Anda di halaman 1dari 11

Audit Laporan Keuangan Historis

Dan Laporan Auditor Independen

(Resume)

Anggota :

- Dea G (C1C01XXX)

- Ocha R (C1C01XXX)

FAKULTAS EKONOMI DAN

BISNIS PROGRAM STUDI

AKUNTANSI UNIVERSITAS JAMBI

ANGKATAN 2019
A. Standar Auditing GAAS
Standar Pemeriksaan yang Diterima Secara Umum (Generally Accepted Auditing
Standards) adalah Aturan-aturan dan pedoman umum yang digunakan Akuntan Publik
terdaftar atau bersertifikat dalam mempersiapkan dan melaksanakan pemeriksaan laporan
keuangan klien. Pedoman itu meliputi referensi untuk kualifikasi pemeriksa (standar umum),
bidang kerja atau tugas pemeriksaan (laporan tugas bidang), dan pelaporan hasil pemeriksaan
(standar pelaporan). Standar umum didukung oleh literatur pendukung yang rinci. Seorang
pemeriksa yang tidak mampu menjelaskan pendapatnya tentang laporan keuangan harus
memberikan alasan- alasan.
GAAS (Generally Accepted Auditing Standards) adalah seperangkat pedoman
sistematis yang digunakan oleh auditor ketika melakukan audit pada catatan keuangan
perusahaan, memastikan keakuratan, konsistensi, dan verifikasi tindakan dan laporan auditor.
Dewan Standar Audit atau dikenal dengan Auditing Standards Board (ASB) dari
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) menciptakan GAAS.
Singkatnya GAAS adalah standar audit menurut AICPA.

a) Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) terdiri dari 10 daftar yaitu:


