Profesi Bankir
Bidang Manajemen Risiko
Level 1
Bab V
Risiko Operasional
4-1
Goals
BAB 4 – RISIKO OPERASIONAL
PEMAHAMAN
Peserta mampu memahami apa risiko
operasional, sumber-sumber dan
karakteristiknya.
MENGENAL
• Perangkat pengendalian Risiko
Operasiona dengan RCSA, KRI dan
LED
• Metode perhitungan kebutuhan Modal
Risiko Operasional Bank dengan
Metode Pendekatan Indikator Dasar
(PID/BIA) dan mengetahui metode lain
seperti Metode Standar (SA) dan AMA
Bab IV Risiko Operasional
Pemahaman Manusia
4-3
IV.1 Pemahaman Risiko Operasional
3 4
Kegagalan Kejadian
Sistem Eksternal
Sumber risiko yang dapat menyebabkan Kualitas pelatihan serta kontrol tidak memadai
kegagalan proses internal: ditambah dengan kualitas SDM buruk dan faktor
- Berkaitan dengan risiko kesalahan lainnya dapat meningkatkan risiko operasional
pembuatan model atau metodologi kesalahan
rancangan dan urutan kerja dengan tahapan Contoh risiko operasional yang disebabkan faktor
proses yang tidak jelas manusia (sengaja atau tidak sengaja):
- Kelemahan proses internal seperti tidak patuh - Kesalahan melaksanakan transaksi dan SOP p
terhadap ketentuan internal dan eksternal, - Fraud dan trading yang tidak sah atau diluar
kesalahan dalam produk, kesalahan dalam kewenangan
berhubungan dengan nasabah, proses - Perselisihan ketenagakerjaan, kekurangan
dokumentasi yang buruk dll pekerja, PHK, kecelakaan kerja dll
3 4 Kejadian Eksternal
Kegagalan Sistem
Ketergantungan pada teknologi informasi adalah Pengelolaan terhadap kejadian eksternal tetap perlu
sumber utama risiko operasional dan kegagalan data dilakukan oleh bank walaupun bank tidak memiliki
bank (sengaja atau tidak sengaja) merupakan penyebab kontrol terhadap kejadian eksternal. Namun bank
umum kesalahan operasional bank. dapat memperkuat infrastruktur dan kesiapan sumber
daya manusia untuk meminimalisir dampak kerugian
Contoh kasus risiko operasional: risiko operasional, yaitu dengan mengembangkan
- Kebangkrutan bank akibat transfer keluar yang Business Continuity Management (Manajemen
terbuku 2 kali Kelangsungan Usaha)
- Transaksi bank terganggu karena terjadi off-line
cukup lama Risiko operasional yang disebabkan oleh faktor
- Kelebihan pembayaran ke nasabah sebesar ratusan eksternal:
miliar akibat kesalahan pada program komputer - Perubahan undang-undang hak-hak konsumen
yang disebabkan kesalahan testing - Ancaman fisik seperti perampokan, serangan
teroris (contoh: serangan 11-9-11)
Contoh sumber risiko operasional terkait permasalahan - Bencana alam seperti tsunami (Aceh tahun 2004)
penggunaan teknologi informasi: dan gempa bumi (Jogja tahun 2006)
- Teknologi (Umum): kesalahan operasional terkait
teknologi, penggunaan teknologi oleh pihak yang Contoh kasus:
tidak berwenang dan penyalahgunaan teknologi. Menara Bank T yang mengalami kebakaran di bagian
- Hardware: kegagalan perlengkapan, basement akibat korsleting listrik, mengakibatkan
ketidakcukupan/ketidaktersediaan hardware server data bank dipindah ke tempat lain sehingga
- Security: hacking, kegagalan firewall, dan gangguan transaksi online/ATM dihentikan sementara. Kerugian
eksternal risiko operasional akibat kebakaran tersebut antara
- Software: virus dan bugs dalam programming lain kerugian finansial terbakarnya bangunan bank,
- Sistem: kegagalan sistem dan pemeliharaan sistem rusaknya jaringan data dan informasi, terganggunya
- Telekomunikasi: jaringan telepon, faksimili dan email pelayanan nasabah dan tidak dapat bekerjan
- Penerapan program outsourcing, deregulasi & globalisasi, regulasi, merger & akuisisi, e-commerce,
inovasi teknologi dan serangan teroris.
- Penggunaan teknologi informasi dengan sistem otomasi modern diikuti pertumbuhan yang pesat dari
e-commerce dan dilakukannya merger dan akuisisi skala besar, menguji kemampuan sistem yang
terintegrasi.
Globalisasi dan teknologi internet merupakan dua pemicu utama yang membuat bank berhadapan
dengan jenis risiko operasional yang baru.
Risiko umumnya terjadi di unit yang memiliki volume atau perputaran transaksi tinggi, perubahan
struktural yang tinggi dan sistem yang kompleks.
