Anda di halaman 1dari 11

Nama : Pinta Romauli

NPM : 1810631010268

Mata Kuliah : Hukum Ketenagakerjaan

Hari/Tangga : Senin, 23 November 2020

PASAL-PASAL YANG MERUGIKAN BURUH MAUPUN


MASYARAKAT DALAM UU NO. 11 TAHUN 2020
TENTANG CIPTA KERJA

1. Dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 11 Tahun 2020, Yang berbunyi :


Pasal 5
“Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum
yang diatur dalam undang-undang terkait”

Pasal 6
“Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.”

Alasan :

Terdapat ketidakjelasan isi dari Pasal 6, yang menginstruksikan


terlaksana sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf a; sementara pada Pasal 5 tidak
memiliki turunan. Maka dari itu, Pasal ini akan membingungkan
masyarakat memahami UU dan hal ini jelas Kabur.
2. Dalam BAB Ketenagakerjaan Pada Pasal 79, Berbunyi :
Pasal 79 Ayat (2) (d) UU No. 11 Tahun 2020 DIAPUSKAN
SELURUHNYA

Sedangkan

Pasal 79 Ayat (2) Huruf (d) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Berbunyi :

(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :

a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk
jam kerja;

b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah


pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara
terus menerus; dan

d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan


pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi
pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-
menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun
berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6
(enam) tahun.

Alasan :

Pasal 79 Menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang


dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut
dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

3. Pasal 88 BAB Ketenagakerjaan UU No. 11 Tahun 2020, Yang berbunyi :


Pasal 88 UU No. 11 Tahun 2020 :

Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:


a upah minimum;
b. struktur dan skala upah;
c upah kerja lembur;
d upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan
tertentu;
e bentuk dan cara pembayaran upah; f hal-hal yang dapat diperhitungkan
dengan upah; dan
g upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Sedangkan

Pasal 88 Ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan,


Berbunyi :

Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana


dimaksud dalam ayat (3) meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f. bentuk dan cara
pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Alasan :

Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya
menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam
UU Ketenagakerjaan. Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang
dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena
menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran
pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

4. Didalam Pasal 88 Ayat (4) UU No. 11 Tahun 2020.

Pasal 88 UU No. 11 Tahun 2020, Berbunyi :


“Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.”

Sedangkan

Pasal 88 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Berbunyi :


“Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan mem-perhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.”

Alasan :

Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah


sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.

5. Pasal 91 Ayat (1) dan Ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Berbunyi :

Pasal 91 :

(1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha


dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah
dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

(2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah
atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut
batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan

Pasal 91 Ayat (1) dan Ayat (2) UU No. 11 Tahun 2020 DIHAPUSKAN
SELURUHNYA.

6. Pasal 169 Ayat (1), (2) dan (3) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Berbunyi :

(1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja


kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal
pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :
a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;

b. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan


yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih;

d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;

e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang


diperjanjikan; atau

f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan,


dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan
pada perjanjian kerja.

(2) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

(3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3).

Sedangkan

Pasal 169 Ayat (1), (2) dan (3) UU No. 11 Tahun 2020 DIHAPUSKAN
SELURUHNYA.

7. Dalam BAB Ketenagakerjaan Pada Pasal 79 Ayat (2), Yaitu :


Pasal 79 Ayat (2) (b) UU No. 11 Tahun 2020 DIPANGKAS.

Sedangkan

Pasal 79 Ayat (2) Huruf (b) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Berbunyi :

(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk
jam kerja;

b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1


(satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu;

c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah


pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara
terus menerus; dan

d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada


tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh
yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak
lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya
berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Alasan :

Pasal 79 Ayat (2) Huruf (b) dipangkas. Hak pekerja mendapatkan hari
libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam
UU Ketenagakerjaan sekarang menjadi 1 Hari selama sepekan.

8. Pasal 79 Ayat (4), Yaitu :

Pasal 79 Ayat (4) UU No. 11 Tahun 2020, Berbunyi :

“Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”

Sedangkan

Pasal 79 Ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,


Berbunyi :

“Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya
berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.”

Alasan :

Dalam UU No. 11 Tahun 2020 menghilangkan Hak dari Pekerja.


9. Pasal 59 Ayat (1) Huruf (b) dan Ayat (2), yang berbunyi :

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai
dalam waktu tertentu, yaitu sebagai berikut:

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang


tidak terlalu lama;

c. pekerjaan yang bersifat musiman;

d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau

e. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan yang bersifat tetap.

Alasan :

Pada Pasal 59 menjelaskan bahwa batas waktu PKWT bisa selamanya


tanpa diangkat menjadi pegawai tetap Namun Kemudian pada Pasal 59
ayat 1 huruf b mengenai pergantian batas waktu pekerjaan yang
penyelesaiannya tiga tahun sebagai salah satu kriteria PKWT. Hal ini
terdapat perbedaan Pandangan yang mengakibatkan ketidakpastian
Hukum.

10. Pasal 78 Ayat (1) Huruf (B), Yaitu :

Pasal 78 Ayat (1) Huruf (b) UU No. 11 Tahun 2020, Berbunyi :

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:

a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan

b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam
dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

Sedangkan
Pasal 78 Ayat (1) Huruf (b) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Berbunyi :

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat :

a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan

b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

Alasan :

Terjadinya Perubahan Waktu Lembur yang lebih lama dalam UU No. 11


Tahun 2020.

11. Pasal 42 Ayat (1), Yaitu :

Pasal 42 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2020, Berbunyi :

“Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki
rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah
Pusat.”

Sedangkan

Pasal 42 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,


Berbunyi :

“Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki
izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.”

Alasan :

Ketentuan dalam Pasal 42 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan tersebut diubah dalam UU Cipta Kerja yang
menyebutkan TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja. Hal itu
dinilai mempermudah perizinan bagi TKA dan dikhawatirkan dapat
menggusur pekerja Indonesia

12. Pasal 88 C Ayat (2) UU No. 11 Tahun 2020, Berbunyi :


“Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/ kota dengan
syarat tertentu.”

Alasan :

Didalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa Gubernur dapat menetapkan


UMK, Padahal tidak ada kewajiban Gubernur dalam meenentukan
UMK suatu daerah.

13. Pasal 46 Ayat (1) dan (2) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Berbunyi :

(1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia
dan/atau jabatanjabatan ter tentu.

(2) Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur


dengan Keputusan Menteri.

Sedangkan

Dalam Psal 46 UU No. 11 Tahun 2020 DIHAPUS UNTUK


SELURUHNYA.

14. Pasal 156 Ayat (4), Yaitu :

Pasal 156 Ayat (4) UU No. 11 Tahun 2020, Berbunyi :

(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) meliputi:

a- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat


pekerja/buruh diterima bekerja;

c. hal-haI lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,


atau perjanjian kerja bersama.
Sedangkan

Pasal 156 Ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,


Berbunyi :

(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) meliputi :

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat


dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan


15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan


atau perjanjian kerja bersama.

Alasan :

Poin C Pada Pasal 156 Ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan DIHAPUS SELURUHNYA. Hal tersebut
mengakibatkan kehilangan salah satu hak Buruh yang seharusnya bisa
diterima.

15. Pasal 151 UU No. 11 Tahun 2020, Berbunyi :

(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerjalserikat buruh, dan Pemerintah


harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.

(2) Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maksud dan
alasan pemutusan hubungan kerja diberitahukan oleh pengusaha kepada
pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

(3) Dalam hal pekerja/buruh telah diberitahu dan menolak pemutusan hubungan
kerja, penyelesaian pemutusan hubungan kerja wajib dilakukan melalui
perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerjalserikat buruh.

(4) Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
mendapatkan kesepakatan, pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap
berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.

Sedangkan

Pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Berbunyi :

(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah,


dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja.

(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja
tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib
dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan
pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota
serikat pekerja/serikat buruh.

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-
benar tidak menghasilkan persetu-juan, pengusaha hanya dapat
memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Alasan :

Poin C Dalam Pasal 151 UU No. 13 Taun 2003 dirubah dan dihapuskan
untuk seluruhnya.

Anda mungkin juga menyukai