Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KULIAH

HUKUM BISNIS
Tugas Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Nilai Mata Kuliah HUKUM BISNIS
Pada Program Studi D4 Terapan Bisnis Digital Politeknik Sali Al Aitaam

Disusun Oleh:

NAMA : HANAPI M YUSUF

POLITEKNIK SALI AL AITAAM


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul pemenuhan aspek asas perjanjian
Kontrak dan pemenuhan aspek syarat sah suatu perjanjian kontrsk , ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas [dosen/guru] pada
[bidang studi/mata kuliah] [nama bidang studi/mata kuliah]. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang aspek perjanjisn kontraks, dan asas hukum
perranjian bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

1
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Enung Nurhayati , S.sos., M.SE selaku dosen
[bidang studi/mata kuliah] [nama bidang studi/mata kuliah] yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

PERANAN ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN... (HANAPI M YUSIYUS

PERANAN ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN DALAM

MEWUJUDKAN TUJUAN PERJANJIAN

ABSTRAK

Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Secara umum

perjanjian adalah kesepakatan para pihak tentang sesuatu hal yang melahirkan perikatan/

hubungan hukum, menimbulkan hak dan kewajiban dan apabila tidak dijalankan sebagaimana

yang diperjanjikan akan menimbulkan sanksi. Tujuan dibuatnya perjanjian adalah sebagai

dasar penyelesaian apabila timbul masalah di kemudian hari agar para pihak terlindungi,

mendapatkan kepastian hukum, dan keadilan. Penelitian ini membahas hal-hal yang harus

diperhatikan atau dipenuhi dalam membuat perjanjian dan bagaimana peranan asas-asas

hukum perjanjian dalam mewujudkan tujuan perjanjian. Penyelesaian sengketa perjanjian

hendaklah diselesaikan tidak hanya didasarkan pada apa yang tertulis dalam perjanjian tetapi

2
memperhatikan keselarasan dari seluruh asas-asas hukum perjanjian, yaitu asas kebebasan

berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad

baik (good faith), asas kepribadian, asas kepercayaan, asas persamaan hak, asas moral, asas

kepatutan, asas kebiasaan, asas kepastian hukum, asas keseimbangan, dan asas perlindungan.

Kata Kunci: perjanjian, asas perjanjian, tujuan perjanjian.

ABSTRACT

Article 1313 of the Civil Code states that an agreement is an act in which one or more people

bind themselves to one or more other people. In general, the agreement is the agreement of

the parties about a matter that creates a legal relationship, raises the rights and obligations

and if not executed as promised it will impose sanctions. The purpose of the agreement is to

be the basis of a settlement if problems arise later in order to protect the parties, obtain legal

certainty and justice. This study discusses the things that must be considered or fulfilled in

making agreements and how the role of the principles of a legal agreement in realizing the

objectives of the agreement. The settlement of the dispute of the agreement shall be settled

not solely on the basis of what is written in the agreement but to consider the harmony of all

the principles of the law of the agreement, namely the principle of contractual freedom, the

principles of consensualism, the principles of legal certainty (pacta sunt servanda), good

faith principles, personality principles, trust principles, principles of equality of rights,

moral principles, The principle of propriety, customary principle, equilibrium principles,

and The principle of protection.

Keywords: agreement, principles of agreement, the purpose of the agreement.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbicara tentang perjanjian tidak

3
terlepas dari masalah keadilan. Fungsi

dan tujuan hukum perjanjian tidak lepas

dari tujuan hukum pada umumnya, yaitu:

keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Theo Huijbers menguraikan tiga tujuan

hukum: Pertama, memelihara kepentingan

umum dalam masyarakat. Kedua, menjaga

hak-hak manusia. Ketiga, mewujudkan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 4
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3. Tujuan ............................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kajian Pustaka ………………….................................................... 5
2.1.1. ............................................................................ 5
2.1.1.1. .................................................. 5
4
2.1.1.2. s ….............................. 5
2.1.2. ce........................................................................ 6
2.1.2.1. Pengertian .............................................. 6
2.1.2.2. Jenis-jenis ................................................ 7
2.1.3. Teori ........................................................................... 7
2.1.3.1. Pengertian ................................................... 7
2.1.3.2. Manfaat ………………………………………. 7

BAB III PEMBAHASAN


3.1. Inti dari tujuan (1)............................................................................ 8
3.2. Inti dari tujuan (2)............................................................................ 9
3.3. Inti dari tujuan (3) ........................................................................... 9
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ..................................................................................... 10
4.2. Saran ................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 11

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Saat ini bisnis franchise di indonesia semakin banyak dan berkembang, terutama bisnis
franchise kuliner yang saat ini semakin diminati. Berkembangnya usaha franchise di Indonesia
dikarenakan banyaknya calon pengusaha yang ingin membuat usaha sendiri. Pengusaha-
pengusaha saat ini semakin banyak yang ingin membuka bisnis franchise sendiri untuk
memunculkan kreasinya dan tentunya juga menginginkan keuntungan. Franchise merupakan
salah satu bisnis yang cukup menguntungkan, baik franchise skala kecil, franchise skala
menengah ataupun franchise skala besar. Bisnis franchise juga merupakan salah satu bisnis yang
mempunyai kontribusi cukup besar dalam perkembangan perekonomian negara.

5
Selain perkembangan bisnis franchise yang semakin besar, internet juga menyebabkan
terbentuknya dunia baru yang disebut dunia maya. Di dunia maya, setiap individu memiliki hak
dan kemampuan untuk berinteraksi dengan individu lain tanpa batasan apapun yang dapat
menghalanginya. Globalisasi yang sempurna sebenarnya telah berjalan di dunia maya yang
menghubungkan seluruh komunitas digital. Dari seluruh aspek kehidupan manusia yang terkena
dampak kehadiran internet, sektor bisnis merupakan sektor yang paling terkena dampak dari
perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi serta paling cepat tumbuh. Mobilitas
manusia yang tinggi menuntut dunia perdagangan mampu menyediakan layanan jasa dan barang
dengan cepat sesuai permintaan konsumen. Untuk mengatasi masalah tersebut, kini muncul
transaksi yang menggunakan media internet untuk menghubungkan produsen dan konsumen.
Transaksi bisnis melalui internet lebih dikenal dengan nama e-business dan e-commerce. Melalui
e-commerce, seluruh manusia di muka bumi memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk
bersaing dan berhasil berbisnis di dunia maya. Oleh karena itu, kami akan mencoba membahas
strategi internet, e-business dan e-commerce franchise
.

1.2 Rumusan Masalahe?


108 PERANAN ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN... (HANAPI M YUSUF)
keadilan dalam hidup bersama.1
Apabila dilakukan analisis tentang
asas-asas dalam perjanjian harus dimulai
dari filosofi keadilan dalam perjanjian.
Berbicara keadilan sering didengar, namun
pemahaman yang tepat justru rumit bahkan
abstrak terlebih apabila dikaitkan dengan
berbagai kepentingan yang demikian
kompleks.2
Dalam perjanjian terkandung
makna “janji harus ditepati” atau “janji
adalah hutang”. Perjanjian merupakan suatu
jembatan yang akan membawa para pihak
untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan
dari pembuatan perjanjian tersebut yaitu

6
tercapainya perlindungan dan keadilan bagi
para pihak. Dengan perjanjian diharapkan
masing-masing individu akan menepati janji
dan melaksanakannya.3
Konsep dan makna keadilan sebagai
tujuan dari pembuatan perjanjian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menitikberatkan pada peranan asas-
asas yang terdapat pada hukum perjanjian,
antara lain: asas kebebasan berkontrak,
asas konsensualisme, asas kepastian hukum
(pacta sunt servanda), asas itikad baik (good
faith), asas kepribadian, asas kepercayaan,
asas persamaan hukum, asas keseimbangan,
asas kepastian hukum, asas moral,
asas kepatutan, dan asas perlindungan.
Keseluruhan asas ini saling berkaitan satu
dengan yang lainnya, tidak dapat dipisah-
pisahkan, diterapkan secara bersamaan,
berlangsung secara proporsional dan adil,
dan dijadikan sebagai bingkai mengikat isi
perjanjian tersebut.
Perjanjian haruslah dibuat dan
dilaksanakan berdasarkan akal pikiran sehat
berdasarkan penghargaan pada nilai-nilai
moralitas kemanusiaan. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan dalam menjalani

7
kehidupannya tidak dapat hidup sendiri,
tetapi selalu membutuhkan orang lain.
Dalam menjalani kehidupan bersama itu
diperlukan suatu keharmonisan, antara lain:
Rasa kepedulian, kepekaan, tenggang rasa,
saling menghormati, dan saling menolong.
Di dalam merumuskan dan melaksanakan isi
perjanjian harus memperhatikan kepentingan
semua pihak diperlakukan sama, tidak ada
yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah,
juga mempunyai hak dan kewajiban yang
sama untuk dilindungi.
Secara umum nilai-nilai keadilan
haruslah merupakan pencerminan sikap
hidup karakteristik bangsa Indonesia
sebagaimana tertuang dalam Pancasila
dan UUD 45 yaitu didasarkan pada nilai
proporsional, nilai keseimbangan, nilai
kepatutan, itikad baik, dan perlindungan.
Nilai kemanusiaan didasarkan pada sila
ke 2 dari Pancasila yaitu Kemanusiaan
yang adil dan beradab. Dengan demikian,
semua pihak saling menghormati dan saling
melindungi dalam mewujudkan cita-cita
bersama. Namun, di dalam pembuatan dan
pelaksanaan perjanjian tersebut sering tidak
berjalan dengan baik, bahkan menimbulkan

8
konflik, tidak mencerminkan keadilan bagi
para pihak, terutama dalam perjanjian baku.
Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan dari
pembuatan perjanjian tersebut. Hal semacam
ini memerlukan sarana hukum untuk
menyelesaikannya. Eksistensi hukum sangat
diperlukan untuk dihormati dan asas-asas
hukum dijunjung tinggi. Asas-asas dalam
hukum berfungsi sebagai perlindungan
kepentingan masyarakat. Harapan untuk
menaati hukum dalam praktik hendaklah
berjalan dengan baik.
Tolok ukur asas ini dapat dilihat
sejauh mana para pihak mendapatkan
perlindungan hukum apabila timbul
masalah dalam pelaksanaan perjanjian.
Dalam penyelesaiannya masih sering tidak
menerapkan asas-asas perikatan yang baik
yang diatur dalam hukum perjanjian. Untuk
1. Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hlm.
289.
2. Fauzie Yusuf Hasibuan, “Harmonization of the UNIDROIT Principles into the Indonesian
Legal Syste
2. Apa keuntungan dan kerugian e-commerce?
3. Apa hubungan antara E-Business dan E-Commerce?

1.3 Tujuan
1. Memahami lebih dalam mengenai franchise, e-business, dan e-commerce

9
2. Mengembangkan wawasan penulisulia Hukum Vol. 7 No. 2, Desember 2018
108 PERANAN ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN... (Niru Anita Sinaga)
keadilan dalam hidup bersama.1
Apabila dilakukan analisis tentang
asas-asas dalam perjanjian harus dimulai
dari filosofi keadilan dalam perjanjian.
Berbicara keadilan sering didengar, namun
pemahaman yang tepat justru rumit bahkan
abstrak terlebih apabila dikaitkan dengan
berbagai kepentingan yang demikian
kompleks.2
Dalam perjanjian terkandung
makna “janji harus ditepati” atau “janji
adalah hutang”. Perjanjian merupakan suatu
jembatan yang akan membawa para pihak
untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan
dari pembuatan perjanjian tersebut yaitu
tercapainya perlindungan dan keadilan bagi
para pihak. Dengan perjanjian diharapkan
masing-masing individu akan menepati janji
dan melaksanakannya.3
Konsep dan makna keadilan sebagai
tujuan dari pembuatan perjanjian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menitikberatkan pada peranan asas-
asas yang terdapat pada hukum perjanjian,
antara lain: asas kebebasan berkontrak,

10
asas konsensualisme, asas kepastian hukum
(pacta sunt servanda), asas itikad baik (good
faith), asas kepribadian, asas kepercayaan,
asas persamaan hukum, asas keseimbangan,
asas kepastian hukum, asas moral,
asas kepatutan, dan asas perlindungan.
Keseluruhan asas ini saling berkaitan satu
dengan yang lainnya, tidak dapat dipisah-
pisahkan, diterapkan secara bersamaan,
berlangsung secara proporsional dan adil,
dan dijadikan sebagai bingkai mengikat isi
perjanjian tersebut.
Perjanjian haruslah dibuat dan
dilaksanakan berdasarkan akal pikiran sehat
berdasarkan penghargaan pada nilai-nilai
moralitas kemanusiaan. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan dalam menjalani
kehidupannya tidak dapat hidup sendiri,
tetapi selalu membutuhkan orang lain.
Dalam menjalani kehidupan bersama itu
diperlukan suatu keharmonisan, antara lain:
Rasa kepedulian, kepekaan, tenggang rasa,
saling menghormati, dan saling menolong.
Di dalam merumuskan dan melaksanakan isi
perjanjian harus memperhatikan kepentingan
semua pihak diperlakukan sama, tidak ada
yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah,

11
juga mempunyai hak dan kewajiban yang
sama untuk dilindungi.
Secara umum nilai-nilai keadilan
haruslah merupakan pencerminan sikap
hidup karakteristik bangsa Indonesia
sebagaimana tertuang dalam Pancasila
dan UUD 45 yaitu didasarkan pada nilai
proporsional, nilai keseimbangan, nilai
kepatutan, itikad baik, dan perlindungan.
Nilai kemanusiaan didasarkan pada sila
ke 2 dari Pancasila yaitu Kemanusiaan
yang adil dan beradab. Dengan demikian,
semua pihak saling menghormati dan saling
melindungi dalam mewujudkan cita-cita
bersama. Namun, di dalam pembuatan dan
pelaksanaan perjanjian tersebut sering tidak
berjalan dengan baik, bahkan menimbulkan
konflik, tidak mencerminkan keadilan bagi
para pihak, terutama dalam perjanjian baku.
Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan dari
pembuatan perjanjian tersebut. Hal semacam
ini memerlukan sarana hukum untuk
menyelesaikannya. Eksistensi hukum sangat
diperlukan untuk dihormati dan asas-asas
hukum dijunjung tinggi. Asas-asas dalam
hukum berfungsi sebagai perlindungan
kepentingan masyarakat. Harapan untuk

12
menaati hukum dalam praktik hendaklah
berjalan dengan baik.
Tolok ukur asas ini dapat dilihat
sejauh mana para pihak mendapatkan
perlindungan hukum apabila timbul
masalah dalam pelaksanaan perjanjian.
Dalam penyelesaiannya masih sering tidak
menerapkan asas-asas perikatan yang baik
yang diatur dalam hukum perjanjian. Untuk
1. Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hlm.
289.
2. Fauzie Yusuf Hasibuan, “Harmonization of the UNIDROIT Principles into the Indonesian
Legal Syste
3. Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari Bina Sarana Informatika

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1

2.1.1.1 PINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN SEWA


BELI KENDARAAN
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan aktifitas yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
manusia modern. Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.” 16
Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui bahwa suatu perjanjian
adalah:
a. Suatu perbuatan.
b. Antara sekurangnya dua orang.
c. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji

13
tersebut.
Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313
KUHPerdata menjelaskan kepada kita semua bahwa perjanjian hanya mungkin
16 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Param

Kata franchise yang berasal dari dialek kuno Bahasa Prancis yang berarti keistimewaan
atan kebebasan. Dalam bahasa Indonesia, franchise diterjemahkan sebagai waralaba. Wara
berarti ‘lebih’, sementara laba artinya ‘untung’, jadi terjemahan bebasnya adalah ‘lebih untung’.
terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun
tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata.17
Menurut Sudikno, perjanjian merupakan satu hubungan hukum yang
didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Hubungan
hukum tersebut terjadi antara subyek hukum yang satu dengan subyek hokum
yang lain, dimana subyek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga
suyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai
dengan yang telah disepakati.18
Subekti mendefinisikan perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.19 Sementara itu, Purwahid Patrik memberikan
pengertian perjanjian yaitu perbuatan hukum, perbuatan hukum adalah
perbuatanperbuatan dimana untuk terjadinya atau lenyapnya hukum atau hubungan hukum
sebagai akibat yang dikehendaki oleh perbuatan orang atau orang-orang itu.20
Dalam pasal 1313 KUHPerdata bahwa suatu “persetujuan adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau
lebih.”
Berdasarkan uraian di atas, perjanjian yaitu suatu persetujuan dengan
mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal
17 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali,
Jakarta, 2010, hlm. 7-8. 14
18 Sudikno, Ilmu Hukum, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2008, hlm. 97
19 Subekti II, op.cit., hlm.1
20 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, CV. Mandar Maju, Bandung, Dalam
arti luas, menurut Barringer & Ireland dalam bukunya yang diterbitkan pada 2008, waralaba
merupakan hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag RI) Nomor


71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba disebutkan, pengertian waralaba adalah hak
khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis. Dengan
ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Pada dasarnya, sistem usaha atau bisnis franchise adalah perjanjian pembelian hak
untuk menjual produk dan jasa dari pemilik usaha. Pemilik usaha biasa disebut pewaralaba atau
franchisor, sedangkan pembeli lisensi berbisnis adalah terwaralaba atau franchise.
Biasanya, isi perjanjian dalam kerja sama franchise, franchisor akan memberi bantuan berupa
penggunaan nama brand produk, proses produksi, operasional, standar perlengkapan produksi,

14
manajemen SDM, hingga pengelolaan keuangan. Sementara itu, franchise akan memberi
imbalan berupa pembayaran royalti secara rutin.

2.1.1.2 Strategiyang bersifat kebendaan yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan. Dalam
perjanjian terdapat konsensus antara pihak-pihak, untuk melaksanakan sesuatu
hal, mengenai harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang.21 Secara
sederhana, pengertian perjanjian adalah apabila dua pihak saling berjanji untuk
melakukan atau memberikan sesuatu yang mereka perjanjikan mengenai harta
kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.
Adapun sifat-sifat dari perjanjian yaitu sebagai berikut:
a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok
bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli.
b. Perjanjian obligator adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat
mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.
Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatkan
beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini
baru merupakan kesepakatan dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan
(perjanjian kebendaan).
c. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan
haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban
pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Penyerahan
itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan. Dalam hal perjanjian jual beli
21 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya, 2000, Bandun

Sistem bisnis franchise mustahil akan berhasil tanpa menjalankan strategi yang tepat.
Maka itu, pewaralaba atau franchisor harus mengikuti sejumlah langkah dan tips untuk mencapai
kesuksesan dalam berbisnis franchise.
benda tetap, maka perjanjian jual belinya disebutkan juga perjanjian jual beli
sementara.
d. Perjanjian bersifat konsensual adalah perjanjian dimana diantara kedua belah
pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk menngadakan perikatan.
Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.22
e. Perjanjian bersifat riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi
barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang pasal 1741
KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata.
2. Asas-Asas Perjanjian
Setiap ketentuan hukum mempunyai sistem tersendiri yang berlaku sebagai
asas dalam hukum tersebut. Demikian pula halnya dalam hukum perjanjian, yang
memiliki asas-asas sebagai berikut:
a. Asas Konsensualisme
Asas konsesualisme atau asas sepakat adalah asas yang menyatakan
bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan itu timbul atau dilahirkan sejak
detik tercapainya kata sepakat atau kesepakatan. Dengan perkataan lain,
perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok
dan tidaklah diperlukan suatu formalitas. Dalam asas ini, disebutkan bahwa
perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (concensus)pihak-pihak.Perjanjian
pada pokoknya dapat dibuat bebas, tidak terikat bentuk
15
dan tercapai tidak secara formil tetapi cukup melalui konsesus belaka.23
Asas ini disimpulkan dari Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan
salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan tanpa menyebutkan
harus adanya formalitas tertentu disamping kesepakatan yang telah tercapai
itu. Dalam Pasal 1320 butir (1) KUH Perdata yang berarti bahwa pada asasnya
perjanjian itu timbul atau sudah dianggap lahir sejak detik tercapainya
konsensus atau kesepakatan.24 Perjanjian baru sah dan mempunyai akibat
hukum yaitu sejak saat tercapai kata sepakat antara para pihak, mengenai
pokok perjanjian.
Berdasrkan penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam
asas konsesnsualisme perjanjian yang dibuat itu dapat secara lisan maupun
secara tulisan berupa akta jika dikehendaki sebagai alat bukti. Undang-undang
menetapkan pengecualian, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diharuskan
perjanjian itu diadakan secara tertulis (perjanjian perdamaian atau dengan
Akta Notaris).
b. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan perjanjian para pihak menurut
kehendak bebas membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikat diri
dengan siapapun yang ia kehendaki, para pihak juga dapat dengan bebas menentukan cakupan isi
serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan
ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, baik ketertiban umum
maupun kesusilaan.
Asas kebebasan berkontrak berarti bahwa setiap orang dapat
menciptakan perjanjian-perjanjian baru yang tidak dikenal dalam perjanjian
bernama dan yang isinya menyimpang dari perjanjian bernama yang diatur
oleh undang-undang.25 Asas kebebasan berkontrak (Freedom of Contract)
diatur di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”. Artinya para pihak diberi kebebasan untuk
membuat dan mengatur sendiri isi perjanjian tersebut, sepanjang tidak
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan,26 memenuhi syarat sebagai
perjanjian, tidak dilarang oleh Undangundang, sesuai dengan kebiasaan yang
berlaku, dan sepanjang perjanjian tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.27
Menurut hukum perjanjian Indonesai, ruang lingkup berkontrak terdiri
atas hal-hal berikut:
1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.
2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa iKebebasan untuk memilih obyek perjanjian.
4) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka orang pada asasnya
dapat membuat perjanjian dengan siapa saja, bebas menentukan isinya,
bentuknya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum
c. Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sunt Servanda)
Asas kekuatan mengikat merupakan suatu kontrak yang dibuat secara
sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai isi

16
kontrak tersebut, mengikat secara penuh suatu kontrak yang dibuat para pihak
tersebut oleh hukum kekuatannya sama dengan kekuatan mengikat
undangundang.20Pada asas ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata dapat disimpulkan bahwa ketentuan yang telah disepakati bersama
oleh para pihak akan mempunyai kekuatan mengikat yang sama bagi kedua
belah pihak dan harus ditaati, bilamana terjadi penyimpangan dan pelanggaran
oleh salah satu pihak dalam perjanjian, maka akan berakibat pihak dapat
mengajukan tuntutan atas dasar wanprestasi atau adanya ingkar janji. Asas
pacta sunt servanda ini juga menyimpulkan adanya kebebasan berkontrak
seperti terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dengan demikiansemua orang dapat
membuat perjanjian, apapun nama perjanjian itu para
pihak dapat dengan bebas membuat perjanjian.
Dalam suatu perjanjian, maka dipenuhinya syarat sahnya perjanjian
maka sejak saat itu pula perjanjian itu mengikat bagi para pihak. Mengikat
sebagai Undang-undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian yang dibuat
tersebut berakibat hukum melanggar Undang-undang.
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik ini dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1338 ayat
(3) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: “Perjanjian-perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.” Menurut J. Satrio penafsiran itikad baik
yaitu bahwa perjanjian harus dilaksanakan sesuai dengan kepantasan dan
kepatutan, karena itikad baik adalah suatu pengertian yang abstrak dan
kalaupun akhirnya seseorang mengerti apa yang dimaksud dengan iktikad baik,
orang masih sulit untuk merumuskannya.
Asas itikad baik mempunyai dua pengertian yaitu itikad baik subyektif
dan itikad baik obyektif.Asas itikad baik dalam pengertian subyektif dapat
diartikan sebagai sikap kejujuran dan keterbukaan seseorang dalam melakukan
suatu perbuatan hukum. Itikad baik dalam arti obyektifberarti bahwa suatu
perjanjian yang dibuat haruslah dilaksanakan dengan mengindahkan normanorma kepatutan dan
kesusilaan atau perjanjian tersebut dilaksanakan dengan
apa yang dirasakan sesuai dalam masyarakat dan keadila3. Syarat Sah Perjanjian
Persyaratan suatu perjanjian merupakan hal mendasar yang harus
diketahui dan dipahami dengan baik. Suatu perjanjian akan mengikat dan
berlaku apabila perjanjian tersebut dibuat dengan sah. Berikut ini akan dibahas
mengenai persyaratan yang dituntut oleh Undang-undang bagi perjanjian agar
dapat dikatakan sah. Terdapat 4 (empat) syarat sahnya perjanjian yang diatur di
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Dalam tercapainya kata sepakat atau kesepakatan dalam
mengadakan perjanjian, kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan
kehendak. Artinya, para pihak dalam perjanjian untuk mencapai kata
sepakat tersebut tidak dalam keadaan menghadapi tekanan yang
mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.28

17
Tidak dalam keadaan menghadapi tekanan tersebut dimaksudkan
bahwa para pihak dalam mencapai kata sepakat harus terbebas dari
kekhilafan (kesesatan), paksaan dan penipuan seperti yang tercantum
dalam Pasal 1321 KUHPerdata, yang berbunyi: “Tidak ada sepakat yang
sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya
dengan paksaan atau penipuan.”
4. Wanprestasi dalam Perjanjian
Wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk,
dan pengertian dari Wanprestasi itu sendiri adalah tidak memenuhi atau lalai
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang
dibuat antara Kreditur dengan DebitnSemua subjek hukum baik manusia atau badan hukum
dapat membuat
suatu persetujuan yang menimbulkan perikatan diantara pihak-pihak yang
membuat persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang
mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai mana
yang diatur di dalam pasal 1338 KUH Perdata.
Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang
berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas
suatu prestasi. Di dalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah
dibuat oleh para pihak tidak jarang pula debitur (nsabah) lalai melaksanakan
kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak
melaksanakan seluruh prestasinya, hal ini disebut wanprestasi.
Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman,
masih terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi,
sehingga tidak terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang
hendak dipergunakan. Istilah mengenai wanprestasi ini terdaspat di berabgai
istilah yaitu: “ingkar janji, cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.
Subekti, mengemukakan bahwa “wanprestsi” itu asalah kelalaian atau
kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:
a. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana
yang diperjanjikan. .5. Akibat Hukum Perjanjian
Akibat hukum perjanjian yang sah menurut Pasal 1338 KUHPerdata adalah:
a. Berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak artinya pihak-pihak
harus mentaati perjanjian itu sama dengan mentaati Undang-Undang. Jika
ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, dianggap sama dengan
melanggar Undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi
hukum. Jadi barang siapa melanggar perjanjian, ia akan mendapat
hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang.
b. Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak artinya perjanjian yang telah
dibuat secara sah mengikat pihak-pihak. Perjanjian tersebut tidak boleh
ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak saja. Jika ingin menarik
kembali atau membatalkan harus memperoleh persetujuan pihak lain.
Namun demikian, apabila ada alasan-alasan yang cukup menurut UndangUndang, perjanjuan
dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak.
c. Pelaksanaan dengan itikad baik artinya pelaksanaan itu harus berjalan

18
dengan mengindahkan norma-norma kepatuhan dan kesusilaan.
Pelaksanaan yang sesuai dengan norma-norma kepatutan dan kesusilaan
itulah yang dipandang adil.
B. Tinjauan Umum tentang Jual Bel
1. Pengertian Jual BeliPerjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibentuk karena pihak
yang satu telah mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak kebendaan dan
pihak yang lain bersedia untuk membayar harga yang diperjanjikan (Pasal 1457
KUHPerdata). Adapun obyek dari perjanjian jual beli adalah barang-barang
tertentu yang dapat ditentukan wujud dan jumlahnya serta tidak dilarang menurut
hukum yang berlaku untuk diperjualbelikan.
Perjanjian jual beli telah sah mengikat apabila kedua belah pihak telah
mencapai kata sepakat tentang barang dan harga meski barang tersebut belum
diserahkan maupun harganya belum dibayarkan (Pasal 1458 KUHPerdata).
Perjanjian jual beli dapat dibatalkan apabila si penjual telah menjual barang yang
bukan miliknya atau barang yang akan dijual tersebut telah musnah pada saat
penjualan berlangsung.
Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian jual beli adalah perjanjian
dengan mana penjual memindahkan atau setuju memindahkan hak milik atas
barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang disebut harga.37
Berdasarkan pengertian jual beli tersebut, terdapat beberapa hal yang terkait
dengan jual beli yaitu penjual, objek barang yang diperjualbelikan, dan jumlah
harga.
Terdapat 2 unsur penting dalam jual beli, yaitu: Barang/benda yang diperjualbelikan
Bahwa yang harus diserahkan dalam persetujuan jual beli adalah barang
berwujud benda/zaak. Barang adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan objek
harta benda atau harta kekayaan. Menurut ketentuan Pasal 1332 KUHPerdata,
hanya barang-barang yang biasa diperniagakan saja yang boleh dijadikan objek
persetujuan. KUHPerdata mengenal tiga macam barang dalam Pasal 503-Pasal
505 KUHPerdata yaitu:
1) Ada barang yang bertubuh dan ada barang yang tak bertubuh.
2) Ada barang yang bergerak dan ada barang yang tak bergerak.
3) Ada barang yang bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang tidak
dapat dihabiskan; yang dapat dihabiskan adalah barang-barang yang habis
karena dipakai.
Penyerahan barang-barang tersebut diatur dalam KUHPerdata
sebagaimana berikut:
1) Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang
itu (Pasal 612 KUHPerdata)
2) Untuk barang tidak bergerak penyerahan dilakukan dengan pengumuman
akta yang bersangkutan yaitu dengan perbuatan yang di namakan balik
nama di muka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik
nama (Pasal 616 dan Pasal 620 KUHPerdata3. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli
a. Hak dan Kewajiban Penjual
Hak penjual dalam pelaksanaan perjanjian sewa beli melalu jasa
perantara ini adalah menerima pembayaran dari harga yang telah disepakati
oleh pembeli dari barang yang ia jual. Menurut Pasal 1513 KUHPerdata

19
menjelaskan bahwa kewajiban utama pembeli adalah membayar harga
pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan,
hal tersebut merupakan hak yang harus diterima oleh penjual seperti
pada umumnya.
Selanjutnya, dalam Pasal 1517 KUHPerdata diatur juga jika
pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut
40 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Huk).
37 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung: Ppembatalan sewa beli itu menurut
ketentuan-ketentuan Pasal 1266 dan 1267.
Pembatalan jual beli dapat dilakukan oleh penjual jika pembeli tidak ada
itikad baik untuk melakukan pembayaran.
Adapun kewajiban utama penjual, yaitu: 1) Menyerahkan hak milik
atas barang yang diperjualbelikan. Kewajiban menyerahkan hak milik
meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk
mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu dari si penjual
kepada si pembeli. 2) Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut
dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi.41
Konsekuensi dari jaminan oleh penjual diberikan kepada pembeli
bahwa barang yang dijual itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang
bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari suatu pihak. Dan mengenai cacat
tersembunyi maka penjual menanggung cacat-cacat yang tersembunyi itu
pada barang yang dijualnya meskipun penjual tidak mengetahui ada cacat
yang tersembunyi dalam objek jual beli kecuali telah diperjanjikan
sebelumnya bahwa penjual tidak diwajibkan menanggung suatu apapun.
Tersembunyi berarti bahwa cacat itu tidak mudah dilihat oleh pembeli yang
normal.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Inti dari tujuan (1)

Perjanjian adalah suatu persetujuan yang terjadi antara satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313
KUHPerdata). Perjanjian yang dimaksud diatas adalah pengertian perjanjian
yang masih dalam arti yang masih sangat luas, karena pengertian tersebut
hanya mengenai perjanjian sepihak dan tidak menyangkut mengikatnya
kedua belah pihak. Perjanjian hendaknya menyebutkan bahwa kedua belah
20
pihak harus saling mengikat, sehingga timbul suatu hubungan hukum
diantara para pihak. Perjanjian yang di buat oleh para pihak berlaku sebagi
Undang-Undang bila terjadi pelanggaran isi perjanjian. Pada hal perjanjian,
KUHPdt hanya bersifat sebagai pelengkap dan bukan sebagai hukum yang
utama.
Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian. Sebagaimana yang telah
disebutkan diatas bahwa pengertian perjanjian yang termuat dalam Pasal 1313
KHUPdt adalah sangat luas, maka kontrak dapat menjadi bagian dari suatu
perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan perjanjian adalah
sifanya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan bentuknya
perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh para pihak
yang saling mengikat, maksudnya adalah antara pihak yang satu dan dengan
yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang
satu dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.Perjanjian yang dibuat oleh
para pihak harus memenuhi syarat-syarat sah yang termuat dalam Pasal 1320
KUHPdt yaitu:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Cakap untuk membuat perjanjian;
3) Mengenai suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.
Dengan demikian apabila dalam pembuatan perjanjian, salah satu syarat
sah nya perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut belum bisa
dikatakan sah, syarat-syarat tersebut pun berlaku dalam pembuatan suatu
kontrak.
Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu
asas, yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan
suatu asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat
melakukan suatu kontrak dengan siapa pun dan untuk hal apapun. Pasal 1338
ayat 1 memberikan dasar bagi para pihak akan adanya asas kebebasan
berkontrak. Asas kebebasan berkontrak bukan berarti menghalalkan bagi para
pihak untuk mengingkari kontrak yang telah terlebih dahulu terjadi,
maksudnya adalah para pihak dapat bebas mengadakan kontrak berdasarkan
yang diperlukan.

21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

KesimpulanPerjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi syarat-


syarat sah yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPdt yaitu:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Cakap untuk membuat perjanjian;
3) Mengenai suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.
Dengan demikian apabila dalam pembuatan perjanjian, salah satu syarat
sah nya perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut belum bisa
dikatakan sah, syarat-syarat tersebut pun berlaku dalam pembuatan suatu
kontrak.
Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu
asas, yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan
suatu asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat
melakukan suatu kontrak dengan siapa pun dan untuk hal apapun. Pasal 1338
ayat 1 memberikan dasar bagi para pihak akan adanya asas kebebasan
berkontrak. Asas kebebasan berkontrak bukan berarti menghalalkan bagi para
pihak untuk mengingkari kontrak yang telah terlebih dahulu terjadi,
maksudnya adalah para pihak dapat bebas mengadakan kontrak berdasarkan
yang diperlukan.
2) Cakap untuk membuat perjanjian;
3) Mengenai suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.
Dengan demikian apabila dalam pembuatan perjanjian, salah satu syarat
sah nya perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut belum bisa
dikatakan sah, syarat-syarat tersebut pun berlaku dalam pembuatan suatu
kontrak.
Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu
asas, yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan
suatu asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat
melakukan suatu kontrak dengan siapa pun dan untuk hal apapun. Pasal 1338
ayat 1 memberikan dasar bagi para pihak akan adanya asas kebebasan
berkontrak. Asas kebebasan berkontrak bukan berarti menghalalkan bagi para
pihak untuk mengingkari kontrak yang telah terlebih dahulu terjadi,
maksudnya adalah para pihak dapat bebas mengadakan kontrak berdasarkan
yang diperlukan.
Jadi kesimpulan dari pembahasan diatas yaitu bisnis Franchise akan lebih pesat lagi
kemajuannya bila di dukung peranannya dengan e-commerce dan e-business karena sama - sama
yang dilakukan menggunakan teknologi elektronik. Tetapi masing-masing memiliki tujuan yang

22
berbeda, dimana e-commerce bertujuan berorientasi benar-benar dalam memperoleh keuntungan
seperti membuat online shop dan lain-lain. Sedangkan e-business bertujuan untuk berorientasi
pada kepentingan jangka panjang yang bersifat abstrak seperti pada kepercayaan si konsumen,
pelayanan terhadap konsumen, peraturan dalam bekerja, relasi antar mitra bisnis serta
penanganan masalah sosial lainnya. Walaupun e-commerce dan e-business memiliki tujuan yang
berbeda, tetapi mereka mempunyai kesamaan tujuan yang utama yaitu sama-sama ingin
memajukan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang lebih besar dari yang sebelumnya dan
merupakan terobosan yang dapat mendongkrak penjualan melalui online marketing dalam
berbagai sarana saat mempromosikan produk melalui media internet.

4.2 Saran
Saran dari kami yaitu di zaman era globalisasi seperti ini, banyak sekali model-model
penjualanan makanan yang di lakukan oleh pengusaha franchise, contohnya seperti menjual
melalui grab food, gofood, dan shopee food. Jadi, anda di era globalisasi ini janganlah mudah
takut tertipu oleh produsen yang menawarkan produknya melalui online karena pengusaha
franchise sudah memiliki sertifikat usaha yang sudah sangat baik penjualannya.

DAFTAR PUSTAKA

23
24

Anda mungkin juga menyukai