1. Competence atau Suatu Hal yang Mengharuskan Keahlian
Point standar audit yang pertama ini masuk dalam standar umum. Dalam melakukan
sebuah audit, tentu harus dilakukan oleh seseorang dengan keahlian dan juga
pelatihan teknis yang cukup. Seorang auditor diharuskan untuk bertindak sebagai
seorang yang benar mahir dalam bidang akuntansi. Keahlian tersebut bisa dengan
menempuh pendidikan formal maupun dengan pengalaman dalam mengikuti
pelatihan. Adapun bentuk pelatihan yang ada mencakup sebuah pelatihan kesadaran
untuk mengembangkan keterampilan dalam berbisnis maupun kegiatan perusahaan.
Seorang auditor diharuskan untuk mempelajari, memahami, dan menerapkan
ketentuan baru yang ada pada prinsip akuntansi dan juga standar auditing.
2. Independence atau Tidak Terpengaruh
Bagi seorang auditor, sangat penting untuk bersikap independen. Independen dalam
hal ini yaitu tidak mudah terpengaruh oleh pihak manapun. Adanya sikap intelektual
dan jujur perlu dijunjung tinggi oleh seorang auditor. Sebuah profesi akuntan publik
biasanya telah mengetahui kode etik akuntan Indonesia agar bisa mendapat sebuah
kepercayaan. Meskipun sikap independensi ini masuk dalam kategori mutu pribadi
dan tidak masuk dalam hal yang tercantum khusus dalam persepsi auditing, namun
sikap ini sangat penting untuk dipertahankan. Semakin seorang auditor memiliki
sikap baik, tentu hal tersebut berimbas pada kualitas yang ada.
3. Due Professional Care atau Tingkat Keprofesionalan
Maksud dari standar yang satu ini yaitu adanya sebuah sikap cermat dan seksama.
Seorang auditor harus memiliki keterampilan dan mampu mengembangkan
keterampilan tersebut. Keterampilan dalam hal cermat dan seksama tersebut untuk
bisa mencerminkan seorang auditor yang profesional. Keprofesionalan akan
menunjang keyakinan dalam melakukan evaluasi dalam laporan keuangan.
4. Adequate Planning dan Proper Supervision
Pada bagian standar audit ini termasuk dalam standar pekerjaan lapangan. Standar
audit dalam kategori ini berisi mengenai sikap dan juga pengetahuan seorang akuntan
publik. Tentunya hal ini bersangkutan dengan skill yang ada. Maksud dari standar ini
yaitu sebuah pekerjaan harus memiliki rencana yang sangat baik. Point ini
menjelaskan bahwa seorang auditor memiliki penyerahan tanggung jawab. Pada poin
ini menjelaskan tentang penyerahan tanggung jawab untuk merencanakan hal-hal
yang terkait dengan pekerjaan.
5. Pemahaman yang Memadai Atas Struktur Pengendalian Intern
Standar pekerjaan lapangan yang satu ini berhubungan langkah atau strategi dalam
melakukan pekerjaan. Ilmu yang ada akan membedakan hasil dari audit yang
dilakukan. Seorang auditor tentu harus memiliki pemahaman yang mendalam
tentang pengendalian intern baik itu prosedur maupun desain
tentang laporan keuangan. Seperti halnya arus kas yang mampu menjadi sarana
perencanaan perusahaan dalam pengendalian aktivitasnya.
6. Bukti Audit yang Kompeten
Sebagai hasil untuk melakukan evaluasi harus ada sebuah bukti. Dari analisis laporan
keuangan, tentu akan menghasilkan suatu pendapat. Pekerjaan oleh auditor untuk
memberikan pendapat terhadap laporan keuangan tentunya berdasarkan evaluasi
bukti audit. Bukti tersebut bersifat variatif dan tentu harus benar-benar objektif,
relevan, dan tepat waktu.
7. Financial Statements Presented in Accordance atau Sesuai Dengan
Prinsip Akuntansi
Pada poin ini sudah memasuki tahap pelaporan. Pelaporan ini menjadi hasil akhir dari
rangkaian standar audit. Maksud dari standar ini yaitu laporan audit harus
menyatakan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal
tersebut mencakup konvensi, aturan dan prosedur yang dibutuhkan untuk membatasi
praktik dalam akuntansi yang berlaku. Untuk standar pelaporan yang satu ini
mengharuskan auditor menyajikan fakta dengan memberikan pendapat mengenai
penyusunan laporan keuangan. Hal tersebut untuk memberikan gambaran terhadap
perusahaan dalam hal finansial.
8. Consistency In The Application atau Harus Konsistensi
Hasil laporan auditor tentu harus menunjukkan, apabila ada ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi. Adapun tujuan dari konsistensi ini yaitu untuk
memberikan jaminan daya banding terhadap laporan keuangan. Tujuan dari
konsistensi ini untuk mengungkapkan perubahan yang terjadi dalam laporan
keuangan. Hal ini ditulis dalam sebuah paragraf penjelasan dalam laporan keuangan
yang ada.
9. Isi Laporan Harus Dipandang Memadai dan Mencakup Semua Hal
Mengenai standar audit yang ini merupakan bentuk laporan keuangan harus sesuai
dengan prinsip akuntansi yang memadai. Baik itu dari segi susunan, bentuk, isi
laporan, serta catatan atas laporan keuangan. Seorang auditor harus memastikan
tentang beberapa hal yang diungkapkan dan berhubungan
dengan fakta-fakta saat dilaksanakan audit. Hal tersebut bisa menjadi bahan
peetimbanhan dengan pernyataan klien dan mampu merahasiakan informasi yang
masuk.
10. Expression of Opinion atau Pendapat yang Sesuai
Laporan audit harus memuat secara keseluruhan dalam standar yang telah ditentukan.
Hal ini untuk menghindari kesalahan penafsiran seseorang. Bahkan standar pelaporan
ini harus dikaitkan dengan laporan keuangan yang ada. Keterkaitan tersebut bisa
dilakukan ketika akuntan memberikan izin untuk memberikan dokumen atau laporan
komunikasi tertulis. Ketika seorang akuntan menyerahkan hasil laporan yang disusun
kepada pihak lain, maka akuntan tersebut dianggap terkait.

