Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

PENYELESAIAN PERSELISIHAN PENANAMAN MODAL BISNIS ASING


DENGAN PEMERINTAH MELALUI ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Hukum Bisnis
Dosen Pembimbing : Dr. Nina Nurani, S.H., M.Si.

DISUSUN OLEH:
Kelompok 14
Micko Cristian C10230057
Dwi Maulana Yusuf C10230061
Nugie Darmawan C10230063
FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTASI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI EKUITAS
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita
yakninya Muhammad SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya saya mampu menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis dengan judul “PENYELESAIAN
PERSELISIHAN PENANAMAN MODAL BISNIS ASING DENGAN PEMERINTAH
MELALUI ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA”
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dan
dorongan orang tua, teman-teman, dan sahabat yang dengan ikhlas membantu sehingga kendala-
kendala yang kami hadapi bisa teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca pada umumnya, khususnya kepada kami dan para mahasiswa
STIE Ekuitas.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah kami di masa yang akan datang, dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun
dari para pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih.

Bandung, 16 Desember 2023

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................................................i
PENDAHULUAN............................................................................................................................................i
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................................i
1.2 Tujuan................................................................................................................................................ii
1.3 Manfaat.............................................................................................................................................ii
BAB II..........................................................................................................................................................iii
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................iii
2.1 A. Pendahuluan.................................................................................................................................iii
2.2 B. Peradilan.......................................................................................................................................iii
2.3 C. Luar Pengadilan (Nonligitasi/ Alternative Dispute Resolution).....................................................iii
2.4 Macam-Macam Arbitrase.................................................................................................................vii
2.5 Kelebihan dan kekurangan Arbitrase.............................................................................................viii
2.6 Kelemahan-kelemahan arbitrase:...................................................................................................ix
2.7 Prosedur Arbitrase..........................................................................................................................ix
BAB III.........................................................................................................................................................xi
MATERI.......................................................................................................................................................xi
Hasil Pembahasan...................................................................................................................................xi
Rumusan Masalah.................................................................................................................................xiii
BAB IV.......................................................................................................................................................xiv
PEMBAHASAN KASUS................................................................................................................................xiv
4.1 Hasil Pembahasan...........................................................................................................................xiv
BAB V.........................................................................................................................................................xx
PENUTUP....................................................................................................................................................xx
5.1 KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................................................xx
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................xxi

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari tidak mungkin
dihindari terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa yang terjadi
selalu menutut pemecahan dan penyelsaian yang cepat. Makin banyak dan luas kegiatan
perdagangan frekuensi terjadi sengketa makin tinggi. Ini berarti makin banyak sengketa
harus diselsaikan.
Membiarkan sengketa dagang terlambat diselsaikan akan mengakibatkan perkembangan
pembangunan tidak efisien, produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami kemandulan dan
biaya produksi meningkat. Konsumen adalah pihak yang paling dirugikan, disamping itu
peningkatan kesejahteraan dan kemajuan sosial kaum pekerja juga terhambat
Kalaupun akhirnya hubungan bisnis ternyata menimbulkan sengketadi antara para pihak
yang terlibat, peranan penasihat hukum dalam menyelsaikan sengketa itu dihadapkan pada
alternative
Secara konvensional, penyelsaian sengketa biasanya dilakukan secara litigasi atau
penyelsaian senngketa dimuka pengadilan. Dalam keadaan demikian, posisi para pihak yang
bersengketa sangat antagonistis (saling berlawanan satu sama lain) Penyelsaian sengketa
bisnis model ini tidak direkomendasikan. Kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu
semata mata sebagai jalan terakhir (ultimatum remedium) setelah alternatif lain diniali tidak
membuahkan hasil. "roses penyelesaian sengketa yang membutuhkan aktu yang lama
mengakibatkan perusahaan atau para pihak yang bersengketa mengalami ketidakpastian.
$ara penyelsaian seperti itu tidak diterima dunia binis melalui lembaga peradilan tidak selalu
menguntungkan secara adil bagi kepentingan para pihak yang bersengketa.
Sehubungan dengan itu perlu dicari dan dipikirkan cara dan sistem penyelsaian sengketa
yang cepat, efektif dan efisien. Untuk itu harus dibina dan diwujudkan suatu sistem
penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju perkembangan
perekonomian dan perdagangan di masa datang. Dalam menghadapi liberalisasi
perdagangan harus ada lembaga yang dapat diterima dunia bisnis dan memiliki kemampuan
sistem menyelsaikan sengketa dengan cepat dan biaya murah.
Di samping model penyelesaian sengketa konvensional secara konvensional melalui
litigasi sistem peradilan, dalam praktik di Indonesia dikenalkan pula model yang relatif baru.
Model ini cukup populer di &merika Serikat dan eropa yang dikenal dengan nama ADR
(alternative dispute resolution) yang diantaranya meliputi negoisasi, mediasi dan arbitrase.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang sengketa bisnis dan mengetahui bagaimana cara
penyelesaian sengketa bisnis.

4
1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Sengketa dalam bisnis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara penyelesaian dari sngketa bisnis, dan prosedur
apa saja yang digunakan.

BAB II
PEMBAHASAN

5
2.1 A. Pendahuluan
Sengketa terjadi karena ada kesalahpahaman, pelanggaran perundang-undangan, ingkar
janji, kepentingan berlawanan dan atau kerugian pada salah satu pihak.
Bila sengketa telah terjadi, maka perlu dicarikan cara penyelesaiannya yang tepat, terdapat dua
cara yang dapat ditempuh, yaitu:
1. Peradilan/litigasi
2. Di luar Peradilan /nonlitigasi

2.2 B. Peradilan
Merupakan jalur konvensional menyelesaikan berbagai sengketa yang timbul dari ingkar
janji, keluhan konsumen, tuntutan pertanggungjawaban produk, sengketa pemborongan
bangunan, sengketa sesama mitra bisnis, dan lain-lain. Bila sengketa timbul maka salah satu
pihak yang merasa dirugikan pihak lain dapat membawa sengketa ke Pengadilan Negeri (PN).
Di lingkungan peradilan umum terdapat tiga tingkatan lembaga Peradilan, yaitu :
- Pengadilan Negeri.
- Pengadilan Tinggi.
- Mahkamah Agung.

2.3 C. Luar Pengadilan (Nonligitasi/ Alternative Dispute Resolution)


UU RI No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
disebutkan bahwa alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yaitu penyelesaian diluar pengadilan
dengan cara negoisasi, mediasi, konsultasi, konsiliasi atau penilaian ahli dan arbitrase.
Alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang paling populer adalah lembaga arbitrase.
Akan tetapi, selain arbitrase masih banyak alternatif lain dari penyelesaian sengketa. Berikut ini
beberapa model penyelesaian sengketa selain pengadilan, yaitu :

a. Negoisasi/Perundingan (Negotiation)
Merupakan proses tawar menawar antara pihak yang bersengketa di mana masing-masing
berusaha untuk mencapai titik kesepakatan tentang persoalan tertentu yang dipersengketakan,
tanpa campur tangan dari pihak ketiga. Negosiasi dilakukan jika :
- Telah ada sengketa antara para pihak
- Belum ada sengketa karena masalahnya belum pernah dibicarakan.

