Anda di halaman 1dari 10

RISIKO PERBANKAN

BASEL 1
Komite basel merupakan komite yang terdiri dari perwakilan bank sentral dari negara
G10 plus dua negara lainnya, yang memiliki 3 tujuan yaitu:
1. Memperkuat kelayakan dan stabilitas sistem perbankan internasional.
2. Menciptakan kerangka yang adil untuk mengukur kecukupan modal bank
internasional.
3. Mempunyai kerangka yang bisa diterapkan secara konsisten untuk
menyamakan “level playing field” (ketidaksamaan landasan kompetisi)
antarbank internasional.
Salah satu rumusan Basel 1 untuk mencapai tujuannya adalah konsep risk weighted
assets (aset berbobot risiko). Aset bank yang dikalikan dengan risk weight (bobot
risiko), yang kemudian untuk perhitungan modal yang disyaratkan. Semakin tinggi
risiko aset bank semakin tinggi bobot risiko aset tersebut. Menggunakan kategori lima
bobot, yaitu 0%, 10%, 20%, 50%, dan 100%.
Contoh, bank memberikan pinjaman kepada bank non-OECD dengan jangka waktu
enam bulan, sebesar 1 M. Aset berbobot risiko untuk pinjaman tersebut bisa dihitung
dengan berikut:

Aset berbobot risiko = Rp 1 Miliar x 20% = Rp 200 Juta

Komite Basel merumuskan target rasio modal yang ditetapkan sebesar 8% dari
aset berbobot risiko. Target rasio modal bisa dirumuskan berikut ini:

Target rasio modal = eligible capital / risk weighted assets x 100% = 8%

 Ekuivalen Risiko Kredit


Bank memiliki kegiatan yang berdampak terhadap neraca secara langsung dan tidak
langsung. Contoh, kegiatan yang secara langsung terhadap neraca adalah memberikan
pinjaman. Sedangkan, tidak langsung terhadapa neraca adalah memberikan janji
komitmen untuk memberikan kredit tiga bulan mendatang sebesar Rp 1 Miliar, jika
perusahaan membutuhkan, maka jaminan tersebut tidak akan tercatat di neraca (sering
juga disebut sebagai item-off balance sheet). Kontrak derivatif merupakan kontrak
kontinjensi (off balance sheet) lainnya. Contoh kontrak tersebut adalah, forward,
futures, opsi, dan swap. Ada dua metode perhitungan credit eqivalence, untuk kontrak
derivatif, yaitu:
a. Current exposure method
b. Original exposure method
Dengan current method, bank akan menghitung credit equivalence (CE) untuk
transaksi derivatif sebagai berikut:

CE = nilai pasar saat ini + (national amount add on)

Tabel 18.4 Add-on Perhitungan Derivatif


Kurs
Tingkat dan Logam berharga Komoditas
Sisa jangka waktu bunga Emas Saham (kecuali emas) lainnya
< 1 tahun 0% 1,0 6,0 7,0 10,0
>1 dan < 5 tahun 0,5 5,0 8,0 7,0 12,0
> 5 tahun 1,5 1,5 10,0 8,0 15,0

Misalkan Bank A melakukan kontrak swap dengan bank OECD senilai Rp1 milyar dengan
jangka waktu enam tahun. Sisa kontrak adalah dua tahun (kontrak sudah berjalan selama
empat tahun). Bank A berjanji untuk membayar bunga tetap 5%, dan akan menerima tingkat
bunga LIBOR (tingkat bunga mengambang, bisa berubah-ubah. Biasanya perubahan diatur
setiap enam bulan). Tingkat bunga saat ini mengalami kenaikan sehingga swap tersebut
bernilai positif, misal nilai pasar kontrak tersebut adalah Rp150 juta. Berapa modal yang
harus dipegang bank tersebut?
CE = nilai pasar + (add on x nilai nominal)
CE = Rp 150 juta + (Rp 1 Miliar x 0,5%) = Rp 155 juta
Asset berbobot risiko = Rp 155 juta x 20% x 0,5 = Rp 15,5 juta
Jika bank diharuskan memegang modal 8%, maka modal yang harus dipegang adalah:
Modal = 8% x Rp 15,5 juta = Rp 1.240.000