B. Standar Auditing ISA


International Standards on Auditing (ISA) yang diterbitkan oleh International
Auditing and Assurance Standards Board segera akan diadopsi di Indonesia dan
diterapkan oleh Akuntan Publik untuk melakukan audit atas laporan keuangan untuk periode
yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2013. Adopsi ini dilakukan sebagai bagian dari
proses untuk memenuhi salah satu butir Statement of Membership Obligation dari
International Federation of Accountants, yang harus dipatuhi oleh profesi Akuntan Publik
di Indonesia. Adopsi ISA ini juga untuk merespon rekomendasi dari World Bank, sekaligus
sebagai wujud pelaksanaan komitmen Indonesia sebagai salah satu anggota dari G-20 yang
mendorong setiap anggotanya untuk menggunakan standar profesi internasional. Sementara
itu, Langgeng Subur, Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Kementerian
Keuangan menyatakan menyambut baik dan mendukung penuh atas penerapan ISA di
Indonesia.
Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi profesi berkewajiban untuk
menetapkan standar audit. Dengan perkembangan yang terjadi dalam era Globalisasi, IAPI
telah memutuskan untuk mengadopsi International Auditing Standards (ISA) yang
diterbitkan International Auditing And Assurance Standards Boards (IAASB) dan
dengan demikian tidak memberlakukan lagi standar audit yang
selama ini berlaku. Ikatan Akuntan Publik Indonesia menerjemahkan International Auditing
Standards (ISA) kedalam bahasa indonesia dan diberi judul Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) dan menetapkan pemberlakukan Standar Profesional Akuntan Publik di
indonesia (Jusup, 2014).
a) Judul dan Klasifikasi Standar Perikatan Audit (“SPA”)
1. Prinsip-Prinsip Umum Dan Tanggung Jawab
• SPA 200, “Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan Suatu
Audit Berdasarkan Standar Perikatan Audit”
• SPA 210, “Persetujuan atas Syarat-syarat Perikatan Audit”
• SPA 220, “Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan”
• SPA 230, “Dokumentasi Audit”
• SPA 240, “Tanggung Jawab Auditor Terkait Dengan Kecurangan Dalam Suatu
Audit Atas Laporan Keuangan”.
• SPA 250, “Pertimbangan Atas Peraturan Perundang-Undangan Dalam Audit
Laporan Keuangan”.
• SPA 260, “Komunikasi Dengan Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Tata
Kelola”.
• SPA 265, “Pengomunikasian Defisiensi Dalam Pengendalian Internal
Kepada Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Tata Kelola Dan
Manajemen”.

2. Penilaian Risiko dan Respons terhadap Risiko yang telah Dinilai


• SPA 300, “Perencanaan Suatu Audit Atas Laporan Keuangan”.
• SPA 315, “Pengindentifikasian Dan Penilaian Risiko Salah Saji Material
Melalui Pemahaman”.

3. Atas Entitas Dan Lingkungannya


• SPA 320, “Materialitas Dalam Perencanaan Dan Pelaksanaan Audit”.
• SPA 330, “Respons Auditor Terhadap Risiko Yang Telah Dinilai”.
• SPA 402, “Pertimbangan Audit Terkait Dengan Entitas Yang Menggunakan
Suatu Organisasi Jasa”.
• SPA 450, “Pengevaluasian Atas Salah Saji Yang Diidentifikasi Selama Audit”.

4. Bukti Audit
• SPA 500, “Bukti Audit”.
• SPA 501, “Bukti Audit – Pertimbangan Spesifik Atas Unsur Pilihan”.
• SPA 505, “Konfirmasi Eksternal”.
• SPA 510, “Perikatan Audit Tahun Pertama – Saldo Awal”.
• SPA 520, “Prosedur Analitis”.
• SPA 530, “Sampling Audit”.
• SPA 540, “Audit Atas Estimasi Akuntansi, Termasuk Estimasi Akuntansi Nilai
Wajar, Dan Pengungkapan Yang Bersangkutan”.
• SPA 550, “Pihak Berelasi”.
• SPA 560, “Peristiwa Kemudian”.
• SPA 570, “Kelangsungan Usaha”.
• SPA 580, “Representasi Tertulis”.