6
Terdapat dua tipe negoisasi, yaitu :
1) Negoisasi Transaksional
Para pihak merencanakan suatu peristiwa untuk dilaksanakan. Misalnya negosiasi
kontrak lisensi, usaha patungan pemborong bangunan.
2) Negoisasi Penyelesaian Sengketa
Para pihak terlibat dalam perselisihan. Misalnya akibat wanprestasi salah satu pihak.
b. Mediasi/Penengah (Mediation)
Merupakan kelanjutan dari negoisasi para pihak yang bersengketa menggunakan jasa
pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan sengketa. Proses mediasi yang digunakan adalah
nilai-nilai yang hidup pada para pihak (hukum agama, moral, etika dan rasa adil).Terhadap fakta-
fakta yang diperoleh untuk mencapai kesepakatan. Kedudukan mediator sebagai pembantu para
pihak untuk mencapai konsensus, karena pada prinsipnya para pihak sendirilah yang menentukan
putusannya, bukan mediator
Penyelesaian sengketa dilakukan para pihak paling lama 14 hari, hasilnya dituangkan
dalam kesepakan tertulis, penyeleaiannya dapat dilakukan melalui bantuan seorang atau lebih
penasehat ahli atau mediator. Bila 14 hari tidak berhasil maka para pihak dapat menghubung
arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa paling lama 30 hari harus tercapai
kesepakatan tertulis Kesepakatan penyelesaian sengketa adalah final dan mengikat para pihak
untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarakan di Pengadilan Negeri paling lama
30 hari sejak penandatangan, dan wajib dilaksanakan paling lama 30 hari sejak pendaftaran.
Apabila perdamian tersebut juga tidak berhasil maka para pihak dapat menyelesaikan melalui
lembaga arbitrase.
c. Konsiliasi
Mirip dengan mediasi, yakni juga merupakan suatu proses penyelesaian sengketa berupa
negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang netral dan tidak memihak yang
akan bekerja dengan pihak yang bersegketa untuk membantu menemukan solusi dalam
menyelesaikan sengketa tersebut. Bedanya, adanya kewenangan mediasi untuk mengusulkan
penyelesaian sengketa, hal mana paling tidak secara teoritis tidak dimiliki oleh seorang
konsiliasi. Namun demikian keduanya tidak mempunyai kewenangan memberikan putusan
terhadap sengketa tersebut.

Beberapa aturan untuk seorang konsiliator (berlaku juga bagi mediator) yang terdapat dalam
Uncitral Conciliation Rule:
1) Membantu para pihak untuk secara independen.
2) Adil dan Objektif, dengan mempertimbangkan faktor- faktor :
- Hak dan kewajiban para pihak.
- Kebiasaan dalam perdagangan.

7
- Praktek bisnis yang telah terjadi, termasuk praktek bisnis diantara para pihak.
3) Dapat menemukan bagaimana proses konsiliasi yang dianggapnya layak.
4) Di setiap tingkat, dapat mengajukan proposal penyelesaian sengketa.
d. Pencari Fakta
Adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang atau tim pencari fakta, baiuk pihak
undependen atau hanya sepihak, untuk melakukan proses pencarian fakta terhadap suatu
masalah, yang akan menghasilkan suatu rekomendasi yang tidak mengikatk.
e. Minitrial
Atau pengadilan mini adalah sistem pengadilan swasta untuk menyelesaikan, memeriksa
dan memutuskan terhadap kasus- kasus perusahaan, yang dilakukan oleh orang yang disebut
"manajer" yang diberi wewenang untuk menegosiasikan suatu settlement di antara para pihak
yang bersengketa.
f. Ombudsman
Merupakan seorang pejabat publik yang independen, yang diangkat (biasanya oleh
parlemen) untuk melakukan kritik, investigasi, dan publikasi terhadap kegiatan
administrasipemerintah.
g. Penilaian Ahli
Diperlukan untuk kasus-kasus yang rumit. Kewenangan para ahli hanya sampai batas
memberikan pendapat saja.
h. Pengadilan Kasus Kecil (Small Claim Court)
Merupakan sistem peradilan biasa, tetapi memakai prosedur dan sistem pembuktian yang
sederhana, pengadilan mana hanya berwenang mengadili kasus-kasus kecil dengan prosedur
cepat dan tidak dibenarkan memakai pengacara.
i. Pengadilan Adat
Hanya bertugas untuk menyelesaikan masalah-masalah secara adat.

j. Arbitrase (Arbitration)
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata swasta di luar pengadilan umum
yang didasarkan pada kontrak arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa di mana pihak penyelesai sengketa tersebut dipilih oleh para pihak yang
bersangkutan, yang terdiri dari orang-orang yang fidak berkepentingan dengan perkara yang
bersangkutan, orang-orang mana akan memeriksa dan memberi putusan terhadap sengketa

8
tersebut.Orang yang bertindak untuk menjadi penengah penyelesaian sengketa dalam arbitrase
disebut "arbiter", biasanya terdiri dari 3 (tiga) orang.
Arbitrase berikut: menggunakan prinsip-prinsip hukum sebagai berikut :
1) Efisien.
2) Accessibility (terjangkau dalam artian biaya, waktu dan tempat).
3) Proteksi hak para pihak.
4) Final and binding.
5) Adil (Fair and Just).
6) Sesuai dengan sense of justice dalam masyarakat.
7) Kredibilitas.
Arbitrase merupakan sistem ADR yang paling formal sifatnya. Dalam proses arbitrase
para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaian sengketa pada pihak ketiga yang netral
dan berwenang untuk memberikan keputusan yang mengikat para pihak.
Terdapat dua jenis arbitrase:
1) Arbitrase Ad Hoc yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan perkara tertentu, kehadiran
bersifat sementara dan kasuistis. Selesai sengketa diputus fungsinya berhenti.
2) Arbitrase kelembagaan/institusional
Lembaga/badan arbitrase yang sengaja dibentuk untuk menyelesaikan berbagai macam transaksi
bisnis di dunia perdagangan dan industri. Para pihak terikat dengan sistem penyelesaian sengketa
abitrase ini melalui dua cara, yaitu:
1. Clausula arbitrase (pactum de compromittendo) yaitu telah dirumuskan dalam kontrak
sebelumnya oleh para pihak bahwa bila terjadi sengketa selesaikan melalui arbitrase.
2. Persetujuan arbitrase (Akta Kompromis) yaitu karena ada kesepakatan setelah
perselisihan terjadi untuk menyelesaikan melalui arbitrase.

Terdapat beberapa pertimbangan yang mendorong kalangan bisnis memilih cara arbitrase :
a). untuk menghindari publisitas,
b). untuk menekan biaya penyelesaian sengketa,
c). untuk menyelesainkan sengketa dengan cepat.
d). menyelesaikan sengketa melalui penggunaan para ahli di bidangnya,

9
e). menghindari penyelesaian sengketa yang tudak adil.
Pada tahun 1977 KADIN mendirikan Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) yang
dapat menyelesaikan sengketa perdagangan nasional dan Internasional. Di tingkat Internasional
terdapat lembaga arbitrase yaitu : "The International Chamber Of Commerce "(ICC) yang
berpusat di Paris yang menangani sengketa perdagangan pada umumnya dan "The International
Center for the Settlement of Investment Dispute" ( ICSID) yang berkedudukan di Washington
yang khusus menangani sengketa penanaman modal saja.
Dengan berlakunya Keppres No.34 tahun 1981 tentang ratifikasi "Konvensi New York"
1958, putusan arbitrase asing (internasional) tersebut juga dapat dieksekusi di Indonesia apabila
memenuhi syarat tertentu, sebagaimana diatur kembali dalam pasal 66 UU No. 30/1999.
Pengaturan arbitrase yang terdapat dalam hukum nasional yaitu dalam UU No. 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa. Internasional diatur dalam konvensi New York
1958, yang oleh RI diratifikasi dengan Keppres No. 34 tahun 198 yang Konvensi ICSID 1968
telah diratifikasi dengan UU No. 5 tahun 1968. Sedangkan tentang pelaksanaan arbitrase asing
pengturannya terdapat di dalam PERMA No. 1 tahun 1990.
2.4 Macam-Macam Arbitrase
a) Arbitrase Mengikat (Binding Arbitration). Putusannya bersifat dan final.
b) Arbitrase Tidak Mengikat (Nonbinding Arbitration). Putusannya boleh diikuti dan
boleh tidak diikuti.
c) Arbitrase Kepentingan (Interest Arbitration). Tidak memutus suatu sengketa, tetapi
dipakai jasanya untuk menciptakan provisi-provisi mengalami jalan buntu. dalam kontrak
setelah
d) Arbitrase Hak (Rights Arbitration). Memberi putusan terhadap sengketa para pihak,
bukan hanua sekedar membuat provisi dalam kontrak.
e) Arbitrase Sukarela (Voluntary Arbitration). Dimintakan para pihak, baik dalam
kontrak yang bersangkutan ataupun kontrak tersendiri.
f) Arbitrase Wajib ( Compulsory Arbitration ). diwajibkan untuk dilakukan. Oleh UU

g) Arbitrase Ad Hoc. Arbitrase tidak tetapi hanya menunjuk orang-orang ada badannya,
secara bebas oleh para pihak sesuai kesepakatan, dengan memberlakukan aturan hukum
tertentu.
h). Arbitrase Lembaga. Adalah lawan dari arbitrase ad hoc, yakni sudah ada
lembaga/badannya, serta sudah ada aturan mainnya.
i) Arbitrase Nasional. Dimana para pihak yang bersengketa ada dalam 1 (satu) negara.
J) Arbitrase Internasional. Dimana para pihak yang bersengketa berasal dari negara-
negara yang berbeda.

10
k). Arbitrase Kualitas. Adalah arbitrase yang menyangkut dengan fakta fakta.
1) Arbitrase Teknis. Adalah arbitrase yang menyangkut dengan hal-hal yang timbul dari
penyusunan dan penafsiran suatu kontrak.
m) Arbitrase Umum. Berbentuk badan yang mempunyai ruang lingkup di semua bidang
hukum.
n) Arbitrase Bidang Khusus. Berbentuk badan dan mempunyai ruang lingkup di bidang
hukum tertentu saja
2.5 Kelebihan dan kekurangan Arbitrase
Kelebihan arbitrase:
1) Prosedur tidak berbelit.
2) Biaya murah.
3) Putusan tidak diekpos di depan umum.
4) Hukum terhadap pembuktian dan prosedur lebih luwes.
5) Para pihak dapat memilih hukum mana yang diberlakukan oleh arbitrase.
6) Para pihak dapat memilih sendiri arbiter.
7) Dapat dipilih arbiter dari kalangan ahli dan bidangnya.
8) Putusan dapat dapat lebih terkait dengan situasi dan kondisi.
9) Putusan umumnya inkracht (final dan binding).
10) Putusan dapat juga dieksekusi oleh pengadilan, tanpa atau sedikit review.
11) Prosedur arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat
12) Menutup kemungkinan forum shopping (mencoba-coba untuk memilih atau
menghindari pengadilan).

2.6 Kelemahan-kelemahan arbitrase:


a) Hanya tersedia untuk perusahaan-perusahaan besar.
b) Due process kurang terpenuhi.
c) Kurangnya unsur finality.
d) Kurangnyakekuasaan untuk menggiring para pihak ke settlement.

11
e) Kurangnya kekuasaan dalam hal law enforcement dan eksekusi.
f) Kurangnya kekuasaan untuk mengadirkan barang bukti atau saksi
g) Dapat menyembunyikan Dispute dari public scrutiny.
h) Tidak dapat menghasilkan solusi yang bersifat preventif.
i) Putusan tidak dapatdiprediksi dan ada kemungkinan timbulnya putusan yang yang
bertentangan.
j). Kualitas putusan bergantung pada kualitas arbiter.
k). Berakibat kurangnya semangat dan upaya untuk memperbaiki pengadilan
konvensional.
1) Berakibat semakin tinggi rasa permusuhan dan hujatan terhadap badan-badan
pengadilan konvensional.
2.7 Prosedur Arbitrase
a) Permohonan arbitrase oleh pemohon.
b) Pengangkatan arbiter.
c) Pengajuan surat tuntutan oleh pemohon.
d) Penyampaian 1 (satu) salinan putusan kepada termohon.
e) Jawaban tertulis dari termohon diserahkan kepada arbiter
f) Salinan jawabab diserahkan kepad atermohon atas perintah arbiter.
g) Perintah arbiter agar para pihak menghadap arbitrase.
h) Para pihak menghadap arbitrase.
i) Tuntutan balasan dari termohon.
j) Pemanggilan lagi jika termohon tidak menghadap tanpa alasan yang jelas.
k) Jika termohon tidak juga menghadap sidang, pemeriksaan diteruskan tanpa kehadiran
termohon (verstek) dan tuntutan dikabulkan jika cukup alasan untuk itu.
1) Jika termohon hadir, diusahakan perdamaian oleh arbiter.
m) Proses pembuktian.
n) Pemeriksaan selesai dan ditutup (mak. 180 hari sejak arbitrase terbentuk).
o) Pengucapan putusan.
p) Putusan diserahkan kepada para pihak.
q) Putusan diterima para pihak.

