FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
DAFTAR ISI
Daftar Pustaka................................................................................................ 29
BAB I
PENDAHULUAN
Pada era persaingan ekonomi global yang semakin ketat dewasa ini,
mempercepat pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Salah satu aspek vital yang
tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) pada 20 November 2020. Mekanisme
prinsip satu dengan lainnya untuk diharmonisasikan dalam bentuk satu peraturan. 1
kerja.
1
Winda Fitri dan Luthfia Hidayah, 2021, Problematika Terkait Undang-Undang CIpta
Kerja di Indonesia: Suatu Kajian Perspektif Pembentukan Perundang-Undangan. E-Jurnal
Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha. Universitas Internasional Batam. Vol 4,
No.2, h. 1.
4
Perancangan Undang-Undang Cipta Kerja didasari atas adanya
perizinan investasi, sehingga lapangan kerja yang lebih luas dapat tersedia. Hal
tersebut tercantum dalam Pasal 3 UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa tujuan
dari Omnibus Law ini yaitu untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-
3. Kemudahan berusaha;
nasional.2
Cipta Kerja. Omnibus Law secara etimologi berasal dari Bahasa Latin yaitu
Omnibus yang memiliki arti untuk semua atau untuk segalanya, dan Law yang
berasal dari Bahasa Inggris yang bermakna Hukum. Jadi Omnibus Law berarti
5
perundang-undangan dengan pendekatan Omnibus Law bertujuan untuk
akademisi, tenaga kerja, mahasiswa dan aktivis. Masalah mendasar yang diberi
tersebut di DPR. Sehingga dalam RUU terdapat beberapa masalah yang dianggap
Minimum Regional (UMR), cuti haid bagi wanita, pengurangan pesangon, dan
Dari sisi normatif, para ahli dan akademisi mengkritisi terkait proses
6
dilanggar dalam UU Cipta Kerja yakni terdapat pengelompokan BAB didalam
BAB dan Pasal didalam Pasal, yang mana hal tersebut tidak diatur dalam UU No.
12 Tahun 2011. Poin lainnya yang secara normatif dilanggar yaitu UU Cipta
Tahun 2011 karena memiliki terlalu banyak Peraturan Pelaksanaan yaitu 535
peraturan. Sehingga tidak memungkinkan untuk selesai dalam kurun waktu satu
ditunjukkan dengan aksi demonstrasi yang dilakukan di depan Gedung DPR RI.
Unjuk rasa besar-besaran mulai dari kalangan buruh sampai mahasiswa terus
masyarakat, sejumlah Kepala Daerah dan Ketua DPRD juga menolak pengesahan
sebagai bentuk penolakan. Kepala daerah dan Ketua DPRD yang dimaksud antara
lain Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar
Parawansa, Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno, dan Ketua DPRD Kabupaten
5
Yhannu Setyawan, Op Cit, h. 162.
6
Amanda Kusumawardhani, 2020, Drama Seputar UU Cipta Kerja yang rontok di MK,
Simak Kronologisnya, berita online, URL: https://ekonomi.bisnis.com/read/20211126/9
/1470778/drama-seputar-uu-cipta-kerja-yang-rontok-di-mk-simak-kronologinya/3, diakses pada 24
November 2021.
7
penggugat ke Mahkamah Konstitusi. Penggugat merupakan masyarakat yang
berasal dari berbagai macam profesi yang merasa dirugikan atas diterbitkannya
Judicial Review yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).
Adapun dasar hukum dari pengaturan judicial review yaitu Pasal 24A Ayat (1)
dan Pasal 24C Ayat (1) UUD NRI 1945. 8 Undang-Undang turunan dari Pasal
Konstitusi (MK) karena akan diuji dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UUD
NRI 1945.9
7
Ibid.
8
Nurul Qamar, 2020, Kewenangan Judicial Review Mahkamah Konstitusi, Jurnal
Konstitusi, Universitas Muslim Indonesia Makassar, Vol 1, No. 1, h. 2.
9
Ibid.
8
Hasil gugatan terhadap UU Cipta Kerja, Mahkamah Konstitusi
UU Cipta Kerja tidak sesuai atau bertentangan dengan UUD NRI 1945.
otomatis akan tidak berlaku permanen jika dalam waktu dua tahun tidak kunjung
pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD NRI 1945, akan tetapi
Hakim MK menyatakan bahwa produk hukum yang berupa UU Cipta Kerja masih
berlaku selama 2 Tahun ke depan. Jadi dalam putusan ini Hakim MK memisahkan
karenanya dalam penelitian ini akan membahas lebih dalam mengenai wewenang
9
1. Bagaimanakah kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam melakukan Judicial
Kerja?
lingkup penelitian ini merupakan penelitian Hukum Tata Negara yang secara
Adapun bentuk penelitian yang memiliki satu tema seperti disajikan pada tabel
berikut.
