Anda di halaman 1dari 29

Pemberdayaan dan Perlindungan Kewirausahaan Pemuda

Ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2011 dan


Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 (Evaluasi
Implementasi Kebijakan Program Kepemudaan di Dinas
Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Banten)
PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh:

MUHAMMAD HARRY DWI SEPTIAN


NIM: 181010201061

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
BANTEN
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Identifikasi Masalah.......................................................................1
C. Rumusan Masalah..........................................................................1
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................1
E. Kerangka Teori...............................................................................1
F. Originalitas Penelitian....................................................................1
G. Sistematika Penulisan....................................................................1
BAB II TINJAUAN ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP
PERJANJIAN JUAL BELI ONLINE (E-COMMERCE).............1
A.....................Pengertian Perjanjian Jual Beli Online (E-Commerce)
............................................................................................................1
B.....................Sanksi Hukum Dan Penyelesian Sengketa Jika Terjadi
Pelanggaran Dalam Pelaksanaan Jual Beli Melalui Internet (E-
Commerce)..........................................................................................1
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................1
A. Jenis Penelitian..............................................................................1
B. Spesifikasi Penelitian.....................................................................1
C. Sumber Data dan Jenis Data..........................................................1
E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................1
F. Teknik Analisis Data......................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................1

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berwirausaha merupakan salah satu cara seseorang untuk bekerja serta

menitih karir untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera di masa yang akan

datang. Dengan berwirausaha, kita juga dapat menumbuhkan lapangan pekerjaan

baru bagi orang-orang yang membutuhkan, selain itu juga dapat membantu

pemerintah mengurang pertumbuhan pengangguran di negeri ini. 1

Banyak pihak yang meyakini bahwa UKM adalah salah satu jenis usaha

yang mempunyai ketahanan yang paling baik dalam menghadapi berbagai krisis.

Hal tersebut dikarenakan factor produksi yang digunakan banyak yang berasal

dari dalam negeri sehingga tidak terlalu membutuhkan mata uang asing untuk

membelinya. Disamping itu UKM bersifat fleksibel dalam produknya artinya

mampu menyesuaikan diri dengan kondisi perekonomian yang sedang krisis

maupun dengan kebutuhan masyarakat.2

Pengembangan kepeloporan pemuda bertujuan untuk mendorong

kreativitas, inovasi, keberanian melakukan terobosan dan kecepatan mengambil

keputusan sesuai dengan arah pembangunan nasional dengan memperhatikan

karateristik daerah. Penyediaan prasarana dan sarana kepemudaan ditujukan untuk

melaksanakan pelayanan kepemudaan.

1
http://repository.upi.edu/36581/2/S_PLS_1305402_Chapter%201.pdf
2
https://core.ac.uk/download/pdf/296774585.pdf
2

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah peneliti uraikan diatas

maka dapat di identifikasikan pokok permasalahan sebagai berikut:

A. Apakah keabsahan perjanjian jual-beli melalui internet bisa dikaitkan dengan

pasal 1320 KUH Perdata?

B. Apakah yang menjadi sanksi hukum serta bagaimana penyelesaian sengketa

terhadap pihak yang melakukan pelanggaran praktek jual-beli melalui internet?

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka beberapa

masalah pokok yang dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut

A. Bagaimana keabsahan perjanjian jual-beli melalui internet bila dikaitkan

dengan pasal 1320 KUH Perdata?

B. Bagaimana sanksi hukum serta bagaimana penyelesaian sengketa terhadap

pihak yang melakukan pelanggaran praktek jual-beli melalui internet?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui keabsahan yang terjadi dalam perjanjian jual-beli yang

dilakukan secara online atau melalui internet.

b. Untuk menemukan sanksi hukum serta solusi apabila terjadi permasalahan

terhadap pihak yang melakukan pelanggaran praktek jual-beli melalui

internet.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis
3

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukin

bagi ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum perdata

dan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya serta dapat dijadikan

referensi bagi penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

penulis/mahasiswa/dosen/praktisi hukum dalam memahami tinjauan aspek

hukum perdata perjanjian perdata mengenai jual-beli melalui internet dan

bisa sebagai bahan acuan bagi pemerintah di dalam membuat peraturan

yang berkaitan dengan teknologi informasi.

E. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis

mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dapat menjadi bahan

perbandingan dan pegangan teoretis. Hal mana dapat menjadi masukan

eksternal bagi penulis.3 Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan

teori yang menyangkut mengenai masalah yang akan dibahas oleh penulis

untuk menjawab permasalahan dalam penulisan

1. Teori Kepastian Hukum

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau

ketetapan. Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai

pedoman kelakuan dan adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang

suatu tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil dan

dilaksanaklan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya.


3
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm. 80.
4

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara

normatif, bukan sosiologi.4

Menurut Gustav Radbruch, ada 4 (empat) hal mendasar yang

berhubungan dengan makna kepastian hukum, yaitu:

Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu

adalah perundang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu didasarkan pada

fakta, artinya didasarkan pada kenyataan. Ketiga, bahwa fakta harus

dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan

dalam pemaknaan, di samping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum

positif tidak boleh mudah diubah.

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya

bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri.

Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari

perundang-undangan. Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut

Gustav Radbruch, hukum positif yang mengatur kepentingan-kepentingan

manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun hukum positif itu

kurang adil.

Kepastian Hukum sebagai salah satu tujuan hukum dan dapat

dikatakan upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian

hukum adalah pelaksanaan dan penegakan hukum terhadap suatu tindakan

tanpa memandang siapa yang melakukan. Adanya kepastian hukum setiap

orang dapat memperkirakan apa yang akan terjadi jika melakukan tindakan

4
Dominukus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2010. Hlm.59
5

hukum itu, kepastian sangat diperlukan untuk mewujudkan keadilan.

Kepastian salah satu ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama

untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan

makna karena tidak dapat di gunakan sebagai pedoman perilaku bagi

setiap orang.5

Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan (multi-tafsir) dan

logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain

sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik Norma. Kepastian

hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tepat, konsisten

dan konsekuen yang pelaksanaan nya tidak dapat dipengaruhi oleh

keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Hukum adalah kumpulan

peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama,

keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu

kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu

sanksi. Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari

hukum terutama untuk norma hukum tertulis.6

Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan

untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Kepastian hukum

merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk

noma hukum tertulis. Menurut Fence M. Wantu, “hukum tanpa nilai

5
Ibid, hlm 270
6
Memahami Kepastian dalam Hukum (http//ngobrolinhukum.wordpress.com diakses pada
tanggal 23-09-2022 pukul : 14:46 WIB),
6

kepastian hukum akan kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan

pedoman perilaku bagi semua orang.”7

F. Originalitas Penelitian
1. Mersetyawati C. M. Lamber, Legalitas Transaksi Penjualan Melalui

Internet Ditinjau Dari Hukum Perdata, Universitas Sam Ratulangi. 2019.

Penelitian Mersetyawati C. M. Lamber yang berjudul “Legalitas Transaksi

Penjualan Melalui Internet Ditinjau dari Hukum Perdata”. Penelitian ini

merupakan penelitian menggunakan metode penelitian hukum

doktrinal/normative. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

legalitas transaksi penjualan melalui internet dalam kaitannya dengan jual beli

secara konvensional bagaimana keabsahan transaksi jual beli melalui internet

dilihat dari sahnya perjanjian pasal 1320 KUHPerdata. Penelitian Mersetyawati

dan penulis memiliki kesamaan yaitu membahas terkait dengan jual beli melalui

internet, namun diatara kita memiliki perbedaan pada penelitian beliau

menekankan pada keabsahan transaksi jual beli melalui internet yang dilihat dari

sahnya perjanjian pasal 1320 KUHPerdata. Sedangkan pada penelitian penulis

menekankan aspek hukum perjanjian perdata.

2. Zulfi Chairi, Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Melalui Internet,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. 2019.

Penelitian Zulfi Chairi ini berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli

Melalui Internet”. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode

7
Fence M. Wantu, Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal Berkala Mimbar
Hukum, Vol. 19 No.3 Oktober 2007, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm.
388.
7

pendekatan deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui internet, dan bagaimana jika

terjadi kerugian pada salah satu pihak jika terjadi wanprestasi dalam jual beli

melalui internet. Penelitian Zulfi Chairi dan penilitian yang penulis lakukan

memiliki kesamaan yaitu membahas terkait dengan jual beli melalui internet,

namun memiliki perbedaan antara keduanya karena pada penelitian beliau lebih

menekankan pada aspek hukum dalam suatu perjanjian jual beli online.

Sedangkan pada penelitian penulis lebih menekankan kepada aspek hukum

perjanjian perdata

3. Khalifatullah Fill Ardhi, Wanprestasi Terhadap Transaksi Jual-Beli

Melalui Media Elektronik (E-Commerce) Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Univeritas Mataram 2019.

Penelitian Khalifatullah Fill Ardhi ini berjudul “Wanprestasi Terhadap

Transaksi Jual-Beli Melalui Media Elektronik (E-Commerce) Ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”. Penelitian ini

merupakan penelitian yang menggunakan metode Deskriptif. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah bentuk wanprestasi dalam transaksi

jual-beli melalui media elektronik (e-commerce) dan bagaimana upaya hukum

yang dapat dilakukan para pihak apbila terjadi wanprestasi dalam transaksi

perjanjian jual-beli melalui internet (e-commerce).


8

Persamaannya dengan penelitian penulis adalah sama-sama melakukan

penelitian pada transaksi jual-beli media elektronik (e-commerce) namun pada

skripsi beliau lebih menekankan pada upaya hukum yang dapat dilakukan oleh

para pihak terhadap suatu wanprestasi berbeda pada penelitian penulis yang lebih

menekankan kepada aspek hukum perjanjian perdata.

G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran pembahasan yang jelas dalam penelitian

skripsi ini, maka sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab

yang masing-masing bab mencerminkan satu kesatuan yang utuh dan tak

terpisahkan yaitu, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah,

Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Originalitas Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP

PERJANJIAN JUAL BELI ONLINE (E-COMMERCE)

Pada bab ini berisikan pengertian Perjanjian Jual Beli, (dan bahan

kurang lengkap)

BAB III METODE PENELITIAN


9

Pada bab ini berisikan tentang uraian mengenai Jenis dan Sifat

Penelitian, Tipologi Penelitian, Sumber dan Jenis Bahan Hukum,

Teknik Pengumpulan Data, Analisis Bahan Hukum, Penyimpulan.

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEABSAHAN

PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (E-

COMMERCE) MENURUT HUKUM PERJANJIAN

PERDATA (Analisis Putusan Nomor 183/Pdt.G/2018/PN Mdn)

Dalam bab ini data tentang Puyusan Mahkamah Agung Nomor:

183/Pdt.G/2018/PN Mdn, penerapan hukum perdata apakah sesuai

dengan fakta-fakta berdasarkan atas keabsahan perjanjian jual beli

melalui internet dilihat dari pasal 1320 KUHPerdata dan menjawab

rumusan masalah yang menjadi pijakan dalam menganalisa

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini menguraikan tentang kesimpulan pembahasan yang

dijelaskan dalam bab sebelumnya dan memberikan rekomendasi

atau saran sesuai dengan penemuan masalah agar setiap kebijakan

pembuatan lembaga sesuai dengan tujuan, sesuai dengan konsep

hukum yang mejadi paramater penelitian serta lampiran terkait

dengan hasil penelitian yang berdasarkan kajian dokumen

(Pusataka) yang digunakan sebagai pembahasan atau hasil peneliti


10

BAB II

TINJAUAN PEMBERDAYAAN DAN PELINDUNGAN


KEWIRAUSAHAAN

A. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI ONLINE (E-COMMERCE)

1. Pengertian Perjanjian

Pengertian perjanjian telah diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yang

menyebutkan bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan

overeekomst dalam Bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim

diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313

KUHPerdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.8

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana ada seorang

berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut

yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua

orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian

perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau

ditulis.

8
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985. hlm.97.
11

Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perdata

Indonesia” berpendapat bahwa definisi perjanjian yang dirumuskan dalam Pasal

1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut memiliki beberapa

kelemahan yaitu:

a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahuidari rumusan kata kerja

“mengikat diri” yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua

belah pihak. Seharusnya rumusan kata kerja ini ialah “saling mengikat diri”,

sehingga ada konsensus antara kedua belah pihak;

b. kata perbuatan mencangkup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian

“perbuatan” termasuk juga tindakan penyelanggaraan kepentingan

(zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak

mengandung suatu konsensus, sehingga seharusnya dipakai istilah “persetujuan”;

c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Bahwasannya pengertian perjanjian ini juga

mencangkup perjanjian kawin yang di atur dalam bidang hukum keluarga, padahal

yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta

kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan. Bukan

bersifat kepribadian;

d. Rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak disebutkan

tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak

jelas untuk apa. Menurut Subekti, perikatan didefinisikan sebagai hubungan

hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang atau lebih dimana
12

pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain dan yang memberi

hak pada satu pihak 18 untuk menuntut sesuatu dari pihak lainnya dan lainnya

diwajibkan memenuhi tuntutan itu.

2. Pengertian Perjanjian Jual Beli

Jual beli dalam kehidupan sehari-hari adalah salah satu cara untuk

memenuhi kebutuhan , untuk terjadinya jual beli tersebut harus adanya usaha

perdagangan dimana adanya suatu hubungan timbal balik antara penjual dan

pembeli.

Jual beli dalam bahasa Arab yaitu al-bai, menurut etimologi dapat

diartikan dengan menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang

lain. Dalam prakteknya, bahasa ini terkadang digunakan untuk pengertian

lawannya, yakni kata as-syira’ (beli). Maka kata al-ba’i berarti berjual, tetapi

sekaligus membeli.9

Sedangkan secara Therminologis, para Ulama’ memberikan definisi yang

berbeda. Dikalangan Ulama’ Hanafi terdapat dua definisi. Jual beli adalah:

a. Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu.

b. Tukar menukar sesuatu yang dingini dengan yang sepadan melalui cara

tertentu yang bermanfaat.

Ulama’ Madzhab Maliki. Syafi’i dan Hambali memberikan pengertian,

jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalambentuk pemindahan milik

9
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat (Jakarta: Amzah, 2010), 173.
13

dan kepemilikan. Definisi ini menekankan pada aspek milik pemilikan, untk

membedakan dengan tukar menukar harta atau barang yang tidak mempunyai

akibat milik kepemilikan, seperti sewa-menyewa. Demikian juga, harta yang

dimaksud adalah harta dalam pengertian luas, bisa barang dan bisa uang.10

Istilah perjanjian jual beli berasal dari terjemahan contract of sale. Dalam

Pasal 1457-1540 KUHPerdata tentang perjanjian jual beli diatur menurut Pasal

1457 KUHPerdata bahwa perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana

pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan

pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian antara pihak penjual dan pihak

pembeli, dimana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan hak miliknya

atas suatu barang kepada pembeli, dan pembeli mengikatkan diri untuk membayar

harga barang itu dengan uang, sesuai dengan yang telah disepakatinya didalam

perjanjian itu.11

3. Pengertian Jual Beli Online

Kegiatan jual-beli online saat ini semakin marak, situs yang digunakan

untuk melakukan transaksi jual-beli online ini semakin beragam. Namun, seperti

yang kita ketahui bahwa dalam sistem jual beli online produk yang ditawarkan

hanya berupa penjelasan spesifikasi barang dan gambar yang tidak bisa dijamin

10
Yazid Afandi, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009) hlm. 53-54
11
Djohari Santoso dan Achmad Ali, Op.Cit., hlm. 115.
14

kebenarnnya. Maka dari itu sebagai pembeli sangat penting untuk mencari tahu

kebenaran apakah barang yang ingin di beli itu sudah seusai atau tidak.

Perjanjian jual-beli online (e-commerce) adalah suatu transaksi komersial

yang dilakukan antarapenjual dan pembeli dalam suatu hubungan perjanjian yang

sama untuk mengirimkan sejumlah barang, jasa, dan peralihan hak. 12 Pada

transaksi jual-beli online, para pihak yang terkait di dalamnya melakukan

hubungan hukum dalam bentuk perjanjian atau kontrak yang dilakukan secara

elektronik. Pengertian kontrak elektronik dijelaskan dalam pasal 1 angka 17 UU

ITE yang berbunyi sebagai berikut: “Kontrak elektronik adalah perjanjian para

pihak yang dibuat melalui sistem elektronik,” sedangkan pengertian dari sistem

elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi

mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,

menampilkan, mengumumkan, dan atau menyebarkan Informasi Elektronik.13

4. Permasalahan yang Timbul dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet

(E-Commerce)

E-commerce adalah suatu Tindakan yang dilakukan dengan jaringan

komputer atau media elektronik lainnya. Dalam hal ini banyak masyarakat yang

melakukan transaksi e-commerce untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya.

Semakin banyak orang-orang menggunakan transaksi elektronik seperti e-

commerce, banyak oknum-oknum tertentu memanfaatkan hal tersebut untuk

melakukan kejahatan secara online. Kejahatan ini biasa disebut dengan cyber
12
Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah (Yogyakarta : BPFE, 2009), hlm. 214.
13
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UUITE).
15

crime atau kejahatan siber, hal ini termasuk tindakan kejahatan dengan

menggunakan teknologi komputer dan internet untuk memperoleh keuntungan

disamping membuat pihak lain rugi atas tindakannya. Salah satu contoh dari

kejahatan dalam jual-beli melalui internet (e-commerce) adalah penipuan misal

barang yang di beli oleh pembeli tidak sama dengan apa yang ditawarkan produk.

Cyber crime merupakan salah satu bentuk dari kejahatan masa kini yang

mendapat perhatian luas dari dunia internasional. Vollodymyr Golubev

menyebutnya sebagai the new form of anti-social behavior. Kehawatiran terhadap

ancaman (threat) cybercrime yang telah terungkap dalam makalah Cybercrime

yang disampaikan dalam ITAC (Information Technology Association of Canada)

pada International information Industry Congress (IIC) 2000 Milenium Congress

di Ouebec pada tanggal 19 September 2000, yang menyatakan bahwa cybercrime

is a real growing threat to economic and social development aspect of human life

and so can electronically enabled crime.14

Dalam transaksi jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang terkait antara

lain:15

a. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk

melalui internet sebagai pelaku.

b. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-

undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan

14
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara: Perkembangan Kajian Cyber Crime Di
Indonesia, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2006, hlm. 2.
15
Edmon Makarim, Op.cit., hlm. 77.
16

berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh

penjual pelaku usaha/merchant.

c. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual

atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik,

penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi

yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara yaitu bank.

d. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet. Pada dasarnya seluruh

pihak dalam jual beli secara elektronik masing-masing memiliki hak dan

kewajiban. Dimana sebagai penjual harus memberikan informasi secara benar dan

jujur atas produk yang ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Penjual

juga memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli atau konsumen

atas barang yang telah dijualnya dan juga berhak untuk mendapatkan

perlindungan atas tindakan yang tidak baik terhadap pembeli dalam melaksanakan

transaksi jual beli secaara elektronik ini.

B. SANKSI HUKUM DAN PENYELESIAN SENGKETA JIKA TERJADI

PELANGGARAN DALAM PELAKSANAAN JUAL BELI MELALUI

INTERNET (E-COMMERCE)
17

Dalam setiap pekerjaan pasti adanya timbal balik antara dua subjek hukum

untuk masing masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban

secara bertimbal balik dalam pelaksanaan perjanjian yang mereka buat. Apabila

salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau yang merupakan

kewajibanmenurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dapat dikatakan bahwa

pihak tersebut telah melakukan wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi prestasi

yang diperjanjikan dalam perjanjian.

Wanprestasi kebanyakan dilakukan oleh pelaku usaha, jika pelaku usaha

melakukan wanprestasi. Sebagai konsumen dapat menghubungi kembali pihak

pelaku usaha untuk mengkonfirmasi barang yang dibelinya. Terdapat juga pelaku

usaha yang dengan sengaja berniat tidak memenuhi kewajibannya, hal ini dapat

dikategorikan sebagai wanprestasi atau penipuan. Adapun kewajiban utama

sebagai penjual online atau pelaku usaha diantaranya:

a. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan kewajiban

menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum

diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu

dari si penjual kepada si pembeli.

b. Menanggung kenikmatan tentram atas barang tersebut dan menanggung

terhadap cacat-cacat tersembunyi.16

16
R. Subekti,Hukum Perjanjian, Cetakan XI, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 8.
18

Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa: “Apabila dalam suatu

perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang

diperjanjikan, maka dikatakan debitur itu wanprestasi”.17

Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan: “jika dilakukan sendiri, segala

akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab

para pihak yang bertransaksi”.

Dengan demikian, dalam transaksi e-commerce, pihak yang bertanggung

jawab adalah pihak yang melakukan wanprestasi yang dalam hal ini dilakukan

oleh penjual online atau pelaku usaha.

Penyelesaian sengketa sendiri pada dasarnya dapat dibagi dau cara yaitu

dengan cara penyelesaian sengketa secara damai dan penyelesaian sengketa secara

adversarial. Penyelesaian secara damai yang di maksudkan disini ialah

penyelesaian secara musyawarah mufakat. Sementara penyelesaian sengketa

secara adversial lebih dikenal dengan penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga

yang tidak terlibat dalam sengketa.

Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah negosiasi yang

pada dasarnya dilakukan pada saat proses persidangan. Hal ini dikarenakan, dalam

proses persidangan berlaku prinsip hakim bersifat pasif, dimana terkandung arti

bahwa para pihak dapat mengakhiri sengketa kapan pun dan hakim tidak boleh

menghalang-halanginya. Negosiasi sendiri suatu proses di mana para pihak


17
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Penerbit Fakultas Hukum
USU, Medan, 1974, hlm 32
19

berupaya untuk menyelesaikan sengketa yang timbul secara informal, atau tanpa

pihak lain mewakilinya.18

Untuk mempermudah penyelesaian sengketa dalam e-commerce, dalam

perkembangannya muncul alternatif penyelesaian sengketa secara online (online

dispute resolution/ODR).19

Teknis penyelesaian sengketa dilakukan secara online dengan

menggunakan media e-mail, video, conferencing, radio button elektronic fund

transfer, web conference, maupun online chat.20

18
M Husni, “Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Bisnis di Luar Pengadilan”, Jurnal E-
qulity, Vol. 13 No. 1, Februari 2008, Medan : Fakultas Hukum USU, hlm. 11-12.
19
Bambang Sutityoso, “Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Online Dispute Resolution dan
Pemberlakuannya di Indonesia”, Mimbar Hukum, Vol. 20 No. 2, Juni 2008, Yogyakarta: FH
UGM, hlm. 232-234.
20
Fakih Fahmi Mubarok, Tinjauan Hukum Penyelesaian Sengketa Perkara Melalui Arbitrase
Online Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 1999, makalah, 2006, Yogyakarta: Fakultas
Hukum UII, hlm. 4.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum Normatif

(doktrinal), pada penelitian hukum normatif adalah pendekatan terhadap hukum

yang mengkonsepsikan atau mengidentifikasikan hukum sebagai norma, kaidah,

peraturan atau undang-undang yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu

sebagai produk kekuasaan negara yang berdaulat.

Pada penelitian ini menggunakan tinjauan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan

Pemuda, Serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan dan Peraturan

Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan

Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap

permasalahan pemberdayaan dan pelindungan bagi Kewirausahaan Pemuda serta

dilakukan evaluasi kebijakan program Kepemudaan.

B. Spesifikasi Penelitian

Sesuai dengan judul dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian

ini maka peneliti melakukan penelitian yuridis normatif (metode penelitian hukum

normatif). Metode penelitian ini adalah penelitian hukum kepustakaan yang


21

dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder

belaka.21

Pada penelitian ini memperhatikan program pemberdayaan dan

pelindungan bagi kewirausahaan pemuda dengan tinjauan normatif yuridis

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan

Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, Serta Penyediaan Prasarana dan Sarana

Kepemudaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang

Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah. Untuk itu dilakukan evaluasi program kepemudaan pada Dinas

Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Provinsi Banten.

C. Sumber Data dan Jenis Data

Dalam mencari data yang diperlukan dalam pembahasan penelitian sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu:

1. Sumber Data Primer

Yaitu bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada

hukum seperti peraturan perundang-undangan, putusan-putusan hakim, dan lain-

lain. Bahan hukum primer yang penulis gunakan dalam penulisan ini yakni:

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan

Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, Serta Penyediaan Prasarana dan Sarana

Kepemudaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang

21
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2003), hlm. 13.
22

Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah.

2. Sumber Data Sekunder

Yaitu bahan hukum yang tidak hanya mengikat pada peraturan Perundang-

undangan saja, akan tetapi juga melaksanakan mengenai bahan hukum primer

yang merupakan hasil olahan pendapat para pakar atau para ahli yang mempelajari

suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan petunjuk kemana

peneliti akan mengarah, yang penulis maksud dalam bahan sekunder ini berupa

dokumen kebijakan Rencana Strategi (Rensra), Rencana Kerja (Renja), program

dan kegiatan kepemudaan yang digunakan pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga

Provinsi Banten.

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi

Banten dengan alamat Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten Jalan Syech

Nawawi Albanteni, Kecamatan Curug, Kota Serang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menggambil data yang cukup jelas yang dibutuhkan oleh penulis

sesuai permasalahan penelitian, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan

data dengan :

1. Dokumentasi/kepustakaan
23

Dokumentasi merupakan pengumpulan data dengan cara melihat suatu

catatan laporan yang sudah tersedia. Metode ini dilakukan dengan melihat

dokumen-dokumen resmi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2011

tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, Serta

Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan dan Peraturan Pemerintah Nomor

7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Pengumpulan data yang peneliti lakukan berupa dokumen berkas yang

berhubungan dengan penelitian yaitu dokumen kebijakan Rencana Strategi

(Rensra), Rencana Kerja (Renja), program dan kegiatan kepemudaan yang

digunakan pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Banten.

F. Teknik Analisis Data

Tahap yang terakhir setelah mengumpulkan data adalah menganalisis data.

Karena dengan analisis data yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan

jawaban dari permasalahan yang ada. Dalam menganalisis data penulis

menggunakan analisis isi (content analisys), yaitu pemberdayaan dan pelindungan

kewirausahaan pemuda atas program kepemudaan Dinas Kepemudaan dan

Olahraga. Data yang diperoleh selama proses penelitian ini yaitu data primer

maupun data sekunder dilakukan analisa dan dievaluasi secara kualitatif.

Dengan dilakukan analisis dan evaluasi menggunakan kualitatif bertujuan

untuk mencapai kejelasan dan gambaran tentang pemberdayaan dan pelindungan

kewirusahaan pemuda dengan memperhatikan amanat Peraturan Pemerintah


24

Nomor 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan

Pemuda, Serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan dan Peraturan

Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan

Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Selain itu data fokus pemberdayaan dan pelindungan kewirausahaan yang

didukung sub fokus program kepemudaan pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga

Provinsi Banten. Kemudian disajikan program dan kegiatan kewirausahaan

dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2011 dan

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 yang diselaraskan dengan rencana

strategi dan rencana kerja serta kebijakan lainnya yang dijadikan acuan

pelaksanaan proram kepemudaan.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Jurnal

Ahmad M. Ramli, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia
(Bandung : PT. Refika Aditama, 2004), hlm. 1.

Ahmad Wandi Muslich, Fiqih Muamalat (Jakarta: Amzah, 2010), 173.

Bambang Sutityoso, “Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Online Dispute


Resolution dan Pemberlakuannya di Indonesia”, Mimbar Hukum, Vol. 20
No. 2, Juni 2008, Yogyakarta: FH UGM, hlm. 232-234.

Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara: Perkembangan Kajian Cyber


Crime Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2006, hlm. 2.

Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah (Yogyakarta : BPFE, 2009), hlm. 214.
Dominukus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010. Hlm.59.

Dr. Sahat Maruli T. Situmeang, S.h., M.H, Cyber Law (Bandung: Cakra, 2020),
IV

Fakih Fahmi Mubarok, Tinjauan Hukum Penyelesaian Sengketa Perkara Melalui


Arbitrase Online Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 1999,
makalah, 2006, Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, hlm. 4.

Fence M. Wantu, Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal


Berkala Mimbar Hukum, Vol. 19 No.3 Oktober 2007, Yogyakarta: Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 388.
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Penerbit
Fakultas Hukum USU, Medan, 1974, hlm 32

M Husni, “Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Bisnis di Luar


Pengadilan”, Jurnal E-qulity, Vol. 13 No. 1, Februari 2008, Medan :
Fakultas Hukum USU, hlm. 11-12.

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994),
hlm. 80.

R. Subekti,Hukum Perjanjian, Cetakan XI, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 8.


Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2003), hlm. 13.
26

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta,


1985. hlm.97.
Yazid Afandi, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009) hlm. 53-54

B. Peraturan Perdundang-Undangan/Internet
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UUITE).
Memahami Kepastian dalam Hukum (http//ngobrolinhukum.wordpress.com
diakses pada tanggal 23-09-2022 pukul : 14:46 WIB),

Anda mungkin juga menyukai