Anda di halaman 1dari 6

Perbedaan Isi UU Cipta Kerja dengan Perpu Cipta Kerja

Terbaru
April 20, 2023

Setelah proses panjang, Perpu Ciptaker disetujui DPR RI untuk ditetapkan sebagai Undang-
Undang. Dengan hal ini artinya Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
sudah tidak berlaku lagi.
Menurut pemerintah, Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan,
perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah,
peningkatan ekosistem investasi, dan kemudahan berusaha, dan investasi pemerintah pusat,
dan percepatan proyek strategis nasional.
UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja berisi kebijakan seputar:
1. Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha
2. Ketenagakerjaan
3. Kemudahan perlindungan, serta pemberdayaan koperasi dan UMKM
4. Kemudahan berusaha
5. Dukungan riset dan inovasi
6. Pengadaan tanah
7. Kawasan ekonomi
8. Investasi pemerintah pusat, dan percepatan proyek strategis nasional
9. Pelaksanaan administrasi pemerintahan
10.Pengenaan sanksi
Tujuan UU Cipta Kerja adalah membuka lapangan kerja yang luas, memberikan keadilan dan
perlindungan bagi tenaga kerja, memberdayakan UMKM, meningkatkan lingkungan usaha
yang kondusif serta menarik investor.
Isi Perppu Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja dikeluarkan pada 30
Desember 2022. Tujuannya untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga dan menciptakan
lapangan kerja, menguatkan sektor keuangan, dan menguatkan kelembagaan otoritas
keuangan.
Setelah berbagai pro dan kontra, Perpu telah dikaji ulang hingga akhirnya diresmikan. Isi
kebijakan dalam Perpu tidak jauh berbeda dari UU Ciptaker sebelumnya.

Isi perpu Cipta Kerja merujuk UU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja klaster
ketenegakerjaan, yakni:

Pasal 64 1) Perusahaan dapat menyerahkan


Tentang Alih sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
daya alias Perusahaan lainnya melalui perjanjian
Outsourcing alih daya yang dibuat secara tertulis.2)
Pemerintah menetapkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat. 3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai penetapan sebagian
pelaksanaan pekerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Paragraf 1
Penyandang
Disabilitas

Pasal 67 1) Pengusaha yang mempekerjakan


tentang Tenaga Kerja penyandang disabilitas
Penyandang wajib memberikan perlindungan sesuai
Disabilitas dengan jenis dan derajat
kedisabilitasan. 2) Pemberian
perlindungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

sPasal 88c 1) Gubernur wajib menetapkan Upah


tentang minimum provinsi. 2) Gubernur dapat
Minimum menetapkan Upah minimum
Pengupahan kabupaten/kota. 3) Penetapan Upah
minimum kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
hal hasil penghitungan Upah minimum
kabupaten/kota lebih tinggi dari Upah
minimum provinsi. 4) Upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan
kondisi ekonomi dan
Ketenagakerjaan. 5) Kondisi ekonomi
dan Ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menggunakan
data yang bersumber dari lembaga yang
berwenang di bidang statistik. 6) Dalam
hal kabupaten / kota belum memiliki
Upah minimum dan akan menetapkan
Upah minimum, penetapan Upah
minimum harus memenuhi syarat
tertentu7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara. penetapan Upah
minimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan syarat tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 88D 1) Upah minimum sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan
ayat (2) dihitung dengan menggunakan
formula penghitungan Upah
minimum. 2) Formula penghitungan
Upah minimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mempertimbangkan
variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi,
dan indeks tertentu. 3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai formula penghitungan
Upah minimum diatur dalam Peraturan
Pemerintah

Pasal 88F Dalam keadaan tertentu Pemerintah


dapat menetapkan formula
penghitungan Upah minimum yang
berbeda dengan formula penghitungan
Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88D ayat (2).

Pasal 92 1) Pengusaha wajib menyusun struktur


dan skala Upah di Perusahaan dengan
memperhatikan kemampuan
Perusahaan dan produktivitas. 2)
Struktur dan skala Upah digunakan
sebagai pedoman Pengusaha dalam
menetapkan Upah bagi Pekerja/Buruh
yang memiliki masa kerja 1 (satu) tahun
atau lebih. 3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai struktur dan skala Upah
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 92 A Pengusaha melakukan peninjauan Upah


secara berkala dengan memperhatikan
kemampuan Perusahaan dan
produktivitas.

Isi Perppu Cipta Kerja itu antara lain meliputi:


 Ketentuan Pasal 64 UU Ketenagakerjaan dihapus
 Ketentuan Pasal 67 UU Ketenagakerjaan disebut “Penyandang Cacat”
diubah judul di Pasal 84 menjadi “Penyandang Disabilitas”
 Pasal 88F tidak tercantum dalam UU Ketenagakerjaan
Pasal 88D disisipkan di Perpu Cipta Kerja yang berbunyi:
 (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan
ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah
minimum.
 (2) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula perhitungan upah minimum
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 92 UU Ketenagakerjaan direvisi yang memuat:
 (1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan
dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
 (2) Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha
dalam menetapkan upah.
 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Perbedaan dalam Pasal 88C UU Ketenagakerjaan dengan Ciptaker terdapat di ayat 2-7 yang
memuat:
 Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan
syarat tertentu
 (3) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan
 Ayat (4) Syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/kota yang
bersangkutan
 (5) Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi
 (6) Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) menggunakan data yang bersumber dari lembaga yang
berwenang di bidang statistik
 (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan syarat tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Isi Perpu Cipta Kerja terbaru
Di dalam Perpu Cipta Kerja terbaru memuat peraturan tentang pemberian pesangon,
peraturan cuti, kondisi PHK, serta PKWT. Berikut penjelasannya.
1. Pemberian pesangon
Ketentuan pemberian pesangon tidak berubah dari UU Cipta Kerja lama. Perusahaan wajib
memberikan uang penghargaan dan pesangon pada karyawan yang terkena PHK sebanyak
maksimal 9 upah dan UPMK sebanyak 10 bulan upah, disesuaikan pula dengan masa kerja
karyawan di perusahaan.
2. Peraturan cuti
Pemberian cuti tercantum dalam Perpu terbaru. Pemberian cuti tertera dalam pasal 79 ayat 5,
“Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada
Pekerja/Buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah
Pekerja/Buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.”
3. Kebijakan menggunakan PKWT
Kebijakan di dalam Perpu terbaru salah satunya berhubungan dengan PKWT. Pekerjaan
waktu tertentu dijelaskan dalam pasal 59. Namun, untuk jenis, sifat, kegiatan, jangka waktu
hingga batas perpanjangan perjanjian kerja diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Sementara berkaitan dengan kompensasi PKWT merujuk pasal 61A pengusaha berkewajiban
memberikan kompensasi sesuai dengan masa kerja karyawan dan diberikan saat kontrak
berakhir.
Perusahaan wajib memahami PKWT hanya berlaku untuk pekerjaan tidak tetap. Jika tidak
memenuhi ketentuan maka PKWT dapat berubah menjadi PKWTT. Ketentuannya mencakup:
 Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
 Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama;
 Pekerjaan yang bersifat musiman;
 Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan
 yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
 Pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
4. Kondisi pemutusan hubungan kerja
Perusahaan dilarang memberhentikan karyawan dalam kondisi tertentu yang tertuang dalam
pasal 153 ayat 1 meliputi
 Karyawan yang sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak
melampaui 12 bulan secara terus-menerus
 Hamil, keguguran, menyusui bayi, melahirkan
 Menikah
 Menjalankan ibadah sesuai perintah agama masing-masing
 Mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan
Pekerja/ Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan
 Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
 Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang
jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan
 Mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat
Buruh, Pekerja/ Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja / Serikat
Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan
Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian
Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama
 Mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai
perbuatan Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
5. Ketentuan waktu lembur
Ketentuan lembur dalam perpu maksimal menjadi 4 jam sehari dan 18 jam seminggu,
sebelumnya waktu lembur maksimal hanya 4 jam sehari dan 14 jam selama 7 hari. Pemberian
upah lembur diatur lebih detail dalam PP No.36 tahun 2021.
Itulah informasi seputar perbedaan isi UU Cipta Kerja dengan perpu Cipta Kerja terbaru.
Dengan adanya kebijakan ini maka perusahaan harus bisa beradaptasi. Temukan informasi
menarik lainnya di Blog MyRobin.

Anda mungkin juga menyukai