Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang masalah

Sebagai lembaga keuangan dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal
perbankan yagnmengalami perkembanga pesat, bank syariah akn selalau berhadapan dengan
berbagai jenis resiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan
usahanya.resiko dalam konteks perbankan merupakan sutu kejian yang potensial, baik yang
dapt diperkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan yang berdampak negative terhadap
perndapatan dan permodalan bank. Resiko tersebut tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola
dan dikendalikan. Salah satu resiko yang dihadapi oleh dunia perbankan adalah resiko
likuiditas. Oleh karena itu sebagaiaman lembaga perbankan pada umumnya bank syariah juga
memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yagn dpat digunakan dalam
mengendaliaka dan mengelola resiko yang akan timbul, baik resiko likuidtas maupun resko
yang lainya.

2. Rumusan Masalah

A. Apa yang dimaksud dengan resiko likuiditas?

B. Bagaimanakah proses manajemen resiko likuiditas?

C. Bagimana cara mengendalikan resiko likuiditas tersebut?

3. Tujuan

A. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan resiko likuiditas.

B. Untuk mengetahui bagaimanakah proses manajemen resiko likuiditas.

C. Untuk mengetahui bagimana cara mengendalikan resiko likuiditas tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Resiko Likuiditas


Untuk mengetahui lebih jelasnya pengertian resiko likuiditas, di sini penulis akan terlebih
dahulu menjelaskan apa yang dimaksud dengan resiko, kemudian likuiditas dan pada akhinya
bisa disimpulkan apa yang dimaksud dengan resiko likiuditas.

Beberapa sumber telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan resiko, berikut ini adalah
penjelasan dari sumber-sumber tersebut:

1. Pengertian Resiko

Resiko merupakan bahaya: resiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau
kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai

Resiko juga merupakan peluang: resiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk
mencapai tujuan.[1]

Resiko adalah sesuatu yang selalu dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya keadaan yang
merugikan dan tidak diduga sebelumnya bahkan bagi kebanyakan orang tidak
menginginkannya[2]

Resiko adalah sebagai konsekuensi atas pilihan yang mengandung ketidak pastian yang
berpotensi mengakibatkan hasil yang tidak diharapkan atau dampak negative lainya yang
merugikan bagi yang mengambil keputusan.[3]

Resiko merupakan informasi, kejadian, kerugian atau pekerjaan yang terjadi sebagai akibat
dari keputusan yang diambil dalam kehidupan sehari-hari. resiko dapat bersifat pasti maupun
tidak pasti.[4]

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan resiko adalah ketidakpastian atas
sebuah keputusan yang telah diambil yang berpotensi menimbulkan dampak negative atau
berlawan dengan tujuan yang akan dicapai.

2. Pengertian Likuiditas

Berikut ini pendapat-pendapat yang menjelaskan tentang likuiditas:

Likuiditas didefinisikan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk melunasi seluruh


liabilitas jangka pendeknya, yaitu liabilitas yang jatuh tempo kurang dari satu tahun.[5]

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.


Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban
atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya.[6]

Menurut Joseph E. Burns, Likuiditas bank berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk
menghimpun sejumlah tertentu dana dengan biaya tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.
Pernyataan tersebut sependapat dengan Oliver G. Wood, Jr yang menyatakan bahwa
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah
deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo dan memenuhi permintaan kredit tanpa
penundaan. Tak berbeda jauh, Wiliam M. Glavin menyatakan bahwa Likuiditas berarti
memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajiban.[7]

Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud dengan likuiditas adalah kemampuan perusahaan atau
bank dalam menyediakan dana guna memenuhi segala kewajibanya.

3. Pengertian Resiko Likuiditas

Setelah kita membahas pengertian tentang resiko dan likuiditas baru kita bahas
tentang pengertian dari resiko likuiditas, berikut ini bebrapa pendapat dari pengertian resiko
likiditas:

Resiko likuiditas adalah resiko yang antara lain disebabkan oleh bank tidak mampu
memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo.[8]

Islamic Financial Service Board (IFSB) mendifinisikan resiko likuiditas sebagai potensi
kerugian yang dapat dialami oleh bank islam karena ketidakmampuanya memenuhi liabilitas
yang telah jatuh tempo atau ketidakmampuan bank islam dalam mendanai peningkatan
asetnya dengan biaya yang relative murah dan tanpa adanya kerugian berarti yang diderita.

Sementara itu BI melalaui PBI no.13/23/PBI/2011 mendefinisikan bahwa resiko likuiditas


sebagi resiko akibat ketidakmampuan bank memenuhi liabilitas yang jatuh tempo dari
sumber pendanaan arus kas dan atau likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakan, tanpa
mengganggu aktivitas dan keuangan.[9]

Selain definisi tersebut sumber yang lainya mengatakan bahwa resiko likuiditas adalah
resiko yang antara lain disebabkan oleh ketidak mampuan bank untuk memenuhi
kewajibanya pada saat jatuh tempo.[10]

Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul jika suatu pihak tidak dapat membayar
kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak tersebut memiliki aset yang
cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tapi ketika aset tersebut tidak bisa
dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka pihak tersebut dikatakan tidak likuid.[11]

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan resiko
likuiditas adalah resiko yang timbul akibat dari ketidak mampuan bank dalam memenuhi
kewajibannya kepada nasabah ketika telah jatuh tempo.

B. Faktor Pendorong Timbulnya Resiko Likuiditas

Secara umum resiko likuiditas mencakup dua hal yaitu kemampuan bank dalam memenuhi
liabilitas atau jumlah dana simpanan nasabah yang akan ditarik kembali oleh para nasabah,
kemudian hal yang kedua adalah kemampuan bank dalam mendapatkan dana baru , dana baru
yang dimaksud disini adalah akses atau sumber pendanaan yang bisa segera bank islam
dapatkan guna memenuhi kebutuhan jangka pendek yang telah jatuh tempo.
Dengan demikian resiko likuiditas perbankan merupakan akibat dari interaksi antara asset
dan liabilitas yang bank islam miliki. Sehingga permasalahan likuiditas pada bank islam
dapat terjadi jika beberapa kejadian berikut terjadi.[12]

1. Pada saat penarikan dana simpanan yang berjumlah besar. Ini bisa menjadi penyebab
bank islam mengalami permasalahan likuiditas, karena jika pada saat nasabah melakukan
penarikan dana dari bank dengan jumlah yang besar, akan tetapi pada saat yang bersamaan
pihak bank tidak memiliki sumber yang mencukupi dan tidak bisa mencari sumber pendanaan
lain dengan cepat untuk bisa memenuhi kewajibanya tersebut. Maka akan menyebabkan
terjadinya kekosongan kas.

2. Ketika bank islam telah memiliki komitmen pembiayaan dalam jumlah besar yang
belum terealisasi dengan debitur dan pada saat realisasi bank islam tidak memiliki dana yang
cukup. Dalam kejadian seperti ini bisa diibaratkan seperti saat kita berjanji kepada orang lain,
akan tetapi pada saat tiba waktunya untuk menepati janji, kita tidak bisa menrpatinya. Hal ini
akan menyebebkan penurunana tingkat kepercayaan nasabah yang berakibat para nasabah
akan kabur dari bank.

3. Terjadi penarikan simpanan yang cukup besar dan bank islam tidak memiliki asset yang
dapat segera dicairkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut. Oleh karena itu
memang sudah seharusnya bank islam memiliki asset yang dapat bisa dengan cepat untuk
dicairkan seperti sertifikat bank Indonesia atupun asset-aset yang lainya yang sejenis. Maka
bank islam tidak bisa menyalurka seluruh dana ataupun asset yang dimilikinya untuk
pendanaan ataupun jenis-jenis akad pembiayaan yang tidak bisa dicairkan dalam waktu
singkat.

4. Terjadi penurunan besar-besaran terhadap nilai asset yang bank miliki yang memicu
turunya pula tingkat kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut. Turunya tingkat
kepercayaan nasabah terhadap bank akan memicu para nasabah untuk menarik dana
simpananya yang terdapat di bank tersebut, jika tidak semua nasabah yang menarik
investasinya dan pihak bank bisa memenuhi kewajibanya itu maka kondisi bank akan baik-
baik saja, akan tetapi jika para nasabah melakukan penarikan dananya secara bersama-sama
tentu saja pihak bank tidak akan sanggup untuk memenuhi kewajibanya tersebut. Dan
akibatnya bank akan mengalami kebangkrutan.

5. Kondisi ekonomi dan moneter

Sebagai bagian dari system perekonomian, kondisi perekonomian secara umum sangat
mempengaruhi kondisi likuiditas perbankan syariah. Pada saat terjadi tingkat inflasi yang
tinggi yang akan ditandai dengan tingginya demand, maka otoritas moneter akan mengambil
kebijaka kontarksi moneter dengan memainkan instrument moneter seperti menaikan tingkat
suku bunga serifikat bank Indonesia. Akibatnya bank konvensional juga akan menaika
tingkat suku bunganya sehingga deposan memiliki mind-set ration aka menarik dananya dari
bank syriah dan akan memindahkanya ke bank konvensional. Bank konvensional memiliki
flexibilitas dalam menyesuaikan returnnya (suku bunganya) dibandingkan pada bank syariah
yang tidak menggunakan sistim bunga. Oleh karana itu prsaingan dalam menarik dana
masyarakat tidak hanya terjadi dalam sesama bank syariah atau lembaga syariah, tetapi juga
datang dari bank konvensional, terutama dalam memperebutkan segmen deposan.[13]

C. Proses Manajemen Resiko Likuiditas

Likuiditas menjadi hal yang penting bagi bank islam untuk dikelola. Pengelolaan resiko
likuditaspada bank islam sedikit lebih rumit dibandingkan dengan jenis resiko lainya, hal ini
karena likuiditas memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Di satu sisi tingginya likuiditas
pada suatu bank membuat posisi bank relative aman dan stabil, tetapi di sisi lain likuiditas
yang terlalau banyak akan menyebabkan tingkat profitabilitas atau keuntungan suatu bank
menjadi menurun, ini dikarenakan asset-aset yang likuid biasanya tidak menghasilkan atau
memberikan profit bagi bank tersebut.[14]

Dalam perbankan manajemen likuiditas adalah salah satu hal yang penting dalam memelihara
kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Untuk itu setiap bank yang beroperasi sangat
menjaga likuiditasnya agar pada posisi yang ideal. Dalam manajemen likuidtas bank berusaha
untuk mempertahankan status rasio likuiditas, memperkecil dana yang menganggur guna
meningkatkan pendapatan dengan resiko sekecil mungkin, serta memenuhi kebutuhan
cashflownya.

Jadi tujuan manajemen likuiditas adalah mencapai cadangan yang dibutuhkan yang telah
ditetapkan oleh bank sentral karena kalu tidak dipenuihi akan kena pinalti dari Bank sentral,
kedua memperkecil dana yang menganggur karena kalau banyak dana yang menganggur
akan mengurangi profitabilitas bank, dan mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga
proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana oleh
nasabah, pengambilan pinjaman[15].

Dalam manajemen likuiditas yang baik, haruslah diawali dengan proses pengukuran
likuiditas pada bank islam dan dengan diakhiri dengan berbagai strategi mitigasi resiko yang
dapat dilakuakan bank islam.[16]

1. Penetapan risk appetie

Risk appetie adalah tingkat toleransi resiko dari manajemen bank dalam menciptakan nilai
bagi pemilik bank.risk appetie terdiri atas dua komponen utama yaitu, risk tolerance dan risk
limit.
Risk tolerance menunjukan seberapa banyak cadangan modal yang secara kuantitatif
dipersiapkan untuk mengantisipasi resiko.risk tolerance juga menggambarkan tingkat resiko
yang masih dapat diterima oleh bank secara keseluruhan karena dianggappotensi kerugian
yang akan terjadi masih dapat diserap oleh cadangan modal yang masih dimiliki.

Sedangkan risk limit adalah batas toleransi resiko yang diperkenankan untuk lebih
granular,yaitu tingkat resiko yang dapat diterima pada level unit bisnis atau divisi. Resiko
limit juga merupakan panduan bagi setiap unit bisnis yang ada pada struktur orgaisasi bank
islam untuk mengambil resiko pada setiap transaksi yang dilakukan,setiap transaksi yang
masih dibawah risk limit akan tetap dilakukan namun apabila diatas risk limit maka transaksi
tersebut sebaiknya ditinggalkan atau minimal dipertimbangkan secara matang.[17]

Proses penetapan risk appetie bukan merupakan proses yang hanya mengandalkan intuisi atau
penilaian kualitatif belaka, tetapi juga harus juga berdasarkan data historis yang mecerminkan
tingkat resiko yang ada pada bank islam dan sekaligus memepertimbangkan pengembangan
bisnis bank islam dimasa depan.[18]

2. Identifikasi resiko

Proses identifikasi resiko merupakan sebuah proses untuk menentukan resiko apa yang dapat
terjadi dan bagaimana resiko itu trjadi. Proses identifikasi resiko harus dilakukan secara
menyeluruh. Jenis resiko yang melekat pada produk dan aktivitas bank dapat berbeda-beda,
bagitu pula dampak yang diakibatkan oleh resiko tersebut.[19]

Terdapat beberapa tahapan dalam mengidentifikasi sebuah resiko, pertama menyususn daftar
resiko secara komperhensif, resiko yang mngkin terjadi disusun berdasarkan dampak pada
setiap elemen kegiatan, factor-faktor penyebabnya, hingga diketahuai besarnya tingkat resiko
yang mungkin terjadi nantinya. Keduamenganalisis karakteristik resiko yang melekatpada
bank islam baik pada produk-produk maupun pada kegiata usaha
bank. Ketiga menggambarkan proses terjadinya resiko dengan menganalisis factor-faktor apa
yang menjadi penyebab timbulnya sebuah resiko. Keempat menentukan pendekatan atau
instrument yang tepat untuk identifikasi resiko. Misalnya berdasarkan pengalaman,
pencatatan atas resiko yang pernah terjadi,dan sebagainya[20].

3. Pengukuran resiko likuiditas[21]

Proses manajemen resiko likuiditas diawali dengan identifikasi berbagai komponen pada
asset dan liabilitas yang sangat terkait dengan likuiditas bank islam. Aset-aset yang dimiliki
bank syariah akan menghasilkan arus kas masuk, dimana dalam arus kas masuk tersebut ada
babarapa cara yang dapat ditempuh oleh bank islam untuk mendapatkan dana liquid.
Sementara liabilitas yang dimiliki akan mengakibatkan arus kas keluar dari bank islam, seprti
penarikan dan yang dilakukan oleh para nasabah, pemberian nisbah bagi hasil dengan nasaba
maupun para invesror dan sebaginya.
Pengumpulan data arus kas masuk dan keluar sangatlah penting karena akan menjadi sumber
informasi dalam penyusunan proyeksi arus kas. Dengan mengamati pola perilaku arus kas
yang masuk dan arus kas yang keluar di masa lalu dan kemudian menggunakanya untuk
memprediksi dan memproyeksikan arus kas dimasa yang akan datang, sehingga dengan
menggunakan data tersebut bank dapat memeperoleh proyeksi kelebihan atau kah kekurangan
likuiditas dimasa yang akan datang.