12
r) Koreksi, tambahan, pengurangan terhadap putusan.
s) Penyerahan dan pendaftaran putusan ke Pengadilan Negeri yang berwenang.
t) Permohonan eksekusi didaftarkan di Panitera Pengadilan negeri.
u) Putusan pelaksanaan dijatuhkan.
v) PerintahKetua Pengadilan Negeri jika putusan tidak dilaksanakan
Eksekusi Putusan Arbitrase
a) Eksekusi Secara Sukarela
Eksekusi yang tidak memerlukan campur tangan dari pihak Pengadilan Negeri manapun, para
pihak melaksanakan sendiri secara sukarela apa-apa yang telah diputuskan oleh arbitrase yang
bersangkutan.
b) Eksekusi Secara Paksa
isi putusan itu. maka tangan pihak pengadilan diperlukan, yaitu dengan memaksa para pihak
yang kalah untuk melaksanakan putusan itu. Misalnya dengan melakukan penyitaan.
Kontrak Arbitrase
Adalah kesepakatan (sebelum atau sesudah terjadinya sengketa) di antara para pihak yang
bersengketa untuk membiaya ke arbitrase setiap sengketa yang timbul dari suatu bisnis yang
terbit dari transaksi.

(Penyelesaian perselisihan penanaman modal bisnis asing dengan pemerintah melalui Arbitase dan
Alternatif penyelesaian sengketa , 2022) Arbitrase Internasional

Adalah arbitrase lembaga maupun arbitrase ad-hoc yang melibatkan pihak dari 2 (dua)
negara yang berbeda. Yang berwenang melakukan eksekusi putusan arbitrase internasional/asing
di Indonesia tersebut adalah Pengadilan.

BAB III
MATERI
Hasil Pembahasan

13
Kegiatan Penanaman Modal atau dapat disebut sebagai investasi merupakan salah satu
sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, Penanaman modal merupakan bentuk kegiatan investasi yang dapat
dilakukan dalam maupun luar negeri. Dalam hal ini, pemberi modal wajib diberi perlindungan
hukum dan kepastian oleh penerima modal agar dapat menjaminkan investor keamanan atas
investasinya. Penulisan artikel jurnal ilmiah hukum ini bertujuan untuk melakukan tinjauan
yuridis berkaitan perselisihan kontrak bisnis yang diselesaikan dengan jalur arbitrase dan
alternatif penyelesaian perselisihan.
Penulis menggunakan metode yuridis normatif sebagai metode pemecah masalah yang
dimana memakai bahan hukum primer dan sekunder yang didapatkan melalui studi kepustakaan.
Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa kontrak dapat menghasilkan pengaruh
hukum antara satu subjek hukum dengan yang lainnya sehingga melahirkan sebuah hak dan
kewajiban, begitu pula juga dengan kontrak yang sudah disetujui oleh penanam modal asing
dengan Indonesia. Kian kini banyak permasalahan kontrak bisnis yang terjadi namun sering kali
diselesaikan melalui jalur litigasi, dengan terjadinya globalisasi, masyarakat menilai jalur
tersebut tidak efektif lagi dalam menyelesaikan perselisihan penanaman modal.
Hal tersebut mengakibatkan transisi dari jalur litigasi kepada non litigasi untuk mencegah
maupun mengakhiri perselisihan kontrak bisnis yang dialami para investor asing maupun
nasional melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian perselisihan. Sehingga dapat disimpulkan
menyelesaikan perperselisihanan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian perselisihan lebih
murah dan praktis dibanding melalui jalur litigasi. Kontrak adalah suatu kejadian yang mana
terdapat dua orang atau lebih dengan maksud untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu
tindakan. Mengingat perjanjian itu membentuk suatu hubungan hukum, maka mereka yang telah
sepakat (mufakat) untuk mengikatkan diri dalam perjanjian itu harus melaksanakan (bukan pada
tataran perikatan).
Suatu perjanjian yang dilakukan dapat menghasilkan hak dan kewajiban kepada orang
yang mengadakan kontrak (para pihak). Menurut Agus Yudha Hernoko, kontrak pada
hakekatnya bermula semenjak perbedaan kepentingan antara yang menandatangani kontrak.
Ikatan perjanjian yang berlangsung bermula dengan adanya prosedur negosiasi di tengah-tengah
para pihak, dimana menjadi sarana untuk menegosiasikan apa yang mereka inginkan dan
menyatukan beragam hajat dengan proses negosiasi. Hubungannya antara Hukum Perdata
dengan Kontrak Bisnis terlihat saat terjadi suatu sengketa dimana terlanggarnya kontrak tersebut
bersumber pada Hukum Perdata. Ini disebabkan oleh hubungan bisnis yang pada nantinya dapat
berselisih.
Sengketa hubungan bisnis baik di nasional maupun internasional dapat muncul akibat
adanya perselisihan dalam pelaksanaan kontrak yang sudah disepakati pada waktu yang lanjut
dan perselisihan dalam melaksanakan kontraknya. Kontrak bisnis memiliki kekuatan hukum
yang tetap yang dibuat oleh para pakar hukum sehingga keputusan yang diberikan kepada kedua
belah pihak baik melalui litigasi maupun non litigasi tidak dapat menolak putusan tersebut secara
cuma-cuma dan tidak boleh diabaikan begitu saja selama keputusan tersebut tidak bertentangan
dengan hukum. Karena kedua pihak bisnis dapat memiliki kesempatan akan melanjutkan kontrak
bisnisnya, maka tidak cocok jika penyelesaian sengketa bisnis diselesaikan melalui litigasi
karena dapat memakan prosedur yang panjang, waktu lama, relatif harganya mahal, dibuat rumit
dengan hasilnya memiliki keputusan yang sulit untuk dieksekusi, maka dari itu banyak yang
mencari metode penyelesaian sengketa bisnis yang lama-kelamaan dicari alternative
penyelesaiannya.

14
Dalam melakukan perjanjian, para pihak sahnya membuat perjanjian dengan konkret atau
berwujud. Doktrin Lex Mercatoria adalah doktrin sangat cocok jika dikaitkan dengan hukum
kontrak, utamanya kontrak komersial, yakni hukum kebiasaan di masyarakat dalam pembuatan
dan pelaksana kontrak bisnis. Dalam pembuatan kontrak, terdiri dari tahapan negosiasi,
kemudian terjadi pembuatan kontrak dan terjadilah pada tahap pelaksanaan kontrak tersebut.
Salim HS, S.H, M.S, berpendapat bahwa hukum kontrak merupakan pedoman hukum yang
mengatur hubungan antara pihak beralaskan dari kata sepakat guna terjadinya akibat hukum.
Penanaman modal atau investasi merupakan salah satu sumber utama kegiatan bisnis yang
membangun perekonomian Indonesia. Ini dikarenakan Penanaman modal adalah segala bentuk
kegiatan yang dapat meningkatkan nilai suatu usaha, hal tersebut dapat dilakukan melalui
penanam modal dalam negeri maupun luar negeri untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia. Dalam menjalankan suatu kontrak bisnis, terdapat kemungkinan terjadinya
perselisihan. Hal tersebut tidak terlepas dari kontak kerjasama antar negara dengan penanaman
modal asing maupun lokal, berawal dari mulanya pembuatan kontrak hingga tahap pelaksanaan
kontrak tersebut. Akan halnya juga jika penanam modal asing melanggar kontrak, dapat
menimbul akibat hukum. Penyelesaian sengketa kontrak terdapat dua macam, dapat melalui
pengadilan/litigasi dan di luar pengadilan atau disebut juga non litigasi.
Terdapat pula istilah non litigasi yang dikenal sebagai alternatif penyelesaian sengketa
yang diatur dan disebut dalam Pasal 1 Ayat 10 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa, yaitu konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi,
penilaian ahli. Indonesia pada umumnya jika ingin menyelesaikan masalah dengan cara
musyawarah mufakat yang keputusannya dapat diambil. Misalnya saja menyelesaikan sengketa
secara musyawarah dan kekeluargaan dengan mediasi. Mediasi diyakini sebagai metode dalam
penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat dan bisa berjalan sebaik mungkin jika
dilandasi.keyakinan guna sengketa tersebut dapat terselesaikan.
Maka dari itu, sangat penting jika kedua belah pihak melakukan persetujuan terlebih
dahulu jika terjadi sengketa dalam kontrak penanaman modal asing diselesaikan melalui jalur
mana. Perumusan dan identifikasi permasalahan menjadi salah satu bagian penting dalam
penyusunan artikel jurnal ilmiah hukum agar pokok pembahasan dapat lebih fokus dan terarah,
maka dari itu penelitian tertarik mengangkat judul PENYELESAIAN PERSELISIHAN
PENANAMAN MODAL BISNIS ASING DENGAN PEMERINTAH MELALUI ARBITRASE
DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka Peneliti menyimpulkan rumusan masalah
yaitu:
1. Bagaiamana Peran Kontrak dan Penanaman Modal Ditinjau dari Hukum Bisnis?

15
2. Bentuk Perselisihan yang Dapat Terjadi Dalam Melaksanakan Penanaman Modal Sesuai
Kontrak
3. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Antara
Pemerintah dengan Penanam Modal Asing.

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
4.1 Hasil Pembahasan
1. Peran Kontrak Dan Penanaman Modal Dalam Hukum Bisnis

Berdasarkan Black Law’s Dictionary (1991) kontrak merupakan “An agreement between two
or more persons which creates an obligation to do or not to do a particular thing”. Istilah

16
kontrak menurut pakar hukum J.Satrio merupakan perjanjian antara pihak yang berkewajiban
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal. Tidak disangka bahwa setiap perhubungan bisnis
sudah pasti dimulai dengan sebuah perjanjian dalam bentuk kontrak. Sebagai contoh, pinjam-
meminjam dalam urusan bank, perjanjian pembangunan rumah/gedung/dll, perdagangan, dalam
hal pemberian jasa, sewa menyewa antara pihak, dagang/perniagaan, jual/beli/reparasi/dll
perkapalan, pemberian kredit maupun oleh bank atau individu, jual-beli hasil pertanian,
perusahaan mau itu kerja sama atau dengan pegawai, asuransi, dan lain-lainnya. Kontrak yang
juga disebut sebagai Contract (Inggris), dan Overeenkomst (Belanda) sering didefinisikan
dengan istilah perjanjian.
Kontrak merujuk kepada suatu pemikiran yang dilaksanakan dan menuntut para pihak untuk
melaksanakan suatu atau lebih prestasi yang memiliki keuntungan komersial bagi kedua belah
pihak. Kontrak juga dapat diartikan sebagai sebuah perbuatan atau peristiwa yang merupakan
kesepakatan antara pihak untuk melaksanakan/tidak melaksanakan suatu perbuatan, peristiwa
tersebut buatlah dalam bentuk tertulis dan ditandatangani, yaitu kontrak. Perjanjian maupun
kontrak bisnis pada dasarnya memiliki fungsi sebagai pengatur dan pelindung bisnis dari
permasalahan yang dapat muncul selama kontrak berlangsung. Pada saat yang sama mewujudkan
suasana bisnis yang aman dan adil bagi para pelaku bisnis.
Mengingat, berdasarkan Pasal 1320 Kitab UU Hukum Perdata terdapat 4 (empat) syarat
menentukan sahnya kontrak diantaranya:
a. Kesepakatan antara para pihak untuk mengikat diri terhadap kontrak (Pasal 1321
sampai 1328 KUHPerdata)
b. Subjek hukum yang cakap hukum untuk menjalani perbuatan hukum (Pasal 1329
sampai 1331 KUHPerdata)
c. Terdapat objek dalam pembuatan kontrak (Pasal 1332 sampai 1334 KUHPerdata)
d. Klausulnya yang tak bertentangan dengan ketertiban, kesusilaan maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1335 sampai 1337 KUH Perdata)

Dengan ini terdapat juga unsur-unsur kontrak yaitu :


a. Adanya Kesepakatan (Consensus)
b. Terdapat para pihak (Subjek Hukum)
c. Prestasi
d. Timbulnya suatu kewajiban
e. Objek perjanjiannya sendiri

Demikian, perjanjian-perjanjian yang memuat hubungan hukum antara perseorangan


adalah perjanjian yang berkaitan dengan harta benda. Kontrak menunjukkan suatu interaksi yang
mewujudkan akibat hukum antara subjek hukum dengan menimbulkan hak dan kewajiban.
Hukum kontrak adalah aturan hukum yang memiliki peran utama dalam hubungan berbisnis
maupun antara mereka yang menjalankan bisnis tersebut (pengusaha). Tidak ada kegiatan usaha
yang tidak berdasarkan kontrak. Oleh karena itu, ruang lingkup kontrak luas dalam hubungan
masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari timbulnya suatu hak dan kewajibannya dari tujuan
keinginan memperoleh keuntungan antara para penguasa saat menciptakan kepastian hukum
dalam berbisnis. Dengan demikian, hukum kontrak merupakan dasar dari suatu hubungan bisnis.
Peran penting lainnya dari hukum kontrak dalam kalang bisnis termasuk: sifat hukum
kontrak yang menekankan pada perseorangan, timbulnya peristiwa hukum sebagai akibat
hubungan hukum antara para pihak, hukum kontrak juga menunjuk hak kebendaan. Selain

17
timbulnya kewajiban terdapat juga hak yang hanya berlaku bagi pihak yang mengikat diri
dengan kontrak. Saat membuat suatu kontrak dengan kesepakatan antara pihak terpilih hukum
yang berlaku (sangat penting saat melaksanakan bisnis internasional). Keberadaan kontrak
memberi perlindungan hukum bagi para pihak agar tidak ada pihak yang dirugikan ataupun
merasa dirugikan dan terakhir. Dalam suatu kontrak dapat juga ditentukan jalur penyelesaian
sengketa antar pihak jika terjadi kemudian hari saat perjanjian berlangsung baik melalui melalui
litigasi maupun non litigasi.
Penanaman modal/investasi merupakan salah satu sumber utama kegiatan bisnis yang
membangun perekonomian Indonesia. Ini dikarenakan Penanaman modal merupakan segala
bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan nilai suatu usaha. Berdasarkan UU No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal, menyebut bahwa Penanaman Modal merupakan segala bentuk
kegiatan menanam modal, dalam atau luar negeri untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat kami menarik kesimpulan bahwa
terdapat dua model investor yaitu investor asing dan investor domestik. Terlihat dari aspek
pembiayaan investasi itu sendiri, dapat dibedakan apakah investasi tersebut bersumber dari
modal dalam negeri (PMDN) atau bersumber dari modal asing (PMA).
Sedangkan, investasi adalah ikatan antara pemodal beserta penerima modal. Hubungan tersebut
sangat sempit, dimana orang yang menanamkan modal adalah pemberi modal yang
menginvestasikan modalnya ke negara tujuan, wajib menerima kepastian hukum, perlindungan
hukum maupun rasa aman dari pihak penerima modal.
Investor domestik maupun investor asing melakukan penanaman modal dengan tujuan:
penanaman modal dapat meningkat pertumbuhan ekonomi nasional dan berkelanjutan dengan
menciptakan lapangan kerja yang baru dan meluaskan lapangan yang sudah ada. Penanaman
modal dapat meningkat kemampuan daya usaha nasional dan teknologi nasional. Ini dapat
pembangunan ekonomi kerakyataan dan mentransformasikan potensi ekonomi riil dengan
pendanaan dari investor lokal maupun asing. Pada saat yang sama membangun kemakmuran
rakyat. Para investor menanamkan investasi dengan harapan investasi tersebut dapat diolah
dengan agar mencapai tujuan-tujuannya tanpa adanya kendala baik dari pemerintahan maupun
masyarakat sekitar. Namun tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu persoalan, khususnya
antara pemberi dan menerima modal maupun dengan pihak pemerintah. Misalnya, terdapat
investor yang merasa ketidaksesuaian saat menerima keuntungannya dari pihak penerima modal.
Ketidaksesuaian tersebut dapat dilihat melalui perjanjian yang telah dibuat dan disepakati.
Masalah-masalah sebagai berikut jika tidak segera diatasi, dapat menimbulkan konflik besar.
Atau mungkin, pihak pemerintah mencabut izin investasi walaupun jangka waktu izin
investasinya belum habis. Ini dapat memicu perselisihan antara para investor dan pemerintah
yang dapat timbul sewaktu-waktu.

2. Perselisihan Melaksanakan Penanaman Modal Sesuai Kontrak

Penanaman modal (investasi) terpengaruh dari banyaknya bagian dalam penerapannya.


Kemudahan melakukan investasi adalah bagian yang menarik minat bagi para pemilik modal
dalam menjalankan investasinya. Bertambah mudahnya pelaksanaan investasi, semakin mudah
dan banyak juga para investor melakukan perluasan investasinya. Dalam melaksanakan
penanaman modal, saat ini seringkali terjadi permasalahan dalam penanaman modal di Indonesia
yang dapat memicu terjadinya perselisihan. Perizinan adalah hambatan utama yang membuat
para investor harus berkali-kali berfikir jika ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Perizinan

18
didefinisikan sebagai salah satu sistem pelaksana fungsi pengaturan dan sifatnya pengendali
yang dipegang Pemerintah akan aktivitas yang dijalankan oleh masyarakat.
Selain itu dalam perizinan juga memerlukan proses yang berjangka panjang, waktu yang
tidak sedikit serta pembayaran pajak yang tidak resmi. Peraturan izin investasi di Indonesia yang
berprosedur perizinan berbelit-belit dan berlapis, lama-lama investasi di Indonesia tersebut terasa
tidak berhasil meskipun segenap lembaga telah menginformasikan sistem pelayanan izin yang
yang baru dari unit pelayanan satu atap yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) yakni Keputusan Presiden (Keppres) No. 29 Tahun 2004 mengenai pelayanan
satu atap bagi perizinan investasi dalam dan luar negeri. Selain itu menurut Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), sekurang-kurangnya terdapat lima masalah yang terjadi pada para
investor jika berinvestasi di Indonesia sehingga dapat menghasilkan ketertarikan investasi ke
Indonesia turun. Lima masalah tersebut yaitu aturan yang rumit, sulitnya akuisisi lahan,
infrastruktur negara, polis pajak dan insentif non fiskal yang masih perlu dikembangkan agar
dapat mendukung investasi dan tenaga kerja yang sepenuhnya belum layak.
Lemahnya koordinasi antar lembaga dan permasalahan lain terkait dengan investasi membuat
menurunnya minat investor datang ke Indonesia. Dalam 5 tahun terakhir penanaman modal yang
masuk ke Indonesia hanya sedikit, serta realisasi investasi mengalami perlambatan dibandingkan
Vietnam yang tercatat memiliki penanam modal asing tertinggi. Maka tidak heran jika investor
banyak beralih menanamkan modalnya ke negara-negara lain seperti halnya lebih memilih ke
Vietnam daripada di Indonesia dikarenakan upah tenaga kerja, harga sewa kantor, dan pajak
penghasilan (PPh) badan usaha disana lebih murah dibanding lokal. Kaplinsky mengemukakan
investasi asing dibutuhkan dalam melanjutkan pertumbuhan dan pembangunan negara yang
kemudian pendapat tersebut didukung juga oleh Adi Harsono dan rekan-rekannya yang
menguraikan keuntungan dari adanya investasi asing dalam bentuk modal kerja, keahlian, devisa,
tidak melahirkan hutang baru, lowongan kerja, meningkatkan ekspor, mendapat pajak tambahan
dan sebagainya.
Pelaksanaan penanaman modal di Indonesia memang tidak dapat dipungkiri bahwa sudah
banyak sekali investor yang masuk. Catatan dalam realisasi investasi penanaman modal asing
(PMA) berdasarkan lokasi periode Juli - September (Triwulan III) tahun 2021, investasi yang
masuk dan tersebar ke berbagai Indonesia yakni 7.071,6 US$ Juta dan 20.656 proyek. Namun
dalam pelaksanaannya seringkali terdapat permasalahan. Pelanggaran kontrak kerjasama yang
dilaksanakan investor asing yang bersifat teknis operasional diantaranya adalah ahli teknologi
terhenti, tingkat ketangkasan tenaga kerja nasional terhambat, administrasi (manajemen) yang
terlalu individu dalam penerapannya sehingga berakibat hukum, pun juga investor asing dapat
melakukan pengambilan keuntungan dari praktek-praktek yang tidak sewajarnya yakni transfer
yang tak berwujud, pajak yang diseludup dan penguasaan pasar monopoli atau pertimbangan dari
kedua pihak, bagi keuntungan serta manajemen kerja. Permasalahan tersebut berpeluang besar
dapat menyebabkan sengketa antara investor dengan negara. Menurut Handri Raharjo akibat
perselisihan tersebut dapat terjadi penuntutan pemenuhan perikatan, pemutusan perikatan atau
perikatan tersebut bersifat timbal-balik, ganti rugi, pemenuhan perikatan disertai ganti rugi dan
penuntutan pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi. Menurut Richard L.Abel
penyelesaian perselisihan merupakan penjelasan umum mengenai tuntutan yang tidak konsisten
kepada suatu hal yang berguna. Guna mengantisipasi terjadinya sengketa antar kedua belah
pihak, Indonesia meratifikasi aturan Convention on The Settlement of Dispute dengan
menjadikannya sebagai UU No. 5 Tahun 1968. Dalam permasalahan mengenai penanaman
modal antara investor asing dengan negara atau warga negaranya maka penyelesaiannya dapat

19
diselesaikan melalui lembaga arbitrase. Walaupun aturan yang baru sudah diatur ketentuannya,
akan tetapi diatur juga aturan tersebut yang mengatur urusan arbitrase yakni UU No. 30 Tahun
1999.

3. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing Melalui Arbitrase dan Alternatif


Penyelesaian Sengketa

Perselisihan/Sengketa sering kali terjadi dalam kegiatan bisnis antara pihak nasional dan
pihak penanam modal asing selama berjalannya/berlangsungnya kontrak. Akan tetapi setiap
perselisihan harus dapat diselesaikan. Penyelesaian sengketa bisnis pada intinya diselesaikan
melalui jalur litigasi yaitu persidangan yang dimulai dengan mengajukan surat gugatan yang
diakhiri dengan putusan hakim. Selain proses litigasi terdapat pula penyelesaian sengketa melalui
jalur non litigasi. Jalur non litigasi tersebut dapat menggunakan metode lembaga alternatif
penyelesaian sengketa. Di Indonesia, terdapat dua macam jalur non litigasi, yaitu Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagaimana telah di uraikan dalam UU No. 30 Tahun 1999
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS).
Dalam terjadinya persoalan antar pihak nasional dan asing di bidang penanaman modal,
Indonesia telah meratifikasi Internasional Convention on The Settlement of Dispute (ICSID)
melalui UU No. 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian perselisihan antara negara dan warga negara
asing mengenai penanaman modal. Adanya peraturan pemerintah Indonesia mengenai
penyelesaian sengketa penanaman modal asing dikukuhkan dengan disahkannya Konvensi Bank
Dunia dengan UU Republik Indonesia No. 5 Tahun 1958 lalu tahun 1981 dan Ketetapan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 1990. Bentuk dan sifat teknis peradilan
biasanya mengarah pada penyelesaian sengketa yang berlarut-larut, yang membutuhkan waktu
lama. Berdasarkan Pasal 32 UU No. 25 Thn 2007 tentang Penanaman Modal, dalam hal
menyelesaikan sengketa pada penanaman modal, para pihak terlebih dahulu harus mencoba
untuk menyelesaikan masalah melalui musyawarah dan mufakat. Jika para pihak tidak sampai
pada suatu titik temu maka penyelesaian sengketa tersebut akan dilanjutkan ke jalur arbitrase
atau alternatif penyelesaian sengketa. Jika jalur non litigasi pun gagal maka para pihak dapat
membawa kasus tersebut ke muka pengadilan. Khusus bagi sengketa antara pemerintah dan
penanam modal dalam negeri, dapat menggunakan jalur arbitrase maupun pengadilan. Dan bagi
perselisihan antara pemerintah dengan penanam modal asing, dapat menggunakan Arbitrase
Internasional yang telah disepakati.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Arbitrase
merupakan upaya penyelesaian masalah atau sengketa perdata diluar pengadilan umum yang
didasari atas perjanjian tertulis yang telah disepakati para pihak. Di Indonesia, badan hukum
Arbitrase dikenal sebagai Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Badan Arbitrase Nasional Indonesia sebagai lembaga independen menyediakan berbagai layanan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Minat menggunakan BANI melonjak sejak
diundangkan UU Arbitrase. Perkembangan ini sejalan dengan era globalisasi, dimana para
pengusaha lebih memilih dalam menggunakan jalur non litigasi demi menyelesaikan perselisihan
bisnis. Arbitrase mengikuti prinsip win-win solution, tanpa melakukan sistem banding atau
kasasi, selain itu Arbitrase juga cepat, efisien dan lengkap. Dibandingkan dengan kecepatan
BANI, biaya yang ditawarkan relatif terjangkau. Keuntungan lainnya adalah bahwa arbitrase
bersifat final dan mengikat. Arbitrase juga menganut sifat kerahasiaan di mana proses
persidangan dan putusannya tidak terpublikasikan. Para pihak diberi kebebasan untuk memilih

20
arbiter yang telah berpengalaman dalam masalah yang disengketakan. Putusan BANI negara
asing dapat dilaksanakan di Indonesia jika melibatkan perusahaan asing, demikian pula, putusan
arbitrase Indonesia dapat dilaksanakan di luar negeri jika melibat perusahaan asing. Hal tersebut
dikenal dengan asas timbal balik.
Penyelesaian sengketa penanaman modal asing dapat diselesaikan melalui arbitrase
internasional yaitu ICSID (International Center for Settlement of Investment Dispute). ICSID
dapat menyelesaikan perselisihan antar pemodal asing yang melakukan sengketa dengan negara
selaku penerima modal. Sebagai contoh terdapat kasus Churchill Mining Plc dimana terdapat
penanaman modal asing pada bidang pertambangan Indonesia yang sedang menggugat negara RI
ke lembaga ICSID. Selain Arbitrase ICSID terdapat Arbitrase ICC (International Chamber of
Commerce) sebagai Lembaga penyelesaian sengketa alternatif. Indonesia sebagai salah satu
negara yang telah meratifikasi New York Convention on Recognition and enforcement of
Foreign Arbitral Award of 1958 dapat pula menyelesaikan permasalahan penanaman modal
melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
harus didasarkan atas kontrak bisnis dimana terumus klausul penggunaan arbitrase sebagai jalur
menyelesaikan perselisihan (Pasal 9 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999). Contoh klausul arbitrase
dalam suatu perjanjian adalah sebagai berikut :
Jika pada kemudian hari terjadi suatu sengketa dari perjanjian yang telah dibuat maka
perselisihan tersebut wajib melalui proses penyelesaian oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia
atau disingkat BANI sesuai peraturan maupun prosedur yang telah disiapkan oleh lembaga
BANI. Putusan yang akan diambil oleh BANI merupakan putusan yang final dan mengikat bagi
para pihak.
Sebagaimana tercantum pada Pasal 59 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999, putusan arbitrase
harus didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri dalam kurun waktu 30 hari terhitung dari
putusan diucapkan. Putusan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap dan merupakan putusan
final (Pasal 60 ayat (1)).
Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999, prosedur yang disepakti oleh para pihak dapat
disebut sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) yang berkedudukan sebagai lembaga
penyelesaian sengketa jalur non litigasi (Pasal 1 angka 10 UU 30/1999) :