5. Penggunaan Pekerjaan Pihak Lain


• SPA 600, “Pertimbangan Khusus – Audit Atas Laporan Keuangan Grup
(Termasuk Pekerjaan Auditor Komponen)”.
• SPA 610, “Penggunaan Pekerjaan Auditor Internal”.
• SPA 620, “Penggunaan Pekerjaan Seorang Pakar Auditor”.

6. Kesimpulan Audit dan Pelaporan


• SPA 700, “Perumusan Suatu Opini Dan Pelaporan Atas Laporan
Keuangan”.
• SPA 705, “Modifikasi Terhadap Opini Dalam Laporan Auditor Independen”.
• SPA 706, “Paragraf Penekanan Suatu Hal Dan Paragraf Hal Lain Dalam
Laporan Auditor Independen”.
• SPA 710, “Informasi Komparatif – Angka Korespondensi Dan Laporan
Keuangan Komparatif”.
• SPA 720, ”Tanggung Jawab Auditor Atas Informasi Lain Dalam Dokumen Yang
Berisi Laporan Keuangan Auditan”.
7. Area-Area Khusus
• SPA 800, “Pertimbangan Khusus – Audit Atas Laporan Keuangan Yang
Disusun Sesuai Dengan Kerangka Bertujuan Khusus”.
• SPA 805, “Pertimbangan Khusus – Audit Atas Laporan Keuangan Tunggal Dan
Unsur, Akun, Atau Pos Spesifik Dalam Suatu Laporan Keuangan”.
• SPA 810, “Perikatan Untuk Melaporkan Ikhtisar Laporan Keuangan”.

