Anda di halaman 1dari 5

KELOMPOK : 6

ANGGOTA :
1. Devyanin Sitta Ramdani (17108040050)
2. Fitri Rahmawati (17108040060)
3. Fatkus Saotah (17108040065)
4. Galih Dwi Cahyo (17108040076)

Aspek yang Dievaluasi Syariah Non Syariah


Opini Audit Bentuk Opini Bentuk Opini
Bentuk Opini Audit Syariah adalah Bentuk opini audit konvensional :
kepatuhan perusahaan terhadap prinsip 1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
syariah, Sharia Compliance dan non- Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan
Sharua Compliance. keuangan harus menyajikan data secara real dan wajar.
2. Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjeas (WTP-DPP)
Keadaan tertentu membuat auditor harus menambahkan suatu
Standar Opini paragraph penjelas dalam laporan auditnya.
Standar yang mengatur opini Audit 3. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
Syariah : Pendapat wajar disertai pengecua;ian, menyatakan bahwa laporan
- Surat Edaran BI No.8/19/DPBS keuangan disajikan dengan wajar, dalam semua hal yang material,
tanggal 24 Agustus 2006 perihal posisi keuangan, hasil usahan dan arus kas entitas tertentu sesuai
Pedoman Pengawasan Syariah dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum diseluruh Indonesia,
dan Tata Cara Pelaporan Hasil kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang
Pengawasan Bagi DPS dikecualikan.
- Standar Audit AAOIFI 4. Pendapat Tidak Wajar
Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan yang
tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha serta
arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
5. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat
Pernyataan tidak memberikan pendapat yang menyatakan bahwa
auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan.

Standar Opini
Standard opini tersebut dilandasi oleh Standard Audit (SA) 700 yang
dibuat oleh IAPI dan opini audit dapat dimodifikasi oleh auditor dalam
laporan audit berdasarkan SA 705. Opini tersebut juga didasari oleh
Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan
Publik. Secara internasional, terdapat Internasional Standar on Auditing
(ISA) yang diterbitkan oleh Internasional Auditing and Assurance
Standard Board (IAASB) tahun 2009 yang kemudian diadopsi di
Indonesia
Kontroversi Audit Syariah

Dalam praktiknya, menyangkut audit syariah di luar aspek laporan keuangan saat ini merupakan tanggung jawab DPS sebagai auditor
syariah. Sedangkan hingga saat ini Indonesia masih belum memiliki kerangka kerja pelaksanaan tugas DPS. (Mardiyah & Mardian, 2015). Hal
tersebut memberikan pengaruh pada opini yang diberikan atau dikeluarkan oleh DPS. Hingga saat ini, tidak ada format atau standar khusus untuk
pelaporan audit syariah itu sendiri.

Di Indonesia, perjalanan pelaporan audit syariah atau opini audit syariah didasarkan pada peraturan Bank Indonesia dalam Surat Edaran
BI No.8/19/DPBS tanggal 24 Agustus 2006 perihal Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Bagi DPS. Aturan
tersebut yang mendasari DPS dalam mengeluarkan hasil audit syariah yang dilakukan. Dengan demikian, laporan audit syariah yang dikenal di
Indonesia adalah Laporan DPS. Laporan DPS tersebut berisi mengenai kepatuhan perusahaan dalam menjalankan prinsip syariah untuk kemudian
dicantumkan dalam laporan tahunan LKS. Di beberapa negara, perlakuan dalam memberikan laporan audit syariah berbeda-beda. Di Malaysia,
praktik audit syariah berpedoman pada Bank Negara Malaysia (BNM). Sedangkan di Pakistan mengikuti persyaratan ketat AAOIFI dalam
mempersiapkan Laporan Audit Syariah. Menyikapi hal ini, sangat penting adanya standar mengenai Laporan Audit Syariah secara Internasional
agar dapat berlaku sama di setiap negara.

References :
Mardiyah, Q., & Mardian, S. (2015). Praktik Audit Syariah di Lembaga Keuangan Syariah Indonesia. AKUNTABILITAS, 01-17.
Contoh Laporan DPS : BCA Syariah dan BNI Syariah

Anda mungkin juga menyukai