10
hukum yang akan terjadi
dalam pembuatan UU Cipta
Kerja berdasarkan UU
Nomor 12 Tahun 2011
mengenai
3. RUU Cipta Kerja?.
2. Rancangan Undang- Yhannu Setyawan 1. Bagaimanakah efektivitas
Undang Omnibus Law pelaksanaan peraturan
Cipta Kerja perundang-undangan dengan
Dalam Perspektif metode Omnibus Law di
Undang-Undang Indonesia?
Nomor 12 Tahun 2011 2. Bagaimanakah implikasi
Tentang Pembentukan penerapan Rancangan
Peraturan Perundang- Undang-Undang Omnibus
Undangan Law tentang Cipta Kerja
terhadap peraturan
perundang-undangan yang
lain?
Agar dalam penelitian ini bisa memperoleh sasaran yang dikehendaki dan
sesuai dengan harapan yang diinginkan, maka ditetapkan tujuan penulisan sebagai
berikut:
bangku kuliah.
11
4. Untuk melakukan pengembangan diri pribadi mahasiswa menuju
kehidupan bermasyarakat
pengetahuan dibidang ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum tata
Kerja.
12
1. Bagi penulis sebagai usaha dalam menyatakan pemikiran ilmiah secara
2. Bagi masyarakat dari hasil penelitian ini bisa memberi informasi mengenai
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, Indonesia
yang berdasarkan asas hukum yang digunakan untuk memberikan batasan atas
kekuasaan dari pemerintah serta kekuasaan yang dimiliki oleh Negara dengan
aparaturnya yang dibatasi oleh sebuah hukum atau disebut dengan rechtsstaat,
Seseorang dapat mengatakan bahwa negara adalah negara yang diatur oleh
negara hukum jika mengikuti unsur-unsur negara yang diatur oleh negara
hukumnya. Friedrich Julius Stahl mengartikan ciri dari sebuah negara bersifat
10
Ibid, h. 23.
13
Negara hukum sendiri berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan
bagi seluruh warga negara. Untuk Indonesia, negara hukum didasarkan pada nilai-
nilai Pancasila yang merupakan pandangan hidup bangsa dan sumber dari segala
peraturan lainnya.11
memuat kesepakatan yang dirumuskan para pendiri negara, yang memuat apa
yang menjadi tujuan negara yang dibentuk, dasar pemikiran di atas mana negara
lembaga-lembaga negara itu satu sama lain serta hubungan negara dengan
rakyatnya. UUD NRI 1945 itu merupakan konstitusi tertulis yang merupakan
11
Ibid, h. 34.
14
Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah dalam
dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi
Dalam bukunya yang berjudul L’Espirit des lois (The Spirit of Laws) Montesquieu
mengembangkan apa yang lebih dahulu di ungkapkan oleh John Locke (1632-
John Locke dalam bukunya “Two Treaties on Civil Government” dan praktek
ketatanegaraan Inggris.12
sesuatu (executive) pada urusan dalam negeri, yang meliputi Pemerintahan dan
Pengadilan; dan (3) kekuasaan untuk bertindak terhadap anasir asing guna
kepentingan negara atau kepentingan warga negara dari negara itu yang oleh
yang mana prinsip ini melahirkan yang disebut dengan judicial review. Terdapat
dua jenis atau bentuk pengujian yang dilakukan oleh Lembaga yudikatif dan
12
Moh. Kusnardi dan Ibrahim Harmaily, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI. h. 140.
15
oleh Lembaga legislatif dan bukan oleh hakim dinamakan legislative review.
Contoh dari legislative review yaitu pengujian atas produk eksekutif berupa
eksekutif merupakan bentuk nyata dari penerapan prinsip check and balances.13
Jadi antar Lembaga dalam hal ini memiliki hubungan dan keterkaitan satu dengan
yang lain.
Antara DPR dan Presiden terdapat hubungan yang secara garis besar dapat
dinyatakan dalam dua hal, yaitu hubungan yang bersifat kerjasama dan
review.
16
isinya tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi (judicial
Titik simpul dalam hubungan antara eksekutif dan yudikatif terletak pada
maka agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas dalam hal
1. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang. Artinya suatu Peraturan
17
maka menjadikan suatu Peraturan Perundang-undangan itu batal demi
dan tata cara yang telah ditentukan. Misalnya suatu Rancangan Undang-
18
sebab itu Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya
1. Tahap Perencanaan
(Prolegnas) yang disusun oleh DPR, DPD, dan Pemerintah untuk jangka
RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau
Badan Legislasi. RUU yang diajukan oleh presiden diajukan dengan surat
dan daerah.
3. Tahap Pembicaraan
Badan Legislasi, Rapat Badan Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus. Dan
19
selanjutnya disampaikan dalam rapat paripurna. Bila tidak tercapai
terbanyak.
4. Tahap Pengesahan
peraturan yang lebih tinggi (UUD NRI 1945), maka untuk memastikan
1. Pemeriksaan Pendahuluan
2. Pemeriksaan Persidangan
20
4. Pengucapan Putusan
kekuasaan secara hukum atau disebut dengan rechtsmacht. Pada ranah hukum
15
Philipus M. 1997, Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, Kencana, h.1.
21
1. Kewenangan yang sifatnya orisinil (atributif), yakni pemberian kewenangan
bersifat secara permanen atau selalu ada, selama diatur UU. Sehingga, bisa
dikatakan bahwa wewenang yang melekat pada sebuah jabatan. Jika ditinjau
dari hukum tata Negara, atributif ini dipelihatkan dalam sebuah wewenang
sesuai dengan kewenangan yang dibangun secara UU. Atributif ini biasanya
peraturan UU.
lain. Kewenangan ini biasanya memiliki sifat secara incidental serta berakhir
tanggung jawab, serta sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh UU.16
22
review diatur dalam Pasal 24 C Ayat (1) UUD NRI 1945. 17 Berdasarkan ketentuan
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, dan Pasal 9 Ayat (1) UU No 12 Tahun
tersebut.
Undang yang bisa diajukan ke MK terdiri atas dua bentuk, pertama yaitu
pengujian formal dan kedua yaitu pengujian materiil. Pengujian formal yaitu
wewenang dari MK untuk menilai apakah suatu produk legislatif (UU) dalam
berlaku. Atau dengan kata lain pengujian formal menitikberatkan pada prosedural
dengan peraturan yang lebih tinggi, termasuk dalam hal ini adalah mengeluarkan
17
Lihat Pasal 10 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
23
Untuk mencapai tujuan hukum Gustav Radbruch menyebutkan bahwa
keadilan hukum harus diutamakan dari ketiga nilai yang menjadi pondasi tujuan
hukum. Hal ini dikarenankan bahwa secara realitas, keadilan hukum sering
sebaliknya. Dari ketiga nilai yang menjadi landasan tujuan hukum itu sendiri,
pada waktu terjadinya sebuah benturan, maka harus terdapat pengorbanan. Maka
dari itu, asas prioritas yang dipakai harus dijalankan dengan urutasn seperti
berikut:
1. Keadilan Hukum;
2. Kemanfaatan Hukum;
3. Kepastian Hukum.18
sistem hukum mampu dihindari dari terjadinya konflik secara internal. Adapun
penejelasan lebih lanjut mengenai definisi dari ketiga prioritas diatas yakni seperti
berikut:
a) Keadilan Hukum
18
Muhammad Erwin, 2012, Filsafat Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, h.123.
24
sebuah tindakan yang telah diberikan tidak dijalankan ataupun melanggar
Hukum yang menjadi pengemban atas nilai keadilan, menjadi tolok ukur atas
adil atau tidaknya sebuah tata hukum. Bukan hanya nilai keadilan yang
sifat secara normatif dan juga konstitutif untuk hukum. Keadilan juga menjadi
b) Kemanfaatan Hukum
Untuk memberikan sebuah penilaian yang buruk ataupun baik dalam sebuah
kebijakan ekonomi, politik, sosial, serta hukum secara moral dipakai teori
Baik buruknya sebuah hukum yang menjadi ukuran atas sesuatu yang
ketentuan hukum yang baru dapat dinilai bagus, apabila akibat yang
19
Yovita A. Mangesti & Bernard L. Tanya, 2014, Moralitas Hukum, Yogyakarta: Genta
Publishing, h. 74.
20
Ibid, h. 80.
25
timbulkan dari pelaksanaannya yaitu menurunnya penderitaan, kebagiaan
c) Kepastian Hukum
Kepastian hukum yang menjadi tujuan dari adanya hukum itu sendiri mampu
Bentuk nyata dari adanya kepastian hukum yakni adanya penegakan serta
pelaksanaan hukum kepada sebuah tindakan tanpa melihat dari siapa yang
sesuatu yang secara ketat mampu dilihat dari silogisme secara formal-legal.
Melalui sebuah logika secara deduktif, maka aturan aturan secara hukum positif
konkret menjadi sebuah premis secara minor. Dengan sistem logika yang tidak
21
Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, h. 277.
26
terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. Analisis dilakukan untuk mengetahui
teori Gustav Radbruch, atau memiliki pertimbangan dan pandangan yang berbeda.
Analisis tujuan hukum diperlukan untuk mengetahui asas yang dikedepankan oleh
prinsip hukum, dan juga doktrin guna mencari jawaban dari masalah hukum yang
dalam mencari kebenaran secara koherensi, yaitu menganalisis aturan yang sesuai
dengan norma hukum, prinsip hukum serta fenomena hukum yang ada.22 Penulis
melakukan kajian pada peraturan hukum yang memakai literatur menjadi konsep,
teori serta pendapat dari ahli hukum pada permasalahan yang selanjutnya akan
dianalisis.
berikut.
22
I Made Pasek Diantha, 2017, Metode Penelitian Hukum Normatif. Kencana, Jakarta. h.
156.
27
1) Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dikerjakan melalui
juga doktrin yang mengakar dalam biding ilmu hukum. Dengan menelaah
pandangan dan doktrin pada ilmu hukum tersebut, peneliti akan menemukan
diselidiki.24
Bahan hukum adalah sebuah sarana pada proses penelitian yang dipakai
untuk bisa menyelesaikan masalah yang ada dan langsung memberi gambaran
mengenai apa yang dijadikan acuan. Adapun bahan hukum yang digunakan pada
penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
non hukum.
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang memiliki sifat autortatif
atau dalam kata lain artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer
yang tersusun dari peraturan perundang-undangan, suatu catatan resmi dan risalah
23
Ibid. h. 158.
24
Sulistiyowati Iriyanto and Sidarta, 2009, Metode Peneliitian Hukum Kontestasi Dan
Refraksi. Puslaka Orbor Indonesia, Jakarta. h. 69.
28
ketika penyusunan peraturan undang-undang.25 Adapun bahan hukum primer yang
Perundang-Undangan
Bahan hukum sekunder yang terutama yaitu bahan buku teks karena buku
teks bermuatan tulisan yang berkaitan dengan prinsip dasar dari hukum dan
bahan hukum sekunder yang dipakai oleh peneliti pada penelitian ini mencakup
buku-buku hukum, jurnal hukum, dan makalah tentang hukum yang relevan
Bahan non hukum bisa berbentuk buku yang berkaitan dengan ilmu politik,
ekonomi, kebudayaan atau pun jurnal penelitian non hukum dan jurnal non hukum
selama masih memiliki relevansi dengan tema penelitian.27 Bahan ini menyajikan
tanda atau menjelaskan mengenai sumber bahan hukum primer dan sekunder.
25
Diantha. Op, Cit. h.58.
26
Ibid, h. 182.
27
Ibid, h. 183.
29
Data dikumpulkan dengan tahapan menyelidiki data primer dan data
undangan yang lain yang punya kaitan dengan masalah yang akan dilakukan
penelitian.
Data yang didapat baik itu data primer atau data sekunder akan dibedah
3) Mengerjakan telaah atau isu hukum yang diteliti mengacu pada bahan yang
sudah terkumpul
4) Mengambil simpulan sesuai dengan bentuk pendapat yang bisa menjawab isu
hukum tersebut
28
Ibid, h. 213.
30
31
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Diantha, I Made Pasek, 2017, Metode Penelitian Hukum Normatif. Kencana,
Jakarta.
Kusnardi, Moh. dan Ibrahim Harmaily, 1998, Hukum Tata Negara Indonesia,
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI.
Rahardjo, Satjipto, 2006, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Ridwan, HR, 2010, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Rajawali Prees,
Jakarta,.
Jurnal Penelitian
32
Rianda, Hendi Gusta. “Problematika Konsepsi Strict Liability Dalam
Perlindungan Lingkungan Hidup Pasca Disahkannya Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja”, Jurnal Muhammadiyah Law
Review 4, no. 1 (2020)
Peraturan Perundang-Undangan
Berita Online
33