1 2 3
High Freq – Low Impact Low Freq – High Impact Catastrophic Loss
Bank wajib mengelola risiko operasional terhadap Rerangka risiko operasional harus didasari oleh
setiap produk, aktivitas, proses dan sistem yang adanya definisi risiko operasional yang dicakup
digunakan dan harus meyakini bahwa hal-hal oleh bank secara jelas yang meliputi:
tersebut telah melalui prosedur identifikasi dan 1. Identifikasi risiko
pengukuran risiko inheren yang memadai 2. Penilaian/pengukuran risiko
3. Pemantauan risiko
4. Pengendalian risiko
Identifikasi Pengukuran
Tahapan dalam melakukan identifikasi risiko Faktoryang diukur::
operasional untuk setiap produk, aktivitas, proses • Risiko yang melekat pada suatu aktivitas
dan sistem: (inherent risk)
• Memahami proses bisnis dilakukan (mapping • Sistem pengendalian risiko (risk control system)
proses)
• Identifikasi terhadap faktor penyebab timbulnya Penilaian terhadap risiko inheren didasari pada
risiko operasional pada seluruh aktivitas yang pengamatan kejadian risiko operasional
berdampak negatif terhadap sasaran bank terutama :
• Frekuensi, yaitu seberapa sering terjadi di masa
Hasil identifikasi risiko digunakan untuk : lalu dan trend di masa depan
• Memperbaiki kualitas alur kerja • Dampak, yaitu seberapa besar kerugian yang
• Mengurangi kerugian karena kegagalan proses diderita (severity) ketika terjadi di masa lalu atau
• Mengubah budaya kerja di masa depan
• Menyediakan sistem peringatan dini terhadap frequency
gangguan sistem atau manajemen H
Ref : IV-1 4 - 11
IV.5 Perangkat Risiko Operasional
Ref : IV-1 4 - 12
IV.5 Perangkat Risiko Operasional
- Database dapat digunakan sebagai salah satu dasar pengisian/penilaian risiko dalam
RCSA dan dapat digunakan untuk validasi keakuratan RCSA
- KRI memberikan indikator terhadap risiko utama dalam RCSA
- Peningkatan kecenderungan KRI menunjukkan peningkatan tingkat risiko (insiden) atau
penurunan efektifitas kontrol, demikian juga sebaliknya.
- Pergerakan kecenderungan KRI yang tidak sejalan dengan LED dapat mengindikasikan
bahwa batasan nilai wajar/normal KRI yang digunakan kurang tepat untuk
menunjukkan tingkat risiko atau efektifitas kontrol
Ref : IV-1 4 - 13
HUBUNGAN ANTARA RCSA, KRI dan LED
Kewajaran
Batas Nilai Indikator Utama
Normal KRI
4 - 14
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
Ref : IV-1 4 - 15
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
PID dapat diaplikasikan oleh seluruh Bank tanpa memandang kompleksitas, namun perlu
mematuhi pedoman yang diatur dalam “Sound Practice for Management and Supervision of
Operational Risk”.
Beban Modal Risiko Operasional adalah rata-rata penjumlahan bruto (gross income) tahunan
yang menpunyai nilai positif 3 (tiga) tahun terakhir, dikalikan faktor alpha 15% (lima belas
persen)
Ref : IV-1 4 - 16
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
Pendapatan Non Bunga Bersih (NNII) = Pendapatan Non Bunga - Beban Non Bunga
Ref : IV-1 4 - 17
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
• Komisi/provisi/fee
• Kerugian transaksi spot dan derivatif
• Penurunan nilai wajar (MTM) surat berharga yang diberikan
• Penurunan nilai wajar (MTM) kredit yang diberikan
• Penurunan nilai wajar (MTM) aset keuangan lainnya.
• Kerugian penjualan surat berharga dalam Trading - diperdagangkan.
• Kerugian penjualan kredit dalam Trading – diperdagangkan.
• Kerugian penjualan aset keuangan lain dalam Trading – diperdagangkan
Ref : IV-1 4 - 18
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
ATMR Risiko Operasional tahun 2011 = 12,5 x beban modal Risiko Operasional
= 12,5 x [15 % x {(750+3.000+2.250)/3}]
= Rp. 3.750 juta
• Pendapatan bruto adalah pendapatan bunga bersih ditambah pendapatan operasional non
bunga tertentu lainnya bersih yang dihitung secara kumulatif dari periode awal Januari
sampai dengan akhir Desember setiap tahun.
• Untuk Bank yang memiliki Unit Usaha Syariah, perhitungan pendapatan bruto
memperhitungkan pula pendapatan bruto dari Unit Usaha Syariah setelah dikonversi
sesuai karakteristik usaha Bank dan prinsip Syariah.
