperasi itu telah
berkembang dan telah memenuhi syarat-syarat bpr, maka pihak manajemen dapat
mengusulkan diri kepada pemerintah agar bmt dijadikan sebagai bprs ( badan perkreditan
rakyat syariah) dengan badan hukum koperasi atau perseroan terbatas.

F. Kegiatan usaha

Baitul mal wa tamwil merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang menjalankan
fungsi menghimpun dana dan menyalurkannya. Bmt dalam usaha penghimpun dana dari
masyarkat berupa simpanan mempunyai beberapa jenis usaha sebagai berikut:23

a. Simpanan biasa
b. Simpanan pendidikan
c. Simpanan haji
d. Simpanan umrah
e. Simpanan qurban
f. Simpanan idul fitri
g. Simpanan walimah
h. Simpanan aqiqah
i. Simpanan perumahan (pembangunan dan perbaikan)
j. Simpanan kunjungan wisata
k. Simpanan mudarabhah berjangka ( semacam deposito)

Sedangkan bmt dalam usaha menyalurkan dana kepada masyarakat berupa


pembiayaan mempunyai beberapa jenis usaha sebagai berikut:

23
Andri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)

37
a. Pembiayaan sewa barang (al-ijaroh)
b. Pembiayaan modal kerja (murabahah)
c. Pembiayaan bagi hasil (mudharabah)
d. Pembiayaan kerjasama (musyarakah)
e. Pembiayaan investasi (bai bi tsaman ajil)
f. Pembiayaan kebijakan (qhardul hasan)
g. Pembiayaan gadai (ar-rahn)

G. Perbedaan BUS, BPRS, dan BMT

Bmt merupakan dalah satu jenis lembaga keuangan non bank yang bergerak
dalam skala mikro sebagaimana koperasi simpan pinjam (ksp). Adapun bank umum
merupakan lembaga keuangan makro, sedangkan bank perkreditan rakyat (bpr) merupakan
lembaga keuangan menengah. Dari sekian banyak lembaga keuangan mikro seperti koperasi,
bkd dan lainnya. Selain itu, bmt merupakan lembaga keuangan mikro yang berlandaskan
syariah. Selain itu, bmt juga dapat di katakan sebagai salah satu lembaga swadaya masyarakat
(lsm) yang bergerak di bidang keuangan. Ini di sebabkan karena bmt tidak hanya bergerak
dalam pengelolaan modal saja, tetapi bmt juga bergerak di dalam pengumpulan zakat, infaq,
dan shodaqoh (zis). Ini merupakan sebuah konsekuensi dari namanya itu sendiri yaitu bait al-
mal wat tamwil yang merupakan gabungan dari kata baitul mal wa tamwil. Secara singkat,
bait al-mal merupakan lembaga pengumpulan dana masyarkat yang di salurkan tanpa tujuan
profit. Sedangkan bait at-tamwil merupakan lembaga pengumpulan dana (uang) guna di
salurkan dengan orientasi profit dan komersial.

Perbedaan bmt dan bank umum syariah (BUS) atau juga bank perkreditan rakyat
syariah ( BPRS) adalah dalam bidang pendampingan dan dukugan. Berkaitan dengan
dukungan, bus dan bprs terikat dengan peraturan pemerintah di bawah departemen keuangan
atau juga peraturan bank indonesia (BI). Sedangkan bmt dengan badan hokum koperasi,
secara otomatis di bawah pembinaan departemen koperasi dan usaha kecil dan menengah.
Dengan demikian, peraturan yang mengikat bmt juga dari departemen ini. Sampai saat ini
selain peraturan tentang koperasi dengan segala bentuk usahanya, bmt di atur secara khusus
dengan keputusan menteri negara koperasi dan usaha kecil menengah no.
19/kep/m.umkm/ix/2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi jasa
keuangan syariah. Dengan keputusan ini, segala sesuatu yang terkait dengan pendirian dan
pengawasan bmt berada di bawah departemen koperasi dan usaha kecil menengah.24

C. Konsep, mekanisme operasional serta produk BMT

1) Konsep BMT

Konsep BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah, merupakan konsep


pengelolaan dana (simpan-pinjam) di tingkat komunitas yang sebenarnya searah dengan

24
http//andhyzbaik.blogspot.co.id/2012/01/baitul-mal-wa-tamwil.htmlI?m=1 Di akses pada tanggal 21 maret
2017, pukul 17:05

38
konsep otonomi daerah yang bertumpu pada pengelolaan sumber daya di tingkat
pemerintahan (administrasi) terendah yaitu desa.

Adapun peran BMT dalam otonomi daerah yaitu sebagai berikut :

1. Mendukung pemerataan pertumbuhan

2. Mengatasi kesenjangan kota dan desa

3. Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil

4. Mengurangi capital outflow

5. Meningkatkan kemandirian daerah

2) Mekanisme operasional BMT

Adapun mekanisme operasional bmt, yaitu sebagai berikut :

1) Beberapa pemrakarsa yang mengetahui mengenai bmt menyampaikan dan


menjelaskan ide atau gagasan itu kepada rekan-rekannya termasuk apa itu
bmt, visi, misi tujuan dan usaha-usahanya. Sehingga para pemrakarsa dapat
bertambah.
2) Dengan berbekal modal awal, pengelola membuka kantor dan menjalankan
bmt, dengan giat menggalakkan simpanan masyarakat dan memberikan
pembiayaan pada usaha mikro dan kecil di sekitarnya.
3) Pembiayaan dengan menggunakan bagi hasil sesuai dengan akad. Dari bagi
hasil ini, pengelola membayar honor semampunya (bertahap dan membesar),
sewa kantor, listrik atk, dan lain-lain.
4) Yang paling penting adalah bahwa, dari bagi hasil ini pengelola membayar
pula bagi hasil kepada penyimpan dana, di usahakan lebih besar sedikit di
bandingkan dengan bunga pada bank konvensional.
5) Dengan memberikan bagi hasil kepada para penabung dan penjelasan yang
tepat tentang visi, misi, tujuan dan usaha-usaha bmt, kekayaan bmt akan
bertambah di imbangi dengan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil
semakin banyak dan lancer. Bmt akan semakin maju dan berkembang.

3) Produk BMT

Jenis-jenis usaha BMT sebenarnya di modifikasi dari produk perbankan islam. Oleh
karena itu, usaha bmt dapat di bagi kepada dua bagian utama, yaitu memobilisasi simpanan
dari anggota dan usaha pembiayaan. Bentuk dari usaha memobilisasi simpanan tersebut
antara lain berupa :

a. Simpanan biasa

39
b. Simpanan pendidikan
c. Simpanan haji
d. Simpanan umrah
e. Simpanan qurban
f. Simpanan idul fitri
g. Simpanan walimah
h. Simpanan aqiqah
i. Simpanan perumahan (pembangunan dan perbaikan)
j. Simpanan kunjungan wisata
k. Simpanan mudarabhah berjangka ( semacam deposito)

Sedangkan jenis usaha pembiaydiaan bmt lebih di arahkan pada pembiayaan usaha makro,
kecil bawah dan bawah. Diantara usaha pembiayaan tersebut adalah :

a. Pembiayaan sewa barang (al-ijaroh)


b. Pembiayaan modal kerja (murabahah)
c. Pembiayaan bagi hasil (mudharabah)
d. Pembiayaan kerjasama (musyarakah)
e. Pembiayaan investasi (bai bi tsaman ajil)
f. Pembiayaan kebijakan (qhardul hasan)
g. Pembiayaan gadai (ar-rahn).

40
DAFTAR PUSTAKA

Imaniyati, neni sri. 2010. Aspek-aspek hukum bmt. Bandung: citra adtya bakti.

Aziz, m. Amin. 2008. Tata cara pendirian bmt. Jakarta: pkes publishing.

Http//andhyzbaik.blogspot.co.id/2012/01/baitul-mal-wa-tamwil.htmli?M=1 di akses pada


tanggal 21 maret 2017, pukul 17:05

Sudarsono, andri. 2010. Bank & lembaga keuangan syariah. Jakarta: kencana prenada media
group.

41
PEGADAIAN SYARIAH

Oleh:

Annisa Nurlaila dan Muhammad Arsan Zaini

LATAR BELAKANG

Dalam dunia keuangan ada sebuah lembaga penyalur dana maupun penghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk gadai dan ini menjadi sebuah permasalahan yang cukup rumit
jika ditilik masyarakat awam adalah sebuah kesamaan antara pegadaian dan pegadaian
syariah.

A. Pengertian gadai (rahn)


Transaksi hukum gadai dalam fiqih islam disebut al-rahn. Kata al-rahn berasal dari
bahasa arab “rahana-yarhanu-rahnan” yang berarti menetapkan sesuatu. Secara bahasa
menurut abu zakariyya yahya bin sharaf al-nawawi (w. 676 h) pengertian al-rahn adalah al-
subut wa al-dawam yang berarti “tetap” dan “kekal”. Menurut taqqiyudin abu bakar al-
husaini (w. 829), al-rahn adalah al-subut “sesuatu yang tetap” dan al-ihtibas “menahan
sesuatu”.

Bagi zakariyya al-anshory (w.936), al-rahn adalah al-subut “tetap”. Pengertian “tetap”
dan “kekal” dimaksud, merupakan makna yang tercakup dalam kata al-habsu wa al-luzum
“menahan dan menetapkan sesuatu”. Dengan demikian, pengertian al-rahn secara bahasa
seperti yang terungkap di atas adalah tetap, kekal dan menahan suatu barang sebagai pengikat
utang.

Secara istilah menurut ibn qudamah (w. 629), pengertian al-rahn adalah al-mal al-ladhi
yuj‟alu wathiqatan bidaynin yustaufa min thamanihi in ta‟adhara istifa‟uhu mimman huwa
„alayh „suatu benda yang dijadikan kepercayaan atas utang, untuk dipenuhi dari harganya,
bila yang berhutang tidak sanggup membayar utangnya”.

Ulama shafi‟iyyah berpendapat bahwa al-rahn adalah ja‟lu ainin yajuza bay‟uha
washiqatan bidaynin yustaufa minha „inda ta‟adhuri wafaihi “menjadikan suatu barang yang
yang bisa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak
sanggup membayar hutangnya.”

Pengertian gadai juga dapat ditemukan dalam pasal 1150 kitab undang-undang hukum
perdata, gadai memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) gadai diberikan atas benda bergerak; (2)

42
gadai harus dikeluarkan dari perusahaan pemberi gadai; (3) gadai memberikan hak kepada
kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu; (4) gadai memberikan kewenangan
kepada kreditur untuk mengambil sendiri pelunasan utang tersebut. Karena itu makna gadai
dalam bahasa hukum perundang-undangan disebut sebagai barang jaminan, agunan, ruguhan,
cagar, dan tanggungan.25

Menurut s. M. Hasanuzzaman, “al-rahn meanse a pledge or a security related to a loan”


(al-rahn adalah suatu akad untuk keamanan pembayarn atas utang). Ia juga menyatakan
bahwa al-rahn dipergunakan untuk pengaturan suatu barang sebagai jaminan atas utang.
Barang jaminan atau agunan ini, lebih lanjut dikemukakan oleh dewan redaksi ensiklopedia
hukum islam (1997), dalam istilah bank disebut dengan collateral ini sejalan dengan al-
marhun yang berlaku dalam akad rahn yang dibicarakan ulama klasik. Yang dimaksud
collateral adalah dimaksudkan untuk mencegah kelalaian. Al-rahn merupakan persetujuan
untuk menyerahkan harta miliknya untuk dijadikan sebagai jaminan atau agunan.

B. Sejarah berdirinya

Pegadaian dikenal mulai dari eropa, yaitu negara italia, inggris dan belanda. Pengenalan
pegadaian sendiri di indonesia pada awal masuknya kolonial belanda, yaitu sekitar akhir abad
xix, oleh sebuah bank yang bernama van leaning. Bank tersebut memberi jasa pinjaman dana
dengan syarat penyerahan barang bergerak, sehingga bank ini pada hakikatnya telah
memberikan jasa pegadaian, pada awal abad 20-an pemerintah hindia-belanda berusaha
mengambil alih usaha pegadaian dan memonopolinya dengan cara mengeluarkan staatsblad
no.131 tahun 1901. Peraturan tersebut diikuti dengan pemberian rumah gadai resmi milik
pemerintah dan statusnya diubah menjadi dinas pegadaian sejak berlakunya staatsblad
no.226 tahun 1960.

Selanjutnya pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan
pegadaian di indonesia. Dinas pegadaian mengalami beberapa kali bentuk badan hukum
sehingga akhirnya pada tahun 1990 dinas pegadaian menjadi perusahaan umum (perum)
pegadaian melalui pp no.10 tahun 1990 tanggal 10 april 1990. Pada tahun 1960 dinas
pegadaian berubah menjadi perusahaan negara (pn) pegadaian. Pada tahun 1969 perusahaan

25
Ade sofyan mulazid, Kedudukan sistem pegadaian syariah dalam sistem hukum nasional indonesia,
(kementrian agama RI, 2012), Cet. I, hal-27

43
negara pegadaian diubah menjadi perusahaan negara jawatan (perjan) pegadaian, mempunyai
misi sosial dari pegadaian merupakan satu-satunya acuan yang digunakan oleh
manajemennya dalam mengelola pegadaian.

Pada saat ini pegadaian syariah sudah terbentuk sebagai sebuah lembaga. Ide
pembentukan pegadaian syariah selain karena tuntutan idealisme juga dikarenakan
keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syariah. Setelah terbentuknya bank, bmt, bpr
dan asuransi syariah maka pegadaian syariah mendapat perhatian oleh beberapa praktisi dan
akademisi untuk dibentuk dibawah suatu lembaga sendiri. Keberadaan pegadaian syariah atau
gadai syariah lebih dikenal sebagai bagian dari produk yang ditawarkan oleh bank syariah,
dimana bank syariah menawarkan kepada amsyarakat bentuk penjaminan barang guna
mendpatkan pembiayaan, namun sekarang lagi pegadaian syariah ada berdiri mandiri.26

C. Regulasi (uu & peraturan pegadaian syariah) tata cara pendirian, permodalan,
perizinan, struktur organisasi, kelembagaan, kegiatan usaha, perbedaan antara
pegadaian syariah dan pegadaian konvensional.

Peraturan yang mengatur pegadaian syariah dalam uu belum saya temukan yang
mana belum adanya regulasi yang mengatur secara otonom atas usaha tersebut. Tapi
yang tersedia uu dalam mengaturnya pegadaian syariah melalui jalur perbankan syariah
yaitu uu no.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, namun peraturan pemerintah (pp)
ada mengatur tentang pegadaian syariah yaitu peraturan pemerintah no.51 tahun 2011
tentang perubahan bentuk badan hukum perum pegadaian menjadi perusahaan perseroan
(persero). Pp no.51 ini telah ditetapkan oleh presiden susilo bambang yudoyono, di
jakarta pada tanggal 13 desember 2011. Adapun materi muatan pp ini terdiri dari enam
pasal dan enam ayat. Sedangkan pasal yang mengatur pegadaian syariah hanya terdapat
pada pasal 2 ayat (1) yang berbunyi:

“maksud dan tujuan pegadaian adalah untuk melakukan usaha di bidang gadai
dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya dibidang
keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk

26
Dessy Natalia, Pegadaian Syariah:Teori dan aplikasi pada perum pegadaian di indonesia, Tugas akhir mata
kuliah ekonomi syariah, 2009

44
masyarakat, dan usaha menengah, serta optmalisasi pemanfaatan sumber daya
perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas (pt)”.27

Bentuk badan hukum sendiri harus (1) perseroan terbatas, (2) koperasi, yang mana
merupakan sebuah kelembagaan keuangan. Saham atau permodalan harus dimiliki oleh
(1) warga negara indonesia, (2) badan hukum indonesia, (3) negara republik indonesia,
(4) pemerintah daerah, ketentuan modal pada pasal 3 ayat 1, 2, 3 yaitu ketentuan modal
disetor perusahaan pergadaian ditentukan berdasarkan lingkup wilayah usaha yaitu
kabupaten/kota atau provinsi. Jumlah modal disetor perusahaan pergadaian sebagaimana
dimaksud pada ayat sebelumnya ditetapkan paling sedikit: a. Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) untuk lingkup wilayah usaha kabupaten/kota, dan b. Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) untuk wilayah provinsi. Modal disetor
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bagi, a. Perusahaan pergadaian yang berbadan hukum
perseroan terbatas adalah modal disetor atau, b. Perusahaan pergadaian yang berbadan
hukum koperasi adalah simpanan pokok dan simpanan wajib.

