Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DAN RELEVANSI DENGAN TUNTUTAN KEPAILITAN KEGIATAN BISNIS

Disusun oleh : KELOMPOK 7 Annis Windiani Lilis Sungkawati Muhlis Amali Siti Nurjannah Tur Susilowati 2012 02 2933 2012 02 2913 2012 02 2937 2012 02 2959 2012 02 2920

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM PERKULIAHAN KARYAWAN (P2K) JURUSAN MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI AHMAD DAHLAN JAKARTA 2013

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim, Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah- NYA sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Penyusun juga panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena hanya dengan keridhoanNYA Makalah dengan judul Penyelesaian sengketa bisnis dan relevansi tuntutan kevaliditan dengan kegiatan bisnis ini dapat terselesaikan. Makalah ini merupakan panduan bagi mahasiswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, makalah ini juga sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Hukum Bisnis serta dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan proses belajar mandiri, agar aktivitas dan penguasaan materi dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa. Akhirnya kami berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.

Jakarta, 07 September 2013 Penyusun

KELOMPOK 7

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.. 2 Daftar Isi... 3 BAB 1 PENDUHULUAN 4 1.1. Latar Belakang... 4 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penulisan..... 5 1.4. Metode Penulisan.... 5 BAB II PEMBAHASAN... 6 2.1. Sengketa Bisnis... 6 2.2. Penyebab Terjadinya Sengketa Bisnis 7 2.3. Cara Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis..... 8 2.4. Penyelesaian Melalui Proses Litigasi...................................................................................... 9 2.5. Penyelesaian Melalui Proses Non Litigasi............. 10 BAB III PENUTUP..... 19 3.1. Kesimpulan.... 19 3.2. Kritik dan Saran. 20 DAFTAR PUSTAKA... 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelsaian yang cepat. Makin banyak dan luas kegiatan perdagangan frekuensi terjadi sengketa makin tinggi. Ini berarti makin banyak sengketa harus diselsaikan. Membiarkan sengketa dagang terlambat diselesaikan akan mengakibatkan perkembangan pembangunan tidak efisien, produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami kemandulan dan biaya produksi meningkat. Konsumen adalah pihak yang paling dirugikan, disamping itu peningkatan kesejahteraan dan kemajuan sosial kaum pekerja juga terhambat Kalaupun akhirnya hubungan bisnis ternyata menimbulkan sengketa di antara para pihak yang terlibat, peranan penasihat hukum dalam menyelsaikan sengketa itu dihadapkan pada alternative. Secara konvensional, penyelsaian sengketa biasanya dilakukan secara litigasi atau penyelsaian senngketa dimuka pengadilan. Dalam keadaan demikian, posisi para pihak yang bersengketa sangat antagonistis (saling berlawanan satu sama lain). Penyelsaian sengketa bisnis model ini tidak direkomendasikan. Kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu semata-mata sebagai jalan terakhir (ultimatum remedium) setelah alternatif lain diniali tidak membuahkan hasil. Proses penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu yang lama mengakibatkan perusahaan atau para pihak yang bersengketa mengalami ketidakpastian. Cara penyelsaian seperti itu tidak diterima dunia bisnis melalui lembaga peradilan tidak selalu menguntungkan secara adil bagi kepentingan para pihak yang bersengketa. Sehubungan dengan itu perlu dicari dan dipikirkan cara dan sistem penyelsaian sengketa yang cepat, efektif dan efisien. Untuk itu harus dibina dan diwujudkan suatu sistem penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju perkembangan perekonomian dan perdagangan di masa datang. Dalam menghadapi liberalisasi perdagangan harus ada lembaga yang dapat diterima dunia bisnis dan memiliki kemampuan sistem menyelsaikan sengketa dengan cepat dan biaya murah. Di samping model penyelesaian sengketa konvensional secara konvensional melalui litigasi sistem peradilan, dalam praktik di Indonesia dikenalkan pula model yang relatif baru.

Model ini cukup populer di Amerika Serikat dan Eropa yang dikenal dengan nama ADR (alternative dispute resolution) atau dalam istilah Indonesia diterjemahkan menjadi Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) yang diantaranya meliputi negoisasi, mediasi dan arbitrase. Penggunaan model APS dalam penyelesaian sengketa secara non-litigasi tidak menutup peluang penyelesaian perkara tersebut secara litigasi. Penyelesaian sengketa secara litigasi tetap dipergunakan manakala penyelesaian secara nonlitigasi tersebut tidak membuahkan hasil. Jadi penggunaan APS adalah sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan mepertimbangkan segala bentuk efesiensinya dan untuk tujuan masa yang akan datang sekaligus menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa.