Jika kondisinya arus kas yang masuk lebih besar dibandingkan dengan arus kas yang keluar
maka bank islam mengalmi kelebihan likuiditas(excess liquidty) dan jika kondisinya pada
sebaliknya maka bank islam mengalami kekurangan likuiditas (shortage liquidity). Maka
informasi ini sangat berguna bagi bank islam untuk menentukan kapan pendanaan
kekurangan likuiditas harus dilakukan agar bank islam terhindar dari masalah likuiditas.
Dengan demikian langkah antisipatif untuk menghindari masalah likuiditas dapat dilakukan,
agar model proyeksi arus kas masuk dan keluar dapat dipastikan akurasinya maka back
testing perlu dilakuakan agar kesalahan proyeksi dapat diminimalisirkan.[22]

Kemudian selain dengan metode kas masuk dan keluar pengukuran resiko likuiditas juga bisa
dilakkan dengan cara melihat besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik
berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai secara harian. Dan Melaksanakan
monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun
setoran tunai nasabah.

Untuk melihat apakah sebuah perusahaan atau bank dikatagorikan likuid atau tidak maka
dapat dapat digunakan current ratio sebagai alat untuk menganalisanya. Current ratio
biasanya digunakansebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan
juga merupakan petunjuk untuk mengetahui dan menduga smpai manakah kiranya kita
apabila kita memeberikan kredit berjangka pendek kepada seorang nasabah, dapat merasa
aman atau tidak. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk, apakah
perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi
kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang
sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup
melampaui besarnya kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa,
sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya
dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas
ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat
memenuhi kewajibannya.

Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena terdapat
kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada
waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos modal kerja
dengan ketat/dengan semestinya. Dilain pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu
current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas
yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.
Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada
suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang suatu current ratio yang rendah malahan
menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila
saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari persediaan
ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari
besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang
lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat.

Munawwir menyatakan current ratio 200% kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan,
tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar
atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 200%
hanya merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk
mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut.

Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek,
atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu
perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya
hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proposisi atau distribusi dari aktiva lancar
yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan
taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah
dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo
piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.[23]

Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut :

Current ratio= (aktiva lancer : hutang lancar) x 100%

4. Mitigasi resiko likuiditas[24]

Mitigasi adalah suatu langkah pencegahan untuk menaggulangi resiko yang ada. Secara
umum proses manajemen resiko likuiditas tidak jauh beda dengan resiko lainya,khusus untuk
resiko likuiditas praktik manajemen resiko harus dilakukan dalam upaya menjaga agar bank
islam berada dalam tingkat likuiditas optimal dimana kelebihan maupun kekurangan
likuiditas dapat dihindari. Oleh karena itu melalui departemen treasury aktivitas bank islam
dalam mengelola likuiditas berlangsung secara dinamis dibandingkan dengan resiko lainya,
hal ini disebabkan karena resiko likuiditas dapat terjadi kapan saja.

Kebijakan resiko likuiditas pada bank islam biasanya terdiri dari empat hal, yaitu kebijakan
investasi untuk mengalokasikan kelebihan likuiditas, kebijakan pendanaan untuk menangani
kekurangan likuiditas, kebijakan terkait liquidity buffer dan strategi mitigasi resiko likuiditas
bank islam dapat dilakukan untuk menghindari kerugian akibat terjadinya permasalahan
likuiditas. Jika terdapat kelebihan likuiditas yakni kondisi dimana arus kas yang masuk lebih
besar dibandingkan arus kas yang keluar sebagia akibat berlimpahnya dana pihak ketiga yang
masuk bank islam harus menggunakan berbagai instrument investasi jangka pendek yag
digunakan untuk menempatkan dana yang lebih tersebut. Karena bersifat sementar maka
sebaiknya instrument investasi yang digunakan merupakan instrument yang mudah
ditransaksikan dipasar , jika sewaktu-waktu bank mengalami likiuiditas segera instrument
tersebut biasanya berupa SBIS (sertifikat bank indonesia syariah), pasar uang dan sebagainya.

Begitu pula dengan keadaan yang sebaliknya saat bank islam mengalami kekurangan
likuditas maka bank akan mencari sumber dana yang cepat untuk memenuhi kewajiabanya
tersebut. Karena kekurangan likuiditas biasanya juga bersifat sementara maka sumber
pendanaan yang dicari juga seharusnya yang berjangka waktu pendek. Beberapa sumber
pendanaan biasanya diperoleh dari pasar uang maupun pasar uang antar bank, atau ara yang
lainya adalah dengan cara bank menerbitkan surat berharaga.

5. Proses review resiko

Dalam sebuah proses kegiatan tentu akan lebih baik lagi apabila trdapat proses evaluasi atau
review, begitupula pada proses manajemen resiko juga terdapat tahapan peng-evaluasian
setelah analisis serta proses manajemen resiko yang telah dilakukan. Evaluasi resiko
merupakan hal yang sangat penting kareana akan menentukan langkah dan tindakan yang
dapat diambil manajemen untuk mengelola resiko tersebut.

Pada tahapan evaluasi dan review resiko, tingkat resiko actual yang terjadi pada bank islam
dimonitor dan dibandingkan dengan berbagai ketentuan resiko yang telah ditetapkan
sebalumnya.[25] Selain itu evaluasi resiko juga dapat digunakan untuk melihat apakah
kebijakan-kebijakan yang diambil dalam penanggulangan resiko sudah efektif atau belum,
serta juga bisa digunakan untuk menentukan kebijkan apa yang akan diambil untuk langkah
kedepanya.

D. Pengendalian Resiko Likuiditas

Resiko likuiditas muncul sebagai konsekuensi dari fungsi intermediasi yang diambil oleh
bank. Resiko ini akan senantiasa melekat pada bank sepanjang proses bisnis yang dijalan kan
oleh sebuah bank. Mulai dari bank mengumpulkan dana dari masyarakat, hingga sampai bank
menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat. sehingga menajemen resiko
likuiditas sudah selayaknya dilekatkan pada setiap tahapan pada proses bisnis sabuah bank,
termasuk pada saat menciptakan suatu produk keuangan. Untuk melakukan pengendalian dan
mitigasi resiko likuiditas yterdapat beberapa hal yang seharusnya dilakukan bank islam.[26]

Pertama sebiknya bank islam melakuka diversivikasi atas sumber pendanaan yang digunakan
untu mendanai berbagai pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat. diversivikasi
tersebut mencakup berbagai jenis produk simpanan dana pihak ketiga dengan jangka waktu
bervariasi (janka pendek, menengah, maupun jangka panjang). Sebaliknya, konsentrasi
pendanaan yang hanya pada satu produk simpanan saja sebiaknya dihindari karena justru
akan meningkatkan resiko likuiditas abagi sebuah bank. Penyebab harus dihindarinya
konsentrasi pendanaan yang hanya pada satu produk simpanan saja adalah, seumpamanya
jika suatu bank memiliki produk penyaluran dana yang banyak tetapi pada bank tersebut
hanya memiliki satu produk pendanaan kita ambil contohnya tabungan , ketika suatu saat
bank telah melakukan kontrak pembiayaan atau akan menyalurkan dan kepada masyarakat
dan pada kondisi yang bersamaan ada nasabah yang akan melakukan penarikan
dana tabungannya maka dapat dipastikan bank tidak bisa menyalurkan dana tersebut kepada
masyarakat dikarenakan uang yang ada di bank atau yang akan diberikan telah dikembalikan
pada pemiliknya, sehingga hal ini akan menyebabkan kekosongan kas pada bank tersbut.
Oleh karena itu dalam produk penghimpunan dana tidak boleh hanya terkonsentrasi pada satu
produk saja. Karena sifat tabungan yang bisa ditarik kapan saja maka bank tidak bisa
memprediksi jangka waktu tabungan para nasabahnya, akan tetapi jika terdapat produk yang
lainya seperti produk deposito berjangka, mak pihak bank dapat memprediksi kapan nasabah
akan melakukan penarikan dan pihak bank juga bisa menyalurkan dan kepada masyarakat
tanpa harus khawati nasabah kan melakukan penarikan dana secara tiba-tiba.

Diversifikasi pada sisi sumber pendanaan pun juga harus diimbangi dengan diverifikasi pada
penyaluran dananya. Bila pada sisi pendanaan melimpah akan tetapi pada sisi penyaluran
dananya hanya pada stu produk saja, maka hal ini kan mengakibatkan dana yang sudah
terkumpul akan mengendap di bank saja , dan kondisi ini akan berpengaruh pada
profitabilitas bank tersebut.

Kedua untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek, bank islam dapat menggunakan
beberapa skema pendanaan jangaka pendek. Misalnya dengan kontarak skema mudharabah
jangka pendek antar bank islam. Kekurangan likuiditas dapat ditutupi dengan cara mencari
dana likiuid dari bank islam lainya di mana keduanya bertransakasi dengan akad
mudaharabah jangka pendek. Dengan demikian bank islam dapat segera menutupi
kekurangan likuiditas yang terjadi.

Selain dengan mudharabah tersebut bank islam juga dapat mencari dana melalaui akad jual
beli murabahah. Bank akan membeli komoditas tertentu dari pihak lain secara tanggguh
(kredit) dan kemudian akan menjualnya kembali pada pihak ketiga secara tunai. Namun
skema akad ini harus dipastikan terhindar dan terbebas dari bentuk jual beli yang terlarang
dan juga bebas dari unsure riba. Dan skema lain yang dapat bank gunakan untuk menutupi
kekurangan likuiditas adalah skema waklah. Pada skema ini bank islam akan bertindak
sebagai wakil investor untuk menginvestasikan dananya kepada berbagai kegiatan yang
menguntungkan. Dengan egitu bank islam bisa mendapatakan fee sedangkan keuntungan dari
investasi tersebut akan menjadi milik investor sepenuhnya.

BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan

Setiap jenis usaha pasti memiliki berbagai jenis resiko, tak terkecuali pada jenis usaha
perbankan syariah. Salah satu resiko yang dihadapi oleh dunia perbankan adalah jenis resiko
likuiditas. Resiko ini mengharuskan bank untuk bisa mengelola aset-asetnya dan mengontrol
jumlah asset yang likuid guna memenuhi kewajiban bank, dalam menghadapi resiko
likuiditaas bank memiliki manajemen tersendiri, proses manajemen resiko likuiditas yang
baik bank harus dimulai dari tahapan mengukur likuiditas sampai dengan tahap mitigasi serta
diakhiri dengan berbagai strategi guna mengelola likuiditas pada bank islam.

Manajemen resiko likuiditas sangat diperlukan bagi keberlangsungan sebuah bank,


kurangnya likuiditas pada bank tentu akan menggagu stabilitas kas pada sebuah bank, akan
tetapi likuiditas yang berlebihan juga tidak baik bagi sebuah bank, karena dengan banyaknya
asset yang dicadangkan maka akan mengurangi profitabilitas bank tersebut. Maka dengan
manajemen resiko likuiditas bank akan bisa memenuhi kewajibannya tanpa harus
mencadangkan banyak aseetnya, sehingga profitabilitas bank bisa tetap terjaga.

DAFTER PUSTAKA

· Indroes, Ferry N. manajemen resiko perbankan. Jakarta. Rajagrafindo persada. 2008

· Wahyudi, Imam. dkk. Manajemen resiko bank islam. Jakarta. Salemba empat. 2013.

· Karim, Adiwarman A. Bank Islam. Jakarta. Rajagrafindo Persada. 2010.

· http://ammarawirausaha.blogspot.com/2009/10/pengertian-resiko-usaha.html

· http://riaembo.blogspot.com/2013/04/risiko-likuiditas.html

· http://syrifhidayat1992.blogspot.com/2013/04/manajemen-likuiditas-bank-syariah.html

· http://3yoo.wordpress.com/2012/06/07/manajemen-likuiditas/

· http://fadliknight.wordpress.com/2011/10/08/manajemen -likuiditas-bank/

· http://top-studies.blogspot.com/2013/11/pengertian-risiko-usaha-
kewirausahaan.html#sthash.b3Zjk8Iw.dpuf
· http://id.wikipedia.org/wiki/Likuiditas

· http://makalahegi.blogspot.com/2013/01/manajemen-likuiditas-bank.html
BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi Likuiditas

Secara umum, definisi likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana
(cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah
kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan Dari sudut
pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan
portofolio reliabilitas.

Apabila bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi
kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak
maka muncullah “resiko likuiditas“.

Definisi Resiko Likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat
dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek
dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuiditas
ditentukan antara lain:

a) Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh
nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.

b) Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming
transfer maupun setoran tunai nasabah.

c) Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan
pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan
membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut
dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.

d) Selanjutnya Bank menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara
lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.

e) Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan
fungsi ALCO (Asset & Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya
dan meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.

Oleh karena itu bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan
mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan
mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu
besar, karena apabila jumlah likuiditas terlalu besar maka akan menurunkan efisiensi bank
sehingga berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.

B. Jenis – Jenis Risiko likuiditas


1) Resiko likuiditas pasar dimana resiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan
offsetting tertentu dengan harga karena kondisi likuditas pasar yang tidak memadai atau
terjadi gangguan dipasar. Contohnya Bank XXX Syariah memberikan bagi hasil yang tidak
wajar misalkan 80% (eq.rate 12 %) agar nasabah dana mau menyimpan dananya padahal
pada saat yang bersamaan pasar hanya eq. rate 8.5 %.

2) Resiko likuditas pendanaan dimana resiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan
assetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. Contohnya Bank Zulfikar
Syariah pada saat membutuhkan likuditas, Bank Zulfikar Syraiah tidak mampu menjual
obligasi yang dimilikinya walaupun sudah diberikan discount cukup besar.

Selain itu Peristiwa risiko likuiditas yang sering kali terjadi meliputi : Tingkat dimana
dibutuhkan penambahan dana dengan biaya tinggi dan atau menjual aset dengan harga
discount, Ketidaksesuaian jatuh tempo (maturing mismatch) anntara eraning assets dan
pendanaan, Pinjaman jangka pendek (borrow short) dan pembiayaan jangka panjang (lend
long) dengan spread yang lebar, dan Kontrak mudharabah mengijinkan nasabah untuk
menarik dananya setiap saat tanpa pemberitahuan. Selain peristiwa tersebut, juga terdapat
faktor atau penyebab meningkatnya risiko likuiditas yaitu : Penurunan kepercayaan terhadap
sistem perbankan, Penurunan kepercayaan terhadap suatu Bank, Ketergantungan kepada
deposan inti, Berlebihnya dana jangka pendek atau long term asset, Keterbatasan secara
Syariah pada asset securization karena pembatasan untuk menjual utang (sale of debt).

B. Pengelolaan Likuiditas
Pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan leabilitas (liability
management). Melalui pengelolaan likuiditas yang baik, bank dapat memberikan keyakinan
pada para penyimpan dana bahwa mereka dapat mengambil dananya sewaktu-waktu atau
pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu bank harus mempertahankan sejumlah alat likuid guna
memastikan bahwa bank sewaktu-waktu dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dalam likuiditas terdapat dua resiko yaitu resiko ketika kelebihan dana dimana dana
yang ada dalam bank banyak yang idle, hal ini akan menimbulkan pengorbanan tingkat
bunga yang tinggi. Kedua resiko ketika kekurangan dana, akibatnya dana yang tersedia untuk
mencukupi kebutuhan kewajiban jangka pendek tidak ada. Dan juga akan mendapat pinalti
dari bank sentral. Kedua keadaan ini tidak diharapkan oleh bank karena akan mengganggu
kinerja keuangan dan kepercayaan masyarkat terhadap bank tersebut. Jadi dapat disimpulkan
bahwa ketika bank mengharapkan keuntungan yang maksimal akan beresikopada tingkat
likuiditas yang rendah atau ketika likuiditas tinggi berarti tingkat keuntungan tidak
maksimal.disini tearjadi konflik kepentingan antara mempertahankan likuiditas yang tinggi
dan mencari keuntungan yang tinggi.
Pengeleloan likuiditas sangat penting bagi bank terutama untuk mengatasi resiko likuiditas
yang disebabkan oleh dua hal diatas. Untuk menjaga agar resiko likuiditas ini tidak terjadi
kebijakan manajemen likuiditas yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga asset
jangka pendek, seperti kas,
Pada umumnya likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor:
1. kewajiban reserve yang ditetapkan otoritas moneter atau bank sentral.
2. Tipe-tipe dana yang ditarik oleh bank.
3. Komitmen nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan
investasi.
Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran
(alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan
membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan
membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus
dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan
membayar.
Kemampuan membayar baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan membayar-nya
adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansiilnya yang
segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar itu dapat diketahui
setelah membandingkan kekuatan membayar-nya di satu pihak dengan kewajiban-kewajiban
finansiilnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya sehingga
mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan
bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan
membayar adalah illikuid.

C. Penghitungan Ratio Likuiditas

Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan
sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu:
a. Current Ratio
Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas
suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui dan menduga sampai
dimanakah kiranya kita, apabila memberikan kredit berjangka pendek kepada seorang
nasabah, dapat merasa aman atau tidak. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai
alat petunjuk, apakah perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun
tidak untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada
pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah
jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban lancar, sehingga dapatlah
kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva
lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap
akan terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu
singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya.
Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena terdapat
kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada
waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos modal kerja
dengan ketat/dengan semestinya. Dilain pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu
current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas
yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.
Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari
pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang suatu current ratio yang rendah
malahan menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu
bila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari
persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan
tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk
membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat.
Munawwir menyatakan current ratio 200% kadang sudah memuaskan bagi suatu
perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor,
suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current
ratio 200% hanya merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik
tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut.
Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka
pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu
perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya
hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proposisi atau distribusi dari aktiva lancar
yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan
taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah
dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo
piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.
Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut :
Current ratio= (aktiva lancer : hutang lancar) x 100%

b. Quick ratio
Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara aktiva lancar
dikurangi persediaan dengan utang lancar. Rasio ini merupakan ukuran kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan,
karena menganggap persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas,
walaupun pada kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini lebih
tajam dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid. Jika
current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan adanya investasi yang sangat
besar dalam persediaan.
Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai berikut :
Quick Ratio = ( Aktiva Lancar – Persediaan) : (utang lancar) x 100%

D. Resiko likuiditas

Bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya dengan baik,
karena apla likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan operasional
bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah
likuditas terlalu besar maka akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada
rendahnya tingkat profitabilitas. Dalam hal Bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana
dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi
kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah risiko likuditas.
Risiko Likuditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya
kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva
yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuditas ditentukan antara
lain:
1. Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan
dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana;
2. Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS;
3. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
4. Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk
fasilitas lender of last resort.
Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan Bank
untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi
terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, yang mana pengelolaan
likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.
Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas Manajemen Risiko yang
umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:
1. Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh
nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
2. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming
transfer maupun setoran tunai nasabah.
3. Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan
pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan
membandingkannya dengan penarikan dana bersih ratarata saat ini. Dari analisa tersebut
dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.
4. Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara
lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
5. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank.
6. Melaksanakan fungsi ALCO (Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga
dalam usahanya.
7. meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.

E. Strategi Manajemen Cadangan dan Kebijakannya

Dalam menjaga tingkat profitabilitas bank dan menjaga kepercayaan masyarakat, maka
disini sangat diperlukan manajemen resiko. Secara umum yang dimaksudkan dengan risiko
adalah sebagai bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang
atau lembaga untuk mencapai tujuannya Dalam pengertian umum di atas belum terlihat
gambaran ukuran besar atau luas dampak risiko tersebut terhadap pencapaian tujuan bank
BankIndonesiamendefinisikan manajemen resiko sebagai “serangkaian prosedur dan
metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan resiko yang timbul dari kegiayan usaha bank”. Dalam mengaplikasikan
definisi resiko tersebut dalam program manajemen resiko, maka semua kegiatan atau usaha
yang dilakukan akan melibatkan semua kegiatan yang membutuhkan perhatian,
kewaspadaan, pengetahuan yang harus dikembangkan, pengalaman yang memadai serta
kemampuan yang terus ditingkatkan. Resiko mempunyai potensi suatu peristiwa terjadi atau
tidak terjadi dengan dampak / peluang untung (upside) atau rugi (downside).

Bank dapat terhindar dari resiko yang tidak perlu terjadi dengan cara:
1. Standarisasi dan memutakhirkan semua kebijakan dan prosedur bank
2. Mengkaji penetapan limit risiko
3. Membangun konstruksi portfolio asset
4. Memanfaatkan keuntungan diversifikasi
5. Melakukan proses pendidikan mengenai resiko secara berkelanjutan untuk semua pegawai
6. Membangun budaya manajemen resiko pada seluruh jenjang organisasi

Resiko yang dapat merugikan bank antara lain :


1. Tidak memadainya modal yang tersedia
2. Resiko pemberian fasilitas kredit
3. Resiko kecurangan
Dalam makalah ini akan lebih dikhususkan lagi mengenai resiko likuiditas, Risiko
Likuiditas adalah Bila bank tidak mampu memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo
karena ekspansi kredit diluar rencana atau penarikan dana yang tidak terduga disebabkan
hilangnya kepercayaan pada bank.
Risiko likuiditas timbul secara alamiah sebagai akibat dari mismatch atau Gap antara Rate
Sensitive Assets (RSA) dan Rate Sensitive Liabilities (RSL). Bank mengelola risiko
likuiditasnya agar dapat memenuhi setiap kewajiban yang jatuh tempo dan menjaga tingkat
likuiditas yang optimal. Tujuan tersebut dicapai oleh Bank dengan menetapkan dan
mengimplementasikan kebijakan cadangan likuiditas yang optimal, mengukur dan
menetapkan limit untuk risiko likuiditas serta penyusunan contingency plan.
Tingkat likuiditas Bank diukur dengan besarnya tingkat cadangan primer dan cadangan
sekunder yang dipelihara Bank serta rasio likuiditas lainnya. Pengukuran rasio likuiditas
Bank meliputi struktur pendanaan, expected cash flow, akses pasar dan asset marketability.
Pengelolaan cadangan primer dan cadangan sekunder adalah untuk keperluan pendanaan
operasional harian dan sebagai buffer untuk mengcover penarikan dana yang tidak terduga.
Asset Liability Management Sering disebut dengan ALMA, merupakan alat utama untuk
mengendalikan risiko pasar : suku bunga, nilai tukar dan risiko likuiditas

Kebijakan ini memuat:


1. Penetapan limit risiko oleh Asset Liabities Committee
2. Prosedur dan dokumentasi yang harus dipenuhi
3. Analisis yang harus dilakukan
4. Metode untuk mengendalikan eksposur suku bunga dan kurs
5. Menetapkan otorisasi dan proses menangani penyimpangan terhadap kebijakan
6. Sistem penetapan harga dan penilaian pasar

Bank dapat membiayai kebutuhan nasabah / operasional dari beberapa sumber :


1. Mendapatkan dana dalam bentuk simpanan jangka pendek dan jangka panjang
2. Meningkatkan pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang
3. Meningkatkan modal
4. Menjual altiva bank

Beberapa apek kunci dalam perspektif pengendalian risiko likuiditas a.l.:


1. Menyusun strategi pendanaan khususnya pada kondisi pasar yang kurang menguntungkan
2. Mempersiapkan pedoman yang jelas mengenai pengelolaan risiko likuiditas sesuai dengan
strategi yang diambil
3. Aktif mengukur posisi likuiditas bank
4. Mengkaji rencana darurat keuangan bank agar mampu mengatasi masalah likuiditas dengan
biaya yang relatif murah

Contoh
Krisis yang melanda Indonesia, mulai mengenai perbankan dengan timbulnya
masalah kekurangan likuiditas (liquidity mismatch), semula dialami oleh beberapa bank,
tetapi kemudian menjadi sistemik. Krisis likuiditas secara sistemik, yang dialami perbankan
dimulai sekitar pelaksanaan kebijakan pencabutan ijin usaha atau likuidasi 16 bank tanggal 1
November 1997. Kepercayaan terhadap Rupiah yang menurun sejak terjadinya gejolak
moneter bulan Juli 1997 menjadi lebih buruk lagi setelah diterapkan sistim nilai tukar yang
mengambang secara bebas pada pertengahan Agustus 1997. Pembelian mata uang dollar
(USD) atau penjualan aset rupiah ramai dilakukan, dimulai oleh pelaku pasar asing, akan
tetapi kemudian diikuti oleh pemain pasar dalam negeri dan pemilik dana dalam negeri.
Strategi
Pemerintah menghadapi perkembangan ini dengan melakukan pengetatan moneter,
dengan menggunakan tindakan fiskal (melalui pengurangan pengeluaran rutin maupun
pembangunan dari APBN), kebijakan moneter (langkah BI menghentikan pembelian SBPU
bank-bank dan peningkatan suku bunga SBI sampai lebih dari dua kali lipat), dan tindakan
adminsitratif (instruksi Menkeu ke pada berbagai Yayasan dan BUMN untuk mengalihkan
deposito mereka menjadi SBI).

KESIMPULAN
Secara umum, pengertian likuditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai.
Fungsi dari likuditas secara umum untuk :
1. menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari;
2. mengatasi kebutuhan dana yang mendesak;
3. memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibiltas dalam meraih
kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.

Dalam likuiditas terdapat dua resiko yaitu: Pertama resiko ketika kelebihan dana dimana
dana yang ada dalam bank banyak yang idle. Kedua resiko ketika kekurangan dana
Pada umumnya likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor:
1. kewajiban reserve yang ditetapkan otoritas moneter atau bank sentral.
2. Tipe-tipe dana yang ditarik oleh bank.
3. Komitmen nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan
investasi.
Alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu:
1. Current Ratio
2. Quick ratio
Risiko likuiditas timbul secara alamiah sebagai akibat dari mismatch struktur aktiva dan
pasiva Bank.
Cadangan primer ada dalam bentuk Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia serta kas di
kantor-kantor cabang.

http://pajarpamuji.blogspot.co.id/2015/03/risiko-likuiditas.html
http://www.academia.edu/28723962/makalah_resiko_likuiditas.do
cx

Anda mungkin juga menyukai