C. Perbedaan Laporan Auditor dan GAAS dan ISA


• Standar audit yang terdahulu, Generally Accepted Auditing Standards (GAAS)
merupakan standar yang pada awalnya berlaku di Amerika Serikat sebagaimana
ditetapkan oleh The Auditing Standard Board (ASB), sebuah badan penyusun
standaryang berada di bawah The American Institute of Certified Public Accountants
(AICPA). Sedangkan. Standar ISA adalah standar yang mulai diterapkan di Kawasan
Eropa yang ditetapkan oleh International Auditing and Assurance Standards Boards
(IASB) yang merupakan salah satu badan pembuat standar dalam International
Federation Of Accountants (IFAC).
• International Standard on Quality Control (ISQC’s) harus diterapkan pada semua
jasayang berada dalam lingkup penugasan IAASB, termasuk ISA. Menurut Tuanakotta
(2013:vi). ISA dan standar lain yanhg dikeluarkan IFAC dimaksudkan untuk mencapai
pelaporan keuangan yang berkualitas pada tatanan global.
• Dokumentasi prosedur audit.
Secara konseptual bahwa dokumentasi prosedur audit antara SPAP dengan ISA atau
Standar Audit berbeda. Pada ISA atau SA lebih menekankan kepada kearifan profesional
(professional judgement). Secara spesifik pada ISA 230 paragraf 14 mensyaratkan
auditor untuk menyusun dokumentasi audit didalam suatu berkasaudit dan melengkapi
proses administratif penyusunan berka audit final tepat waktusetelah tanggal laporan
auditor, dan penerapan yang terkait
serta penjelasan materialitas yang mengindikasikan bahwa batas waktu penyelesaian
penyusunan berkas audit final biasanya tidak lebih dari 60 hari setelah tanggal laporan
aduitor. Paragraf 15 pada ISA 230 juga mensyaratkan setelah penyusunan audit final
telah selesai, maka auditor tidak boleh memusnahkan dokumentasi audit sebelum
perioder etensi berakhir. Periode retensi daripada kertas kerja juga berbeda pada SPAP
versus ISA. Pada ISA 230 mengenai dokumentasi audit dinyatakan bahwa bagi kantor
akuntan publik harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk retensi dokumentasi
penugasan. Biasanya periode retensi penugasan audit kurang dari lima tahun sejak
tanggal laporan auditan atau tanggal laporan auditan kelompok perusahaan, sedangkan
pada SPAP bahwa periode retensi paling sedikit tujuh tahun. Menurut SPM 1 paragraf 47
dan ISA 230 paragraf A23 menuntut KAP untuk menetapkan suatu kebijakan dan
prosedur yang mengatur masa penyimpanan dokumen penugasan atau perikatan. Batas
waktu penyimpanan pada umumnya tidak boleh dari lima tahun sejak tanggal yang lebih
akhir dari laporan auditor atas laporan keuangan entitas ataulaporan auditor atas laporan
keuangan konsolidasian entitas dan perusahaan anak. Paragraf 17 ISA 230 mensyaratkan
bahwa setelah tanggal penyelesaian dokumentasi. Auditor tidak boleh memusnahkan
dokumentasi audit sebelum akhir dari perioder etensi yang bersangkutan.
• Pertimbangan kelangsungan usaha (going-concern).
Ketika mempertimbangkan apakah suatu entitas berkemampuan untuk melanjutkan
kelangsungan usahanya dimasa depan, ISA tidak membatasi paling sedikit 12 bulan,
sedangkan SPAP membatasi hingga 12 bulan setelah akhir periode pelaporan. Pada ISA
570 mengasumsikan bahwa manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menilai
kemampuan entitas untuk melangsungkan usahanya sebagai “going concern” tanpa
mempertimbangkan apakah kerangka pelaporan keuangan yang diterapkan oleh
manajemen atau tidak. Salah satu dari tujuan ISA 570 yaitu untuk memperoleh bukti
audit yang memadai terkait dengan penggunaan asumsi “going concern” oleh
manajemen. Pada SPAP juga mensyaratkan bahwa auditor harus mengevaluasi apakah
ada keraguan yang substansial mengenai kelangsungan usaha entitas untuk periode
waktu yang memadai. Dengan demikian, ISA 570 menetapkan pertimbangan asumsi
kelangsungan usaha seluruh penugasan atau perikatan.
• Penilaian dan pelaporan pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
Menurut ISA bahwa penilaian dan pelaporan pengendalian internal tidak ada kaitannya
dengan efektifitas pengendalian internal klien yang diaudit akan tetapi lebih menekankan
kepada relevansinya dimana hal tersebut terlihat pada laporan auditornya sedangkan
SPAP mengkaitkan penilaian dan pelaporan pengendalian internal dengan efektifitasnya.
Menurut ISA juga mensyaratkan auditor harus menguji pengendalian internal entitas
yang di auditnya guna memastikan bahwa sistem yang diterapkan adalah mencukupi dan
berfungsi sebagaimana yang ditetapkan.
• Penilaian dan respons terhadap risiko terhadap risiko yang dinilai.
ISA mensyaratkan prosedur penilaian risiko tertentu agar diperoleh suatu pemahaman
yang lebih luas mengenai suatu entitas dan lingkungannya, tentunya dengan tujuan
untuk mengidentifikasi risiko salah saji material. Lebih lanjut ISA mensyaratkan auditor
harus memperoleh suatu pemahaman risiko bisnis entitas misalnya risiko operasi dan
risiko strategis. Auditor mengikuti ISA harus juga menetapkan bagaimana kliennya
merespons terhdap risiko semacam sebagaimana auditor merencanakan dan melakukan
audit. Lebih lanjut, auditor diharuskan mengajukan pertanyaan kepada auditor internal
entitas yang diauditnya, dengan tujuan memperoleh pemahaman suatu pemahaman yang
lebih baik atas keahlian entitas dalam menilai risiko. Auditor juga harus memperoleh
seluruh informasi yang terkait dengan risiko sama halnya dengan respons klien dalam
menilai risiko salah saji material, termasuk pemahaman atas pengendalian internalnya,
sedangkan SPAP tidak sekomprehensif ISA.
• Penggunaan auditor lain untuk bagian suatu audit.
Dalam penggunaan auditor pengganti atau auditor lain, ISA tidak mengijinkan auditor
utama menggunakan referensi hasil audit daripada auditor lain. Sedangkan, SPAP
membolehkan auditornya mempunyai opsi untuk menerbitkan laporan audityang
dikatakan sebagai “division of responsibility”. Dengan kata lain
merujuk kepada laporan dan kertas kerja auditor lain atau sebelumnya dalam laporan
auditor yang diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai