OLEH :
A. Latar Belakang
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,
termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang
telah atau akan dilakukan. Pemberian upah yang adil dan setimpal akan memicu kinerja yang
dilakukan oleh buruh, mereka akan bersemangat ketika upah seimbang dengan apa yang sudah
mereka kerjakan. Upah yang seimbang akan memotivasi pekerja untuk lebih maksimal bekerja di
perusahaan terkait dan pastinya mempunyai pengaruh juga bagi pendapatan perusahaan pada
nantinya. Pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah, yaitu: a)
menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya; b) mencerminkan imbalan atas
hasil kerja seseorang; c) menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas
pekerja. Gaji merupakan salah satu unsur yang penting dalam meningkatkan motivasi kerja
sebab gaji adalah alat untuk memenuhi berbagai kebutuhan pegawai dan karyawan. Apalagi
keluhan-keluhan para pekerja yang dimana perusahaan kurang memperhatikan gaji para
buruh/atau pekerja dengan gaji yang sering terlambat di berikan pada pekerja, di karenakan tidak
transparansi pihak perusahaan terhadap para pekerja sehingga munculah ketidakadilan yang
dapat merugikan pihak pekerja yang sudah keluar keringatnya yang dapat menimbulkan
permasalahan besar bagi para pekerja maupun pihak perusahaan. Karena menyangkut
keberlangsungan dan kesejahteraan hidup pekerja dan perusahaan.
Awal tahun 2020 tepatnya tanggal 13 Februari 2020 Pemerintah Indonesia menyerahkan secara
legal Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja, yang mana itu merupakan suatu aturan
perundang-undangan inisiatif dari eksekutif kepada Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat
Indonesia. RUU Omnibus Law Cilaka ini dalam teknis penyusunannya itu menerapkan konsep
omnibus law yang ramai digunakan di negara Common Law, sedangkan Indonesia menerapkan
sistem hukum Civil law.Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) menimbulkan kontroversi. Karena masyarakat
beranggapan masih banyak kecacatan dan ketidakadilan di dalam UU Ciptaker yang butuh
ditinjau ulang guna meminimalisir ketidakadilan yang khususnya berkaitan dengan
ketenagakerjaan. RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini lebih memiliki kecenderungan
dalam peningkatan perekonomian, dan kurang memperdulikan terhadap peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
A. UU Cipta Kerja
Undang- undang Cipta Kerja atau Omnibus Law adalah konsep pembetukan undang-undang
utama untuk mengatur masalah yang sebelumnya diatur sejumlah UU atau satu UU yang
sekaligus merevisi beberapa UU.Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (disingkat UU Ciptaker atau UU CK) adalah undang-
undang di Indonesiayang telah disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan
diundangkan pada 2 November 2020 dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan
meningkatkan investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi persyaratan peraturan untuk
izin usaha dan pembebasan tanah. Karena memiliki panjang 1.187 halaman dan mencakup
banyak sektor, UU ini juga disebut sebagai undang-undang sapu jagat atau omnibus law.
Undang-Undang Cipta Kerja menuai kritik karena dikhawatirkan akan merugikan hak-hak
pekerja serta meningkatkan deforestasi di Indonesia dengan mengurangi perlindungan
lingkungan. Rangkaian unjuk rasa untuk menolak undang-undang ini masih berlangsung dan
menuntut agar undang-undang ini dicabut.Walau telah disahkan DPR, terdapat cacat dalam
proses perundangan berupa perubahan isi materi UU yang dapat berimplikasi pada hukuman
pidana.
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam PP itu disebutkan,
bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi Pekerja/Buruh. Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud
merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan Pekerja/Buruh dari hasil pekerjaannya sehingga
mampu memenuhi kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya secara wajar . Penghasilan
yang layak sebagaimana dimaksud diberikan dalam bentuk:
a. Upah; dan
b. pendapatan non Upah.
Adapun kebijakan pengupahan itu meliputi:
1. Upah minimum;
2. Upah kerja lembur;
3. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
Dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok dan tunjangan tetap sebagaimana dimaksud,
besarnya Upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah Upah pokok dan
tunjangan tetap . Sementara dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok, tunjangan tetap,
dan tunjangan tidak tetap, menurut PP ini, besarnya Upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh
lima persen) dari jumlah Upah pokok dan tunjangan tetap. Pasal 1 angka 30 Undang Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menegaskan: "Upah adalah Hak pekerja/buruh
yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi
kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan dilakukan". Penghasilan Pekerja
adalah jumlah penghasilan Pekerja dalam satuan waktu tertentu termasuk didalamnya gaji pokok,
tunjangan-tunjangan, upah lembur, THR, bonus dan fasilitas- fasilitas.
Terdapat pengubahan dalam Pengupahan yang telah diatur di dalam UU Ketenegakerjaan dan
yang diatur dalam UU Cipta Kerja seperti
Setelah UU Ciptaker
Upah Sebelum UU Ciptaker
Bonus Tidak diatur dalam UUK sebelumnya Memberikan bonus, atau penghargaan
lainnya bagi pekerja sesuai dengan masa
kerjanya. Bonus tertinggi senilai lima kali
upah bagi pekerja yang telah bekerja
selama 12 tahun atau lebih.
Omnibus Law Cipta Kerja UU 13/2003
Pasal 88 Pasal 88
Kebijakan pengupahan meliputi: Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh
meliputi:
a) Upah minimum;
b) Struktur dan skala upah; a) Upah minimum;
c) Upah kerja lembur; b) Upah kerja lembur;
d) Upah tidak masuk kerja san/atau c) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
tidak melakukan pekerjaan karena d) Upah tidak masuk kerja karena melakukan
alasan tertentu; kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e) Bentuk dan cara pembayaran upah; e) Upah karena menjalankan hak waktu istirahat
f) Hal-hal yang dapat diperhitungkan kerjanya;
dengan upah sebagai dasar f) Bentuk dan cara pembayaran upah;
perhitungan atau pembayaran hak g) Denda dan potongan upah;
dan kewajiban lainnya; h) Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan
g) Upah sebagai dasar perhitungan upah;
atau pembayaran hak dan kewajiban i) Struktur dan skala pengupahan yang
lainnya. proporsional;
j) Upah untuk pembayaran pesangon;
k) Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pasal 88 A Pasal 89
(2)Setiap pekerja/buruh berhak (1)Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88
memperoleh upah yang sama untuk ayat (3) huruf a dapat terdiri atas :a.upah minimum
pekerjaan yang sama nilainya. berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b.upah
minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
(3)Pengusaha wajib membayar upah kepada kabupaten/kota.
pekerja/buruh sesuai dengankesepakatan.
(2)Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
(4)Pengaturan pengupahan yang ditetapkan diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
atas kesepakatan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh tidak boleh lebih rendah dari
ketentuan pengupahan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 88 B
Upah ditetapkan berdasarkan: satuan waktu;
dan/atau satuan hasil.
Pasal 88 C Pasal 99
(1)Gubernur wajib menetapkan upah (1)Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari
minimum provinsi upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(2)Gubernur dapat menetapkan upah (2)Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah
minimum kabupaten/kota dengan syarat minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat
tertentu. dilakukan penangguhan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dapat dilihat terjadi beberapa pengubahan tentang system pengupahan seebelum dan setelah
adanya UU Cipta Kerja. Perubahan ini guna menyeimbangkan peraturan yang sudah ada
sebelumnya atau guna memperbarui peraturan yang sudah mulai tidak efisien penggunaan nya
dalam system pengupahan yang ada saat ini. Dapat dilihat pada penjelasan
sebelumnya,pengupahan pada UU Ciptaker diatur dalam pasal 88A hingga 88C yang sudah
mencakup banyak hal dalam pengupahan itu sendiri dan mengaturnya sedemikian rupa. Setiap
peraturan yang dibuat pemerintah pasti mempunyai nilai positif dan negative nya masing-masing
begitu pula dengan peraturan pengupahan dalam UU Ciptaker ini. UU ini dianggap dan diharap
dapat lebih menaikan keadaan perekonomian Indonesia beserta Rakyat didalamnya.