• Apabila berdasarkan hasil Laporan Keuangan setelah diaudit oleh KAP terdapat koreksi
atas besarnya pendapatan bruto, maka Bank harus melakukan koreksi ATMR Risiko
Operasional pada bulan berikutnya setelah laporan tersebut disampaikan oleh KAP
kepada Bank
Ref : IV-1 4 - 19
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
Contoh
• Bank menghitung ATMR Risiko Operasional selama bulan Januari dan Februari
2011 berdasarkan pendapatan bruto 2008, 2009 dan 2010 (unaudited).
• Pada awal Maret 2011, Laporan Keuangan telah diaudit KAP dan telah
disampaikan kepada Bank. Bank menghitung ATMR Risiko Operasional bulan
Maret berdasarkan pendapatan bruto 2008, 2009 dan 2010 (audited)
• Apabila dalam menghitung rata-rata pendapatan bruto selama tiga tahun terakhir
terdapat satu atau dua tahun Bank mengalami pendapatan bruto negatif atau
nihil, maka perhitungan rata-rata pendapatan bruto tahunan Bank harus
mengeluarkan nilai pendapatan bruto negatif dari pembilang dan penyebut
Bank A 2011 2010 2009 2008 2007
Pendapatan Bruto 800 1.200 (750) (1.750) 3.000
ATMR Risiko Operasional tahun 2012 = 12,5 x beban modal Risiko Operasional
= 12,5 x [15 % x {(800+1.200)/2}]
= Rp. 1.875 juta
ATMR Risiko Operasional tahun 2011 = 12,5 x beban modal Risiko Operasional
= 12,5 x [15 % x {(1.200)/1}]
= Rp. 2.250 juta
Ref : IV-1 4 - 20
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
Contoh
Apabila dalam tiga tahun terakhir Bank mengalami pendapatan bruto negatif atau
nihil, maka perhitungan rata-rata pendapatan bruto tahunan, Bank harus
menghitung beban modal Risiko Operasional menggunakan pendapatan bruto
tahunan terakhir yang positif
ATMR Risiko Operasional tahun 2011 = 12,5 x beban modal Risiko Operasional
= 12,5 x [15 % x {(1800)/1}]
= Rp. 3.375 juta
Ref : IV-1 4 - 21
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
Contoh
Bagi Bank yang baru berdiri atau hasil merger atau konsolidasi, maka Bank tidak
wajib menghitung ATMR Risiko Operasional sampai akhir bulan Desember tahun
pendiriannya atau tahun Bank melakukan merger atau konsolidasi. Untuk tahun
berikutnya Bank wajib menghitung beban modal Risiko Operasional dengan
menggunakan pendapatan bruto selama tahun awal pendirian yang
disetahunkan
Beberapa bank merger menjadi Bank A efektif beroperasi 15 April 2010. Pada
akhir Desember 2010 total pendapatan bruto Bank A Rp. 750 juta. Sampai akhir
tahun pendirian (Desember 2010) Bank tidak wajib menghitung ATMR. Sejak
bulan Januari 2011 Bank A menghitung ATMR Risiko Operasional sbb :
ATMR Risiko Operasional tahun 2011 = 12,5 x beban modal Risiko Operasional
= 12,5 x [15 % x {750 x12/9}]
= Rp. 2.875 juta
Ref : IV-1 4 - 22
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
Contoh
Bank B didirikan dan mulai beroperasi 19 Desember 2010. Pada akhir Desember
2010 total pendapatan bruto Bank B Rp. 100 juta. Sampai akhir tahun pendirian
(Desember 2010) Bank tidak wajib menghitung ATMR.
ATMR Risiko Operasional tahun 2011 = 12,5 x beban modal Risiko Operasional
= 12,5 x [15 % x {100 x12/1}]
= Rp. 2.250 juta
Ref : IV-1 4 - 23
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
• Mudah diimplementasikan
Kelebihan • Tidak membutuhkan waktu dan sumber daya yang besar
PID • Cocok untuk bank yang sedang dalam tahap awal
melakukan implementasi Basel II, bank ukuran kecil dan
menengah
Ref : IV-1 4 - 24
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
Ref : IV-1 4 - 25
IV.6 Perhitungan Modal Risiko Operasional
Dalam menggunakan AMA , bank diberi kesempatan untuk menggunakan hasil dari
sistem pengukuran Risiko Operasional yang dimiliki, namun tergantung pada
standar-standar kualitatif dan kuantitatif yang ditetapkan oleh regulator, untuk
menghitung kebutuhan modal minimum.
Basic Advance
Standardized
Indicator Measurement
Approach
Approach Approach
(SA)
(BIA) (AMA)
Bank dianjurkan menggunakan cara yang lebih baik atas dasar profil risiko bank
dan kemampuan melaksanakan manajemen risiko dari Bank
Ref : IV-1 4 - 26
Terima kasih
Semoga Sukses
27