Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ANALISIS PMH DALAM PUTUSAN


NOMOR 219/PDT/2018/PT DKI
Ditujukan untuk memenuhi nilai tugas (UTS) mata kuliah Perbuatan Melawan Hukum

Disusun Oleh:
Nama NIM
Dinda Fathira 01051170107
Milka Belatrix 01051170097
Nivie M. Montong 01051170112
Zerenya M. S. Pioh 01051170066

PROGRAM STUDI HUKUM


UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KARAWACI
2020
DAFTAR ISI
COVER HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
DAFTAR ISI…...………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................1
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................2
1.5 Sistematika Penulisan.............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................3
2.1 Landasan Teori .......................................................................................3
2.1.1 Tinjauan Umum PMH ...................................................................3
2.1.2 Unsur-Unsur dalam PMH .............................................................4
2.1.3 Alasan Pembenar dalam PMH ......................................................8
2.2 Landasan Konseptual .............................................................................9
2.2.1 Hukum Positif Peraturan Lalu Lintas ............................................9
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS……………………………….11
3.1 Kronologi Kasus...................................................................................11
3.1.1 Para Pihak....................................................................................11
3.1.2 Duduk Perkara .............................................................................13
3.1.3 Putusan Hakim ............................................................................17
3.2 Analisis ................................................................................................17
3.2.1 Unsur-unsur PMH dalam putusan No. 219/PDT/2018/PT
DKI………………………………………………………...….17
3.2.2 Pertimbangan hakim dalam putusan No.219/PDT/2018/PT DKI
...................................................................................................18
BAB V PENUTUP .................................................................................................25
5.1 Kesimpulan ..........................................................................................25
5.2 Saran………………………………………………….....………...….25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, teknologi berkembang pesat, terlebih teknologi di
bidang sarana transportasi. Hal ini dapat memberikan banyak manfaat bagi
penggunanya, terutama memudahkan pengguna untuk sampai ke tempat
tujuannya dengan cepat.
Namun di sisi lain, dengan meningkatnya kendaraan bermotor yang
tidak sebanding dengan prasarana perhubungan lain berupa kenyamanan,
perluasan jalan, serta kurangnya kesadaran berlalu lintas dan pengendara
kendaraan bermotor yang tidak mengindahkan peraturan berlalu lintas,
maka tingkat kecelakaan lalu lintas pun menjadi meningkat. Kecelakaan ini
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain.
Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, maka pihak yang dirugikan akan
meminta ganti rugi. Kewajiban untuk mengganti kerugian yang dibebankan
oleh pasal 1365 KUH Perdata pada pengemudi kendaraan bermotor yang
melanggar hukum yang menimbulkan kerugian dalam peristiwa kecelakaan
lalu lintas. Pemerintah telah mengatur berbagai peraturan mengenai lalu
lintas, namun hal ini tidak dipatuhi oleh segelintir orang.

1.2 Rumusan Masalah


Beranjak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana unsur-unsur PMH dalam Putusan No. 219/PDT/2018/PT
DKI?
2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan No.
219/PDT/2018/PT DKI?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari
makalah ini adalah sebagai berikut:

1
3. Untuk menemukan dan memahami unsur-unsur PMH dalam
Putusan No. 219/PDT/2018/PT DKI.
4. Untuk memahami dan mempelajari mengenai pertimbangan hakim
dalam Putusan No. 219/PDT/2018/PT DKI.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis sebagai
berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Menambah sumber pengetahuan mengenai Perbuatan
Melawan Hukum.
b. Sumber informasi bagi penelitian sejenis pada masa yang
akan datang.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Untuk menyediakan jawaban atas masalah yang diteliti.
b. Memberikan sumbangan maupun masukan pemikiran bagi
pemerhati hukum nasional.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN: merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA: merupakan bab yang menguraikan
Tinjauan Teori dan Tinjauan Konseptual.
BAB III METODE PENELITIAN: merupakan bab yang membahas tentang
metode penelitian yang akan digunakan dalam makalah ini serta
jenis dan sumber data yang digunakan.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN: merupakan bab yang berisikan
analisis hukum atas permasalahan yang terjadi serta
penyelesaiannya.
BAB V PENUTUP: merupakan bab yang akan berisikan kesimpulan dari
hasil penelitian serta saran yang relevan dengan permasalahan yang
dibahas.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Tinjauan Umum PMH

Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam

Pasal 1365 s/d Pasal 1380 KUH Perdata. Gugatan perbuatan

melawan hukum didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata yang

berbunyi: “setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Pasal 1365 tersebut biasanya dikaitkan dengan Pasal 1371 ayat

(1) KUH Perdata yang berbunyi: “penyebab luka atau cacatnya

sesuatu badan atau anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-

hati, memberikan hak kepada si korban untuk, selain penggantian

biaya pemulihan, menuntut ganti kerugian yang disebabkan oleh

luka cacat tersebut”.

Menurut Munir Faudy, perbuatan melawan hukum adalah

sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan

untuk mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk

memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari

3
interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban

dengan suatu gugatan yang tepat.1

2.1.2 Unsur-unsur dalam PMH

Berikut ini penjelasan bagi masing-masing unsur dari perbuatan

melawan hukum:

1. Adanya Suatu Perbuatan

Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh perbuatan

pelakunya. Perbuatan yang dimaksudkan mencakup berbuat sesuatu

(aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (pasif). Tidak berbuat sesuatu

yang dimaksud apabila seseorang tidak melakukan sesuatu padahal

menurut hukum ia memiliki kewajiban untuk melakukan sesuatu

(kewajiban hukum).

2. Perbuatan Tersebut Melawan Hukum

Sebagaimana telah diuraikan diatas, hukum dalam hal ini

tidak terbatas pada peraturan tertulis (hukum positif) saja, namun

suatu perbuatan juga dikualifikasikan sebagai melawan hukum bila

bertentangan dengan kesusilaan, kepatutan, ketelitian dan kehati-

hatian dalam pergaulan masyarakat (hukum tidak tertulis.2

3. Adanya Kesalahan dari Pihak Pelaku

1
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 3

2
Velliana Tanaya, Perbuatan Melawan Hukum Informasi Menyesatkan (Misleading Information)
dalam Prospektus Go Public, (Tangerang: Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2018), hal.
104

4
Agar dapat dikenakan Pasal 1365 KUHperata. tentang

Perbuatan Melawan Hukum, undang-undang dan yurisprudensi

mensyaratkan agar pada pelaku haruslah mengandung unsur

kesalahan (schuldement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut.

Dengan dicantumkannya syarat kesalahan dalam Pasal 1365

KUHPerdata., pembuat undang-undang berkehendak menekankan

bahwa pelaku perbuatan melawan hukum, hanyalah bertanggung

jawab atas kerugian yang ditimbulkannya apabila perbuatan tersebut

dapat dipersalahkan padanya. Suatu tindakan dianggap oleh hukum

mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung

jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Ada unsur kesengajaan;

2. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa);

3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf

(rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht,

membela diri, tidak waras, dan lain-lain.

Terdapat tiga aliran terhadap persyaratan unsur “kesalahan” di

samping unsur “melawan hukum” dalam suatu perbuatan melawan

hukum, yaitu

1. Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur melawan hukum

saja; Aliran ini menyatakan bahwa dengan unsur melawan

hukum terutama dalam artinya yang luas, sudah inklusif unsur

kesalahan di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi unsur

5
kesalahan terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Di negeri

Belanda aliran ini dianut oleh Van Oven.

2. Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur kesalahan saja;

Aliran ini menyatakan bahwa dengan unsur kesalahan, sudah

mencakup juga unsur perbuatan melawan hukum di dalamnya,

sehingga tidak diperlukan lagi unsur “melawan hukum”

terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda

aliran ini dianut oleh Van Goudever.

3. Aliran yang menyatakan diperlukan baik unsur melawan hukum

maupun unsur kesalahan. Aliran ini mengajarkan bahwa suatu

perbuatan melawan hukum mesti mensyaratkan unsur melawan

hukum dan unsur kesalahan sekaligus, karena dalam unsur

melawan hukum saja belum tentu mencakup unsur kesalahan. Di

negeri Belanda aliran ini dianut oleh Meyers.

4. Adanya Kerugian Bagi Korban

Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan

syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 Kuoperata. dapat

dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang

hanya mengenal kerugian materiil, maka kerugian karena

perbuatan melawan hukum di samping kerugian materiil,

yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian imaterial yang juga

akan dinilai dengan uang.

6
5. Adanya Hubungan Kausal Antara Perbuatan Dengan

Kerugian

Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan

kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu perbuatan

melawan hukum. Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam

teori, yaitu (a) teori hubungan faktual dan (b) teori penyebab kira-

kira.

a. Teori Hubungan Faktual

Hubungan sebab akibat secara faktual (accusation in facto)

hanyalah merupakan masalah “fakta” atau apa yang secara

faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang mengakibatkan

timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual,

asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa

penyebabnya. Dalam hukum tentang perbuatan melawan

hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum

mengenai “sini quo non”. Van Buri merupakan salah satu ahli

hukum Eropa Kontinental yang sangat mendukung ajaran

akibat faktual ini.

b. Teori Penyebab Kira-Kira

Teori ini bertujuan agar lebih praktis dan agar tercapainya

elemen kepastian hukum dan hukum yang lebih adil, maka

diciptakanlah konsep proximate cause atau sebab kira-kira.

Proximate cause merupakan bagian yang paling

7
membingungkan dan paling banyak pertentangan pendapat

dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum. Kadang-

Kadang untuk penyebab jenis ini disebut juga dengan istilah

legal cause atau dengan berbagai penyebutan lainnya.3

2.1.3 Alasan Pembenar dalam PMH

Suatu perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur dan sifat

perbuatan melawan hukum tidak selalu serta merta dapat digugat

atas dasar perbuatan melawan hukum dan berkonsekuensi ganti rugi

dapat karena ada beberapa dasar pembenar atau penghapus yang

menyebabkan perbuatan tersebut lenyap sifat melawan hukumnya.

Seperti halnya dalam hukum pidana, demikian pula dalam hukum

perdata, adakalanya perbuatan melawan hukum mendapat alasan

pembenar, yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum

dari suatu perbuatan. Perbuatan yang menurut kriteria adalah

melawan hukum, akan tetapi sebagai akibat terdapatnya keadaan

yang meniadakan sifat melawan hukumnya, perbuatan tersebut

menjadi suatu perbuatan yang benar.

Walaupun dalam KUH perihal ini tidak tertuang dalam

pasal-pasal, namun dalam praktiknya hal-hal tersebut diakui, dan

dasar-dasar pembenar tersebut diadopsi dari konsep hukum pidana

(pasal 48, 49, 50, 51 KUH Pidana) yaitu:

a. Keadaan memaksa (overmacht)

3
Fuady, Op.Cit., hal. 12

8
b. Pembelaan terpaksa

c. Melaksanakan ketentuan undang-undang

d. Melaksanakan perintah atasan

Hal-hal khusus yang meniadakan sifat melawan hukum yang

disebut sebagai dasar pembenar, selalu mengandung sifat

eksposional dan karena itu hanyalah sebagai pengecualian

membenarkan penyimpangan terhadap norma umum yang melarang

perbuatan yang bersangkutan. Sesuatu dasar pembenar meniadakan

sifat melawan hukum daripada suatu perbuatan yang tercela,

sehingga karenanya pertanggung-gugat si pelaku sama sekali hilang

dan tidak ada persoalan tentang pembagian kerugian.4

2.2 Landasan Konseptual

Sebagai pedoman untuk proses penyusunan makalah ini, subbab

tinjauan konseptual ini akan membahas istilah-istilah yang berhubungan

dengan tinjauan teori yang telah dijabarkan dalam penelitian ini.

2.2.1 Hukum Positif Peraturan Lalu Lintas:

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan

Jalan;

4
Rahmat Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Binacipta,1987), hal. 14.

9
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2017

tentang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1965

tentang

5. Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu-Lintas

Jalan.

6. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor

Indonesie)

10
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

3.1 Kronologi Kasus

3.1.1 Para Pihak:

1. GUTTUR SIMANJUNTAK, Karyawan Swasta, bertempat

tinggal di Jalan Pos Pengumben Nomor 20 RT002/RW008,

Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat dalam hal ini

memberikan kuasa kepada ERNI WIDYANINGSIH, S.H,

M.Hum, HESTI SUSANTI, S.H.,M.H., JOVIARDI WAHYU,

S.H., M.M., RATRI WULANDARI, S.H. R.R. RATRI

HANINDYODAMAJANTI, S.H., M.H., SAMSUL

WAHYUDI, S.H., SARMAULI SIMANGUNSONG, S.H.,

LL.M, GHIFARI KHAN, S.H. dan MANGATTA TODING

ALLO, S.H. Advokat dan Konsultan Hukum pada Nindyo &

Associates Attorney at Law and Capital Market Consultant,

berkedudukan di Jakarta dan beralamat kantor di The “H” Tower

16th Floor, Suite B-2 Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 20-21

Kuningan, Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10

Januari 2017, untuk selanjutnya disebut sebagai

PEMBANDING semula PENGGUGAT.

2. PT. HIBA UTAMA GROUP CQ. PO LAJU PRIMA, beralamat

kantor di Jalan Raya Bekasi Timur Km. 17, Klender, Jakarta

11
Timur, 13250, selanjutnya disebut sebagai TERBANDING I

semula TERGUGAT I;

3. DANANG ADITYA, terakhir diketahui karyawan pada

Tergugat I, sekarang dalam status Daftar Pencarian Orang

(DPO) yang dikeluarkan oleh Satlantas Polres Karawang dan

tidak diketahui keberadaannya, terakhir diketahui bertempat

tinggal di Dusun Mrican RT12/05, Desa Kepatihan, Kecamatan

Wira Desa, Kabupaten Pekalongan, selanjutnya disebut sebagai

TERBANDING II semula TERGUGAT II;

4. ADITYA WARMAN, beralamat rumah terakhir di Gg. Anur I

RT. 03/01 Kel. Poris Plawad Utara, Kec. Cipondoh Kota

Tangerang, diketahui juga selaku karyawan Tergugat I,

beralamat kantor di Jalan Raya Bekasi Timur Km. 17, Klender,

Jakarta Timur, 13250, saat ini tidakdiketahui keberadaannya,

selanjutnya disebut sebagai TERBANDING III semula

TERGUGAT III;

5. Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan

Darat, berkantor di Jl. Medan Merdeka Barat No. 8, Jakarta

10110, selanjutnya disebut sebagai TERBANDING IV semula

TERGUGAT IV;

6. Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik

Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Cq. Kepala

Kepolisian Resor Karawang Cq. Kasat Lantas Kepolisian Resor

12
Karawang, berkantor di Jl. Surotokunto 110 Karawang 41371,

selanjutnya disebut sebagai TURUT TERBANDING semula

TURUT TERGUGAT;

3.1.2 Duduk Perkara

1. Bahwa pada pukul 02.45 WIB pada tanggal 11 Desember 2016,

Bus PO Laju Prima Nomor polisi B-7711-IW yang ditumpangi

Penggugat dan dikemudikan oleh Tergugat II tiba-tiba

mendahului mobil lain dengan menggunakan lajur kiri bahu

jalan dengan kecepatan tinggi, dan menabrak Truk dengan

Nomor B9193GYT yang sedang berhenti di ruas jalan Tol

Jakarta – Cikampek KM 54 Jalur B, Ds. Gintungkerta, Kec.

Klari, Kab. Karawang.

2. Bahwa berdasarkan Laporan Kemajuan Perkara Laka Lantas PO

Laju Prima yang diterbitkan oleh Turut Tergugat I tertanggal 06

Februari 2017 (“Laporan Laka Lantas 06 Februari 2017”);

diketahui bahwa salah satu Saksi yang diperiksa bernama

Tergugat III yaitu Aditya Warman, yang merupakan Sopir tetap

Bus Laju Prima tersebut, dan berdasarkan Laporan Laka Lantas

tersebut diketahui bahwa:

1. Tergugat III lah yang sejak dari terminal Pekalongan

mengemudikan Bus;

2. Tergugat III lah yang minta agar digantikan oleh Tergugat II

karena sedang mengantuk;

13
3. Setelah kejadian kecelakaan Tergugat III masih sempat

berkomunikasi dengan Tergugat II dan masih bisa

menanyakan urutan kejadian;

4. Pergantian sopir dengan kernet sudah biasa dilakukan oleh

Tergugat III, dan seharusnya diketahui oleh Tergugat I.

3. Bahwa pada waktu kecelakaan terdapat 8 (delapan) penumpang

yang kemudian mengalami luka berat dan dilarikan ke Rumah

Sakit Rosela Karawang dan beberapa dilarikan ke Rumah Sakit

Mandaya.

4. Bahwa dari rontgen yang dilakukan oleh RS Rosela Karawang,

diketahui bahwa Penggugat mengalami patah tulang paha kiri

dan kanan, tulang kering kiri dan kanan yang sangat parah, serta

pergeseran dan retak tulang di bahu kiri. Keadaan Penggugat

yang terluka berat dan sangat parah itu membuat pihak RS

Rosela Karawang menyatakan tidak sanggup untuk mengobati

Penggugat.

5. Bahwa karenanya oleh keluarga Penggugat, Penggugat

kemudian dipindahkan ke Rumat Sakit Umum Daerah Kota

Jakarta (RS KOJA) di daerah Tanjung Priok. Bahwa hari itu juga

Penggugat dipindahkan ke RS KOJA Tanjung Priok.

6. Bahwa di RS Koja Tanjung Priok, Penggugat harus dioperasi

pada tanggal 15 Desember 2016 untuk tulang paha sebelah kiri,

dan operasi kedua pada tanggal 29 Desember 2016 untuk tulang

14
kering sebelah kiri, dan menurut dokter yang menangani

Penggugat tidak boleh dan belum bisa duduk jadi seluruh

aktivitas harus dilakukan dalam kondisi tidur. Selain itu terhadap

kaki kanan belum dapat langsung dioperasi karena kondisi tubuh

Penggugat yang masih lemah, jadi harus menunggu dulu kurang

lebih 1 (satu) s/d 2 (dua) bulan sampai kondisi Penggugat

memungkinkan untuk di operasi lagi.

7. Bahwa operasi ketiga telah dilaksanakan pada tanggal 2 Maret

2017 selama lebih dari 4 (empat) jam (sejak jam 14.00 s/d jam

18.30 WIB) dengan dilakukan bius secara total dan sampai saat

Gugatan ini diajukan masih dalam keadaan belum pulih benar

dari pengaruh pasca operasi, setiap malam masih demam,

bahkan ada indikasi terserang infeksi pasca operasi.

8. Bahwa sejak di RS Rosela Karawang sampai dengan Penggugat

melalui kuasa hukumnya mengirimkan Somasi Pertama tanggal

11 Januari 2017, Pihak Tergugat I tidak pernah memperhatikan

/ mempedulikan kondisi Penggugat. Tidak ada satu pun pihak

dari pengurus Tergugat I yang menyampaikan permintaan maaf,

simpati apalagi mengurus perawatan/pengobatan Penggugat.

9. Bahwa Penggugat melalui kuasa hukumnya sudah pernah

mengirimkan surat-surat Somasi kepada Tergugat I yang pada

pokoknya meminta Tergugat I memberikan perhatian dan

15
penggantian kerugian akibat peristiwa yang dialami oleh

Penggugat, yaitu surat-surat:

1. Surat Pertama tertanggal 11Januari 2017;

2. Surat Somasi Keduadan Terakhir tanggal 31 Januari 2017

10. Penggugat juga pernah mengirimkan surat kepada Turut

Tergugat I guna menanyakan perkembangan penanganan

perkara kecelakaan lalu lintas dan telah mendapatkan tanggapan

positif dari Turut Tergugat I yaitu berupa Laporan Laka

Lantas 06 Februari 2017 yang dengan jelas menyatakan

kelalaian Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III dalam

menjalankan bisnis usaha angkutan Bus malam PO Laju Prima,

sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan.

11. Bahwa sejak surat-surat tersebut dilayangkan oleh Kuasa

Hukum Penggugat, hingga gugatan ini diajukan tidak ada

tanggapan positif yang pernah diberikan Tergugat I, maupun

bentuk tanggung jawab atas perbuatan Tergugat I yang

menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan pada diri

Penggugat.

12. Pada putusan pertama hakim menolak gugatan penggugat

sehinggga penggugat mengajukan banding. Namun, dalam

putusan banding, eksepsi Tergugat Intervensi diterima sehingga

Penggugat tetap kalah dalam tingkat banding.

16
3.1.3 Putusan Hakim

Mengadili:

1. Menerima permohonan banding dari Pembanding semula

Penggugat tersebut ;

2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Nomor

107/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim., tanggal 4 Januari 2018, yang

dimohonkan banding tersebut;

3. Menerima eksepsi Turut Tergugat.

Mengadili Sendiri:

Dalam eksepsi:

1. Menyatakan eksepsi Turut Tergugat dapat diterima;

2. Menyatakan gugatan penggugat kabur;

Dalam pokok perkara:

1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;

2. Menghukum Pembanding semula Penggugat membayar biaya

perkara untuk kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat

banding sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).

3.2 Analisis dan Pembahasan

3.2.1 Unsur-unsur PMH dalam putusan Nomor 219/PDT/2018/PT DKI:

Unsur Perbuatan:

Tergugat II melakukan perbuatan yang aktif karena Tergugat II yang

mengemudikan bus tersebut dan menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

17
Tergugat I, III, IV dan Turut Tergugat melakukan perbuatan yang

pasif karena tidak melakukan kesalahan secara langsung.

Unsur Melawan Hukum:

1. Kejadian kecelakaan yang menimpa Penggugat merupakan

tanggung jawab penuh Tergugat I secara perdata sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, sehingga Tergugat I

wajib memberikan ganti kerugian yang diderita oleh Penggugat.

2. Pasal 1365 KUHPerdata:

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian

kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan

kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian

tersebut”

3. Tergugat I adalah Perusahaan pemilik dan pengelola dari Bus PO

Laju Prima yang mengalami kecelakaan sekaligus majikan /

pemberi kerja bagi Tergugat II selaku kernet/sopir cadangan dan

oleh karenanya bertanggung jawab atas Perbuatan Melawan

Hukum sebagaimana dimaksud oleh pasal 1367 KUHPerdata;

Pasal 1367 KUHPerdata alinea I:

“Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang

disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian

yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi

tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang

berada di bawah pengawasannya.”

18
4. Penggugat dan keluarganya telah mengalami kerugian baik moril

maupun materiil, yang berhak untuk dituntut oleh Penggugat, dan

wajib diganti oleh Tergugat I berdasarkan Pasal 1371

KUHPerdata.

“Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan

sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si

korban untuk, selain penggantian biaya-biaya penyembuhan,

menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau

cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut

kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut

keadaan.”

5. Tergugat I sepatutnya tahu, bahwa untuk menjadi sopir Bus, baik

itu sopir utama ataupun cadangan harus memiliki Surat Izin

Mengemudi (SIM) yang khusus yaitu SIM B1, sebagaimana

diatur oleh Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.

9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi, khususnya Pasal 7

huruf b.

6. “SIM B I, berlaku untuk mengemudikan Ranmor dengan jumlah

berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus)

kilogram berupa:

1. mobil bus perseorangan; dan

2. mobil barang perseorangan;”

19
7. Pasal 192 angka (1) dan (2) UU No. 22 Tahun 2009 menyatakan

bahwa:

“Perusahaan Angkutan Umum wajib bertanggung jawab atas

kerugian yang diderita oleh penumpang yang mengalami luka

berat akibat penyelenggaraan angkutan umum. Kerugian mana

dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami oleh

penumpang.”

8. Pasal 234 UU No. 22 Tahun 2009 menyatakan bahwa

“Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor dan/atau

penyelenggara angkutan umum bertanggung jawab atas

kerugian yang diderita penumpang akibat kelalaian pengemudi.”

Unsur Kesalahan:

Kelalaian: Tergugat I lalai dalam pengawasan operasional bus, hal

tukar menukar antar supir dan kernet sering terjadi,

sehingga banyak juga kecelakaan lalu lintas yang

disebabkan oleh perusahaan Tergugat I karena kernet

tidak punya SIM khusus bus.

Tergugat II lalai dalam mengemudi dan tidak memiliki

SIM khusus.

Tergugat III melakukan pembiaran terhadap Tergugat II

saat mengemudi dan juga sempat mengantuk saat

mengemudi.

20
Tergugat IV dan Turut Tergugat lalai dalam pengawasan.

Unsur Kerugian:

Kerugian Materiil:

1. Tempat tidur khusus Rp16.500.000,- Pembelian Kursi Roda

(meskipun belum dapat dipakai saat ini karena Penggugat masih

belum boleh duduk) Rp2.000.000,-

2. Vitamin, Pampers, perban, dan obat-obatan yang harus dibeli

sendiri dan tidak ditanggung pemerintah (kurang lebih Rp1 juta/

bulan diperkirakan sampai 1 tahun) x 12 bulan = Rp12.000.000,-

3. Transport, biaya tol, taksi, tip ambulance setiap kontrol ke RS (1

minggu 1x setelah operasi hingga 1 bulan, kemudian 2 minggu

sekali di bulan berikutnya) sehingga kurang lebih 70x kontrol

@Rp500.000 x70 = Rp35.000.000,-

4. Sebelum sakit karena kecelakaan, Penggugat memperoleh

penghasilan tidak kurang dari Rp10.000.000,- (sepuluh juta

rupiah) setiap bulannyaAkibat dari kejadian kecelakaan,

pendapatan tersebut tidak dapat diperoleh Penggugat dan untuk

pastinya selama 3 tahun ke depansehingga kerugian pendapatan

Penggugat dalam hal ini tak kurang dari Rp10.000.000,- x 36

bulan= Rp360.000.000,- (tiga ratus enam puluh juta rupiah);

5. Bahwa Penggugat saat ini berusia 54 tahun dan sebelum

terjadinya kecelakaan sangat aktif menjalankan pekerjaannya.

Apabila tidak terjadi kecelakaan maka Penggugat

21
memperkirakan sampai dengan usia 65 tahun masih bisa

produktif menjalankan kariernya yang semestinya semakin

meningkat, namun karena kejadian kecelakaan tersebut,

kesempatan itu menjadi hilang dan merupakan kerugian yang

sangat besar bagi Penggugat dan keluarga Penggugat. Jika dinilai

dengan jumlah uang, Penggugat memperkirakan masa 11 tahun

yang hilang itu nilainya tak kurang dari Rp2.000.000.000,- (dua

miliar rupiah);

Jumlah total kerugian materiil di atas: Rp2.425.500.000,-

(dua milyar empat ratus dua puluh lima juta lima ratus ribu

rupiah);

Kerugian immateril:

1. Kerugian moril harus mengalami cacat fisik sementara.

2. Kerugian moril atas frustasi dan depresi yang dialami Penggugat

dan keluarga Penggugat akibat peristiwa kecelakaan.

Jumlah total kerugian immateril Rp1.000.000.000,- (satu

milyar rupiah).

Unsur Kerugian:

Karena Tergugat II lalai saat mengemudi sehingga

menimbulkan kecelakaan yang menyebabkan 8 (delapan)

penumpang yang kemudian mengalami luka berat. (Cause in

fact)

22
3.2.2. Pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 219/PDT/2018/PT DKI:

Dalam pertimbangan hakim, mengadili sebagai berikut:

1. Menerima permohonan banding dari Pembanding semula

Penggugat tersebut ;

2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Nomor

107/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim., tanggal 4 Januari 2018, yang

dimohonkan banding tersebut;

3. Menerima eksepsi Turut Tergugat.

Mengadili Sendiri:

Dalam eksepsi:

3. Menyatakan eksepsi Turut Tergugat dapat diterima;

4. Menyatakan gugatan penggugat kabur;

Dalam pokok perkara:

3. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.

4. Menghukum Pembanding semula Penggugat membayar biaya

perkara untuk kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat

banding sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).

Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan

adanya pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu kan

digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara.

Pembuktian merupakan tahap yang paling penting dalam

pemeriksaan di persidangan. Pembuktian bertujuan untuk

23
memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan

itu benar-benar terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang

benar dan adil. Hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan

sebelum nyata baginya bahwa peristiwa/fakta tersebut benar-benar

terjadi, yakni dibuktikan kebenaranya, sehingga nampak adanya

hubungan hukum antara para pihak.5

Menurut Sudikno Mertokusumo, hakim itu bebas dalam atau

untuk mengadili sesuai dengan hati nuraninya/keyakinannya tanpa

dipengaruhi oleh siapapun. Hakim bebas memeriksa, membuktikan

dan memutuskan perkara berdasarkan hati nuraninya.6

Dalam putusan ini hakim menolak gugatan pembanding karena

hakim menganggap surat gugatannya cacat hukum. Padahal dalam

duduk perkara Tergugat sudah memenuhi banyak unsur melawan

hukum yang seharusnya dapat dikabulkan, terlebih Penggugat tidak

diberikan ganti rugi sama sekali sehingga hal ini sangat menyulitkan

korban dan memang tidak ada itikad baik dari tergugat. Seharusnya

dalam hal ini hakim mengabulkan sebagian dari pemohonan

tergugat karena banyak pasal yang telah dilanggar oleh Tergugat.

5
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2004), hal.140
6
Sudikno Mertokusumo, Sistem Peradilan di Indonesia,4 Jurnal Hukum FH-UII, Jakarta,1997,hal. 5

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.1.1 Unsur-unsur PMH dalam putusan Nomor 219/PDT/2018/PT DKI

Dalam kasus ini unsur-unsur PMH, yaitu: unsur perbuatan, unsur

melawan hukum, unsur kesalahan, unsur kerugian, dan unsur sebab akibat

telah terpenuhi

4.1.2 Pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 219/PDT/2018/PT DKI

Pembuktian dalam kasus PMH sudah cukup dan sudah seharusnya

gugatan banding penggugat dikabulkan oleh hakim, mengingat banyak

pasal yang dilanggar oleh Tergugat, tidak adanya itikad baik dari Tergugat

serta bukti kerugian nyata yang dialami penggugat. Dalam mengabulkan

putusan ini hakim juga tidak menggunakan hati nurani, melainkan hanya

melihat kecacatan hukum dalam gugatan penggugat. Seharusnya

permohonan penggugat dapat dikabulkan sebagian.

4.2 Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan dasar

pertimbangan hakim dalam memutus putusan Nomor 219/PDT/2018/PT DKI

sebagai berikut:

1. Hakim harus selalu memperhatikan berbagai aspek-aspek hukum dalam

memutus perkara dengan benar dan tepat;

25
2. Seorang hakim harus memikirkan aspek kerugian yang ditimbulkan oleh

kedua pihak dengan adil;

3. Diperlukan Lembaga baru sebagai pihak ketiga sebagai pengawas

terhadap kinerja dan putusan hakim agar tidak terjadi kesalahpahaman dan

kecurangan di masa yang akan datang.

26
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Faudy, Munir. 2002. Perbuatan Melawan Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti.

Tanaya, Velliana. 2018. Perbuatan Melawan Hukum Informasi Menyesatkan


(Misleading Information) dalam Prospektus Go Public, Tangerang: Fakultas
Hukum Universitas Pelita Harapan.

Setiawan, Rahmat. 1987. Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung : Binacipta.

Arto, Mukti. 2004. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V
.Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie).

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Jurnal

Mertokusumo, Sudikno.” Sistem Peradilan di Indonesia”,4 Jurnal Hukum FH-UII,


Jakarta, 1997.

27

Anda mungkin juga menyukai