Tabel 18.5 Credit Equivalence Original Method


Jangka waktu Kontrak tingkat bunga Kontrak Valas dan emas
< 1 tahun 0,5% 2%
1 < jk waktu < 2 tahun 1,0 5,0
Setiap tambahan 1 tahun 1,0 3,0
Untuk menghitung Credit Equivalence, angka tersebut (dalam tabel di atas), dikalikan dengan
nilai nominal untuk perhitungan CE. Dengan metode tersebut, bank tidak perlu untuk
menghitung nilai pasar kontrak tersebut.
 Tier 1: Saham biasa yang disetor penuh dan saham preferen non-kumulatif perpetual,
dan disclosed reserves
 Tier 2: Undisclosed reserves, cadangan dari revaluasi aset, provisi umum, cadangan
kerugian kredit, instrument hybrid, dan hutang subordinasI
Tier 2 tidak boleh melebihi 50% dari total modal. Modal dasar tidak memasukkan:
 Goodwill
 Investasi pada perusahaan keuangan dan banking yang tidak dikosolidasi
 Investasi pada modal bank lain dan perusahaan keuangan (berdasarkan kebijakan
pengawas di Negara tersebut)
 Investasi minoritas di perusahaan/bank yang tidak dikonsolidasi
Tier 3 hanya bisa digunakan hanya untuk mendukung portofolio perdagangan.

 Perbaikan Risiko Pasar (Market Risk Amendment 1996)


Amendment tersebut memfokuskan pada risiko pasar. Perbaikan (amendment)
tersebut dilakukan setelah komite melakukan investigasi mengenai metodologi internal yang
sering digunakan oleh bank-bank besar untuk mengukur risiko perbankan. Metodologi
tersebut seringkali berbeda secara signifikan dengan metode aset berbobot risiko yang
dikembangkan oleh komite Basel. Investigasi tersebut mengarah pada penerimaan
metodologi internal yang dikembangkan oleh bank-bank besar tersebut. Model kuantitatif
yang banyak digunakan oleh bank dan akhirnya diadopsi oleh komite Basel adalah VAR
(Value At Risk).

BASEL II
Basel I mempunyai kelemahan seperti risiko yang dicakup untuk perhitungan
permodalan adalah risiko kredit, yang kemudian diperbaiki dengan memasukkan risiko
pasar. Bobot risiko untuk risiko kredit masih ‘kasar’ dimana untuk pinjaman kepada
perusahaan, hanya mempunyai satu tingkat pembobotan, yaitu 100%. Padahal risiko kredit
perusahaan bisa berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, perusahaan dengan rating rendah
(misal AAA) mempunyai risiko yang rendah. Menggunakan hanya satu tingkat risiko dengan
demikian kurang tepat.
Kerangka (Tiga Pilar) Basel II
 Pilar 1: Modal minimum
Bank diwajibkan menghitung modal minimum yang harus dipegang untuk menutup
risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional.
 Pilar 2: Review Pengawasan
Review pengawasan ditujukan untuk memfokuskan perhatian pada perhitungan modal
diatas modal minimum pada pilar 1 dan tindakan awal yang diperlukan jika bank
mengalami kesulitan. Pilar 2 juga memasukkan review risiko spesifik yaitu risiko
tingkat bunga yang dihadapi perbankan (dituliskan pada paper Juli 2004).
 Pilar 3: Disclosure
Pilar 3 memfokuskan pada disiplin pasar yang didefinisikan sebagai mekanisme
corporate governance internal dan eksternal di pasar bebas diluar intervensi lansung
dari pemerintah.

Risiko Kredit
Menurut Basel II, bank bisa menggunakan metode terstandardisir dan metode rating internal
untuk perhitungan risiko kredit. Metode ini pada dasarnya menggunakan metode bobot risiko
seperti yang digunakan oleh Basel I, digabungkan dengan beberapa modifikasi jika
memungkinkan. Selain itu, menghitung risiko kredit juga dapat menggunakan model
penilaian opsi.
Risiko Operasonal
Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian karena proses internal yang tidak
memadai atau gagal, sistem dan orang, dan dari kejadian eksternal. Risiko operasional terdiri
dari :
 Risiko eksekusi, gangguan bisnis, transaksi

 Risiko orang, manajemen yang jelek

 Risiko kriminal, pencurian, perampokan, dan lainnya

 Risiko teknologi, asset fisik

 Risiko kepatuhan dan risiko legal

 Risiko informasi
Risiko sebenarnya sangat luas meskipun belum masuk dalam cakupan risiko operasional
seperti risiko bisnis, strategis dan risiko reputasi.

Pilar 2: Revie Pengawasan. Didalam pilar 2 mencakup risiko spesifik yaitu risiko perubahan
tingkat bunga. Jika suatu bank mempunyai risiko tingkat bunga yang ttinggi , maka pengawas
bank bisa meminta bank tersebut untuk menanbah modalnya.pilar 2 mengidentifikasi empat
prinsip kunci mengenai review pengawasan untuk melengkapi 25 prinsip pokok yaitu:

Prinsip 1 : bank harus mempunyai proses untuk memperkirakan kecukupan modalnya dalam
kaitannya dengan risiko yang ditanggung, dan juga strategi untuk mempertahankan tingkat
modalnya.

Prinsip 2 : pengawas harus mereview dan mengevaluasi perkiraan dan strategi bank internal
untuk kecukupan modal, serta kemampuan bank untuk memonitor dan memastikan
kepatuhan terhadap rasio pemodalan bank.

Prinsip 3 : pengawas harus meminta bank memegang modal di atas minimum yang
disyaratkan, dan mempunyai kemampuan untuk memaksa bank memegang modal diatas
minimum yang disyaratkan.

Prinsip 4 : pengawas harus melakukan intervensi seawal mungkin untuk mencegah modal
turun dibawah modal minimum dan meminta bank untuk melakukan tindakan perbaikan jika
modal minimum tersebut tidak terpenuhi.

Manajemen Risiko Perbankan Indonesia

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mempertahankan nilai rupiah. Bank Indonesia
bertanggung jawab terhadap:

1. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter

2. Menjaga dan mempertahankan sistem pembayaran

3. Mengatur dan mengawasi perbankan

Dan bank haruskan mengelola risiko perbankan

SHAREHOLDER VALUE-ADDED (SVA)

Chase meluncurkan program yang dianggap tidak terlalu kompleks, mudah dipahami oleh
semua tingkatan dalam organisasi, yaitu SVA. SVA pada dasarnya merupakan konsep
residual income, yaitu menghitung laba dengan mengurangkan beban untuk modal dari
pendapatan internasional.

SVA = Pendapatan Operasional – Beban


untuk modal
KOMITE KEBIJAKAN RISIKO : DEWAN DIREKSI
Mengawasi manajemen risiko

KOMITE EKSEKUTIF
Memberikan pengarahan strategis
Memberi pandangan yang terintegrasi

KOMITE RISIKO KOMITE RISIKO PASAR KOMITE MODAL KOMITE RISIKO KOMITE RISIKO
KREDIT OPERASIONAL FIDUSIA

Konsep tersebut mengkaitkan reward dengan risiko melalui modal risiko. Dengan kata lain,
jika seorang manajer menggunakan modal untuk kegiatan yang berisiko, maka modal
berbasis risiko juga akan meningkat. Jika modal risiko tersebut tinggi, maka beban yang
harus ditanggung juga meningkat, dan akan menurunkan SVA manajer tersebut.

Program SVA tersebut bermanfaat karena membuat manajer untuk melihat risiko dalam
setiap pengambilan keputusannya. Disamping itu pertumbuhan asset Chase menjadi lebih
lambat.
RISIKO PASAR

- Pengukuran risiko pasar

Risiko pasar terjadi karena harga pasar bergerak ke arah yang tidak menguntungkan, dan
mengakibatkan kerugian. Misalnya harga saham berubah karena banyak factor, untuk
portfolio sekuritas dengan pendapatan tetap (obligasi), perubahan tingkat bunga bisa
mengakibatkan perubahan harga pasar pada sekuritas tersebut.

Chase menggunakan beberapa ukuran risiko pasar, yaiut Value At Risk (VAR), stress-testing,
dan ukuran non statistik lainnya. Ketiga ukuran tersebut diharapkan memberikan gambaran
risiko pasar yang komprehensif yang dihadapi oleh Chase.

Perhitungan Stress Test Oleh VAR

VAR VAR VAR VAR


Rata-Rata
minimum maksimum 31 Des 99 31 Des 98

Potensi Kerugian sebelum $(186) $(112) $(302) $(231) $(150)


pajak melalui Stress Test

Ukuran Risiko Pasar Non-Statistik (Non-Kuantitatif)

Indikator risiko pasar non-statistik digunakan untuk melengkapi indikator kuantitatif.


Indikator yang digunakan antara lain adalah posisi terbuka bersih (net open position), nilai
basis poin, konsesntrasi posisi, dan perputaran posisi. Indikator tersebut diharapka
memberikan tambahan informasi mengenai besar dan arah dari eksposur.

Manajemen Risiko Pasar

Beberapa manajemen risiko pasar yang digunakan oleh Chase adalah penetapan batas
VAR dan stress-test yang disetujui oleh Dewan Direksi dan memasukkan eksposur stress-test
dalam metodologi perhitungan alokasi modal. Jika batas tersebut terlewati, maka secara
otomatis portofolio akan di-review.

Pengendalian yang pokok dilakukan melalui penetapan batas. Struktur penetapan batas
tersebut berlanjut sampai ke level bawah (level trading desk), dan mencakup instrumen yang
bisa diperdagangkan, pengalaman dari trader, batas non-statistik, dan konsultasi kerugian.
VAR dihitung baik pada level agregrat maupun unit bisnis. Pembatasan non-statistik
diperlukan karena dalam kondisi tertentu, misal krisis keuangan, asumsi statistik tidak lagi
berjalan sebagaimana mestinya. Batas non-statistik memasukkan faktor-faktor likuiditas
pasar, strategi bisnis, kinerja sebelumnya, pengalaman, manajer. Batas risiko di-review secara
regular minimal dua kali dalam satu tahun. Chase juga menggunakan anjuran stop-loss untuk
mengendalikan risiko. Dengan demikian, Chase juga menggunakan indikator statistik (VAR,
stress-test), non-statistik, anjuran stop-loss, untuk mengelola risiko pada kondisi pasar normal
dan tidak normal.

RISIKO KREDIT

Proses dan Pengukuran Risiko Kredit

Risiko kredit adalah risiko yang terjadi jika counterparty gagal memenuhi kewajibannya
kepada perusahaan. Risiko kredit dikelola pada level transaksi dan portofolio. Pengukuran
risiko kredit dilakukan untuk semua kredit atau komitmen kredit (on dan off balance sheet).

Proses manajemen risiko kredit dimulai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
oleh Chief Credit Officer (Direktur Kredit). Pada tingkat unit bisnis maupun corporate, proses
pendisiplinan dilakukan untuk memastikan bahwa risiko telah dianalisis, dimonitor, dan
disetujui dengan akurat. Direktur kredit juga bertanggung jawab terhadap kerangka
pengukuran kredit, mengalokasikan biaya kredit, memperhitungkan konsentrasi kredit,
menetapkan batas kredit untuk menjamin terjadinya diversifikasi, mendelegasikan
persetujuan kredit, dan mengelola kredit bermasalah. Untuk level unit bisnis, fungsi (unit)
manajemen risiko kredit yang independen melapor ke manajer unit dan juga direktur kredit.
Unit (fungsi) tersebut bertanggung jawab untuk keputusan kredit taktis. Fungsi tersebut
bertanggung jawab untuk keputusan kredit taktis. Fungsi tersebut bertanggung jawab
terhadap transaksi baru, penawaran produk baru, yang signifikan, mempunyai wewenang
akhir terhadap perhitungan risiko kredit, memonitor profil risiko kredit, dari portofolio unit
bisnis.

Untuk kredit ritel (consumer), Chase menggunakan model portofolio yang canggih,
model scoring kredit, dan alat kuantitatif lainnya untuk menghitung dan menetapkan standar
risiko kredit ritel. Parameter ditentukan sejak awal, dan biaya kredit merupakan bagian
integral untuk penentuan harga dan evaluasi kredit. Portofolio kredit ritel dimonitor untuk
mengidentifikasi penyimpangan dari standar yang diharapkan, dan pergerseran pola perilaku
nasabah.

Untuk kredit komersial, proses manajemen risiko kredit dimulai dengan proses pemilihan
nasabah. Pendekatan industri global yang dilakukan Chase membantu pengenalan risiko
industri yang muncul, sehingga antisipasi bisa dilakukan lebih awal. Nasabah perusahaan
terbesar, pemimpin dalam sektornya, dengan kebutuhan pendanaan internasional.

Manajemen Risiko Kredit

Manajemen risiko kredit Chase dilakukan melalui dua mekanisme :

1. Mentransfer risiko kredit ke pihak lain melalui penjualan kredit. Melalui mekanisme
penjualan kredit tersebut, kredit komersial bisa dikurangi dengan signifikan, sehingga
risiko bisa ditekan lebih lanjut.
2. Menggunakan metode SVA untuk mengevaluasi kinerja unit pemberi kredit. Melalui
metode SVA, manajer unit kredit akan meilhat risiko dari kredit yang akan diberikan
sehingga mereka akan berhati-hati dalam mengambil keputusan pemberian kredit.
RISIKO OPERASIONAL

Risiko operasional belum banyak memperoleh perhatian, dan karena itu metodologi
untuk risiko operasional belum semaju risiko kredit atau risiko pasar. Kerugian dari risiko
operasional lebih sulit diprediksi dan lebih sulit untuk dikuantifisir. Risiko operasional
mencakup hal-hal seperti kejahatan oleh karyawan atau pihak luar, transaksi yang tidak diberi
otorisasi, kesalahan pencatatan, kesalahan karena sistem komputer atau telekomunikasi yang
tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Risiko operasional akan mempengaruhi perhitungan SVA, tetapi metodologi pengukuran


risiko operasional masih relatif sederhana. Perhitungan modal berdasarkan risiko operasional
dilakukan setiap kuartal. Perhitungan risiko operasional didasarkan pada tiga hal.

 Biaya operasional (dalam dolar).


 Skor dari audit internal.
 Rangking evaluasi risiko.
Manajer unit yang memperoleh skor risiko A (risiko rendah), maka modalnya akan
diperhitungkan lebih rendah, sehingga akan meningkatkan SVA manajer tersebut.

Faktor untuk Audit Risiko Operasional dengan Bobotnya


BOBOT
1. Nilai atau Volume Transaksi 15%
2. Dampak dari Kesalahan 11%
3. Ketergantungan pada data 8%
4. Karakteristik dari Proses 3%
5. Akses terhadap Aset Fisik 3%
6. Kualitas Manajemen 10%
7. Tingkatan Pertimbangan Manajemen 10%
8. Kualitas/Tingkat Pengawasan 10%
9. Lingkungan Pengendalian 11%
10. Karakteristik Produk 7%
11. Karakteristik Sistem 6%
12. Tekanan untuk memenuhi tujuan dan target 6%
100%

Anda mungkin juga menyukai