Perizinan usaha pada bagian pertama, perizinan usaha perusahaan pergadaian swasta
pada pasal 4, (1) perusahaan pergadaian swasta melakukan kegiatan usaha pergadaian
setelah mempunyai izin usaha dari ojk. (2) untuk memperoleh izin usaha dari ojk, direksi
atau pengurus perusahaan pergadaian swasta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus
mengajukan izin usaha pada ojk dengan menggunakan format surat sebagaimana
tercanum dalam lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
peraturan ojk ini dan harus dialmpir.

Penyelenggaraan pergadaian swasta melakukan kegiatan usaha (pasal 7 ayat 1),


menyalurkan uang pinjaman dengan menerima barang bergerak yang dibebani jaminan
gadai; dan kegiatan usaha lain atas persetujuan ojk. Dengan keterangan termasuk
kegiatan usaha yang merupakan bagian dari usaha pergadaian adalah penyediaan jasa
penitipan barang berharga dan jasa taksir terhadap kualitas barang jaminan. Ayat 2
menjelaskan bahwa pada ayat 1 bisa dimaksud dalam pergadaian swasta prinsip syariah.
Ayat 3 prinsip tersebut meliputi „adl, keseimbangan (tawazun), kemaslahatan

27
Ade sofyan mulazid, Kedudukan sistem pegadaian syariah dalam sistem hukum nasional indonesia,
(kementrian agama RI, 2012), Cet. I, hal-107

45
(maslahah), dan universalisme (alamiyah), tidak adanya gharar, maysir, riba, zhulm,
risywah, dan objek haram yang bertentangan dengan ketentuan hukum islam.28

Struktur organisasi pegadaian syariah29 yaitu:

Perbedaan pegadaian konvensional dan pegadaian syariah

Diawal ini kami akan terlebih dahulu merincikan perbedaannya dari sudut pandang
pegadaian dimana:

1. Tanpa bunga dan halal30


Kelebihan pegadaian syariah salah satunya yaitu tanpa bunga, sebagaimana dinnyatakan
dalam surat edaran direksi perum pegadaian dinyatakan bahwa perum pegadaian (pada saat
itu masih berbentuk badan hukum perum) dapat melakukan usaha rahn. Pada posisi perum
pegadaian sebagai mu‟ajir ia memiliki hak untuk: (a)memungut biaya pengelolaan tempat
penyimpanan, (b) menjaga keamanan, dan (c) memelihara barang milik rahin. Hal tersebut
terjadi karena akad yang dipergunakan adalah akad ijarah (sewa penyimpanan barang).
Ijarah ini merupakan istilah biaya peminjaman utang untuk pegadaian syariah. Sedangkan
istilah biaya peminjaman utang yang digunakan oleh perum pegadaian tidak memungkinkan
untuk diterapkan pada pegadaian syariah. Biaya peminjaman utang ini disebabkan tidak
28
Otoritas jasa keuangan Republik Indonesia, Rancangan peraturan otoritas jasa keuangan, Nomor
/POJK.05/2015,
29
Seputarpegadaiansyariah.blogspot.com/2014/10/struktur-organisasi.html, minggu 26 maret 2017
30
Ade sofyan mulazid, Kedudukan sistem pegadaian syariah dalam sistem hukum nasional indonesia,
(kementrian agama RI, 2012), Cet. I, hal-58

46
selaras dengan akad yang ditetapkan karena akan menimbulkan terjadinya kesalahpahaman
dan perbedaan persepri bagi pengelola usaha rahn. Sebagaimana surat edaran di atas, perum
pegadaian mengganti istilah biaya peminjaman utang ini menjadi tarif ijarah.

Menurut fatwa dsn, dengan akad ijarah ini kegiatan usaha rahn(gadai) tidak
memungkinkan mengenakan biaya peminjaman utang dalam bentuk bunga dari barang yang
digadaikan. Untuk itu, keuntungan pegadaian syariah didapat dari ongkos dan biaya yang
dikenakan atas sewa: (a) tempat penitipan, (b) pemeliharaan, (c) penjagaan, dan (d)
penaksiran barang. Keuntungan pegadaian syariah secara general ditentukan oleh besarnya
nilai (harga) barang yang disimpan sesuai dengan pengeluaran biaya yang wajar dan benar-
benar terjadi. Menurut sayrif hidayatulah, biaya ijarah (sewa penyimpanan barang) bersifat
fluktuasi (tidak fix) setiap bulannya. Dengan kata lain, biaya ijarah sangat dipengaruhi oleh
nilai (biaya pinjaman) di pegadaian konvensional. Selama ini, strategi yang dilakukan oleh
pegadaian syariah dalam menangani tingginya biaya ijarah adalah dengan cara mengeluarkan
kebijakan diskon ijarah kepada nasabah sehingga biaya penyimpanan menjadi terjangkau.
Lain halnya dengan biaya gadai emas diperbankan syariah yang bersifat flat, yaitu sebesar
4% selama dua bulan.

Adapun perolehan keuntungan pegadaian konvensional, menurut wasis juhar di dapat


dari “bunga gadai”. Bunga gadai iini merupakan sumber pokok dari pendapatan usaha
pegadaian konvensional, sehingga penetapan bunga gadai mencapai 14% per empat bulan,
ditambah biaya asuransi 0,5% dari jumlah pinjaman.31

2. Pengembalian kelebihan lelang barang jaminan


Dalam hal penyelesaian ongkos dan biaya penyimpanan barang jaminan, apabila rahin
tidak mampu membayar setelah diperpanjang masa pembayaran dan tidak melakukan
perpanjangan, maka barang jaminannya akan dilelalng secara resmi kepada masyarakat.
Menurut ketentuan lelang, baik dipegadaian syariah maupun pegadaian konvensional, proses
lelang akan dilakukan melalui perusahaan yang telah ditunjuk oelh pemerintah, yaitu pt balai
lelang artha gasia (blag).

Berdasarkan praktik lelang di pegadaian syariah apabila hasil penjualan barang lelang itu
terdapat kelebihan, maka sisanya harus dikembalikan kepada rahin. Namun apabila uang

31
Ibid, hal 58-61

47
kelebihan tidak diambil selama satu tahun, maka uang tersebut akan diserahkan kapada
lembaga zis (zakat, infaq, dan shadaqah) sebagai ta‟zir (denda). Begitupun sebaliknya
apabila harga penjualan barang jaminan kurang dari jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan,
maka rahin harus menanggung kekurangannya. Sedangkan praktik lelang di pegadaian
konvensional, apabila ada sisa dari harga pelelangan barang jaminan maka tidak
dikembalikan kepada rahin, akan tetapi menjadi milik pegadaian konvensional yang
selanjutnya digunakan untuk kegiatan bisnis lainnya.

3. Akomodatif atas keanekaragaman jenis barang jaminan


Menurut deddy kusdedi, jenis barang yang dapat dijaminkan dalam pegadaian
konvensional adalah jenis barang bergerak, namun barang tersebut memiliki nilai jual atau
dapat diperjualbelikan dan tidak menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Sedangkan dalam
islam, barang jaminan berlaku untuk semua benda yang dapat dijual, baik benda bergerak
maupun tidak bergerak. Hal ini didukung oleh hri sudarsono yang menyatakan bahwa
pegadaian syariah harus akomodatif dibandingkan dengan pegadaian konvensional terutama
dalam masalah ragam jenis barang jaminan. Seperti menerima jaminan yang berhubungan
dengan sawah, kebun, hewan ternak seperti domba, kerbau, sapi, kuda yang sering kali
diabaikan oleh pegadaian konvensional.32 jadi barang agunan tidak hanya bpkb atau barang
bergerak saja, inilah yang menjadi pembeda juga pegadaian dengan pegadaian syariah.

4. Pengawasan oleh dps dan dsn-mui


Secara organisasi, pegadaian syariah memiliki struktur yang sama dengan pegadaian
konvensional, misalnya dalam hal ini terdapat komisaris, direksi, manajer dan lain
sebagainya, tetapi unsur yang membedakan adalah keharusan adnya dewan pengawas syariah
(dps). Dps inilah yang bertugas mengawasi operasional pegadaian dan produk-produknya
agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dalam melaksankan fungsinya, dps wajib tunduk dan
patuh mengikuti fatwa dsn sebagaimana yang telah diatur dalam surat keputusan direksi
perum pegadaian.

32
Ibid, hal 61-63

48
Dsn itu sendiri menurut keputusan dsn-mui no.10 tahun 2000 adalah sebuah institusi
yang berada dibawah mui yang memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang
produk dan jasa dalam kegiatan ekonomi syariah.

Kanny hidaya berpendapat bahwa keberadaan dps dalam mengawasi pelaksanaan


kegiatan ekonomi syariah yang sngat penting da strategis karena salah satu tugasnya adalah
untuk meluruskan apabila ada penyimpangan-penyimpangan dalam operasionalnya sehingga
kegiatan usaha gadai tersebut tetap berjalan sesuai jalur syariah. Selain itu, keberadaan dps
juga dapat menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat terhadap usaha pegadaian syariah.
Dimana dps tidak dikenal dalam pegadaian konvensional.

5. Penyelesaian perselisihan (persengketaan) oleh basyarnas dan peradilan agama


Masuk pada fatwa dsn dalam hal keputusan dan ketetapan pada poin ketiga, jika salah
satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara keuda belah
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syari‟ah nasional
(basyarnas). Selain itu juga dinyatakan dalam fatwa dsn keputusan dan ketetapan poin
keempat, apabila tidak tercapai kesepakatan di antara para pihak yang bersengketa, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui basyarnas atau melalui peradilan agama.33

Dengan berlakunya uu no.3 tahun 2006 tentang perubahan atas uu no. Tahun 1989
tentang peradilan agama dan uu no.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah disebutkan
apabila terjadi sengketa dibidang pegadaian syariah, maka alternatif penyelesaiannya dapat
dilakukan melalui peradilan agama atau basyarnas. Hal ini merujuk pada ketentuan pasal 49
berikut penjelasannya pada huruf (i) uu peradilan agama tersebut dan pasal 55 ayat (1) uu
perbankan syariah. Sedangkan untuk penyelesaian persengketaan di bidang pegadaian
konvensional dapat dilakukan melalui peradian umum atau badan arbitrasi nasional indonesia
(bani).

No Pegadaian syariah Pegadaian konvensional

1 Kegiatan usahanya tidak Kegiatan usahanya menerapkan


menerapkan sistem bunga dan

33
Ibid, hal 63-64

49
objeknya halal sistem bunga

2 Kelebihan lelang barang jaminan Kelebihan lelang barang jaminan


dikembalikan tidak dikembalikan

3 Akomodatif atas keanekaragaman Tidak akomodatif atas


jenis barang jaminan keanekaragaman jenis barang
jaminan

4 Pengawasan oleh dps dan dsn-mui Tidak dibawah pengawasan dps


dan dsn-mui

5 Penyelesaian perselisihan Penyelesaian perselisihan oleh


(persengketaan) oleh basyarnas badan arbitrasi nasioanal
dan peradilan agama indonesia (bani) dan peradilan
umum

Tabel 1.0 perbedaan pegadaian syariah dan pegadaian konvensioanal34

D. Konsep, mekanisme dan operasional serta produk pegadaian syariah

Konsep lembaga gadai syariah mengacu pada syariah islam yang bersumber dari naas
yaitu:

1). Al-qur‟an
283. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah
ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada allah tuhannya; dan janganlah kamu (para
saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

34
Ibid, hal 64-65

50
[180]. Barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak
percaya mempercayai.

2). Hadits
“aisyah r.a berkata bahwa rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan
menjaminkan kepadanya baju besi”. (hr. Bukhori dan muslim). Konsep operasi pegadaian
syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan
efektivitas yang diselaskan dengan nilai islam.

Mekanisme, sistem operasional serta beberapa produk di pegadaian syariah yaitu:

a). Pembiayaan rahn35


Pembiayaan rahn (gadai syariah) ini adalah produk pembiayaan yang agunannya
berupa barang perhiasaan, elektronik atau kendaraan bermotor. Prosedor atau mekanisme
produk ini nasabah atau debitur membawa agunan ke oulet pegadaian, proses pinjaman
yang membutuhkan +- 15 menit, pinjaman (marhum bih) mulai dari 50 rb smpai 200 jta
atau lebih, jangka waktu pinjaman maks 4 bulan dan dapat diperpanjang dengan cara
membayar ijarah atau mengangsur sebagian uang pinjaman, pelunasan dapat dilakukan
sewaktu-waktu dengan perhitungan ijarah selama pinjaman, tanpa perlu membuka
rekening, nasabah menerima pinjaman dalam bentuk tunai dan barang agunan tersimpan
aman di pegadaian. Sistem operasionalnya bisa dengan fotokopi ktp atau identitas resmi
lainya, menyerahkan barang agunan, kalau benda bergerak bisa membawa bpkb dan stnk
asli.

Ada sebuah kasus begini, seseorang nyicil emas lalu emas itu dijual oleh pihak
pegadaian syariah tetapi si penyicil membayar fee sewa tempat, disini ada
ketidakseimbangan, lalu setelah lunas diberikan emas kepada penyicil dengan emas yang
baru pada saat dia telah lunas. Disini dilihat adalah sebuah praktik mengadopsi fractional
reserve, bayar sewa tempat sedangkan emas tidak ada dan setelah dikonfirmasi pihak
pegadaian tidak bisa menimbun emas. Seharusnya pihak pegadaian transparan bahwa
emas dijual dulu jika lunas akan disiapkan dan seharusnya akadnya murabahah bukan
akad tabaru‟ lagi.
35
Pegadaiansyariah.co.id minggu 26 maret 2017

51
Karena begini konsepnya:

Barang agunan Taksiran Fee sewa tempat

Jadi apabila suatu perum pegadaian syariah menaksir suatu emas 1 gram adalah 565.000
dan fee sewa tempat dan pemeliharaan keamaannya perbulan 25000 dengan pinjaman
700.000, maka berbeda dengan penjagaan 10 gram emas ditaksir oleh pegadaian dapat
meminjamkan uang sebesar 7000.000 dengan fee sewa tempat perbulan adalah 50.000 karena
ditilik disini transparansi nya berupa nominal dan bukan persentasi seperti konvensional dan
juga perbedaan harga fee terletak pada penjagaan keamanan emas, semakin berat timbangan
emas semakin sulit keamanan yang dijaga, karena dikhawatirkan apabila hilang maka pihak
pegadaian syariah yang harus bertanggung jawab, meski tempat penyimpanan berukuran
sama antara 1 gram emas dengan 10 gram emas.

Oleh sebab itu, pegadaian syariah yang satu berbeda regulasinya dengan pegadaian
syariah yang lainnya bisa saja berbeda fee sewa, tetapi yang jelas apabila terlihat dalam
formulir ada persentasi fee dari taksiran agunan untuk pinjaman sekian maka itu tidak
diperbolehkan karena harusnya nominal. Dan setiap pegadaian syariah juga menaksir barang
agunan tersebut dan berbeda pula fee sewa tempat. Karena taksiran barang agunan
berbanding lurus dengan fee sewa tempat, tidak bisa disamakan fee sewa tempat dengan
pinjaman 1 juta dengan 10 juta pinjaman, dan kalau disamakan orang bisa meminjam 1
milyar yang mana agunan 2 gram emas karena fee sewa tempat sama dengan pinjaman 1 juta
dengan agunan 2 gram emas.

b). Amanah
Pembiayaan amanah dari produk pegadaian syariah adalah sebuah pembiayaan
berprinsip syariah kepada karyawan tetap maupun pengusaha mikro, untuk memiliki
motor atau mobil dengan cara angsuran, mulai dari 12 bulan sampai 60 bulan.

c). Arrum
Pembiayaan arrum (ar rahn untuk usaha mikro) pada pegadaian syariah
memungkinkan para pengusaha mikro melakukan pembiayaan untuk mendapatkan
modal usaha dengan jaminan kendaraan. Dengan mu‟nah perbulan (biaya pemeliharaan

52
jaminan) hanya 0,7% dari nilai jaminan. Dengan jangka waktu pinjaman 12,18,24,36
bulan.

d). Mulia
Mulia adalah layanan penjualan emas batangan kepada masyarakat dari pegadaian
syariah secara tunai atau angsuran dengan proses mudah dan jangka waktu yang
fleksibel. Dan dapat dijadikan investasi yang aman untuk masyarakat.

e). Tabungan emas


Tabungan emas adalah sebuah layanan pembelian emas dan penjualan emas dengan
fasilitas titipan (wadiah) dengan harga yang terjangkau. Fasilitas titipan emas perbulan
adalah rp 2500, yang disimpan adalah dalam satuan gram emas, apabila terjadi
penurunan harga emas maka itu diluar kuasa pegadaian syariah karena itu adalah
titipan.36

f). Konsinyasi emas


Konsinyasi emas adalah layanan titip-jual emas batangan di pegadaian sehingga
menjadikan invenstasi emas milik nasabah lebih aman karena disimpan di pegadaian.
Keuntungan dari hasil penjualan emas batangan diberikan kepada nasababh, oleh sebab
itu juga emas yang dimiliki lebih produktif, dan merupakan pembayaran bagi hasil.

g). Multi pembayaran online


Multi pembayaran online (mpo) melayani pembayaran berbagai tagihan seperti
listrik, telpon/ pulsa ponsel, air minum, pembelian tiket kereta api, dan lain sebagainya
secara online. Dimana produk ini tanpa harus membuka rekening kepada pegadaian
syariah.

H). Arrum haji

Pembiayaan arrum haji adalah sebuah layanan yang memberikan kepada masyarakat
berupa pendaftaran dan pembiayaan haji, dengan jaminan emas minimal rp 7 juta plus
bukti sa bpih spph dan buku tabungan haji, uang pinjaman rp 25 juta dalam bentuk
tabungan haji.37 di sini emas ditaksir dahulu untuk memperoleh pinjaman.

36
ibid
37
Ibid.

53
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Mulazid, ade sofyan. Kedudukan sistem pegadaian syariah dalam sistem hukum nasional
indonesia. ( kementrian agama ri,2012).

Literatur

Natalia, dessy. Pegadaian syariah:teori dan aplikasi pada perum pegadaian di indonesia.
Tugas akhir mata kuliah ekonomi syariah. 2009.

Otoritas jasa keuangan republik indonesia. Rancangan peraturan otoritas jasa keuangan.
Nomor /pojk.05/2015.

Internet

Pegadaiansyariah.co.id minggu 26 maret 2017.

Seputarpegadaiansyariah.blogspot.com/2014/10/struktur-organisasi.html, minggu 26
maret 2017.

54
ASURANSI SYARIAH
Oleh:
Muhammad Anshory dan Noorfitriana

LATAR BELAKANG

Pada saat ini di indonesia, telah banyak lembaga keuangan yang beroperasi dengan

berprinsipkan islami atau syariah. Perkembangannya yang sangat pesat dan sudah banyak

diminati oleh masyarakat indonesia yang mayoritas beragama islam. Dengan tingginya minat

masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah belakangan sudah mulai berkembang

perusahaan asuransi yang berprinsipkan syariah.38

Perkembangan asuransi di indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat

pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik

bagi masyarakat maupun perusahaan. Indonesia merupakan negara, di mana mayoritas

penduduknya adalah pemeluk agama islam. Namun demikian, perkembangan produk-produk

dengan prinsip syariah baru berkembang kurang lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya

adalah produk asuransi syariah. Seiring dengan perkembangan berbagai program syariah

yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan asuransi yang saat ini

juga menawarkan program asuransi syariah.39

Asuransi syariah merupakan bidang bisnis asuransi yang cukup memperoleh perhartian

besar di kalangan masyarakat indonesia. Sebagai bisnis asuransi alternatif, asuransi syariah

boleh dikatakan relatif baru dibandingkan dengan bidang bisnis asuransi konvensional.

kebaruan bisnis asuransi syariah adalah pengoperasian kegiatan usahanya berdasarkan

38
Kharisnavina, “Makalah Takaful (Asuransi Syariah)”, diakses dari
http://kharisnavina.wordpress.com/2015/06/27/makalah-takafulasuransi-syariah/.html?m=1, pada tanggal 24
Maret pukul 2017 21.32.
39
Ahmad Sopian, “Makalah Asuransi Syariah”, diakses dari
http://www.academica.edu/12190497/Makalah_Asuransi_Syariah.html?m=1, pada tanggal 24 Maret 2017 pukul
21.20.

55
prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari al-qur‟an dan hadits serta fatwa para ulama

terutama yang terhimpun dalam majelis ulama indonesia (mui).40

kajian tentang asuransi sangat menarik sekali diantara prinsip ekonomi syariah lainnya.

kajian mengenai asuransi syariah terlahir satu paket dengan kajian perbankan syariah, yaitu

sama-sama muncul kepermukaan tatkala dunia islam tertarik untuk mengkaji secara

mendalam apa dan bagaimana cara mengaktualisasikan konsep ekonomi syariah.41

A. pengertian asuransi syariah

definisi asuransi beragam dan secara sepintas tidak ada kesamaan definisi satu dengan
yang lainnya. masing-masing definisi mempunyai sudut pandang masing-masing dalam
memandang asuransi.42 menurut undang-undang nomor 2 tahun 1992, asuransi didefinisikan
sebagai berikut: asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.43 dalam kamus besar bahasa indonesia asuransi
diartikan perjanjian pihak yang satu akan membayar pada pihak yang lain ganti rugi bila
terjadi kecelakaan, kebakaran, kematian, dsb.44

sementara dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta‟min, penganggung disebut


mu‟ammin, sedangkan tertanggung disebut mu‟amman lahu atau musta‟min. at-ta‟min

40
Mila Febriani, “Makalah Asuransi Syariah”, diakses dari
http://febrianimila98.blogspot.co.id/2016/11/makalah-asuransi-syariah.html?m=1, pada tanggal 24 Maret 2017
pukul 21.50.
41
, “Makalah Asuransi Syariah”, diakses dari http://makalahsekolahan.blogspot.co.id/2015/05/makalah-
asuransi-syariah.html?m=1, pada tanggal 24 Maret 2017 pukul 21.36.
42
Nisrina Muthohari, Panduan Praktis Membeli & Menjual Asuransi, (Yogyakarta: Buku Pintar, 2012),
hal. 7.
43
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah: Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi Konvensional,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), hal. 5-6.
44
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, (Jakarta: Pustaka Amani, 2006), hal. 19.

56
diambil dari kata amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan
bebas dari rasa takut.45

menurut musthafa ahmad zarqa, makna asuransi secara istilah adalah kejadian. adapun
metodologi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya, asuransi adalah cara
atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang
beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam
aktivitas ekonominya.46

menurut fatwa dsn. no. 21/dsn-mui/x/2001. asuransi syariah (ta‟amin, takaful atau
tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/
pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.47

B. sejarah berdirinya asuransi syariah

konsep asuransi syariah berasal dari budaya suku arab dengan sebutan al-aqilah hingga
zaman nabi muhammad saw. konsep tersebut tetap diterima dan menjadi bagian dari hukum
islam, hal tersebut tercantum dalam hadist nabi muhammad saw.: diriwayatkan oleh abu
hurairah ra., dia berkata: berselisih dua orang wanita dari suku huzail, kemudian salah satu
wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita
tersebut beserta janin yang dikandungnya. maka ahli waris dari wanita yang meninggal
tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada rasulullah saw., maka rasulullah saw.
memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang
budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan
uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki). (hr.
bukhari).48

sejak zaman rasulullah saw. hingga saat ini kaum muslimin memiliki peran penting
dalam mengenalkan sistem asuransi kepada dunia. pada tahun 200 h., banyak pengusaha
muslim yang memulai merintis sistem takaful, sebuah sistem pengumpulan dana yang akan
digunakan untuk menolong para pengusaha satu sama lain yang sedang menderita kerugian;

45
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dan Sistem Operasional,
(Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 28.
46
Ibid., hal. 29.
47
Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011),
hal. 36.
48
Ibid., hal. 3.

57
seperti ketika kapal angkutan barang menabrak karang dan tenggelam, atau ketika seseorang
dirampok yang mengakibatkan kehilangan sebagian atau seluruh hartanya. istlah tersebut
lebih dikenal dengan nama “sharing of risk”.49

pada dekade 70-an di beberapa negara islam di negara-negara yang mayoritas


penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu kepada
nilai-nilai islam dan terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan islam. pada tahun 1979
faisal islamic bank of sudan memprakarsai berdirinya perusahaan asuransi syariah islamic
insurance co. ltd., di sudan dan islamic insurance co. ltd., di arab saudi. keberhasilan asuransi
syariah ini kemudian diikuti oleh berdirinya dar al-mal al-islami di geneva, swiss dan takaful
islami di luxemburg, takaful islam bahamas di bahamas dan al-takaful al-islami di bahrain
pada tahun 1983. di malaysia, syarikat takaful sendirian berhad berdiri pada tahun 1984. di
asia sendiri, asuransi syariah pertama kali diperkenalkan di malaysia pada tahun 1985 melalui
sebuah perusahaan asuransi jiwa bernama takaful malaysia, selanjutnya diikuti oleh negara-
negara lain seperti brunei, singapura, dan indonesia. hingga saat ini asuransi syariah semakin
dikenal luas dan diminati oleh masyarakat dan negara-negara muslim maupun non-muslim.50

C. regulasi (uu & peraturan asuransi syariah) tata cara pendirian, permodalan, kegiatan
usaha, perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.

1. regulasi (uu & peraturan asuransi syariah) tata cara pendirian.


a. undang- undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian.

b. peraturan pemerintah no. 63 tahun 1999 tentang perubahan atas peraturan

pemerintah no. 73 tahun 1992.

c. undang- undang no. 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas

d. keputusan menteri keuangan republik indonesia no. 422/kmk.06/2003 tentang

penyelenggaran usaha perusahaan asuransi dan perasuransian reasuransi.

e. surat keputusan menteri keuangan republik indonesia no. 424/kmk. 06/2003

tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dengan pasal 18 mengenai

49
Ibid., hal. 5.
50
Abdullah Amrin, loc. cit.

58
jenis, penilaian dan batasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan

reasuransi dengan prinsip syariah.

f. surat keputusan menteri keuangan republik indonesia no. 426/kmk.06/2003

tentang perizinan dan kelembagaan perusahaan asuransi.

g. fatwa dewan syariah nasional no. 21, 52, 53, 54, dan 81.

h. keputusan dewan syariah nasional no. 02 tahun 2000 tentang petunjuk dan

pelaksanaan penetapan anggota dewan pengawas syariah pada lembaga

kuangan syariah.

i. pmk 227 dan 228 tentang revisi pmk 18/ 2010 dan pmk 11/ 2011.51

2. permodalan.
dalam rangka memperkuat dan menyehatkan perasuransian di indonesia, maka
pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 39
tahun 2008 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 73 tahun
1992 tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. berdasarkan pp. no. 39 tahun
2008, pasal 6 ayat 2 ditetapkan modal disetor minimum bagi perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi yang menyelenggarakan seluruh kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut:
1) rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), bagi perusahaan asuransi;
2) rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), bagi perusahaan reasuransi.

sedangkan pada pasal 6d ditetapkan modal kerja minimum unit syariah dari
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi adalah sebagai berikut:

1) rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) bagi unit syariah dari
perusahaan asuransi;
2) rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) bagi unit syariah dari
perusahaan reasuransi.52

51
Idafitri Sania, “Regulasi Asuransi Syariah”, diakses dari
http://sebicommunity.blogspot.com/2013/03/regulasi-asuransi-syariah.html?m=1, pada tanggal 25 Maret 2017
pukul 21.00.
52
Amir Kusnanto, “Premi, Klaim, Investasi, dan Permodalan Asuransi Syariah”, diakses dari
http://blog.stie-mce.ac.id/amirkusmanto/2012/12/13/premi-klaim-investasi-dan-permodalan-asuransi-syariah-
oleh-amir-kusmanto.html?m=1, pada tanggal 25 Maret 2017 pukul 21.45.

59
3. kegiatan usaha.
berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian
pasal 3 bahwa jenis usaha perasuransian dan usaha penunjangnya adalah sebagai
berikut:
a. pembagian usaha asuransi
1) usaha asuransi kerugian yaitu jenis penanggulangan risiko atas kerugian,
kehilangan manfaat, dan tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga, yang
timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
2) usaha asuransi jiwa yaitu memberikan jasa dalam penanggulangan risiko
yang dikaitkan dengan hidup atau meniggalnya seseorang yang
dipertanggungkan.
3) usaha reasuransi yaitu memberikan jasa dalam pertanggung ulang terhadap
risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan
asuransi jiwa.53

4. perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional konsep.


ada tujuh perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi
konvensional. perbedaan tersebut adalah:
a. asuransi syariah memiliki dewan pengawas syariah (dps) yang bertugas
mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. dewan
pengawas syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
b. akad yang dilaksakan pada asuransi syariah berdasarkan tolong-menolong.
sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli.
c. investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudharabah).
sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan
perhitungan investasinya.
d. kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta. perusahaan
hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. pada asuransi
konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan. sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.

53
Saladin, “Jenis-Jenis Usaha Asuransi”, diakses dari http://www.merakom.xyz/2016/12/jenis-jenis-usaha-
asuransi-prinsip.html?m=1, pada tanggal 24 Maret pukul 2017 22.30.

60
e. dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengelanl dana hangus seperti
yang terdapat pada asuransi konvensional. jika pada masa kontrak peserta
tidak dapat menlanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri
sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil
kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru‟.
f. pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana tabarru‟ (dana
kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada
penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara
peserta bila terjadi musibah. sedangkan pada asuransi konvensional
pembayaran klaim diambil dari rekening dan perusahaan.
g. pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dengan
peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proposi yang telah ditentukan.
sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik
perusahaan.54

D. konsep dan produk asuransi syariah.

1. konsep asuransi syariah.


konsep asuransi syariah berdasarkan konsep takaful yang merupakan
perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. takaful yang
berarti saling menanggung/ memikul risiko antarumat manusia merupakan dasar
pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. saling pikul risiko ini dilakukan
atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang
mengeluarkan dana kebajikan (tabarru) yang ditujukan untuk menanggung risiko
tersebut. asuransi syariah (ta‟min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan tabarru yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan
syariah. fatwa dsn no. 21/dsn-mui/x/2001. prinsip utama dalam peransuransian
syariah adalah ta‟awanu „alal birri wa al-taqwa (tolong-menolonglah kamu dalam
kebaikan dan takwa) dan at-takmin (rasa aman). prinsip ini menjadikan para
anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan

54
Administrator, “perbedaan asuransi syariah dan konvensional”, diakses dari
http://www.asuransisyariah.net/2008/08/perbedaan-asuransi-syariah-dan.html?=1, pada tanggal 26 Maret 2017
pukul 00.30.

61
lainnya saling menjamin dan menanggung risiko. hal ini disebabkan transaksi
yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad takafuli (saling menanggung),
bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi
konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. 55

2. produk asuransi syariah.


a. asuransi kerugian
asuransi ini menutup biaya ganti rugi atas kerusakan atau musnahnya harta
benda yang dipertanggungkan karena sebab-sebab yang telah ditulis dalam
perjanjian asuransi. dalam mekanisme asuransi kerugian, penanggung akan
menerima premi dari tertanggung dan apabila terjadi kecelakaan atau
musnahnya harta benda yang dipertanggungkan maka penggantian ganti rugi
akan dibayarkan kepada tertanggung. produk asuransi kerugian meliputi
asuransi kebakaran, asuransi angkutan laut, asuransi kendaraan, asuransi
proferti, asuransi kesehatan, dan sebagainya.
b. asuransi jiwa
asuransi jiwa akan menutup pertanggungan untuk membayarkan sejumlah
santunan karena meninggal atau tetap hidupnya seseorang dalam jangka waktu
pertanggungan. jika tertanggung meninggal maka santunan atau uang
pertanggungan akan dibayarkan kepada ahli waris yang ditunjuk sebagai
penerima santunan dalam asuransi jiwa.56

55
Abdullah Amrin, op. cit. hal. 143-144.
56
Nisrina Muthohari, op. cit. hal. 11.

62
DAFTAR PUSTAKA

ali, muhammad. 2006. kamus lengkap bahasa indonesia moderen. jakarta: pustaka amani.

........... 2006. asuransi syariah: keberadaan dan kelebihannya di tengah asuransi

konvensional. jakarta: pt elex media komputindo.

amrin, abdullah. 2011. meraih berkah melalui asuransi syariah. jakarta: pt elex media

komputindo.

muthohari, nisrina. 2012. panduan praktis membeli & menjual asuransi. yogyakarta: buku

pintar.

syakir, muhammad. 2004. syariah (life and general): konsep dan sistem operasional. jakarta:

gema insani.

http://kharisnavina.wordpress.com/2015/06/27/makalah-takafulasuransi-syariah/.html?m=1,

diakses pada tanggal 24 maret 2017.

http://www.academica.edu/12190497/makalah_asuransi_syariah.html?m=1, diakses pada

tanggal 24 maret 2017.

http://febrianimila98.blogspot.co.id/2016/11/makalah-asuransi-syariah.html?m=1, diakses

pada tanggal 24 maret 2017.

http://makalahsekolahan.blogspot.co.id/2015/05/makalah-asuransi-syariah.html?m=1, diakses

pada tanggal 24 maret 2017.

http://sebicommunity.blogspot.com/2013/03/regulasi-asuransi-syariah.html?m=1, diakses

pada tanggal 25 maret 2017.

http://www.merakom.xyz/2016/12/jenis-jenis-usaha-asuransi-prinsip.html?m=1, diakses pada

tanggal 25 maret.

http://blog.stie-mce.ac.id/amirkusmanto/2012/12/13/premi-klaim-investasi-dan-permodalan-

asuransi-syariah-oleh-amir-kusmanto.html?m=1, diakses pada tanggal 25 maret 2017.

63
http://www.asuransisyariah.net/2008/08/perbedaan-asuransi-syariah-dan.html?=1, diakses

pada tanggal 25 maret 2017.

64
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH

Oleh:

Aida Arsita dan Muhammad Ibnu Fajar

LATAR BELAKANG

dengan berkembangnya dunia bisnis islam, kebutuhan akan lembaga keuangan yang
berbasis syariah tidak dapat dielakkan lagi baik dari masyarakat ataupun dunia bisnis. salah
satu lembaga yang sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan dana adalah lembaga
pembiayaan yeng bergerak dibidang penyedian dana atau barang untuk digunakan sebagai
usaha. lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha yang
biasa disebut dengan leasing, dalam islam disebut dengan leasing syariah. meskipun sudah
ada saudara kita yang memahami bagaimana lembaga keuangan syariah dan meninggalkan
lembaga keuangan konvensional, permasalahannya sekarang diperlukannya kesadaran yang
lebih matang dari nasabah terhadap pemahaman syariah, terutama perihal leasing syariah
yang akadnya berkaitan dengan mudharabah dan transparan. oleh karena itu pada
pembahasan kali ini pemakalah akan menguraikan apa sebenarnya leasing syariah itu,
bagaimana mekanismenya dan hal lainnya yang berkaitan.

A. pengertian perusahaan pembiayaan syari‟ah

perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan
bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha
lembaga pembiayaan.57 kegiatan usaha lembaga pembiayaan adalah :

1. sewa guna usaha (leasing)

2. anjak piutang (factoring)

3. usaha kartu kredit (credit card)

4. pembiayaan konsumen (consumer finance).

secara umum pembiayaan berfungsi menyediakan produk yang berkualitas dan


pelayanan profesional untuk menjamin kesetiaan pelanggan. memanfaatkan sumber daya

57
Keputusan Menteri Keuangan Nomor. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan yang diubah
dengan Keputusan Menteri Keungan No. 172/KMK.06/2002, dan PMK.012/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan.

65
yang ada secara maksimal untuk memperoleh revenue yang dapat memberikan konstribusi
bagi pemegang saham dan kesejahteraan bagi karyawan.

perusahaan pembiayaan selain beroperasi mengunakan sistem konvensional juga


dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syari‟ah. pembiayaan berdasarkan prinsip
syari‟ah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan antara perusahaan pembiayaan dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut
dengan jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.58

b. sumber & alokasi dana

pada perusahaan pembiayaan syariah pengawasan dan pembinaan yang dilakukan


meliputi:

1. sumber pendanaan

sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syariah wajib diperhitungkan sebagai


komponen dalam menghitung gearing ratio perusahaan pembiayaan. sumber pendanaan
tersebut dapat diperoleh melalui bank atau badan usaha lainnya baik dari dalam maupun luar
negeri dengan menggunakan akad yang sesuai dengan prinsip syariah.

adapun akad yang diterapkan pada sumber pendanaan ini meliputi:

a. pendanaan mudharabah mutlaqah (unrestricted investment) yaitu diperoleh perusahaan


pembiayaan melalui akadkerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang
dana (shahibul mal), dimana shahibul mal tersebut membiayai 100% modal kegiatan
pembiayaan untuk proyek yang tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan
keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

b. pendanaan mudharabah muqayyadah (restricted investment) yaitu diperoleh perusahaan


pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang
dana (shahibul mal), dimana shahibul mal tersebut membiayai 100% modal kegiatan

58
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. PER-03/BL/2007/tentang
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari‟ah dan NO. PER-04/BL/2007 tentang akad-akad
yang digunakan dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari‟ah. Kedua Peraturan ini
telah disetujui oleh DSN-MUI Melalui Surat Nomer b-23/DSN-MUI/XI/2007.

66
pembiayaan untuk proyek yang tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan
keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

c. pendanaan mudharabah musytarakah yaitu diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akad


kerjasama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana
shahibul mal dan perusahaan pembiayaan selaku pengelola (mudharib) turut menyertakan
modalnya dalam kerjasama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang
dituangkan dalam akad.

d. pendanaan musyarakah (equity participation) yaitu diperoleh perusahaan pembiayaan


melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul
mal), dimana shahibul mal dan perusahaan pembiayaan selaku pengelola (mudharib) turut
menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

e. pendanaan lainnya yang sesuai dengan prinsip syari‟ah.

C. prosedur tata cara pendirian

untuk mendirikan perusahaan pembiayaan (pp) syariah ada beberapa tahapan yang dapat
dilakukan, yaitu:

a. calon mengajukan permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan kepada menteri
keuangan c.q ketua bapepam lk.

b. selajutnya dari ketua bapepam – lk, permohonan diteruskan ke biro p3.

c. jika termasuk dkm (daftar kredit macet) dan dpl (daftar tidak lulus) maka biro p3
mengirimkan surat permintaan perlengkapan persyaratan bagi direksi, komisaris dan
pemegang saham. jika tidak maka biro p3 memproses permohonan izin usaha sebagai
perusahaan pembiayaan (pp) sesuai ketentuan dalam pmk no.84/pmk.012/2006 termasuk
melakukan fit and proper test direksi dan komisaris.

d. selanjutnya biro p3 memberi pertimbangan menerima atau menolak permohonan usaha pp.

67
e. jika pengajuan ditolak maka biro p3 mengeluarkan surat penolakan pemberian izin usaha
sebaga pp.

f. jika pengajuan diterima maka dikeluarkan kmk izin usaha sebagai pp.

g. selanjutnya perusahaan yang telah memperoleh izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan
wajib melakukan usaha selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal izin usaha ditetapkan.

h. melaporkan kegiatan usaha kepada menteri keuangan c.q. ketua bapepam dan lembaga
keuangan (biro perbankan, pembiayaan dan penjaminan) selambat-lambatnya 10 hari sejak
tanggal dimulainya kegiatan usaha.59

D. persyaratan izin usaha

untuk menempuh proses pendirian pembiayaan syariah diperlukan persyaratan-


persyaratan sebagai berikut:

a. akta pendirian badan hukum termasuk andalan dasar yang telah disahkan oleh instansi
berwenang.

b. data direksi dan dewan komisaris atau pengawas.

c. data pemegang saham atau anggota.

d. sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi dan personalia.

e. fotocopi bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka pada salah satu
bank umum di indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran yang masih berlaku
selama dalam proses pengajuan izin usaha.

f. rencana kerja untuk 2 tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:

1. rencana pembiayaan dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana


dimaksud.

59
Andri Soemitra, Bank&Lembaga Keuangan Syari‟ah, (Jakarta, Kencana, 2010), Eds 1, Cet. 1. hlm. 333-334

68
2. proyeksi arus kas, neraca perhitungan laba/rugi bulanan dimulai sejak perusahaan
pembiayaan melakukan kegiatan operasional.

g. bukti kesiapan operasional.

h. perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak indonesiabagi perusahaan
patungan.

i. pedoman pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah (p4mn).

E. kegiatan pendanaan

kegiatan usaha perusahaan pembiayaan syari‟ah terdiri dari :

a. sewa guna usaha (leasing) syari‟ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa
guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha
(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai
dengan prinsip syari‟ah. usaha leasing dilakukan berdasarkan akad ijarah dan ijarah
muntahiyal bitamlik. akad ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara
perusahaan pembiayaan sebagai (mu‟ajjir) dengan penyewa (musta‟jjir) tanpa dikuti
pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. sedangkan ijarah muntahiyal bi al-tamlik adalah
akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu
tertentu dengan pembayaran sewa (mu‟ajjir) dengan penyewa (musta‟jir) disertai opsi
pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.

b. anjak piutang (factoring) adalah kegiatan pengalihan piutang dagang jangka pendek suatu
perusahaan berikut pengurusan akan piutang tersebut sesuai dengan prinsip syari‟ah. anjak
piutang (factoring) dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah. wakalah bil ujrah adalah
pelimpahan kuasa oleh satu pihak (al muwakil) kepada pihak lain (al wakil) dalam hal-hal
yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah).

c. pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan


barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai dengan
prinsip syari‟ah. pembiayaan konsumen dilakukan berdasarkan akad mudharabah, salam,
istisna‟.

69
d. usaha kartu kredit yang dilakukan sesuai dengan prinsip syari‟ah adalah fasilitas jaminan
pembayaran untuk pembelian barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit sesuai
dengan prinsip syari‟ah. adapun akad yang digunakan dalam penggunaan kartu tersebut
adalah akad kafalah, qardh, dan ijarah.60

60
Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

70
DAFTAR PUSTAKA

soemitra, andri. bank dan lembaga keuangan syariah. jakarta: kencana, 2010.

peraturan ketua bapepam lk no. per-03/bl/2007/tentang kegiatan perusahaan pembiayaan


berdasarkan prinsip syari‟ah

keputusan menteri keuangan nomor. 448/kmk.017/2000 tentang perusahaan pembiayaan yang


diubah dengan keputusan menteri keungan no. 172/kmk.06/2002.

71
PASAR MODAL SYARIAH

Oleh:

Muhammad Sadriyannor dan Alya Ridha Tifani Harahap

LATAR BELAKANG

bangkitnya ekonomi islam di indonesia dewasa ini menjadi fenomena yang


menarik dan menggembirakan terutama bagi penduduk indonesia yang mayoritas
beragama islam. praktek kegiatan ekonomi konvensional, khususnya dalam kegiatan
pasar modal yang mengandung unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya
nampaknya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat islam untuk turut aktif
dalam kegiatan investasi terutama di bidang pasar modal, sekalipun berlabel syariah.
keberadaan pasar modal syariah merupakan fenomena yang menarik dalam
industri pasar modal di tanah air. seperti pendirian bank syariah, pasar modal syariah
didirikan berdasarkan pada kenyataan bahwa mayoritas penduduk indonesia adalah
muslim. dan di antara jutaan muslim tersebut ada yang mempunyai kelebihan dana
(surplus unit) serta mereka susah menginvestasikannya, dan salah satu penyebabnya
adalah mereka enggan investasi di pasar modal yang ada. muslim kaya tersebut
enggan berinvestasi di pasar modal konvensional karena pasar modal yang ada
tersebut hanya merupakan tempat manipulasi pasar dan cenderung dipenuhi transaksi
spekulatif.
kegiatan utama dari pasar modal yang ada umumnya hanya kegiatan dalam bentuk
short selling, membeli saham di pagi hari untuk kemudian menjualnya di sore hari
bila memungkinkan mendapat gain capital. kegiatan tersebut jauh sekali dari tujuan
awal pendirian pasar modal yaitu sebagai perantara penyediaan modal bagi
perusahaan penerbit efek yang kemudian digunakan untuk perluasan usaha. ekspansi
atau perluasan usaha tersebut dapat menambah lapangan pekerjaan dan dalam jangka
panjang dapat menggerakkan perekonomian. dan kemudian pasar modal syariah hadir
untuk memenuhi fungsi utama dari pasar modal tersebut.61
A. pasar modal
peran pasar modal dalam meningkatkan sistem finansial yang efisien amatlah
penting. karena sistem finansial yang telah maju dapat memberikan kontribusi positif
bagi perkembangan ekonomi, eksistensi pasar modal yang bergairah menjadi sebuah
keharusan bagi setiap perekonomian. pasar modal memfasilitasi pendanaan jangka
panjang bagi pebisnis dan entrepreneur dengan menarik simpanan dari banyak
investor. pasar ini memberikan modal jangka panjang kepada para entrepreneur
melalui serangkaian kontrak (sekuritas) jangka pendek dengan investor yang dapat
masuk dan keluar sesuai kehendaknya sendiri. pasar modal yang efisien diharapkan
melaksanakan berbagai fungsi berikut ini :

61
Akhyar Umam, Makalah Pasar Modal Syariah, http://akhyar-umam.blogspot.co.id/2014/12/makalah-pasar-
modal-syariah.html (3 April 2017).

72
1. menyajikan mekanisme mobilisasi sumber daya yang mengarah kepada alokasi
sumber daya yang efisien dalam ekonomi.
2. menyediakan likuiditas dalam pasar dengan harga paling mudah, yakni biaya
transaksi terendah atau penawaran rendah menyebar pada efek (saham) yang
diperdagangkan di pasar.
3. untuk memastikan transparansi dalam penentuan harga sekuritas (saham) dengan
menentukan harga premi risiko (risk premia), yang merefleksikan tingkat risiko
sekuritas tersebut.
4. menyediakan peluang menyusun portofolio yang terdeversifikasi dengan baik dan
untuk mengurangi level risiko melalui diversifikasimelintasi batas geografis dan
melintasi waktu.

pasar modal terdiri dari pasar primer dan sekunder. pasar primer penting untuk
mendapatkan modal baru dan bergantung kepada suplai dana, sedangkan pasar
sekunder memberi kontribusi signifikan dengan memfasilitasi perdagangan surat
berharga/saham yang telah ada. pasar sekunder berperan penting dalam memastikan
likuiditas dan penentuan harga yang adil dalam pasar tersebut dan memberikan sinyal
berharga berkaitan dengan sekuritas tersebut. dengan kata lain, pasar sekunder tidak
hanya menyediakan likuiditas dan biaya transaksi yang rendah, namun juga
menentukan harga sekuritas dan risiko secara kontinu, dan menggabungkan informasi
baru yang relevan ketika informasi tersebut muncul.

sebagaimana pasar modal memainkan peran penting dalam sistem finansial


konvensional, peran mereka dalam sistem finansial islam juga sama pentingnya.
apabila pasar modal konvensional memiliki rekam sejarah yang kukuh dan panjang,
pasar modal islam masih berada dalam tahap awal pengembangan. pasar modal
konvensional memiliki dua aliran utama: pasar sekuritas untuk perdagangan utang dan
pasar sekuritas untuk perdagangan ekuitas. mengumpulkan modal melalui utang tidak
dimungkinkan dalam sistem islam karena ada pelarangan bunga. walaupun meminjam
dan memberikan pinjaman atas dasar utang piutang merupakan praktek umum dalam
pasar konvensional modern, muslim tidak dapat berpartisipasi dalam pasar utang.
konsep pasar saham pada dasarnya sesuai dengan syariah, sayangnya tidak semua
bisnis yang terdaftar pada pasar saham sepenuhnya sesuai dengan syariah. masalah ini
menghadirkan tantangan bagi perkembangan pasar modal islam.

73
B. perkembangan pasar ekuitas
sistem ekonomi islam bergantung kepada pasar sekuritas berbasis ekuitas. model
formal pasar saham yang sesuai dengan prinsip islam belum lagi diformulasikan, akan
tetapi telah ada beberapa upaya untuk mengidentifikasi berbagai isu yang
membedakan pasar saham islam dari pasar saham konvensional. dalam hal ini, paling
tidak terdapat tiga isu struktural utama yang harus dipecahkan.
1. liabilitas terbatas
pertanyaan pertama dan yang paling sering ditanyakan adalah apa perjanjian
kontraktual terbaik yang mempresentasikan bagian dalam perusahaan saham
gabungan dengan liabilitas terbatas. liabilitas yang terbatas ini menimbulkan isu
bagaimana cara menangani entitas legal seperti korporasi, yang memiliki
kepribadian legal dan kebutuhan untuk diperlakukan sebagai juridical person.
beberapa orang berpendapat bahwa liabilitas terbatas berlawanan dengan dasar
moral dan prinsip legal islam, karena kewajiban tersebut – jika memang ada –
tidak dapat dibatalkan kecuali dengan pengampunan kreditornya. berkaitan
dengan hal tersebut, para fakih harus mempelajari beberapa isu kritis seperti
penerimaan korporasi sebagai kemitraan (dengan dasar musyarakah) atau
beberapa kontrak yang mirip. selain itu, apa yang terjadi pada kewajiban tersebut
dalam kasus gagal bayar yang dilakukan judical person (seperti, perusahaan)?
sebagian pakar syariah berpendapat bahwa terdapat preseden yang bisa menjadi
dasar konsep juridical person melalui inferensi dalam fikih islam.
2. struktur kontraktual saham ekuitas
isu kedua berkaitan dengan tipe kontrak yang paling sesuai untuk
merepresentasikan saham biasa sebagai mitra dalam perusahaan saham gabungan.
syariah mengidentifikasi dua kategori umum kontrak musyarakah, musyarakah
mulk, yaitu memberikan kepada mitra hak kepemilikan atas aset riil tertentu dan
musyarakah aqed, yaitu memberikan kepada mitra hak kepemilikan atas nilai aset
tanpa ada hubungan khusus kepada aset riil. misalnya, apabila sebuah saham
direpresentasikan sebagai musyarakah mulk, maka pembelian dan penjualan
saham tersebut akan sama dengan pembelian dan penjualan aset riil yang dapat
diidentifikasi dan karena itu menjadi subjek aturan yang diterapkan untuk bay‟
(jual beli). di sisi lain, apabila saham tersebut diperlakukakan sebagai musyarakah
aqed, maka ia bukan merupakan subjek aturan jual beli, tetapi hal ini
menimbulkan isu baru berkaitan dengan perdagangan, penilaian, dan pemilikan.

74
3. negosiabilitas dan tradabilitas
isu struktur ketiga yang harus dipecahkan adalah yang paling penting dan
berkaitan dengan negotiability, transferability, dan tradability saham di pasar
primer dan sekunder. hukum islam mendorong perdagangan dan pasar dalam
semua komoditas dan properti yang tangible, namun hukum tersebut juga
membatasi, jika tidak dapat dikatakan melarang, perdagangan bunga finansial
yang mengarah kepada elemen riba yang terlarang. hukum islam melarang
perdagangan dalam obligasi moneter (seperti dayn (utang), mata uang, atau yang
sama dengan mata uang), obligasi yang dibatasi dalam kontingen atau hak masa
depan. sebagai contoh, aturan syariah yang diikuti pada saat ini adalah saham
perusahaan dapat dinegosiasikan hanya apabila perusahaan tersebut dalam bentuk
likuid, dengan kata lain dalam bentuk uang, maka saham tersebut tidak dapat
dibeli atau dijual, kecuali dengan harga saat itu juga (at par value), karena
diargumentasikan bahwa dalam kasus ini saham tersebut hanya merepresentasikan
uang dan uang tidak dapat diperdagangkan kecuali at par. dengan perubahan
struktur ekonomi di mana ada banyak entitas ekonomi yang memberikan jasa dan
menguasai aset tidak likuid, maka hal ini merupakan masalah serius.
konsekuensinya, intermediator finansial tidak dapat eksis dalam bentuk
perusahaan publik.
berkaitan dengan berbagai isu struktural yang membutuhkan analisis serius dan
perdebatan, ada beberapa aspek operasional pasar saham konvensional yang
secara langsung bertentangan dengan prinsip pasar islam. berikut ini tiga
perbedaan operasional yaitu:
a. praktik account margin
pertama, praktek mempertahankan account margin dapat dipertanyakan.
karena account margin memungkinkan pembeli untuk membeli saham dengan
menggunakan leverage dan dana pinjaman dengan tingkat suku bunga yang
lebih tinggi, maka perjanjian ini tidak dapat diterima dalam ekonomi islam di
mana instrumen utang merupakan hal yang dilarang. penggunaan leverage
dalam perdagangan saham akan mengeliminasi banyak pembeli dari pasar.
pengurangan jumlah partisipan pasar akan secara langsung mengganggu
likuiditas dalam pasar tersebut dan berakibat pada biaya transaksi yang lebih
tinggi serta kemudian mengarah kepada ketidakefisienan operasional dalam
pasar tersebut.

75
b. perdagangan spekulatif
kedua, dinyatakan bahwa perdagangan dalam pasar saham membuka pintu
kepada spekulasi dan mengarah kepada praktik yang bermuara pada perjudian
– elemen lain yang jelas dilarang dalam islam. praktik day trading yang
populer di pasar konvensional menimbulkan pertanyaan berkaitan dengan
spekulasi. periset awal dalam ekonomi islam mengkhawatirkan bahwa
perdagangan dalam pasar saham adalah spekulatif dan mungkin mengandung
elemen perjudian, dan karena itu harus ada rencana untuk mengeliminasi atau
menekan perilaku spekulatif. para pakar pada masa belakangan membedakan
antara spekulasi dan pengambilan risiko terkalkulasi yang didasarkan pada
informasi yang tersedia di pasar. beberapa rancangan telah disarankan untuk
mengurangi unsur spekulasi yang tidak diinginkan dan mengeliminasi elemen
perjudian. rencana ini mencakup struktur pajak yang berhubungan dengan
masa penahanan investasi, transparansi, regulasi investor institusional yang
memengaruhi pasar dan resriksi perubahan harga, sehingga tidak ada dealer
yang diperkenankan untuk menaikkan atau menurunkan harga dengan cepat.
C. reksa dana islam
reksa dana islam didasarkan pada kontrak mudarabah dan tersusun amat mirip
dengan reksa dana dalam sistem konvensional. dalam dekade terakhir, beberapa jenis
reksa dana telah diperkenalkan di pasar, dan beberapa di antaranya akan dibahas di
bawah ini.
1. reksa dana ekuitas
reksa dana ekuitas islam mirip dengan reksa dana ekuitas socially responsible
investment (sri) di pasar konvensional, yang melibatkan investasi dalam saham
yang memenuhi beberapa kriteria. pembentukan reksa dana terdiri dari dua proses
– screening (pemindaian) dan penyaringan. screening mencakup review saham
untuk mengeliminasi saham perusahaan yang terlibat dalam bisnis yang dianggap
tidak sesuai syariah. setelah pemindaian awal, dilakukan beberapa proses
penyaringan oleh manajer reksa dana sesuai dengan penilaian mereka berkaitan
dengan rasio finansial tertentu seperti eksistensi utang atau pemasukan dari
sekuritas utang.
eliminasi saham bisnis yang tidak sesuai syariah amat mudah, akan tetapi ada
perbedaan dalam praktik berkaitan dengan kriteria penyaringan lainnya yang
disebabkan oleh perbedaan dalam yuridiksi dan penilaian manajer reksa dana

76
individual. berikut ini adalah panduan umum yang digunakan untuk memindai
danb menyaring saham sebuah perusahaan sebelum disertakan dalam reksa dana
ekuitas.
1. kesesuaian bisnis dengan syariah:
bisnis utama dari perusahaan tersebut harus sesuai dengan prinsip syariah.
pembatasan ini untuk menyaring semua perusahaan yang berhubungan dengan
industri layanan keuangan yang beroperasi berdasarkan bunga seperti bank
konvensional dan perusahaan asuransi, perusahaan yang mengemas, menjual
atau menawarkan minuman keras dan produk yang mengandung babi, dan
berbagai bisnis yang terlibat dalam aktivitas seperti perjudian, klub malam,
kasino, pornografi, dan lain sebagai nya.
2. eksistensi utang:
saham perusahaan yang amat bergantung pada pendanaan utang,
sebagaimana yang ditunjukkan oleh rasio utang mereka, dikeluarkan dari
daftar. reksa dana yang berbeda akan menentukan level toleransi yang berbeda
pula, tergantung kepada seberapa ketat mereka ingin sesuai dengan syariah.
level umum toleransi ditetapkan pada maksimal 33% utang terhadap rasio
ekuitas. pembatasan ini dilakukan untuk memastikan bahwa perusahaan
tersebut dimodali dengan cara yang sesuai syariah dan dengan harapan utang
tersebut akan dieliminasi di masa yang akan datang. sebenarnya, beberapa
pakar syariah mendorong pemegang saham untuk membatasi secara ketat
penggunaan pendanaan berbasis utang yang dilakukan perusahaan dan karena
itu memenuhi tanggung jawab mereka untuk membuat upaya serius
menghilangkan seluruh utang.
3. pemasukan bunga:
manajer dana juga mencoba menghindari saham di mana perusahaan
memiliki pemasukan dalam jumlah besar yang berasal dari bunga atas
sekuritas. hal ini terjadi pada perusahaan yang menginvestasikan kelebihan
likuiditas pada sekuritas utang dan karena itu menghasilkan pemasukan bunga
yang kemudian menjadi bagian dari keuntungan perusahaan.
4. negosiabilitas saham (tes likuiditas):
menurut para pakar syariah, saham perusahaan hanya dapat dinegosiasikan
jika perusahaan tersebut memiliki sejumlah aset tidak likuid. walaupun tidak
terdapat level toleransi baku aset tidak likuid, rasio 33% biasa digunakan.

77
alasan di balik pembatasan ini adalah jika semua aset perusahaan tersebut
berbentuk likuid, katakanlah dalam bentuk uang, maka mereka hanya dapat
dibeli atau dijual pada nilai par, karena dalam kasus ini saham hanya
merepresentasikan uang dan uang tidak dapat diperdagangkan kecuali dengan
nilai.
5. saham biasa versus saham preferen:
walaupun terdapat konsensus umum di kalangan pakar syariah berkaitan
dengan kebolehan saham biasa, karena mereka merepresentasikan kepemilikan
yang tidak terbagi oleh pemegang sama dalam bisnis perusahaan, bentuk
saham lain seperti saham preferen dan warrant tidak memiliki kebolehan yang
sama. hal ini berkaitan dengan fakta bahwa preferen dan warrant menjanjikan
hasil yang telah ditentukan bagi pemegangnya, dibandingkan dengan
pemegang saham tipe lain, yang memiliki kewajiban yang sama tetapi tidak
mendapatkan hal terhadap hasil yang telah ditentukan.
D. commodity fund
commodity fund merupakan bentuk populer lain reksa dana islam. salam tipe reksa
dana seperti ini, kontribusi investor digunakan untuk membeli berbagai komoditas
untuk tujuan dijual kembali. keuntungan yang didapat dari penjualan merupakan
pemasukan bagi reksa dana tersebut, yang dibagi pro rata di antara para pemiliknya.
commodity fund harus mematuhi beberapa persyaratan seperti (i) short sale tidak
diperkenankan; (ii) forward sale hanya diperkenankan dalam kasus salam dan istisna;
(iii) yang berhubungan dengan komoditas seperti daging babi atau alkohol dilarang.
banyak commodity fund dikembangkan oleh intermediator finansial atau bank
konvensional barat untuk melayani individu kaya.
E. tantangan bagi pengembangan pasar modal
pengembangan pasar modal bukanlah tugas yang dapat dilakukan semalam. pasar
modal konvensional pada saat ini merupakan hasil evolusi, khususnya dalam beberapa
dekade terkahir, di mana pasar telah menyaksikan inovasi yang tidak pernah terlihat
sebelumnya. salah satu efek positif dari perkembangan dan inovasi dalam pasar
konvensional ini adalah lereng kurva bagi pengembangan pasar baru tidak bersifat
curam. pasar yang baru muncul seperti pasar modal islam dapat belajar dari kekayaan
pengalaman yang ditawarkan pasar konvensional dan ini dapat menghemat waktu
untuk pengembangan.

78
pasar modal saat ini tidak beroperasi secara terpisah tetapi lebih merupakan bagian
dari sebuah sistem yang kompleks. fungsi dan operasi sistem ini bergantung kepada
beberapa komponen yang berbeda, seperti kondisi sistem corporate governance, dan
struktur serta praktik pasar mikro. sebagai tambahan, faktor lain seperti keluasan
pasar yang ditentukan oleh cakupan produk, keberadaan pembanding yang reliabel
untuk evaluasi kinerja, kultur pemain pasar dan tingkat integrasi dengan pasar
eksternal, juga penting dalam pembangunan pasar modal yang efisien.
walaupun terdapat beberapa tantangan yang menghadang perkembangan pasar
modal islam, hanya tantangan utama saja yang dibahas berikut ini:
a. kerangka legislatif dan regulator
keberadaan kerangka legislatif dan regulator merupakan hal yang esensial bagi
pasar modal. hukum yang melindungi hak investor dan mekanisme penyelesaian
masalah yang efisien akan membantu membangun kepercayaan investor. isu ini
menjadi semakin relevan pada saat ini, di mana terdapat peningkatan kompetisi
untuk menarik investor lintas negara.
dalam mayoritas negara muslim di mana terdapat permintaan terhadap produk
islam, tidak terdapat sistem hukum dan regulator yang baik. dalam banyak kasus,
amendemen dilakukan terhadap hukum dan regulasi lokal atas dasar ad hoc untuk
mengakomodasi kebutuhan transaksi. akan tetapi, gaya operasi ini tidak efisien
dan juga membuat frustrasi pemain di pasar. kerangka regulasi harus membantu
melancarkan pelaksanaan transaksi di pasar tanpa menciptakan masalah teknis,
legal, atau regulasi.
b. struktur dan praktik pasar
pasar modal di beberapa negara muslim tidak memiliki reputasi yang baik di
kalangan investor luar negeri. tingkat kepercayaan yang rendah ini bersumber dari
sejumlah praktik yang menjadikan investor rentan terhadap berbagai bentuk
pelecehan pasar, seperti manipulasi harga, front running, insider trading, dan
blank selling. regulator harus memastikan bahwa kredibilitas pasar btersebut
dipulihkan dan eksekusi serta perdagangan sekuritas dilakukan secara transparan.
c. insentif untuk mempromosikan pasar modal
untuk mengembangkan pasar modal islam, pembuat kebijakan harus
menyediakan insentif bagi institusi bisnis dan finansial untuk mau menggunakan
instrumen islami. insentif ini dapat berupa pengurangan pajak untuk sekuritas
islam. misalnya, pengurangan pajak untuk biaya riset dan pengembangan sekuritas

79
islam, atau pengurangan pajak pembayaran sukuk yang sama dengan deduksi
pajak pembayaran bunga dalam sistem konvensional.
d. pengembangan institusi pendukung
pasar modal dewasa ini, didukung oleh banyak institusi yang menjalankan
fungsi kritis untuk memperlancar operasi pasar. institusi ini antara lain agen
rating, agen penentu agenda dan asosiasi industri.
e. rekayasa finansial
rekayasa finansial telah merevolusikan pasar modal konvensional, sukuk adalah
contoh bagus dari rekayasa finansial dan aplikasi dari rekayasa finansial di area
pengembangan pasar uang dan pasar antar bank harus terus ditingkatkan.
eksistensi pasar uang memberikan likuiditas jangka pendek dan mendukung pasar
modal untuk fokus pada kebutuhan modal jangka panjang.
f. peran ulama syariah
ulama atau pakar syariah juga berperan penting. harus ada pakar
multidisipliner, yang menguasai tafsir teologis sampai konsep struktur finansial,
untuk berbagi pengetahuan, memberi pelatihan dan pemahaman tentang fungsi
pasar. untuk merangsang aktivitas lintas negara di pasar primer dan sekunder,
maka perlu disepakati kontrak antar kawasan dan antar aliran pemikiran.62

62
Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan praktik (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015), hlm. 217-254.

80
DAFTAR PUSTAKA

umam, akhyar. makalah pasar modal syariah. http://akhyar-


umam.blogspot.co.id/2014/12/makalah-pasar-modal-syariah.html (3 april 2017).

iqbal, zamir dan abbas mirakhor, 2015, pengantar keuagan islam: teori dan praktik, terj. a.
k. anwar. jakarta: prenadamedia group.

81
SUKUK

oleh:

Aiga Nur Aminawarni dan Muhammad Aksar

LATAR BELAKANG

sukuk adalah istilah yang berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk jamak
dari kata „sakk‟ yang berarti dokumen atau sertifikat.
berdasarkan standar syariah the accounting and auditing organization for islamic
financial institutions (aaoifi) no. 17 tentang investment sukuk (sukuk investasi), sukuk
didefinisikan sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti atas bagian
kepemilikan yang tak terbagi terhadap suatu aset, hak manfaat, dan jasa-jasa, atau
atas kepemilikan suatu proyek atau kegiatan investasi tertentu.
A. pengertian sukuk
sukuk adalah istilah yang berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk jamak
dari kata „sakk‟ yang berarti dokumen atau sertifikat.
berdasarkan standar syariah the accounting and auditing organization for islamic
financial institutions (aaoifi) no. 17 tentang investment sukuk (sukuk investasi), sukuk
didefinisikan sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti atas bagian
kepemilikan yang tak terbagi terhadap suatu aset, hak manfaat, dan jasa-jasa, atau
atas kepemilikan suatu proyek atau kegiatan investasi tertentu.
berdasarkan keputusan ketua badan pengawas pasar modal dan lembaga
keuangan (bapepam – lk) nomor kep/bl/2009, sukuk didefiniskan sebagai efek syariah
berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas :
1. kepemilikan aset berwujud tertentu
2. nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu
3. kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
berdasarkan fatwa dewan syariah nasional – majelis ulama indonesia (dsn-mui)
no. 32/dsn-mui/ix/2002 tentang obligasi syariah, sukuk (obligasi syariah)
didefinisikan sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligaasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

82
berdasarkan fatwa dewan syariah nasional – majelis ulama indonesia (dsn-mui)
no. 69/dsn-mui/vi/2008 tentang surat berharga syariah negara, sbsn atau sukuk negara
didefinisikan sebagai surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah, sebagai bukti atas bagian kepemilikian aset sbsn, baik dalam mata uang
rupiah maupun valuta.

B. karakteristik sukuk
suku memiliki beberapa karakteristik, antara lain :
1. merupakan bukti kepemilikan suatu aset, hak manfaat, jasa atau kegiatan investasi
tertentu.
2. pendapatan yang diberikan berupa imbalan, margin, bagi hasil, sesuai dengan
jenis akad yang digunakan dalam penerbitan
3. terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir
4. memerlukan adanya underlying asset penerbitan
5. penggunaan proceeds harus sesuai dengan prinsip syariah

C. jenis-jenis sukuk
jenis-jenis obligasi syariah adalah sebagai berikut :
a. sukuk mudharabah
sukuk mudharabah adalah sukuk yang menggunakan akad mudharabah.
b. sukuk ijarah
sukuk ijarah adalah sukuk berdasarkan akad ijarah.
c. sukuk istishna‟
sukuk istishna‟ adalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
istishna‟ di mana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan
suatu proyek/barang.

D. mekanisme pembentukan sukuk


kondisi awal dari pengeluaran sukuk adalah keberadaan aset pada balance sheet;
kerajaan, autority moneter, badan korperat, bank, dan institusi pembiayaan lainnya
atau sejumlah entitas yang ingin memobilisasi sumber-sumber pembiayaan
1. mekanisme pembentukan islamic bonds

83
proses pembentukan islamic bonds secara umum memerlukan tiga tahapan.
pertama, pembentukan aset (securization), untuk mengeluarkan bond diperlukan
penyeleksian harta (asset) yang diasumsikan memenuhi syarat sebagai objek jual
(mahallul „aqdi), karena objek jual beli dalam islam adalah harta yang bernilai
(assets).
kedua, pengeluaran bond (dengan mengeluarkan sertifikat utang). sertifikat
(bond) yang dikeluarkan ada dua kategori: islamic coupon bonds dan islamic zero
coupon bonds.
ketiga, perdagangan sertifikat utang dalam pasar sekunder.
sesuai penjelasan di atas, bahwa bonds yang dikeluarkan ada dua kategori,
yaitu bonds dengan coupon disebut islamic coupon bonds dan islamic zero
coupon bonds.
a. islamic coupon bonds adalah bonds yang dijual pada suatu harga diskon.
b. islamic zero coupon bonds adalah bonds yang tidak memberikan pembayaran
bunga secara berkala atau tanpan kupon sebagaimana bonds pada umumnya.
2. mekanisme pengeluaran sukuk
secara umum, dalam pembentukan sukuk, sekurang-kurangnya tiga pihak
yang terlibat, yaitu originator atau ahli waris yang bertindak sebagai pemilik sah
atas aset, special pupose vehicle (spv) sebuah badan yang tepercaya yang
bertindak mengeluarkan sertifikat suku, dan sukukholders atau investor yang ikut
menananmkan modal dalam produk sukuk.
sedangkan mekanisme pengeluarkan sukuk pada umumnya sama dengan
proses pengeluaran bonds, namun secara khas terdapat perbedaan prinsip, untuk
lebih tampak perbedaan di maksud, di bawah di terangkan proses pembentukan
sukuk, sebagai berikut :
a. pensekuritian aset
b. pembentukan kontak-kontrak sukuk
c. pada saat matang
d. pada saat tebusan63
E. struktur sukuk
sukuk sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi (invesment)
memungkinkan beberapa bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap

63
Nazarudin Abdul Wahid, Sukuk : memahami h dan membedah obligasi pada perbankan syariah (yogyakarta :
AR-RUZZ MEDIA, 2010) hal 108 -114

84
menghindarkan pada riba. berdasarkan pengertian tersebut obligasi syariah dapat
memberikan :
bagi hasil berdasarkan akad mudharabah/muqaradah/qiradh atau musyarakah
adalah kerjasama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis
ini akan memberikan return dengna penggunaan term indicative (indikasi waktu) /
expexted return (tingkat pengembalian yang di harapkan) karena sifatnya yang
floating (mengambang) dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan
margin/fee berdasarkan akad murabahah atau salam atau istishna atau ijarah,
dengan kadar murabahah/salam/istishna sebagai bentuk jual beli dengan skema cost
plus basis, (penambahan biaya) obligasi jenis ini akan memberikan fixed return
(pengembalian tetap).64

F. mekanisme operasional sukuk


mekanisme operasional sukuk selalu berkaitan dengan pasar modal, yang mana
pasar modal berperan sebagai tempat bertemunya antara dua pihak yang memiliki
kelebihan dana dan pihak yang memerlukan dana. investor yang memiliki modal dan
ingin berinvestasi, sebelum melakukan transaksi obligasi, emiten harus menerbitkan
obligasinya, langkah-langkanya adalah sebagai berikut : pertama, menyiapkan
dokumen-dokumen, antara lain :
1. laporan keuangan
2. legal opini
3. legal audit
4. prospektus singkat
5. prospektus awal
6. surat-surat pernyataan
7. surat keterangan fiscal
8. perjanjian-perjanjian
9. rating
10. bursa
11. ksei : custodion sentral efex indonesia
12. tax clearance
13. surat dewan syariah

85
kedua, setelah melengkapi kelengkapan administasi kemudian mendaftar ke
bapepam dan menunggu konfirmasi apakah dinyatakan layak atau tidak menerbitkan
obligasi. setelah diterbitkan maksimum 10 hari kerja emiten melakukan portofolio,
penawaran obligasi, dan penjatahan bagi investor yang berminat dengan obligasi
perusahaan tersebut.

86
DAFTAR PUSTAKA

nazarudin abdul wahid, sukuk : memahami dan membedah obligasi pada perbankan
syariah (yogyakarta : ar-ruzz media, 2010)

adrian sutedi,aspek hukum obligasi dan sukuk (jakarta : sinar grafika, 2009)

https://makalah-update.blogspot.co.id/2013/01/obligasi-syariah-pengertian-
dan.html?m=1

http://asriyaqien.blogspot.co.id/2016/04/obligasi-syariah.html?m=1

87
PAJAK

Oleh:

Mujahid dan Barliyani

LATAR BELAKANG

Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco,
Bandung, 1992) pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam
masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk
tujuan tertentu. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan
hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat.
Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi
beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup
negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan
seterusnya, dan harus dibiayai dari penghasilan negara.
Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan
pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti
menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain.
Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-
pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun.
Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari
hasil kekayaan alam yang ada dalam negara itu (natural resources). Dua sumber itu
merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan itu
untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi
individu seperti kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi,
dimana ada kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah
senyawa dengan kepentingan umum.
Pungutan pajak mengurangi penghasilan atau kekayaan individu tetapi sebaliknya
merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian di kembalikan lagi kepada masyarakat,
melaui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang akhirnya kembali
lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar maupun
tidak.
Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan bernegara, khususnya
didalam pembangunan karena pajak merupakan sumber penghasilan negara untuk membiayai

88
semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Sistem pemungutan pajak di
indonesia adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberikan kepercayaan
untuk memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang
terhadap negara. Disamping cara Self Assessment System terdapat cara lain yaitu sistem
pemotongan (withholding system). Withholding System merupakan cara yang paling mudah
yang dilakukan pemerintah untuk memungut pajak, yaitu dengan cara mewajibkan wajib
pajak untuk melakukan pungutan dan pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan cara ini
maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk memungut pajak.
Dalam pemungutan pajak subjek dan objek pajak harus jelas. Oleh karena itu harus
dikelola dengan baik dan benar sehingga data wajib pajak sesuai. Selain itu, tarif pajak harus
ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu. Dengan demikian para wajib pajak
dapat rutin dan patuh membayar pajak. Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan
lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau
berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi
syarat-syarat obyektif. Objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan
strategisnya objek pajak karena menyangkut apa yang dikenakan atau tidak dikenakannya
pajak atas objek dimaksud, sehingga dalam UU perpajakan kita selalu dengan tegas
dinyatakan apa yang menjadi objek setiap jenis pajak.
A. PENGERTIAN, SUBJEK DAN OBJEK PAJAK
1. Pengertian Pajak
Menurut Pasal 1, Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dimana dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya dalam kemakmuran rakyat.

2. Subjek Pajak
Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan
dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak.
Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga
kepadanya diwajibkan pajak. Dengan perkataan lain. Setiap wajib pajak adalah subjek pajak.

89
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat
subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi
wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.
Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek
pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak
yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu
ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-
kewajibannya.

a. Subjek Pajak dari Pajak Penghasilan (PPh)


Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. Secara praktik
termasuk dalam pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi dan warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU
No. 36 Tahun 2008, Subjek pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Orang Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan
Menggantikan yang Berhak
Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan umur dan juga
jenjang sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama untuk semua (non dicrimination).
Sedangkan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti, menggantikan menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
ahli warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari
warisan tersebut tetap dapat dilakasanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan
selanjutnya.
2) Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha atau tidak melakukan usaha yang meliputi :
a) Perseroan Terbatas (PT)
b) Perseroan Komanditer
c) Perseroan atau perkumpulan lainnya
d) Badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun.
e) Firma

90
f) Kongsi
g) Koperasi
h) Dana pensiun
i) Persekutuan
j) Yayasan
k) Organisasi massa
l) Organisasi sosial politik
m) Bentuk usaha tetap
n) Bentuk usaha lainnya.

3) Bentuk Usaha Tetap


Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan yang didirkan atau tidak bertempat kedudukan
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa :
a) Tempat kedudukan manajemen
b) Cabang perusahaan
c) Kantor perwakilan
d) Gedung kantor
e) Pabrik
f) Bengkel
g) Pertambangan dan penggalian sumber alam
h) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
i) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan
j) Gudang
k) Ruang untuk promosi atau penjualan
l) Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
m) Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang
lain
n) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas

91
o) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi atau
menanggung resiko di Indonesia
p) Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki sewa
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

b. Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri


Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri. Pengelompokkan tersebut diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 36
tahun 2008
1. Subjek pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau
bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia. Secara praktis ini dapat dilihat
dalam ketentuan berikut :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri


Sedangkan yang termasuk sebagai subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau pun berada
di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh

92
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak dalam negeri akan menjadi pajak apabila telah menerima atau memperoleh
penghasilan, sedangkan subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak sehubungan
dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau di peroleh
melalui badan usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri
terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :
1) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan
yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
2) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan netto
dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak
berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan.
3) Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak
yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar
negeri tidak wajib memberitahukan Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan
pajak yang bersifat final.

Sebagaimana diketahui bahwa pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang
kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak
tidak dilimpahkan kepada subjek lainnya. Oleh karenanya, penentuan saat di mulai dan
berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting sebagaimana diatur dalam Pasal 2 A
UU PPh, yaitu sebagai berikut :
1) Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat ia lahir di
Indonesia dan berakhir saat meninggal dunia atau meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya.
2) Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat

93
badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan
berakhir saat di bubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.
3) Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di
Indonesia yang menjalankan usaha melalui badan usaha tetap di
Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan dan berakhir saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
4) Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan
yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau memperoleh penghasilan melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau
badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dan berakhir saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan
tersebut.
5) Untuk warisan yang belum terbagi dan masih dalam satu kesatuan
menggantikan yang berhak, maka kewajiban pajak subjektifnya dimulai
pada saat timbulnya warisan, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia,
Warisan yang belum terbagi baru menjadi wajib pajak apabila warisan
tersebut mengeluarkan penghasilan Dan berakhirnya pajak warisan
tersebut setelah warisan selesai dibagi.

c. Undang-undang tentang Pajak Penghasilan (PPh)


1. PPh pasal 21
Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh :
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oeh pegawai atau bukan pegawai.
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium
tunjangan dan pembayara lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau
kegiatan.

94
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas.
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan pelaksanan suatu kegiatan

2. PPh Pasal 23
Subjek pajak PPh 23 adalah Wajib Pajak dalam Negeri atau bentuk usaha tetap. Adapun
objek pajak PPh 23 yang dipotong pajak oleh pihak yang membayarkan adalah :

a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :


 Dividen
 Bunga
 Royalti
 Hadiah
b. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan.
 Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong Pajak Penghasilan.

Sedangkan yang bukan termasuk objek Pajak PPh 23 adalah :


1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna
usaha dengan hak opsi.
3. Dividen yang diterima oleh orang pribadi.
4. Bagian laba.
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.

95
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau
pembiayaan yang diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.

3. PPh Pasal 26
Subjek pajak PPh 26 adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Adapun objek pajak PPh 26 yang dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan adalah
:
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang
c. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap san transaksi lindung nilai lainnya, serta
h. Keuntungan karena pembebasan utang.

4. PPh Pasal 4 ayat 2


Objek PPh yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah :
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari tansaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan.

96
3. Subjek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah
(PPN-PPnBM)
a. Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah
pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa
Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengusaha
kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil tersebut
memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 1985, PP No.28 Tahun 1988 serta PP No. 75 Tahun 1991
yang dapat disebutkan beberapa contoh yang termasuk pengusaha kena pajak sebagai subjek
PPN yaitu :
1) Pabrik
2) Importir
3) Agen utama atau penyalur utama
4) Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau merek
dagang Barang Kena Pajak.
5) Pedagang besar
6) Eksportir
7) Pedagang eceran beras
8) Pemborong atau Kontraktor
9) Pengusaha jasa bidang komunikasi
10) Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri
11) Pengusaha lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak

4. Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang
tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang
mengimpor barang yang tergolong mewah.

5. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai kewajiban untuk
melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB. Subjek PBB baru akan melunasi utang
PBB apabila subjek PBB tersebut secara nyata mempunyai hak atas bumi dan bangunan dan

97
atau memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan tersebut. Hak-hak atas bumi dan
bangunan dalam PBB adalah mengacu pada ketentuan Undang-undang Agraria yaitu ; Hak
Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.

6. Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)


Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.

2. Objek Pajak
a. Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan
secara luas didalam pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) yaitu “setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”
Menurut ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No. 36
Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

98
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Karena penilaian kembali aktiva
14. Premi asuransi yaitu iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas
15. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak
16. Penghasilan dari usaha berbasis syariah atau pun berupa imbalan bunga
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan
17. Surplus Bank Indonesia.

b. Objek Pajak PPN


Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah :
1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha dengan syarat :
 Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang
kena pajak
 Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor barang kena pajak
3. Penyerahan barang kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh
pengusaha dalam syarat :
 Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak,
 Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean,
 Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
5. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean
6. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
7. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

99
8. Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha
diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun
sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya, oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan
sendiri atau pihak lain.
9. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah
diubah terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh
pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

c. Objek Pajak PPn BM (Barang Mewah)


Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU
No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah :
1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
penguasaha yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah
tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.

d. Objek Pajak Bumi dan Bangunan


Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau
bangunan. Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara
itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
atau perairan. Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adalah :
1. Bangunan tempat tinggal (rumah)
2. Gedung kantor
3. Hotel
4. Pabrik
Semua ini merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut di atas, seperti :
1. Jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya
2. Hotel
3. Kolam renang
4. Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga pipa minyak,
fasilitas lain yang memberikan manfaat.

100
Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek
pajak yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
lainnya.
3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
Negara yang belum dibebani suatu hak.
4. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.

e. Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
1. Pemindahan hak karena :
 Jual beli
 Tukar menukar
 Hibah
 Hibah wasiat
 Waris
 Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
 Penunjukan pembeli dalam lelang
 Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
 Penggabungan usaha
 Peleburan usaha
 Pemekaran usaha
 Hadiah.

2. Pemberian hak baru karena :


 Kelanjutan pelepasan hak

101
 Di luar pelepasan hak

Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah :


 Hak milik
 Hak guna usaha
 Hak guna bangunan
 Hak pakai,
 Hak milik atas satuan rumah susun
 Hak pengelolaan.

Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum.
2. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi
tersebut.
3. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum
lain dengan tidak adanya perubahan nama.
4. Orang pribadi atau badan karena wakaf.
5. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
f. Objek pajak Bea Materai
Dokumen yang dikenakan bea materai adalah :
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau
keadaan yang bersifat perdata.
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya
3. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-
rangkapnya
4. Surat yang memuat jumlah uang
5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek, serta

102
6. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan,
yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumah tanggaan, dan surat-surat yang
semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika digunakan
untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.
B. TARIF PAJAK65

Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam prinsip
maupun keadilan dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat
menciptakan keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada
umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk mencapai keadilan. Tarif
yang dikenal dan diterapkan selama ini dapat dibedakan menjadi empat, adalah sebagai
berikut :
1. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan
pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang adalah tetap. Tarif ini
diterapkan dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (BM). Dalam
undang-undang Bea Materai, tarif digunakan adalah Bea Materai dengan nilai nominal
sebesar Rp 500 dan Rp 1.000. Nilai nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah.
Berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1995 tarif Bea Materai diatas dinaikkan menjadi Rp 1.000
dan Rp 2.000 yang selanjutnya dengan PP Nomor 24 Tahun 2000 tarifnya dinaikkan lagi
menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000.
2. Tarif proporsional atau sebanding
Tarif proporsional atau sebanding adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan
persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak,
sehingga jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional/sebanding dengan
dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
Contoh : Tarif PPN 10%
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Jumlah Pajak

Rp 10.000.000,00 10% Rp 1.000.000,00

65
Andi pujianto, http://www.ekonomikontekstual.com/2014/08/mengenal-macam-macam-tarif-pajak-dengan-
benar.html. (16 April 2017)

103
Rp 20.000.000,00 10% Rp 2.000.000,00

Rp 30.000.000,00 10% Rp 3.000.000,00

Rp 40.000.000,00 10% Rp 4.000.000,00

3. Tarif progresif
Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar, sehingga jumlah pajak yang
terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan
pajaknya.
Contoh :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000 5%
Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000 10%
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000 15%
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp. 200.000.000 25%
Di atas Rp. 200.000.000 35%

4. Tarif degresif
Tarif Degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil,
tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah
dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.

Contoh :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%
Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000 25%
Di atas Rp. 50.000.000 15%

104
C. Tarif Penghasilan Kena Pajak dan PTKP66

Tarif Penghasilan Kena Pajak dibagi menjadi beberapa lapisan yaitu penghasilan sampai
dengan Rp 50.000.000 dikenai tarif pajak sebesar 5%, diatas Rp 50.000.000 s/d Rp
250.000.000 dikenai tarif 15%, diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 tarifnya 25%, dan
diatas Rp 500.000.000 tarifnya 30%

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri


Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25%
Diatas Rp. 500.000.000,- 30%
Tarif Deviden 10%
Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari yang
seharusnya
Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut 100% lebih tinggi dari yang
/potong(Untuk PPh Pasal 23) seharusnya
Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP Gratis

2. Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap


Tahun Tarif Pajak
2009 28%
2010 dan selanjutnya 25%
PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek 5% lebih rendah dari yang
seharusnya
Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 Pengurangan 50% dari
yang seharusnya
Tarif Penghasilan Kena Pajak dibagi menjadi beberapa lapisan yaitu penghasilan sampai
dengan Rp 50.000.000 dikenai tarif pajak sebesar 5%, diatas Rp 50.000.000 s/d Rp
250.000.000 dikenai tarif 15%, diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 tarifnya 25%, dan
diatas Rp 500.000.000 tarifnya 30%.

66
Admin KeuLSM, http://keuanganlsm.com/tarif-penghasilan-kena-pajak-dan-ptkp/ ( 16 April 2017)

105
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak
No Keterangan Setahun
1. Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,-
2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,-
3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya Rp. 15.840.000,-
digabung dengan penghasilan suami.
4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah Rp. 1.320.000,-
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3
orang untuk setiap keluarga
4. Tambahan tarif Lainnya
Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak (PBB) adalah = 0,5%
Tarif Pajak yang dikenakan atas BPHTB adalah = 5
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah = 10 %
 Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling rendah = 5 %
 Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling tinggi = 15 %
 Atas ekspor barang kena pajak = 0 %
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah
Paling rendah = 10 %
Paling tinggi = 200 %
Atas ekspor barang kena pajak = 0 %

106
DAFTAR PUSTAKA
Suandi, Erly. 2011. Hukum Pajak. Edisi Kelima. Jakarta: Salemba Empat.
Resmi, Siti. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Ketujuh Buku 1. Jakarta: Salemba
Empat.
Gusfahmi. 2007 Pajak Menurut Syariah. Jakarta: Raja Grafindo persada.
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar. Perbedaan antara pajak dan zakat.
https://almanhaj.or.id/1876-perbedaan-antara-zakat-dan-pajak.html. Senin, 10 April 2017
pujianto, Andi. http://www.ekonomikontekstual.com/2014/08/mengenal-macam-macam-
tarif-pajak-dengan-benar.html. 16 April 2017
KeuLSM, Admin. http://keuanganlsm.com/tarif-penghasilan-kena-pajak-dan-ptkp/. 16 April
2017.

107
ZAKAT
Oleh:
Muhammad Ihsan dan Muhammad Ridho Akbar
LATAR BELAKANG
Zakat dapat disalurkan secara langsung dari pemberi zakat (muzakki) kepada delapan
asnaf yang berhak menerima zakat (mustahik). Zakat juga dapat disalurkan melalui amil atau
lembaga pengelola zakat. Lembaga pengelola zakat ini bertugas untuk mengumpulkan,
menjaga dan menyalurkan zakat.
Manajemen zakat merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan serta
pertanggungjawaban harta zakat agar harta zakat tersebut dapat diserahkan kepada orang-
orang yang berhak menerimannnya dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syara'
sehingga dapat tercapai misi utama zakat yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam
makalah ini membahas mengenai pengertian dan jenis zakat, tujuan dan hikmah pengelolaan
zakat, manajemen pengelolaan zakat, manajemen pengelolaan hasil pengumpulan zakat.
A. Pengertian Zakat
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada orang
yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu.67 Nisab adalah ukuran tertentu dari
harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan haul adalah berjalan
genap satu tahun.
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh,
bersih, dan baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut istilah fikih zakat
berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak.
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang
demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki),
penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat secara
keseluruhan.68

B. Persyaratan Pengelola Lembaga Zakat (Amil)


DR. Yusuf Qardawi dalam bukunya, Fiqh Zakat, menyatakan bahwa seseorang yang
ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
1. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk
rukun Islam (rukun islam ketiga), karena itu seharusnya apabila urusan penting kaum
muslimin diurtus oleh sesama muslim.

67
Rasyid, Sulaiman.2005. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algasindo. Hal:190
68
Abdurrahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, (Jakarta PT Raja grafindo,
1998) hlm.82

108
2. Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima
tanggungjawab mengurus urusan umat.
3. memilki sifat amanah dan jujur. Sifat ini penting untuk menjaga kepercayaan umat.
Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga
pengelola zakat, jika memang lembaga ini patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini
diwujudkan dalam bentuk transparansi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan
pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan
ketentuan syariah Islam. Sifat amanah dan professional ini dikisahkan tentang Nabi
Yusuf as yang mendapatkan kepercayaan sebagai bendaharawan negeri Mesir, yang
saat itu dilanda paceklik berhasil membangun kembali kesejahteraan masyarakat
karena kemampuannya menjaga amanah. Firman Allah SWT QS. Yusuf:55

‫ض إِنِّي َحفِيظٌ َعلِي ٌم‬


ِ ْ‫قَا َل اجْ َع ْلنِي َعلَى َخ َزآئِ ِن األَر‬

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku


adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
4. mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu
melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.
5. memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah dan
jujur merupakan syarat yang penting akan tetapi juga harus ditunjang oleh
kemampuan dalam melaksanakan tugas.
6. motivasi dan kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang
baik adalah amil zakat yang fuul time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan
dan tidak pula sambilan.
7. syarat yang tidak kalah pentingnya, hemat penulis memiliki kemampuan analisis
perhitungan zakat, manajemen, IT dan metode pemanfataan dan pemberdayaan zakat.
8. peningkatan capacity building amil sehingga bisa berkopetisi setiap momen dan
priode tertentu (pen.)

C. Regulasi Pengelolaan Zakat


Pelaksanaan Zakat di Indonesia diatur oleh Undang-undang no 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Undang-undang terdiri dari 10 bab, 25 pasal yang memuat ketentuan-
ketentuan umum tentang zakat, asas dan tujuan, organisasi pengelolaan, pengumpulan,
pendayagunaan dan ketentuan-ketentuan lain. Pelaksanaan dari Undang-undang ini diatur
oleh Keputusan Menteri Agama no. 581 tahun 1999 dan dirinci lagi oleh Keputusan Dirjen
Bimas Islam no. D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Selanjutnya,
pada tahun 2003, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan no. 373 untuk menyempurnakan
keputusan sebelumnya.
Seiring dengan perkembangan kelembagaan Zakat, peraturan-peraturan yang ada
tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Undang-undang no. 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat sebagai penyempurnaan dari peraturan-peraturan sebelumnya. Undang-
undang ini terdiri dari XI bab, 47 pasal, berisi ketentuan-ketuan umum zakat, BAZNAS,
Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan dan Pelaporan, Pembiayaan, Pembinaan dan

109
Pengawasan, peran serta masyarakat, sangsi administratif, larangan, ketentuan pidana,
ketentuan peralihan dan penutup. Pelaksanaan dari Undang-undang ini, diatur oleh Peraturan
Pemerintah no. 14 tahun 2014 .

1. Badan Amil Zakat (BAZ)


BAZ adalah organisasi pengolaan zakat yang di bentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur
masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan,
mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama Badan Amil Zakat meliputi BAZ
Nasional, BAZ Provinsi, BAZ Kabupaten/Kota, BAZ Kecamatan. Badan Amil Zakat terdiri
atas ulama, kaum cendekia, tokoh masyarak, tenaga profesional dan wakil pemerintah
mereka harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain : memiliki sifat amanah, adil,
berdedikasi, profesional, dan berintegrasi tinggi. Masa tugas pelaksanaannya selama tiga
tahun.
a. Pembentukan dan tempat kedudukan Badan Amil Zakat
1) Tingkat Nasional dibentuk oleh presiden dan usul Mentri Agama BAZ
Nasionalberkedudukan di Ibu Kota Negara.
2) Tingkat provinsi dibentuk oleh Gubernur dan usul Kantor Wilayah Depertemen Agama
provinsi,BAZ provinsi kedudukan di Ibu Kota provinsi.
3) Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota dan Departemen Agama
Kabupatan/Kota.
4) Tingkat kecamatan dibentuk oleh camat atau usul Kantor urusan Agama Kecamatan.
b. Susunan Badan Amil Zakat
Susunan BAZ disemua tingkatnya sama yaitu : Dewan pertimbangan,komisi pengawasan
dan badan pelaksanaan.
c. Tugas Badan Amil Zakat
Tugas BAZ dari Nasional sampai Kecamatan sebagai berikut :
1) Menyelengarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan,pendistribusian dan
pendayagunaan zakat.
2) Mengumpulkan dan mengelola data yang diperlukan untuk menyusunan rencana
pengelolaan zakat.
3) Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan pengumpulan,pendistribusian dan
pendayagunaan zakat.
4) Melaksanakan pengumpulan,pendistribusian,dan pendayagunaan zakat,menyusun
rencana dan program pelaksanan pengumpulan,pendistribusian,pendayagunaan dan
pengembangan pengelolaan zakat.(tingkat Kabupatan/Kota dan Kecamatan
5) Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan,komunikasi informasi, dan
edukasi pengelolaan zakat (tingkat Nasional dan provinsi).
d. Cara BAZ Mengumpulka Zakat
1) Zakat via payroll system adalah sebuah bentuk pelayanan zakat melalui pemotongan
langsung dari gaji seorang karyawan di sebuah perusahaan.
2) Zakat Via BizZakat adalah sarana 1 unit Mobil Zakat Keliling, donasi dari Bank
Mega Syariah, yang secara periodik ditempatkan di beberapa lokasi strategis guna
memudahkan muzaki melakukan pembayaran ZIS nya.

110
3) Zakat Via E-Card ialah BAZNAS bekerjasama dengan kalangan perbankan,
menyediakan fasilitas pembayara melaui menu pembayaran zakat di ATM.
4) Zakat Via Online Payment ialah BAZNAS menyediakan kemudahan layanan
pembayaran zakat, infak shodaqoh dan donasi lain melalui mekanisme online
payment atau e-payment dengan bekerjasama dengan pihak perbankan syariah dan
konvensional.
5) Zakat Layanan Perbankan Syariah ialah BAZNAS telah memiliki rekening dan
bekerjasama dengan seluruh perbankan syariah dalam proses penghimpunan zakat
nasional.
6) Zakat Via Kantor ialah BAZNAS untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat
untuk membayarkan ZIS di antaranya adalah dengan Konter Layanan Zakat, Infaq,
dan Shodaqoh (ZIS).

2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)

a. Pengertian dan kedudukan Badan Amail Zakat, LAZ adalah intitusi pengelolaan zakat yang
sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang
da‟wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat islam.Lembaga Amil Zakat ini
dikukuhkan, dibina dan dilindungi pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ
memberikan laporan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 31 KMA).
b. Pengukuhan Lembaga Amil Zakat dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang telah
memenuhi persyaratan pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian
persyaratan.pengukuhan dapat dibatalkan apabila LAZ tersebut tidak lagi memenuhi
persyaratan pemerintah yang dilaksanakan adalah :
1) Di pusat dilakukan oleh Mentri Agama.
2) Di daerah provinsi dilakukan oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama Provinsi.
3) Di daerah Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali Kota atas usul Kepala Kantol Departemen
Agama Kabupaten/Kota.
4) Di daerah Kecamatan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
c. Syarat-syarat Lembaga Amil Zakat
1) Berbadan hukum;
2) Memiliki data muzaki dan mustahiq;
3) Memiliki program kerja.
4) Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit.

3. Cara BAZ dan LAZ Mengumpulkan Zakat


Dalam pelaksanaannya BAZ dan LAZ mempunyai berbagai tehnik pengumpulan
zakat diantaranya:

111
a. Membentuk “tim penyuluh” guna melaksanakan sosialisasi sadar Zakat, Infak dan
Shadaqah melalui dinas/instansi, BUMN/BUMD, asosiasi pengusaha muslim dan
organisasi lainnya.
b. Membentuk pengurus UPZ (Unit Pengumpul Zakat)
c. Melakuklan sosialisasi “Gerakan Sadar Zakat” melalui berbagai jalur seperti penerbitan
buletin, pembuatan brosur, panflet serta pemasangan baliho di tempat-tempat strategis.
d. Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak sebagai peningkatan pengumpulan ZIS,
seperti: pasaraya, program sms amal, dll.
e. Mengoptimalkan petugas Juru Pungut (JUPUNG) dari berbagai daerah.

112
DAFTAR PUSTAKA
Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algasindo. 2005

Qadir , Abdurrahman, Zakat Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, Jakarta: PT Raja grafindo,
1998.

113
BANK INDONESIA (BI) DAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

Oleh:

Muhammad Hasbi Ashshiddiqiy dan Rizal Farid Pratinio

LATAR BELAKANG

Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang
Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan
status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali
untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Seiring berjalannya waktu dibentuk sebuah lembaga baru yang berfungsi untuk
mengemban sebagian tugas-tugas dalam Bank Indonesia, lembaga tersebut ialah OJK
(Otoritas Jasa Keuangan) yang memiliki tujuan dan berfungsi untuk perekonomian yang lebih
baik dan bisa saling berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
A. Bank Indonesia

1. Berdirinya Bank Indonesia


Bank Indonesia lahir setelah berlakunya Undang-Undang (UU) Pokok Bank Indonesia
pada 1 Juli 1953. Sesuai dengan UU tersebut, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral bertugas
untuk mengawasi bank-bank. Namun demikian, aturan pelaksanaan ketentuan pengawasan
tersebut baru ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/1955 yang menyatakan
bahwa Bank Indonesia, atas nama Dewan Moneter, melakukan pengawasan bank terhadap
semua bank yang beroperasi di Indonesia, guna kepentingan solvabilitas dan likuiditas badan-
badan kredit tersebut dan pemberian kredit secara sehat yang berdasarkan asas-asas kebijakan
bank yang tepat. Dari pengawasan dan pemeriksaan BI, terungkap berbagai praktik yang
tidak wajar yang dilakukan, seperti penyetoran modal fiktif atau bahkan praktik bank dalam
bank. Untuk mengatasi kondisi perbankan itu, dikeluarkan Keputusan Dewan Moneter No.
25/1957 yang melarang bank-bank untuk melakukan kegiatan di luar kegiatan perbankan.

2. Sekilas Sejarah Bank Indonesia


Kembali di era pemerintahan Hindia-Belanda, De Javasche Bank didirikan tepatnya
pada tahun 1828. De Javasche Bank bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Kira-kira

114
satu abad kemudian, tepatnya pada tahun 1953, Bank Indonesia dibentuk dengan
menggantikan fungsi dan peran De Javasche Bank. Sebagai bank sentral, Bank Indonesia saat
itu memiliki tiga fungsi utama yaitu di bidang perbankan, moneter, dan sistem pembayaran.
Selain itu, Bank Indonesia juga diberi wewenang untuk melakukan fungsi bank komersial
sebagaimana pendahulunya.
Lima belas tahun kemudian pemerintah menerbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang
isinya mengatur tentang tugas serta kedudukan Bank Indonesia. Undang-Undang ini
tentunya juga sebagai pembeda atas bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial.
Setelah diterbitkan Undang-Undang tersebut, Bank Indonesia juga memiliki tugas tambahan
yaitu membantu pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pada tahun 1999 Bank Indonesia memasuki era baru dalam sejarah sebagai Bank
Sentral independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Tugas tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999.
Setelah itu, beberapa amendemen Undang-Undang Bank Indonesia dilakukan.
Pertama pada tahun 2004, UU Bank Indonesia diamendemen dengan konsentrasi pada aspek
penting yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
Amendemen selanjutnya yaitu pada tahun 2008 ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU No. 2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 tahun
1999. Dalam perubahan tersebut ditegaskan bahwa Bank Indonesia juga berperan sebagai
bagian dari upaya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Perubahan Undang-Undang
tersebut ditujukan untuk mewujudkan ketahanan perbankan secara nasional untuk
menanggulangi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap layanan
pembiayaan jangka pendek dari BI.

3. Status dan Kedudukan Bank Indonesia


Status Bank Indonesia sudah sejak tahun 1999 ditetapkan sebagai lembaga negara
yang independen dan memiliki kewenangan penuh dalam melaksanakan tugas serta terbebas
dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lain. Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang
No. 23 tahun 1999 yang kemudian diubah melalui Undang-Undang No. 6 tahun 2009 tentang
Bank Indonesia. Mengingat status tersebut, maka pihak luar atau pihak lain tidak boleh
melakukan intervensi dalam bentuk apapun. Bank Indonesia juga berkewajiban untuk
menolak usaha campur tangan apapun dari pihak luar. Kedudukan dan status BI yang
independen sangat diperlukan agar BI dapat melakukan kewenangannya dalam melaksanakan
fungsi dan perannya sebagai otoritas moneter dengan maksimal.

115
4. Tujuan Bank Indonesia
Bank Indonesia memiliki satu tujuan tunggal dan tiga pilar utama dalam mendukung
tercapainya tujuan tunggal tersebut. Mengingat peran dan kapasitasnya sebagai Bank Sentral,
Bank Indonesia mengemban amanat untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Dalam menjaga kestabilan nilai rupiah Bank Indonesia melakukan dua hal yaitu:
a) Menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa
b) Menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain
Untuk mengukur aspek pertama bisa dilihat melalui laju perkembangan inflasi, sedangkan
aspek kedua bisa dilihat dari nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Dengan satu tujuan tunggal tersebut, diharapkan Bank Indonesia dapat memfokuskan
langkah serta memperjelas batasan-batasan tanggung jawab yang harus dilakukan. Oleh
karena itu, masyarakat maupun pemerintah dapat dengan mudah melihat bagaimana kinerja
Bank Indonesia.
Dalam mensukseskan tujuan tunggal Bank Indonesia, yaitu memelihara nilai rupiah,
maka Bank Indonesia memiliki tiga pilar utama yang sekaligus juga menjadi bidang
jangkauan tugasnya. Tiga Pilar tersebut adalah:
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

3. Menjaga stabilitas sistem keuangan

5. Dewan Gubernur Bank Indonesia


Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur dengan seorang Gubernur sebagai
kepala yang dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, serta empat sampai
tujuh Deputi Gubernur. Jabatan Gubernur BI dan Deputi Gubernur adalah selama lima tahun
dan dapat diangkat kembali dengan masa jabatan yang sama maksimal 1 kali masa jabatan
berikutnya.
Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh
Presiden Republik Indonesia dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Calon Deputi
Gubernur diusulkan oleh Presiden dengan melihat rekomendasi dari Gubernur BI sendiri.
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dapat diberhentikan apabila terbukti melakukan
tindak pidana kejahatan, tidak dapat hadir secara fisik selama 3 bulan berturut-turut tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak mampu memenuhi kewajiban kepada

116
kreditur, berhalangan tetap, serta bila mengundurkan diri. Selain dari alasan-alasan tersebut,
Presiden RI tidak bisa memberhentikan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Forum Rapat Dewan Gubernur merupakan wadah untuk mengambil keputusan
tertinggi yang diselenggarakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan dengan tujuan
untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, sekurang-kurangnya satu kali dalam
seminggu untuk mengevaluasi pelaksanaan moneter atau kebijakan lain yang sifatnya
strategis dan prinsipil. Keputusan dapat dicapai melalui musyawarah demi mencapai kata
mufakat. Apabila kata mufakat tidak dapat tercapai, maka Gubernur akan mengambil
keputusan akhir.

B. OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

1. Latar belakang pembentukan OJK?


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti Asuransi,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan
dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 tersebut.
Tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan pasar modal secara resmi beralih dari
Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan
pengawasan di sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan Lembaga
Keuangan Mikro pada 2015.

2. Tujuan pembentukan OJK?


Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK dibentuk dengan
tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur,
adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara

117
berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun
masyarakat.
Dengan pembentukan OJK, maka lembaga ini diharapkan dapat mendukung kepentingan
sektor jasa keuangan secara menyeluruh sehingga meningkatkan daya saing perekonomian.
Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional. Antara lain meliputi sumber
daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan
tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. OJK dibentuk dan dilandasi dengan
prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness)

3. fungsi, tugas, dan wewenang OJK?


OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Sementara berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, tugas utama dari OJK adalah
melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap:
1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan,
dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:


1. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
2. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
3. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
4. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
5. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga
Jasa Keuangan;
8. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan

118
.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala eksekutif;
3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan
tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan
jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan;
4. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertentu;
5. Melakukan penunjukan pengelola statuter;
6. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
7. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
8. Memberikan dan/atau mencabut:
a. Izin usaha;
b. Izin orang perseorangan;
c. Efektifnya pernyataan pendaftaran;
d. Surat tanda terdaftar;
e Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
f. Pengesahan;
g. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
h. Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.

4. Pengalihan Fungsi Perbankan dari BI ke OJK

a. Latar Belakang Pengalihan Fungsi Pengaturan dan Pengawasan Perbankan


Untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan
dan stabil diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara
teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat, sehingga diperlukan OJK yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu,
independen dan akuntabel.

119
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan - Kementerian Keuangan ke OJK.Sejak 31 Desember
2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di
sektor Perbankan beralih dari BI ke OJK.Pengaturan dan pengawasan mengenai
kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup
pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK.
Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential merupakan tugas dan
wewenang BI. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK
berkoordinasi dengan BI untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada
Perbankan.

b. Kerjasama dan Koordinasi dalam rangka Pelaksanaan Tugas BI dan OJK


Keputusan Bersama BI dan OJKKerjasama dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan
tugas BI dan OJK guna mewujudkan sistem keuangan yang stabil dan berkesinambungan
tertuang dalam Keputusan Bersama tanggal 18 Oktober 2013 dengan prinsip dasar bersifat
kolaboratif, meningkatkan efisiensi danefektifitas, menghindari duplikasi, melengkapi
pengaturan sektor keuangan, dan memastikan kelancaran pelaksanaan tugas BI dan OJK.
Ruang lingkup bentuk kerjasama dan koordinasi dalam rangka mendukung
pelaksanaan tugas dan wewenang BI dan OJK yang sejalan dengan UU BI dan UU OJK,
meliputi:
1) Bekerjasama dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas sesuai kewenangan masing-
masing.
2) Pertukaran informasi Lembaga Jasa Keuangan serta pengelolaan sistem pelaporan bank
dan perusahaan pembiayaan oleh BI dan OJK;.
3) Penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan BI oleh OJK,
dan
4) Pengelolaan pejabat dan pegawai BI yang dialihkan atau dipekerjakan pada OJK.

c. Pembentukan Tim Transisi Dewan Komisioner OJK membentuk Tim Transisi


Berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Gubernur BI. Tim Transisi tersebut
bertugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Komisioner dengan wewenang
untuk mengidentifikasi dan memverifikasi kekayaan, infrastruktur, informasi, dokumen dan

120
hal lain yang terkait dengan pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan dan
mempersiapkan pengalihan penggunaannya ke OJK.

d. Pengawasan Terintegrasi
Perkembangan sektor keuangan yang terintegrasi menuntut OJK untuk melakukan
pengawasan secara terintegrasi dengan tujuan meningkatkan efektivitas pengawasan atas
lembaga jasa keuangan secara terintegrasi antar sub sektor keuangan. Pelaksanaan
pengawasan terintegrasi diharapkan dapat menurunkan potensi risiko sistemik kelompok jasa
keuangan, mengurangi potensi moral hazard, mengoptimalkan perlindungan konsumen jasa
keuangan dan mewujudkan stabilitas sistem keuangan.
Road map pengembangan sistem pengawasan terintegrasi mencakup hal-hal sebagai
berikut :
a. Menyusun metodologi pengawasan konglomerasi yang mencakup siklus pengawasan,
metodologi perhitungan permodalan, dan metode rating terhadap konglomerasi;
b. Menyusun peraturan internal OJK untuk mendukung implementasi pengawasan
terintegrasi. Ketentuan tersebut terdiri dari ketentuan mengenai sistem pengawasan
terintegrasi, forum komunikasi dan koordinasi pengawasan terintegrasi, dan mekanisme
koordinasi pengawasan terintegrasi;
c. Menyiapkan organisasi dan SDM;
d. Menyiapkan sistem informasi dan pelaporan.OJK selaku otoritas pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan berupaya agar pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat
membawa sektor jasa keuangan berjalan teratur, kredibel dan tumbuh berkelanjutan.
OJK mencanangkan 8 program strategis:
1. Integrasi , pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan
2. Peningkatan kapasitas pengaturan dan pengawasan
3. Penguatan ketahanan dan kinerja sistem keuangan
4. Peningkatan stabilitas sistem keuangan
5. Peningkatan budaya tata kelola dan manajemen risiko di lembaga keuangan
6. Pembentukan perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi serta melaksanakan
edukasi dan sosialisasi yang massif dan komprehensif
7. Peningkatan profesionalisme sumber daya manusia,
8. Peningkatan tata kelola internal dan quality assurance. Selain kedelapan program
strategis tersebut, ada 3 kegiatan strategis lainnya yang juga menjadi garapan ojk yaitu
kerjasama domestik dan internasional, persiapan pengalihan fungsi pengawasan dan

121
pengaturan perbankan ke OJK dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dewan Komisioner Ex-
Officio.

C. Perbedaan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan

Perbedaaan BI dengan OJK adalah BI berperan sebagai pengawas aspek


makroprudensial dan OJK berperan sebagai pengawas mikroprudensial.
Pada awal tahun 2014 oleh Agus Martowardojo selaku Gubernur BI di kantor
Presiden, Jakarta menyebutkan “Pada saat OJK menerima pengalihan pengawasan perbankan
dari BI, OJK akan lebih mengawasi aspek mikroprudensialnya, sedangkan umum tetap ada di
BI dari segi makroprudensial, namun tidak bisa betul-betul dipisahkan karenanya perlu ada
sinergi dimana implementasi pengawasan mikroprudensial dan makroprudensial itu perlu
dilakukan dengan baik”. Dari sini bisa kita tangkap tugas BI berfokus menjaga stabilitas
keuangan contohnya aturan batas minimal uang muka kredit kendaraan bermotor, pemilikan
rumah serta aturan giro wajib minimum (GWM), sedangkan tugas OJK lebih kepada
pengaturan dan pengawasan individual perbankan atau lembaga keuangan.
Pengawasan di bawah OJK dilandasi semangat untuk memberikan perhatian kepada
perlindungan dan edukasi bagi konsumen. Edukasi dan perlindungan konsumen keuangan
diarahkan untuk mencapai dua tujuan utama
Pertama, meningkatkan kepercayaan dari investor dan konsumen dalam setiap aktivitas dan
kegiatan usaha di sektor jasa keuangan.
Kedua, memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan sektor jasa keuangan
secara adil, efisien, dan transparansi. Dalam jangka panjang, industri keuangan sendiri juga
akan mendapat manfaat yang positif untuk memacu peningkatan efisiensi sebagai respon dari
tuntutan pelayanan yang lebih prima terhadap pelayanan jasa keuangan.

122
DAFTAR PUSTAKA
www.bi.go.id

www.ojk.go.id

123
124

Anda mungkin juga menyukai