Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Nabiyla Risfa Izzati Dosen Hukum Ketenagakerjaan, Fakultas Hukum UGM Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja: Problematik? • UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan secara umum memiliki banyak permasalahan. Contoh: pengabaian pekerja informal, penegakan hukum ketenagakerjaan. • Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja à menyelesaikan atau menambah masalah? • Beberapa perubahan krusial dalam UUCK: 1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) à penghapusan batasan waktu maksimal dalam UU. 2. Kebijakan Pengupahan à tidak secara eksplisit memperhitungkan kebutuhan hidup layak dalam penentuan upah minimum, menghapus upah minimum sektoral, mengubah ketentuan struktur upah, dll. 3. Outsourcing à pembatasan jenis pekerjaan yang boleh alih daya dihapus. 4. PHK à lebih mudah dilakukan karena ada kemungkinan PHK dengan “pemberitahuan”, pengurangan jumlah pesangon dan penghargaan masa kerja. 5. Jaminan sosial à memperkenalkan jenis Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Problem Konseptual UUCK • Hukum ketenagakerjaan à hakekatnya adalah melindungi pekerja. • UUCK à berperspektif bisnis à untuk kepentingan investasi. Mengatur bab hukum ketenagakerjaan dalam UU Ciptaker sejak awal kurang tepat. • Deregulasi à pasal-pasal ketenagakerjaan dalam UU Ciptaker banyak yang melepaskan tanggung jawab negara terhadap hubungan kerja. • Contoh: istirahat panjang. Tadinya diwajibkan oleh UU (negara berperan), menjadi dapat diberikan jika diatur dalam perjanjian kerja, PKB, atau PP (hanya jika ada kesepakatan para pihak. alias negara tidak berperan). • Contoh lain: jangka waktu maksimal PKWT tidak diatur dalam UU, tapi dikembalikan pada perjanjian kerja (cat: dalam PP akhirnya dibatasi menjadi 5 tahun). • Dibangun dari konsepsi yang terlalu “positif thinking” bahwa pekerja dan pengusaha dapat bersepakat secara seimbang. Mengabaikan fakta sosiologis bahwa kedudukan pekerja dan pengusaha sangat tidak setara. Problem Konseptual UUCK • Contoh lain à perubahan cukup mendasar pada Pasal 151 UUCK (2): “Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan pemutusan hubungan kerja diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.” • Berbeda dengan Pasal 151 (2) UUK yang eksplisit mewajibkan ada bipartit, dan jika tidak ada kesepakatan baru bisa di-PHK ketika ada penetapan PHI. • Devil’s advocate: tetap ada Pasal 151 (3) dan (4) yang memungkinkan bipartit dan PPHI jika pekerja menolak PHK à lagi-lagi dibangun dari logika yang terlalu “positif thinking” bahwa mudah saja bagi pekerja untuk menolak “pemberitahuan PHK”. PP 35 Tahun 2021: Beberapa Catatan PKWT • Tidak ada mekanisme perubahan PKWT ke PKWTT. • Pasal 6 dan Pasal 8 ayat (1) à PKWT dilaksanakan paling lama 5 tahun. • Pasal 9 à PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan à tidak secara eksplisit menyebutkan maksimal batas waktu à boleh lebih dari 5 tahun? • Pasal 10 à PKWT terhadap pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat kegiatannya bersifat tidak tetap à Perjanjian Kerja Harian. • Perjanjian Kerja Harian à Pekerja/Buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan à tidak ada batasan waktu maksimal pekerja berada dalam perjanjian kerja harian? • Pasal 15 à Uang Kompensasi à Bagi Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT dengan masa kerja minimal 1 bulan à konsekuensi jika tidak memberikan uang kompensasi sanksi administrasi à penerapan? PP 35 Tahun 2021: Beberapa Catatan Alih Daya • Pasal 18 à Alih Daya à Ayat (3): Pelindungan Pekerja/Buruh dalam hubungan Alih Daya menjadi tanggung jawab Perusahaan Alih Daya. • Ayat (4) : Pelindungan Pekerja/Buruh, Upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan diatur dalam Perjanjian Kerja, PP, atau PKB. • Sama dengan UUCK, tetap tidak ada pembatasan jenis-jenis pekerjaan yang bisa dialih-dayakan à mengapa? • Bagaimana pengawasan pelaksanaan alih daya di lapanga? Contoh: belakangan ini banyak muncul kasus pekerja dipekerjakan oleh perusahaan Alih Daya namun melalui perjanjian kemitraan. PP 35 Tahun 2021: Beberapa Catatan PHK • Terdapat beberapa alasan PHK yang berakibat kewajiban pemberian pesangon lebih rendah (0,5 dan/atau 0,75 dari ketentuan umum): 1. pengambilalihan Perusahaan (Pasal 42 ayat (2)); 2. efisiensi (Pasal 43 ayat (1)); 3. Perusahaan tutup/mengalami kerugian selama 2 tahun terus- menerus (Pasal 44 ayat (1)); 4. Force majeure (Pasal 45); 5. Keadaan penundaan pembayaran utang (Pasal 46 ayat (1)); 6. Pailit (Pasal 47); Tantangan di Lapangan
• Resistensi pekerja terhadap UUCK dan Peraturan Turunannya à
besarnya resistensi bisa menyebabkan tingginya perselisihan hubungan industrial. • Tantangan lain: memahamkan isi UUCK, karena luasnya disinformasi terkait UU ini dan “cara membaca” omnibus law yang tidak konvensional karena harus disandarkan dengan aturan lain. • Banyaknya ketentuan UUCK yang diatur lebih lanjut di PP. Perlu lebih cermat memahami aturan teknisnya. Peran LKS Bipartit, Tripartit, dan Serikat Pekerja Pasca UUCK • LKS Bipartit à Forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yg berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yg anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh (komposisi 1:1) • LKS Tripartit à Forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yg anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh. • LKS Tripartit Sektoral à LKS Tripartit dalam sektor usaha tertentu. • Berdasarkan PP 46/2008 à komposisi LKS Tripartit 1:1:1. • Manfaat? Menjaga hubungan industrial yang dinamis, mencegah perselisihan hubungan industrial, mengkomunikasikan kebutuhan para pihak dalam suasana non-konflik. Peran LKS Bipartit, Tripartit, dan Serikat Pekerja Pasca UUCK • UUCK mengedepankan sifat privat hukum ketenagakerjaan à hal yang sama terlihat di Peraturan Pemerintah 35/2021 à banyak hal yang terbuka kesempatan untuk diatur pada PK, PP, PKB. • Peran PK, PP, dan PKB menjadi lebih krusial pasca UUCK karena banyak hal yang diserahkan kembali pada mekanisme kesepakatan para pihak. • Dibandingkan dengan dengan PK dan PP, yang lebih bisa melindungi pekerja dan representatif terhadap kebutuhan pekerja dan pengusaha adalah PKB à karena sifatnya perundingan dan kesepakatan. • Peran Serikat Pekerja dalam perusahaan menjadi makin krusial, karena hanya ketika perusahaan memiliki serikat pekerja, maka bisa dibuat PKB. • Ketika ada PKB yang representatif terhadap kebutuhan para pihak, maka perselisihan hubungan industrial bisa dihindari. Terima Kasih nabiylarisfa@ugm.ac.id / @nabiylarisfa