Anda di halaman 1dari 10

APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

Disusun oleh :
Kelompok 3
Ita Fitriana 16840054
Elsha Qarinamira 17108040018
Azizah Suci Handayani 17108040041
Fitri Rahmawati 17108040060
Mia Khoirunisa 17108040083

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi ....................................................................................................................................ii


Karakteristik Manajemen Risiko Yang Baik ............................................................................. 3
Formal Dan Terintegrasi ............................................................................................................ 3
Mengembangkan Infrastruktur Risiko ....................................................................................... 5
Menetapkan Mekanisme Kontrol ............................................................................................... 6
Menetapkan Batas (Limits) ........................................................................................................ 6
Fokus Pada Aliran Kas............................................................................................................... 7
Sistem Insentif Yang Tepat ........................................................................................................ 7
Mengembangkan Budaya Sadar Risiko ..................................................................................... 8
Anatomi Krisis Subprime Morgage ........................................................................................... 9
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 10

ii
KARAKTERISTIK MANAJEMEN RISIKO YANG BAIK
Manajemen risiko yang baik mencakup elemen-elemen berikut ini :
1. Memahami bisnis perusahaan
Memahami bisnis perusahaan merupakan salah satu kunci keberhasilan
manajemen risiko perusahaan. Tanggung jawab tersebut tidak hanya ada
dipundak direksi atau menejer, tetapi juga semua anggota organisasi.
Semuanya harus menyadari bahwa pekerjaan akan berpengaruh terhadap risiko
organisasi, dan pekerjaannya berkaitannya dengan fungsi lainnya dalam suatu
organisasi. Pemahaman mendalam terhadap bisnis perusahaan dan
keunikannya akan menghasilkan pelaksanaan menejemen resiko yang berbeda
dari satu perusahaan keprusahaan lain.

Contoh disuatu perusahaan menejemen resiko berangkat dari departemen audit


( yang selalu menguji kepatuhan organisasi terhadap standar-standar yang ada),
yang bergeser menjadi pendekatan yang lebih aktif (evaluasi diri atau self-
assessment) dengan manajemen risiko. Perusahaan lain akan menekankan pada
struktur organisasi manajemen risiko yang kuat (missal komite manajemen
risiko yang kuat) dan menggunkan Teknik kuantitatif untuk analisis risiko.
Dengan kata lain model manajemen risiko tidak bisa diterapkan sama untuk
semua situasi. Harus ada penyesuaian terhadap karakteristik unik perusahaan.

FORMAL DAN TERINTEGRASI


Untuk pengelolaan risiko yang efektif perusahaan harus membuat menejemen
risiko yang formal, yang merupakan upaya khusus, yng didukung oleh organisasi
(manajemen puncak).
Manajemen risiko formal tersebut mencakup :
a) Infrastruktur keras : ruang kerja, struktur organisasi, computer, model statistik,
dan sebagainya.
b) Infrastruktur lunak : budaya kehati-hatian, organisasi yang responsif terhadap
risiko, dan sebagainya.

3
c) Proses manajemen risiko : identifikasi, pengukuran dan pengelolaan risiko.

Disamping pengelolaan risiko secara formal resiko perlu dikelola secara integratif.
Berikut ini perbandingan antara paradigma manajemen risiko yang lama dengan
yang baru.
Paradigma Lama Paradigma Baru
 Pengelola resiko dilakukan  Terintegrasi : manajemen resiko
secara terpisah oleh masing- dikoordinasikan oleh eksekutif
masing departemen atau level puncak, setiap orang
fungsi. Perhatian lebih pada melihat manajemen risiko
akuntan dan audit. sebagai bagian dari pekerjaan
 Ad-hoc: menejemen risiko mereka.
dilakukan jika menejer  Terus menerus : manajemen
merasa perlu melakukannnya. resiko merupakan proses yang
 Fokus yang lebih sempit : berkelanjutan.
terutama memfokuskan pada  Focus luas: semua resiko bisnis.
risiko yang diasuransikan dan
risiko keuangan.

Focus pada paradigma baru lebih luas sehingga resiko bisa didefinisikan
sebagai kejadian atau tindakan yang bisa mempunyai dampak negative terhadap
kemampuan organisasi menjalankan strateginya dan mencapai tujuannya.
Manajemen risiko terintegrasi mempunyai keuntungan seperti lebih
menyeluruh (semua risiko dilihat), biaya pendanaan risiko lebih kecil (missal premi
asuransi menjadi lebih baik), dan menghilangkan ketidak konsistenan antar bagian
dalam organisasi.
Untuk mencapai manajemen resiko yang terintegrasi secara formal,
perusahaan bisa melakukan langkah berikut:
1. Mengidentifikasi semua risiko, merangking risiko tersebut (prioritasrisiko).
2. Beberapa perusahaan menggunkan sesi brainstorming gabungan antara
manajer perusahaan dengan konsultan untuk mengidentifikasi semua risiko.
Langkah berikutnya adalah merangkin risiko tersebut sehingga bisa dilihat

4
urutan prioritasnya. Manajer dalam hal ini bisa diminta untuk memberi
rangking risi-risiko yang diidentifikasi dengan menggunakan dimensi
tertentu (misal severity).
3. Menghitung probabilitas dan dampak resiko tersebut secara kuantitatif.
Pendapatan kuantitatif tersebut memungkinkan perusahaan menghitung
dampak tersebut lebih akurat, meskipun tidak semua risiko bisa
dikuantitatifkan.
4. Menggunakan ukuran resiko yang terintegrasikan dan mudah dipahami oleh
organisasi secara keseluruhan. Salah satu ukuran risiko semacam itu yang
cukup popular adalah VAR (Value At Risk).
5. Melihat ketidakkonsistenan antar bagian, melihat evek diversifikasi risiko-
risiko yang ada diperusahaan, sekaligus melihat kesemptan untuk
penghematan dalam pendanaan risiko.

MENGEMBANGKAN INFRASTRUKTUR RISIKO

Dalam pelaksanaanya manajemen risiko yang efektif perlu didukung sistem


prosedure baku yang mencerminkan dalam struktur organisasi beserta tugas dan
fungsinya. Disamping itu ketersediaan prasarana dan sarana menjadi suatu
kebutuhan wajib yang harus dipenuhi termasuk didalamnya pengembangan SDM
terkait dengan fungsi dari manajemen risiko tersebut.

Perusahaan menggunakan menggunakan infrastruktur yang bervariasi.


Chase menggunakan komite risiko yang cukup kuat, yang terdiri dari lima sub
komite yang mencangkup lima risiko kredit, pasar, modal, operasi, dan fidusia.
Kelima sub-komite tersebut melapor kepada melapor kepada komite manajemen
risiko. Komite manajemen risiko mempunyai otoritas dan tanggung jawab
berkaitan dengan manajemen risiko organisasi. Melalui komite tersebut, struktur
manajemen risiko dengan berbagai tugas yang lebih detail bisa dikembangkan lebih
lanjut.

5
MENETAPKAN MEKANISME KONTROL

Dengan tersedianya suatu sistem dan prosedur baku, manajemen risiko mamu
menjalankan fungsi pengendalian dengan baik, dimana mekanisme saling
mengontrol bisa terjadi. Dengan mekanisme tersebut tidak ada yang mempunyai
kekuasaan yang berlebihan untuk mengambil risiko atas nama perusahaan.

Logika semacam ini barangkali bisa disamakan dengan logika diversifikasi. Dalam
diversifikasi, aset didiversifikasi sehingga ada mekanisme saling mengonpensasi.
Jika ada satu aset mengalami kerugian, ada aset lain yang mengalami keuntungan,
sehingga kerugian pada suatu aset akan dikompensasi dari aet yang lainnya.
Konsentrasi yang terlalu berlebihan pada suatu aset tidak diinginkan karena
menghalangi efek diversifikasi tersebut.

MENETAPKAN BATAS (LIMITS)


Penentuan batas/limits merupakan bagian integral dari manajemen risiko.
Keputusan bisnis bisa diumpamakan sebagai gas, sedangkan manajemen risiko
diumpamakan sebagai rem. Jika manajemen risiko tidak berfungsi dengan baik,
maka perusahaan bisa diumpamakan seperti mobil yang melaju kencang tanpa ada
rem.

Penetapan batas akan tergantung dari tipe risikonya. Sebagai contoh, untuk risiko
pasar, batas risiko barangkali VAR maksimum tertentu, pembatasan pada jenis
instrumen yang bisa diperdagangkan, kualifikasi trader, durasi, batas untuk stop-
loss (jika kerugian mencapai batas tertentu, maka harus dijual untuk mencegah
kerugian yang semakin membesar). Untuk risiko kredit, pembatasan mencakup
antara lain, konsentrasi kredit pada nasabah, sektor tertentu, atau negara tertentu,
tingkat risiko dari calon nasabah. Untuk risiko operasional, batas risiko mencakup
standar kualitas minimum untuk operasi, sistem, dan proses.

Disamping itu penetapan batas bisa diperluas untuk mengendalikan risiko bisnis.
Sebagai contoh, perusahaan bisa menetapkan prosedur dan mekanisme fungsi-
fungsi perusahaan, seperti menetapkan prosedur yang standar unuk rekruitmen ,

6
disclosure produk, hukuman dan kompensasi jika pegawai perusahaan melakukan
pelanggaran atau patuh menerapkan manajemen resiko. Pelanggaran batas bisa
menyebabkan kerugian yang besar bagi perusahaan, untuk itu perlunya menerapkan
manajemen risiko dengan efisien.

FOKUS PADA ALIRAN KAS


Aliran kas yang seharusnya menjadi perhatian perusahaan. Banyak kejahatan atau
pelanggaran yang pada dasarnya ingin mengambil kas perusahaan. Karena itu
manajemen risiko yang baik harus bisa melakukan pengawasan yang memadahi
terhadap kas perusahaan. Pengawasan tersebut bisa merupakan pengawasan yang
sederhana, misal adanya otorisasi untuk setiap cek yang dikeluarkan atau untuk
transfer uang mekanisme pengawasan yang lain adalah pengecekan konsistensi
antara transaksi kas dengan posisi kas.

Banyak contoh dimana kegagalan pengawasan kas bisa menimbulkan masalah.


Seperti kasus manipulasi laporan keuangan Enron. Yang berakibat perusahaan
Enron mengalami kebangkrutan karena tidak ada lagi investor yang mempercayai
Perusahaan Enron untuk memberi dana sehingga perusahaan tidak bisa membayar
kewajibannya.

SISTEM INSENTIF YANG TEPAT


Sering kali risiko yang timbul terkait dengan adanya penyalahgunaan
wewenang. Untuk itu dalam rangka pengendalian karyawan, perusahaan dituntut
untuk dapat menciptakan suatu pengendalian yang baik, juga diperlukan suatu
bentuk sistem penghargaan. Dengan sistem ini kesejahteraan secara umum telah
terpenuhi dan selanjutnya dapat mendorong tumbuhnya budaya profesional yang
dapat menurunkan tumbuhnya keiingian dalam penyalahgunaan wewenang.

Sebuah perusahaan bisa mencapai tujuan dan sasarannya apabila terdapat


dorongan bagi karyawan sehingga target perusahaan dapat terpenuhi. Salah satu
bentuk dorongan adalah dengan memberikan imbalan langsung insentif kepada

7
karyawan, karena telah bekerja melebihi target yang ditentukan oleh perusahaan.
Insentif merupakan suatu alat motivasi untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Dengan diberikannya insentif diharapkan karyawan termotivasi untuk bekerja lebih
baik lagi untuk mendapatkan hasil yang optimal yang akhirnya dapat berpengaruh
pada kinerja karyawan. Jika pemberian insentif tepat maka kinerja karyawan akan
meningkat, sebaliknya jika pemberian insentif tidak tepat maka kinerja karyawan
tidak akan sebaik yang diharapkan. Sistem insentif juga bisa digunakan untuk
mengubah perilaku seseorang agar menjadi lebih sadar risiko. Sistem insentif yang
tidak tepat merupakan akar permasalahan dari banyak kasus manajemen risiko.

MENGEMBANGKAN BUDAYA SADAR RISIKO


Pada umumnya pembahasan mengenai risiko kerap kali berhubungan dengan
sisi keras (hard-side) dari manajemen risiko. Seperti mengenai risiko dengan
instrumen serba kuantitatif (derivatif, asuransi), struktur organisasi, dan lain
sebagainya. Dari pembahasan mengenai sisi keras dari manajemen risiko
diharapkan dapat membangun kesadaran akan risiko dari setiap anggota organisasi.
Akan tetapi selain adanya sisi keras dari manajemen risiko, terdapat juga sisi lunak
(soft-side) dari manajemen risiko. Sisi lunak tersebut dapat dilihat budaya dari
anggota organisasi yang lebih sadar akan risiko. Dalam upaya mendorong sisi lunak
tersebut dapat dilakukan beberapa upaya, seperti:

1. Menciptakan suasana yang kondusif dalam berperilaku yang berhati-hati,


dimulai dari ditunjukkannya komitmen dari manajemen puncak.

2. Menetapkan prinsip-prinsip manajemen risiko yang bisa mengarahkan


budaya, perilaku, dan nilai risiko dari organisasi.

3. Mendorong komunikasi yang terbuka untuk mendiskusikan isu risiko,


dampak risiko tersebut, belajar bersama dari kejadian-kejadian di
perusahaan atau di perusahaan lain.

4. Memberikan program pelatihan dan pengembangan yang berkaitan dengan


manajemen risiko.

8
5. Mendorong perilaku yang mendukung manajemen risiko melalui evaluasi
dan sistem insentif lainnya.

ANATOMI KRISIS SUBPRIME MORGAGE


Subprime (dibawah prime) morgage adalah pinjaman atau kredit perumahan kepada
nasabah yang tidak memenuhi kualifikasi prime, seperti nasabah yang menunggak
pembayaran, gagal bayar di masa lalu, rumah pernah disita, mengalami
kebangkrutan dalam 7 tahun terakhir.

Inovasi keuagan dan beberapa variabel makro ekonomi mendorong berkembangnya


dan munculnya bubble subprime mortgage, dimana nasabah dengan risiko tinggi,
yang sebelumnya tidak memiliki rumah, sekarang memperoleh pinjaman untuk
perumahan.

Pemerintah Amerika Serikat juga mendorong kepemilikakn rumah kepada


golongan minoritas. Kebijakan tersebut mendorong tumbuhnya subprime
mortgage, karena golongan minoritas biasanya masuk ke dalam kategori nasabah
subprime (berisiko tinggi karena pendapatan yang rendah)

Pengaruh inovasi keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada kredit


perumahan tradisional, bank memberikan pinjaman rumah kepada nasabah. Bank
menerima pelunasan hingga selesai. Dengan kata lain, bank menanggung risiko
kredit.

Beda halnya jika telah melalui proses sekuritisasi, bank mengumpulkan kredit
tersebut lalu menerbitkan obligasi sebagai jaminannya. Kemudian obligasi tersebut
dijual di pasar keuangan. Dengan kondisi tersebut bank memperoleh dana segar.

Hingga pada tahun 2007, pasasr mortgage berkembang. Kepemilikan rumah


meningkat dari64% hingga 69%. Perkembangan rumah pesat tersebut mendorong
pengembang untuk membangun lebih banyak lalgi, sehingga terjadi kelebihan
penawaran rumah. Hal tersebut menyebabkan bunga meningkat, sehingga
meningkat pula gagal bayar. Hingga pada tahun 2008, penurunan harga kembali
pada level normal.

9
Daftar Pustaka
Hanafi, M. (2014). Manajemen Risiko. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

10

Anda mungkin juga menyukai