Konsultasi

Pertemuan antara pihak berselisih dan pihak konsultan dengan sifat personal. Konsultan
tersebut memberi pendapat (hukum) berdasarkan pengetahuannya sebagaimana diperlukan dan
dibutuhkan oleh kliennya. Peran konsultan dalam menyelesaikan sengketa tidak dominan,
putusan akhir tetap akan diambil secara mandiri oleh pihak berselisih. Ini dikarenakan saran
konsultan tidak bersifat mengikat secara hukum dan dapat diabaikan oleh para pihak/klien.

Negosiasi

“Process of submission and consideration of offers until an acceptable offer is made and
accepted”, Henry Campbell Black. Dengan adanya negosiasi, pihak yang bersengketa dapat
menjalankan proses dimana pendalaman kembali hak dan kewajiban masing-masing pihak yang

21
akan menguntungkan dan memberi kelonggaran atas hak-hak yang dimiliki berdasarkan asas
timbal balik. Hasil negosiasi tersebut kemudian dituliskan dan ditandatangani oleh kedua pihak
untuk dilaksanakan. Akan tetapi proses negosiasi tidak merupakan upaya yang paling tepat untuk
menyelesaikan suatu masalah. Ini dikarenakan kedudukan para pihak tidak seimbang, dimana
sering kali terjadi penekanan terhadap pihak yang lemah. Proses tersebut dapat memakan banyak
waktu karena sifat keras para pihak atas pendiriannya.

Mediasi

Mediasi merupakan kehadiran pihak ketiga sebagai fasilitator dalam penyelesaian


sengketa yang dikenal sebagai mediator. Mediator tersebut tidak bersifat memihak dan netral
terhadap para pihak yang berselisih. Menurut M. Marwan dan Jimmy P, mediasi merupakan
penyelesaian yang menghadirkan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengekta dengan solusi
damai. Mediasi hendak untuk mencapai suatu kesepakatan secara sukarela. Pada umumnya
seorang mediator memiliki tugas untuk mengarahkan para pihak yang sedang bersengketa dalam
proses penyelesaian perselisihan yang dihadapi dengan mengambil keputusan. Seorang mediator
tidak dapat memaksa, namun berkewajiban mengarahkan para pihak untuk bertemu dengan
kondisi yang kondusif demi terciptanya kompromi dengan hasil yang saling menguntungkan.

Konsiliasi

Henry Campbell Black, mengartikan konsiliasi sebagai: “The adjustment and settlement
of a dispute in a friendly, un-antagonistic manner”. Komisi konsiliasi/konsiliator sebagai pihak
ketiga secara aktif mempertemukan pihak yang berperkara dalam rangka memenuhi titik damai
serta memberi solusi.

Penilaian Ahli

Pendapat yang diberikan kepada para pihak yang bersengketa oleh seseorang yang
memiliki keahlian dalam bidang permasalahan tersebut merupakan Penilaian Ahli. Pada jalur
litigasi, Penilaian ahli berfungsi sebagai pengarahan dalam pencarian solusi terhadap pokok
sengketa. Berdasarkan UU No. 8 tahun 1981 penilaian ahli juga dikenal sebagai keterangan ahli
yang diberi oleh saksi ahli (Pasal 1 angka 28).

BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanam modal asing yang ingin berinvestasi harus memenuhi ketentuan serta mekanisme
yang diatur oleh hukum Indonesia. Ketentuan/mekanisme penanaman modal asing di Indonesia
termasuk, jumlah minimal modal yang dapat di tanam, bidang yang dapat menerima penanam modal
asing, penanam modal langsung hari mendirikan PT terlebih dahulu, berbagai ketentuan dan
persyaratan mengenai tenaga kerja asing bekerja di Indonesia, pengalihan saham kepada Warga

22
Negara Indonesia, dan Persyaratan Perizinan. Jika seluruh ketentuan serta mekanisme tersebut telah
terpenuhi maka penanam modal asing dapat melaksanakan menanamkan modalnya di Indonesia.
Pasal 32 UU No. 25 Tahun 2007 mengatur mengenai penyelesaian sengketa di bidang penanaman
modal yang dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat, proses litigasi, arbitrase dan melalui
alternative dispute resolution termasuk : konsiliasi, negosiasi, mediasi, konsultasi dan penilaian ahli.
Sengketa yang terjadi antara Penanam modal asing dan Pemerintah Negara Indonesia dapat memilih
Arbitrase Internasional ICSID ataupun ICC sebagai lembaga penyelesaian sengketa. Berdasarkan
Pasal tersebut dapat kami menerangkan bahwa musyawarah mufakat dapat menjadi upaya
penyelesaian sengketa penanaman modal antara pemerintah dan penanam modal. Apabila
musyawarah mufakat gagal, maka dapat dialihkan ke jalur litigasi atau arbitrase maupun alternatif
penyelesaian sengketa. Sedangkan untuk sengketa antar pemerintah dengan penanam modal asing
maka jika musyawarah dan mufakat tidak tercapai maka penyelesaian sengketa dialihkan ke lembaga
arbitrase internasional (ICSID).

Saran
Penulis menyarankan alangkah baiknya jika para investor asing dan nasional melakukan
penyelesaian sengketa dengan menempuh jalur non litigasi yaitu APS karena diyakini sebagai lebih
hemat, mudah dan murah, alternatif tersebut juga mendapat hasil yang konkret dari dua pihak
dimana hasilnya yakni saling menguntungkan, daripada dengan jalur litigasi yang hasilnya sulit
dieksekusi.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nina Nurani. Januari 2012. HUKUM BISNIS. Bandung. CV. Insan Mandiri Farida
Penyelesaian perselisihan penanaman modal bisnis asing dengan pemerintah melalui Arbitase dan
Alternatif penyelesaian sengketa . (2022). Serina IV, 10 .

umbu, R. (n.d.). Makalaj Penyelesaian Sengketa Bisnis. Retrieved from Scribd.com:


https://id.scribd.com/document/375690864/Makalah-Penyelesaian-Sengketa-Bisnis

23
24

Anda mungkin juga menyukai