1.2. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam makalah ini kami memperoleh hasil yang diinginkan, maka kami mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah: 1. Apa itu sengketa bisnis ? 2. Apa saja penyebab terjadinya sengketa bisnis ? 3. Bagaimana cara penyelesaian sengketa bisnis melalui Pengadilan Niaga ? 4. Bagaimana cara penyelesaian sengketa bisnis melalui Arbitrase ? 5. Apa hubungan antara sengketa bisnis dengan kepailitan ? 6. Bagaimana penyelesaian sengketa bisnis CV dan Firma ? 1.3. Tujuan Penulisan Sesuai dengan uraisan singkat di atas, adapun makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan kepada pembaca maupun penulis agar dapat memahami tentang cara penyelesaian sengketa bisnis. Sekaligus untuk memenuhi permintaan dosen kami Bapak Muchtar sebagai tugas Hukum Bisnis, semoga penulisan ini sesuai dengan harapan beliau, dan harapan kita semua. 1.4. Metode Penulisan Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan metode studi pustaka, yaitu semua bahan penulisan yang diuraikan dalam makalah ini bersumber dari referensi buku, dan hasil pencarian melalui internet.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sengketa Bisnis Pengertian sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton a commercial disputes is one which arises during the course of the exchange or transaction process is central to market economy Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan. Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu individu atau kelompok kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain. Menurut Ali Achmad, Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya. Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atau lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis. Mengingat kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang melat belakanginya, terutama karena adanya conflict of interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis dapat berupa sengketa sebagai berikut: 1. Sengketa Perniagaan 2. Sengketa Perbankan 3. Sengketa Keuangan 4. Sengketa Penanaman Modal

5. Sengketa Perindustrian 6. Sengketa HKI 7. Sengketa Konsumen 8. Sengketa Kontrak 9. Sengketa Pekerjaan 10. Sengketa Perburuhan 11. Sengketa Perusahaan 12. Sengketa Hak 13. Sengketa Property 14. Sengketa Pembangunan Konstruksi

2.2 Penyebab Terjadinya Sengketa Bisnis Sebab sebab terjadiya sengketa diantaranya : a) Wanprestasi Wanprestasi (atau ingkar janji) adalah berhubungan erat dengan adanya perkaitan atau perjanjian antar pihak. Baik perkaitan itu di dasarkan perjanjian sesuai pasal 1338 sampai dengan 1431 KUHP maupun perjanjian yang berumber pada undang undang seperti di atur dalam pasal 1352 sampai dengan pasal 1380 KUHP. Salah satu alasan untuk mengajukan tuntutan atau gugatan ke pengadilan adalah karena adanya wanprestasi atau ingkar janji dari debitur. Wanprestasi itu dapat berupa tidak memenuhi kewajiban sama sekali, atau terlambat memenuhi kewajiban, atau memenuhi kewajibannya tetapi tidak seperti apa yang telah di perjanjikan. b) Perbuatan melawan hukum Melawan hukum bukan hanya untuk pelanggaran perundang undangan tertulis semata mata, melalaikan juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat. Perbuatan melawan hukum diartikan secara luas yakni mencakup salah satu dari perbuatan perbuatan salah satu dari berikut: 1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain. 2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.

3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. 4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik

c) Kerugian salah satu pihak Apabila salah satu pihak mengalami kerugian yaitu kerugian dalam Hukum Perdata dapat bersumber dari Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum d) Ada pihak yang tidak puas atas tanggapan yang menyebabkan kerugian

2.3 Cara cara penyelesaian sengketa bisnis A. Dari sudut pandang pembuat keputusan 1. Adjudikatif : Mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilang keputusan, pengambilang dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak 2. Konsensual/Kompromi : Cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win win solution. 3. Quasi Adjudikatif : Merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif. B. Dari sudut pandang prosesnya 1. Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya: a) Pengadilan Umum b) Pengadilan Niaga

2. Non Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme:

a) Arbitrase : Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang No.30 Tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa b) Negosiasi : UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai negosiasi. Pada prinsipnya pengertian negosiasi adalah suatu proses dalam mana dua pihak yang saling bertentangan mencapai suatu kesepakatan umum melalui kompromi dan saling memberikan kelonggaran. Melalui Negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan/melalui suatu situasi yang saling menguntungkan (win-win solution) dengan memberikan atau melepaskan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan asas timbal balik. c) Mediasi : UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai mediasi. Menurut Blacks Law Dictionary mediasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa secara pribadi, informal dimana seorang pihak yang netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kesewenangan untuk menetapkan keputusan bagi para pihak. Mediator bersifat netral dan tidak memihak yang tugasnya membantu para pihak yang bersengketa untuk mengindentifikasikan isu-isu yang dipersengketakan mencapai kesepakatan. Dalam fungsinya mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan d) Konsiliasi : UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai konsiliasi. Menurut John Wade dari bond University Dispute Resolution Center, Australia konsiliasi adalah suatu proses dalam mana para pihak dalam suatu konflik, dengan bantuan seorang pihak ketiga netral (konsiliator), mengindentifikasikan masalah, menciptakan pilihan-pilihan, mempertimbangkan pilihan penyelesaian). e) Konsultasi : pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan, nasihat, atau saran yang sebaik-baiknya. Biasanya yang terjadi dalam praktek, konsultasi yang dilakukan para pihak akan melibatkan manajer senior yang mempunyai decision making authority tanpa terlibat langsung dalam proyek atau obyek sengketa. Forum konsultasi ini lebih mirip sebuah preliminary meeting sebelum sengketa itu benar-benar menjadi semakin tajam. f) Penilaian Para Ahli : para pihak membawa persoalan yang telah mereka hadapi ke orang yang dianggap mumpuni dalam bidangnya untuk dimintakan penilaian dalam masalah tersebut. Pada saat seperti inilah, maka arbitrase tergolong sebagai salah satu metode ADR. Karena dengan membawa masalah

10

ke arbitrase institusional atau arbitrase ad hoc, maka orang-orang yang akan menjadi arbiter tersebut haruslah orang yang memang ahli di bidang obyek sengketa tersebut. 2.4 Penyelesaian Melalui Proses Litigasi 1. Pengadilan Umum Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunya karakteristik: 1) Prosesnya sangat formal 2) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim) 3) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan 4) Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding) 5) Orientasi kepada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah) 6) Persidangan bersifat terbuka 2. Pengadilan Niaga Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang mempunya kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Prosesnya sangat formal 2) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim) 3) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan 4) Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding) 5) Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah) 6) Proses persidangan bersifat terbuka 7) Waktu singkat Kebaikan dari sistem ini adalah: 1) Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan

11

agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini) 2) Biaya yang relative lebih murah (Salah satu asas peradilan Indonesia adalah Sederhana, Cepat dan Murah) Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah: 1) Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, maka pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relative lama agar bisa berkekuatan hukum tetap) 2) Hakim yang awam (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. Namun jika sengketa yang terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan keputusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolah untuk memeriksa suatu perkara, karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolah perkara, apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut). 2.5 Penyelesaian Melalui Proses Non Litigasi A. Arbitrase Pengertian Arbitrase : Istilah arbitrase berasal dari kata Arbitrare(bahasa latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan. 1) Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa orang arbiter. 2) Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri. 3) Asas limitative, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbitrase, yaitu terbatas pada perselisihan perselisihan di bidang perdagangan dan hak hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak. 4) Asas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat putusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperti banding atau

12

kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausul atau perjanjian arbitrase. Sehubungan dengan asas asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil, tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit belit yang dapat menghambat penyelesaian persilisihan.

Selain itu pengertian arbitrase juga termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Nomor 30 tahun 1999: Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Dalam pasal 5 Undang Undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum peraturan perundang undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah masalah dalam lingkup hukum keluarga, Arbitrase hanya dapat diterapkan untuk masalah masalah perniagaan. Bagi pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Dalam banyak perjanjian perdata, klausul arbitrase banyak digunakan sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggan terhadap perjanjian (breach of contract wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun. Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut. Orang yang bertindak untuk menjadi penyelesai sengketa dalam arbitrase disebut dengan arbiter. Arbiter ini baik tunggal maupun majelis yang jika majelis biasanya terdiri dari 3 (tiga) orang. Di Indonesia syarat syarat untuk menjadi arbiter adalah sebagai berikut : Cakap dalam melakukan tindakan hukum Berumur minimal 35 (tiga puluh lima) tahun

13

Tidak mempunyai hubungan sedarah dengan salah satu pihak yang bersengketa Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase Mempunyai pengalaman atau menguasai aktif dalam bidangnya paling sedikit selama 15 (lima belas) tahun Hakim, jaksa, dan pejabat peradilan lainnya tidak boleh menjadi arbiter

Peraturan mengenai Arbitrase Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Pejanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya arbitrasae dapat berwujud dalam dua bentuk, yaitu: a) Klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo), atau b) Suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (Akta Kompromis). Sebelum Undang Undang Arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur dalam pasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu pada penjelasan pasal 3 ayat 1 Undang Undang No.14 tahun 1970 tentang pokok = pokok kekuasaan kehakiman menyebutkan bahwa penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan. Dalam dunia bisnis, banyak pertimbangan yang melanda si para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang dihadapi, namun demikian, kadangkala pertimbangan mereka berbeda, baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan. Sejarah Arbitrase Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternative penyelesaian sengketa. Sebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan, Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement of de Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechstreglement Govesten (RBg), karena semua Arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651 reglement of de rechtsvordering. Ketentuan ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak laku lagi dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Dalam Undang Undang Nomor 14 tahun 1970 (tentang Pokok Pokok Kekuasaan

14

Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekurorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan. Objek Arbitrase Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternative penyelesaian sengketa lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999, hanyalah sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak menurut hukum dan peraturan perundang undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industry dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 ayat 2 UU Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa sengketa sengketa yang menurut peraturan perundang undangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUHP Buku III BAB 18 Pasal 1851 s/d 1854. Jenis Jenis Arbitrase Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan aturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999, tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pada umumnya arbitrase ad-hoc ditentukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan aturan yang mereka tentukan sendiri, saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional seperti The Rules of Arbitration dari The International Chamber of Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. Badan badan tersebut mempunya peraturan dan sistem arbitrase sendiri sendiri. BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai berikut:

Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan peraturan prosedur arbitrase BANI,

15

yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir. UNCITRAL (United Nation Comission of International Trade Law) memberi standar klausul arbiterase sebagai berikut:

Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau berhubungan dengan perjanjian ini atau wanprestasi pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian akan diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan aturan aturan UNCITRAL. Menurut Priyatna Abdurrasyid (Ketua BANI), yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase akan menentukan apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah sengketa timbul. Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui penjelasan umum Undang Undang Nomor 30 tahun 1999, dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan, keunggulan itu adalah: 1) Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin 2) Keterlambatan yang diakibatkan akrena hal procedural dan adminsitatif dapat dihindari 3) Para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil 4) Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya 5) Para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase 6) Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.

Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki kelemahan arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup jelas.

16

B. Negosiasi Pengertian Negosiasi : Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tidak mengubah) sikap dan perilaku orang lain. Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain. Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihak lawan dimana kedua belah pihak bersama sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.

Pola Perilaku dalam Negosiasi : Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukan kelemahan pihak lain. Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi. Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan. Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada here and now, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.

Ketrampilan Negosiasi : 1) Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya. 2) Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya. 3) Mampu mengatasi stress dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan. 4) Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.

17

5) Memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala. Negosiasi dan Hiden Agenda : Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing masing pihak memiliki hiden agenda. Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi / niat terselubung yang tidak diungkapkan (tidak eksplisit) tetapi justru hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan. Negosiasi dan Gaya Kerja 1) Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya kerjanya. 2) Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya kerja dan latar belakang budaya pihak lain. Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi 1) Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan. 2) Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu. 3) Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah satu / kedua pihak, maka lobying dapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka. Teknik Negosiasi Secara umum terdapat beberapa cara teknik negosiasi, yang dikenal dapat dibagi ke dalam: 1. Tahap negosiasi kompetitip 2. Tahap negosiasi kooperatif 3. Tahap negosiasi lunak dank eras 4. Tahap negosiasi interest based

18

C. Meditasi Pengertian Mediasi : Adalah Proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau consensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau consensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolah sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.

Prosedur Untuk Mediasi Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator suapaya dilaksanakan mediasi. Setelah pihak pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak pihak yang berperkara tersebut. Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing masing pihak yang berperkara. Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.

Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis. Mediator Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri ciri penting dari mediator adalah : 1) Netral 2) Membantu para pihak

19

3) Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah masalah selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak. Tugas Mediator 1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. 2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi. 3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung. 4. Mediator wajib mendiring para pihak untuk menulusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

Daftar Mediator Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa. 1) Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, ketua pengadilan menyediakan daftar mediator yang sekurang kurangnya memuat 5(lima) nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para mediator. 2) Ketua Pengadilan menempatkan nama nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator 3) Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilan yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator. 4) Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan. 5) Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, ketua pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.

20

6) Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator. 7) Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas, berhalangan tetap ketidak-aktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.

Honorarium Mediator 1) Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya. 2) Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.

D. Konsiliasi Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Namun Undang Undang nomor 30 tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi rumusan itu dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 10 dan alinea 9, penjelasan umum yakni konsiliasi merupakan salah satu lembaga untuk menyelesaikan sengketa. Penyelesaian perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Selain itu konsiliator tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan diantara mereka. E. Konsultasi Konsultasi adalah tahap pertama penyelesaian sengketa dan biasanya berlangsung dalam bentuk yang informal atau negosiasi formal, seperti melalui saluran saluran diplomatik, pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan, nasihat, atau saran yang sebaik-baiknya. Biasanya yang terjadi dalam praktek, konsultasi yang dilakukan para pihak akan melibatkan manajer senior yang mempunyai decision making authority tanpa terlibat langsung dalam proyek atau obyek sengketa. Forum konsultasi ini lebih mirip sebuah preliminary meeting sebelum sengketa itu benar-benar menjadi semakin tajam. Metode konsultasi sebagaimana dimaksud diatas tidak tampak bedanya dengan Metode Penilaian Ahli. Satu satunya kaedah petunjuk untuk mengerti metode konsultasi adalah ketentuan Pasal 6 ayat (3) yang menyatakan : Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis

21

para pihak, sengketa atau beda pendapat, diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasihat ahli . Dari ketentuan tersebut maka tampak bahwa sebetulnya tidak ada bedanya antara konsultasi dan penilaian ahli. Hal ini berarti bahwa pada prinsipnya baik pada konsultasi maupun penilaian ahli merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara pihak pihak tertentu yang disebut klien dengan konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada konsultan tersebut untuk menyelesaikan perkaranya. Waktu yang digunakan untuk berkonsultasi sejak permohonan konsultasi adalah 60 hari. Konsultasi bersifat rahasia.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari, tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Makin banyak dan luas kegiatan bisnis, frekuensi terjadi sengketa makin tinggi, hal ini berarti sangat mungkin banyak sengketa yang harus diselesaikan. Membiarkan sengketa bisnis terlambat diselesaikan akan mengakibatkan perkembangan pembangunan tidak efisien, produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami kemunduran dan biaya produksi meningkat. Konsumen adalah pihak yang paling dirugikan disamping itu, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan sosial kaum pekerja juga terhambat. Kalaupun akhirnya hubungan bisnis ternyata menimbulkan sengketa diantara para pihak yang terlibat, peranan penasihat hukum, konsultan dalam menyelesaikan sengketa itu dihadapkan pada alternatif penyelesaian yang dirasakan paling menguntungkan kepentingan kliennya. Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secara Litigasi atau penyelesaian sengketa di muka pengadilan. Dalam keadaan demikian, posisi para pihak yang bersengketa sangat antigonistis (saling berlawanan satu sama lain). Penyelesaian sengketa bisnis metode ini tidak direkomendasikan. Saat ini, Arbitrase masih dianggap sebagai satu satunya metode yang paling tepat untuk menyelesaikan sengketa. 3.2 Kritik dan Saran

22

Selain hasil kesimpulan diatas, kami juga ingin memberikan beberapa saran dari hasil pencarian dan pembahasan yang telah kami kemukakan, Saran saran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Oleh karena arbitrase merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang cukup diminati oleh para pihak yang ingin menyelesaikan perselisihannya melalui lembaga arbitrase tersebut, maka sudah seharusnya pengadilan pengadilan di Indonesia menghormati dan menyerahkan sepenuhnya penyelesaian perselisihan tersebut kepada lembaga arbitrase sesuai dengan yang sudah di sepakati oleh para pihak yang berselisih tersebut tanpa adanya campur tangan dari pengadilan.

2. Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase hanya dapat efektif jika para pihak yang terlibat dalam sengketa mempunya niat baik untuk menerima dan menghormati keputusan arbiter. Efektifitas putusan arbitrase juga sangat tergantung ketaatan Pengadilan Negeri untuk menghormati yurisdiksi lembaga arbitrase yang berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang mengandung klausula arbitrase. Jika kedua hal tersebut tidak ada kepastian, maka penyelesaian sengketa melalui arbitrase bisa jadi lebih lama dan mahal dari proses pengadilan negeri.

Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai materi Penyelesaian Sengketa Bisnis Dan Relevansi Dengan Tuntutan Kevaliditan Kegiatan Bisnis menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Untuk itu kritik dan saran dari pembimbing atau dosen yang terlibat dalam penyusunan makalah ini yang bersifat komulatif sangat kami harapkan supaya dalam penugasan makalah yang akan dating lebih baik dan lebih sempurna. Terima kasih DAFTAR PUSTAKA

Fuadi, Munir. Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi. Bandung PT Citra Aditya Bakti, 2008. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05

23

http://www.ekomarwanto.com/2011/05/arbitrase-dan-alternatif-penyelesaian.html http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Arbitrase_Nasional_Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai