Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI


LITIGASI DAN NON-LITIGASI
Dosen Pengajar: Dikha Anugrah, S.H., M.H.

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis


Disusun oleh:
Kelompok 6
1. Kevin Nur Wulandari (20220610070)
2. Notia Septiyani (20220610028)
3. Suci Dwi Frisilia (20220610098)
4. Tita Tri Lestari (20220610135)
5. Wulan Salma Hana (20220610045)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KUNINGAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberi petunjuk dan melancarkan penulisan
Makalah yang berjudul “Analisis penyelesaian sengketa bisnis melalui litigasi dan non litigasi” ini.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum bisnis. Dengan selesainya
makalah ini kami berterimakasih tak terhingga kepada Ibu Dikha Anugrah, S.H., M.H. selaku dosen
yang menugaskan makalah tersebut. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memotivasi juga memberikan dorongan dengan segala macam bentuk perbuatan yang memang
tidak bisa digambarkan dengan sebuah kata - kata.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi khalayak ramai dan dapat berkontribusi
guna menambah wawasan mengenai analisis penyelesaian sengketa bisnis melalui litigasi dan non
litigasi. Seperti kata pepatah ‘tidak ada gading yang tak retak’, kami sebagai penulis menyadari bahwa
makalah ini masih belum sempurna. Namun demikian, kami telah berupaya yang terbaik untuk
menyelesaikan makalah ini. Untuk itu, dengan kerendahan hati kami mengharapkan saran dan kritik
pembaca yang membangun demi penyempurnaan makalah ini dan agar menjadi pelajaran di
kemudian hari.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat dipahami dan berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Demikian yang dapat kami sampaikan. Sekali lagi, semoga makalah ini bias
bermanfaat dan jangan lupa ajukan kritik dan saran dari pembaca.

02 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
2.1. Penyelesaian Sengketa Bisnis.........................................................................................2
2.2 Kasus Litigasi..................................................................................................................4
2.3 Kasus Non-Litigasi..........................................................................................................5
2.4 Efektifitas Penyelesaian Sengketa Bisnis........................................................................7
BAB III.....................................................................................................................................10
PENUTUP................................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................10
3.2 Saran..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melihat kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari tidak mungkin dihindari
terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menutut
pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Makin banyak dan luas kegiatan perdagangan frekuensi
terjadi sengketa makin tinggi. Ini berarti makin banyak sengketa yang harus diselesaikan.
Membiarkan sengketa dagang terlambat diselesaikan akan mengakibatkan perkembangan
pembangunan tidak efisien, produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami kemandulan dan biaya
produksi meningkat. Konsumen adalah pihak yang paling dirugikan, disamping itu peningkatan
kesejahteraan dan kemajuan sosial kaum pekerja juga terhambat Kalaupun akhirnya hubungan bisnis
ternyata menimbulkan sengketa di antara para pihak yang terlibat, peranan penasihat hukum dalam
menyelsaikan sengketa itu dihadapkan pada alternative.
Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secara litigasi atau penyelesaian
senngketa dimuka pengadilan. Dalam keadaan demikian, posisi para pihak yang bersengketa sangat
antagonistis (saling berlawanan satu sama lain). Penyelesaian sengketa bisnis model ini tidak
direkomendasikan. Kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu semata-mata sebagai jalan terakhir
(ultimatum remedium) setelah alternatif lain seperti non litigasi dinilai tidak membuahkan hasil.
Proses penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu yang lama mengakibatkan perusahaan atau
para pihak yang bersengketa mengalami ketidakpastian. Cara penyelesaian seperti itu tidak diterima
dunia bisnis melalui lembaga peradilan tidak selalu menguntungkan secara adil bagi kepentingan para
pihak yang bersengketa. Sehubungan dengan itu perlu dicari dan dipikirkan cara dan sistem
penyelesaian sengketa yang cepat, efektif dan efisien. Untuk itu harus dibina dan diwujudkan suatu
sistem penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju perkembangan perekonomian
dan perdagangan di masa datang.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dapat dipaparkansesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan
adalah:
1. Bagaimana penyelesaian sengketa bisnis?
2. Adakah kasus sengketa bisnis yang penyelesaiannya dilakukan secara litigasi?
3. Adakah kasus sengketa bisnis yang penyelesaiannya dilakukan secara nonlitigasi?
4. Dalam penyelesaian sengketa bisnis, apakah lebih efektifitas menggunakan cara litigasi atau
nonlitigasi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Mengetahui mengenai penyelesaian sengketa bisnis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
litigasi dan non litigasi
2. Mengetahui mengenai kasus secara litigasi
3. Mengetahui mengenai kasus secara nonlitigasi
4. Mengetahui apakah efektifitas penyelesaian secara litigasi atau nonlitigasi

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Penyelesaian Sengketa Bisnis
A. Litigasi
Penyelesaian melalui Litigasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan.
Penyelesaian sengketa dengan cara ini merupakan sarana akhir (ultimum remedium) setelah alternatif
penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Proses penyelesaian ini akan melibatkan aktifitas
pengumpulan informasi mengenai sebuah perkara agar hakim bisa mendapatkan gambaran lengkap
mengenai permasalahan yang ada untuk membuat keputusan. Nantinya, hasil akhir dari litigasi
memiliki kekuatan hukum yang mengikat pihak-pihak yang terkait dalam perkara tersebut.
Sebagai proses penyelesaian sengketa yang dilakukan di pengadilan, litigasi harus melewati
beberapa prosedur. Proses pertamanya adalah pendaftaran perkara ke pihak kejaksaan.Untuk perkara
perdata, kuasa hukumlah yang akan mengajukan gugatan kepada ketua pengadilan. Sedangkan untuk
perkara pidana, pihak kejaksaan yang akan melakukan tugas ini. Selanjutnya, ada biaya perkara yang
harus dibayarkan oleh pihak penggugat. Perkara pidana biasanya sudah dibiayai oleh pemerintahan.
Sedangkan biaya untuk perkara perdata dibebankan kepada pihak penggugat.
Setelah seluruh proses administrasi selesai, seluruh pihak harus menunggu panggilan sidang.
Pada umumnya, sebelum proses sidang, akan diadakan mediasi antara seluruh pihak yang terlibat
dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara tanpa harus melalui persidangan di pengadilan. Namun,
jika jalan keluar tidak ditemukan, kasus akan tetap lanjut ke pengadilan sampai pada sidang putusan.
B. Non-Litigasi
Penyelesaian melalui non-Litigasi ialah penyelesaian sengketa yang dilakukan menggunakan
cara-cara yang ada diluar pengadilan atau menggunakan lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Di
Indonesia, penyelesaian non litigasi ada dua macam, yakni Abritase dan alternatif Penyelesaian
Sengketa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Abritase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (UU AAPS).
1. Arbitrase
Secara bahasa, Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu perkara berdasarkan kebijaksanaan. Arbitrase merupakan penyerahan sengketa
secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral, yaitu individu atau arbitrase sementara (adhoc).
Menurut Abdul Kadir, arbitrase adalah penyerahan sukarela suatu sengketa kepada seorang yang
berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu perjanjian bahwa suatu keputusan arbiter akan final
dan mengikat.
Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa.
Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa arbitrase adalah perjanjian perdata yang
dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka yang diputuskan
oleh pihak ketiga yang disebut arbiter yang ditunjuk secara bersama-sama oleh para pihak yang
bersengketa dan para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter.
Bagaimana para pihak dapat menyelesaikan sengketanya pada lembaga arbitrase?
Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase harus terlebih didahului dengan kesepakatan para
pihak secara tertulis untuk melakukan penyelesaian menggunakan lembaga arbitrase. Para pihak

1
menyepakati dan mengikat diri untuk menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase
sebelum terjadi perselisihan yang nyata dengan menambahkan klausul pada perjanjian pokok. Namun
apabila para pihak belum memasukkannya pada kkalusul perjanjian pokok, para pihak dapat
melakukan kesepakatan apabila sengketa telah terjadi dengan menggunakan akta kompromis yang
ditandatangani kedua belah pihak dan disaksikan oleh Notaris.
Penyelesaian sengketa dengan menggunkan lembaga arbitrase akan menghasilkan Putusan
Arbitrase. Menurut undang-undang nomor 30 tahun 1999, arbiter atau majelis arbitrase untuk segera
menjatuhkan putusan arbitrase selambat-lambatnya 30 hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan
sengketa oleh arbiter. Jika didalam putusan yang dijatuhkan tersebut terdapat kesalahan administratif,
para pihak dalam waktu 14 hari terhitung sejak putusan dijatuhkan diberikan hak untuk meminta
dilakukannya koreksi atas putusan tersebut. Putusan arbitrase merupakan putusan pada tingkat akhir
(final) dan langsung mengikat para pihak. Putusan arbitrase dapat dilaksanakan setelah putusan
tersebut didaftarkan arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri. Setelah didaftarkan, ketua
pengadilan negeri diberikan waktu 30 hari untuk memberikan perintah pelaksanaan putusan arbitrase.
2. Alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution (ADR)
Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan
berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa
ataupun dengan bantuan para pihak ketuga yang netral. Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 angka 10, alternatif
penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur
yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Penyelesaian sengketa melalui ADR mempunyai keungulan-keunggulan dibandingkan
dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, diantaranya ialah adanya sifat kesukarelaan dalam
proses karena tidak adanya unsur pemaksaan, prosedur yang cepat, keputusannya bersifat non
judicial, prosedur rahasia, fleksibilitas dalam menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat
waktu dan hemat biaya, tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan dan pemeliharaan
hubungan kerja.
Lembaga alternatif penyelesaian sengketa dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya ialah
sebagai berikut:
a. Konsultan
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang
disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan
pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran
dari konsultan dalam penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan pendapat
(hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai
penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak
konsultan diberi kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang
dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
b. Negosiasi
Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiksusikan
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
negosiasi diartikan sebagai penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-
pihak yang bersengketa.
Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan
kembali akan hak dan kewajiban para pihak yang bersengketa dengan suatu situasi yang sama-sama
menguntungkan, dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan
pada asas timbal balik. Kesepakatan yang telah dicapai kemudian dituangkan secara tertulis untuk
ditandatangani dan dilaksanakan oleh para pihak.
c. Mediasi

2
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga (mediator) yang dapat
diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan
secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. Menurut Rachmadi Usman, mediasi
adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak
ketiga (mediator) yang bersikap netral dan tidak berpihak kepada pihak-pihak yang bersengketa serta
diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.
d. Konsiliasi
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan
(komisi konsiliasi) sebagai penegah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan atau memberi
fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai.
Konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.

Lalu apa perbedaan antara Arbitrasi, mediasi dan konsiliasi? Arbitrasi adalah penyelesaian
dengan menggunakan bantuan pihak ketiga (arbiter), dimana para pihak menyatakan akan menaati
putusan yang diambil oleh arbiter. Sedangkan mediasi juga menggunakan bantuan dari pihak ketiga
(mediator), namun mediator hanya bertugas menjembatani para pihak tanpa memberikan pendapat-
pendapat mengenai penyelesaian sengketa. Meskipun sama-sama menggunakan bantuan dari pihak
ketiga (konsiliator), namun untuk konsiliasi bersifat lebih formal dari pada mediasi. Konsiliator dapat
memberikan pendapat-pendapat kepada para pihak terhadap masalah yang diperselisihkan, namun
pendapat tersebut tidak mengikat para pihak.

2.2 Kasus Litigasi


Kasus litigasi di Indonesia yang akhir – akhir ini disoroti oleh publik salah satunya adalah
kasus sengketa merek dagang antara MS Glow dan PS Glow. MS Glow dan PS Glow adalah sebuah
produk skincare dan kosmetik. Dalam penelusuran finance.detik.com dikatakan bahwa MS Glow
didirikan lebih awal yaitu pada tahun 2013 dibawah CV Cantik Skincare. Kemudian pada tahun 2018
barulah produk MS Glow diproduksi sendiri dibawah PT Kosmetika Global Indonesia. MS Glow ini
dimiliki oleh Shandy Purnamasari yang dimana ia adalah istri dari juragan 99 yang bernama Gilang
Widya Permana
Pada tahun 2021 Septia Siregar selaku istri dari Putra Siregar membuat produk Bernama PS
Glow / PStore Glow. Dalam laman web tribunstyle.com mengatakan bahwa sebelum produksi PS
Glow pada bulan Mei 2021, pihaknya mendaftarkan merek dari PS Glow ke Dirjen HAKI untuk
mendapatkan pengesahan sebagai merek kosmetik. Sembari menunggu hasil pengesahan, tim PS
Glow mulai menggencarkan iklan mengenai produk yang akan dilaunching oleh PS Glow di sosial
media.
Gencarnya iklan mengenai produk tersebut sehingga menuai kontroversi karena PS Glow
dinilai plagiat terhadap produk MS Glow. Sehingga Sandy Purnamasari selaku owner MS Glow pun
tidak terima dan meminta upaya mediasi terhadap pihak PS Glow yakni Septia Siregar dan Putra
Siregar. Setelah dilakukannya mediasi sebanyak 2 kali dan tidak menemukan kesepakatan. Pihak
Putra Siregar sebetulnya sudah menawarkan penghentian produksi, menarik barang yang beredar,
mengganti warna produk, dan tidak keberatan menyerahkan merek PS Glow. Hanya saja pihak PS
Glow tidak sanggup memenuhi syarat uang damai sebesar Rp 60 Milyar. Karena
ketidaksanggupannya pihak PS Glow mengakibatkan Pelaporan di Bareskrim Polri pada Agustus
2021 oleh Shandy Purnamasari. Shandy Purnamasari melaporkan Putra Siregar selaku pemilik PS
Glow dengan kasus dugaan penipuan dan penjiplakan merek dagang. Dalam TribunStyle.com
mengatakan bahwa akhirnya, HAKI dari PS Store Glow pun keluar. Karena dianggap bahwa merek
PS Store Glow ini tidak sama dengan Ms Glow, maka Bareskrim Polri menghentikan kasus
penyidikan ini dan sudah SP3. SP3 ini adalah Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan karena
alat bukti kurang kuat. HAKI ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada
tanggal 20 Desember 2021.

3
Pada laman web idn times mengatakan bahwa MS Glow menggugat PS Glow di Pengadilan
Niaga Medan (PN Medan). Shandy Purnamasari menggugat PS Glow pada 15 Maret 2022 terkait
sengketa merek dagang. Setelah pihak MS Glow menggugat, akhirnya pada tanggal 12 April 2022
pihak PS Glow yaitu Septia Siregar menggugat Kembali pihak MS Glow di Pengadilan Niaga
Surabaya (PN Surabaya). Pada tanggal 13 Juni 2022 MS Glow memenangkan gugatan tersebut.
Majelis hakim mengatakan bahwa MS Glow memiliki hak eksekutif untuk menggunakan hak merek
dagang tersebut. Majelis Hakim juga memutuskan bahwa pendaftaran PS Glow dilandasi itikad tidak
baik dan tidak jujur karena telah meniru dan menjiplak. PN Medan membatalkan merk PS Glow serta
mewajibkan tergugat membayar perkara sebesar Rp 4.126.000.
Kelanjutan mengenai gugatan PS Glow di PN Surabaya akhirnya pada tanggal 12 Juli 2022
majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan PS Glow dan menyatakan bahwa PT PStore Glow dan
merek dagang PS Glow yang terdaftar pada direktorat jenderal kekayaan intelektual untuk jenis
golongan barang atau jasa kelas 3 kosmetik. Majelis hakim juga menyatakan bahwa tergugat tanpa
hak dan melawan hukum menggunakan merek dagang MS Glow yang memiliki kesamaan pokok
merek dagang MS Glow dan PS Glow. Tergugat diminta membayar ganti rugi Rp 37 Milyar lebih.
Karena dalam pengadilan ini PS Glow menang, pihak MS Glow melakukan kasasi sebagaimana yang
dilampirkan dalam berita tribunnews.com bahwa "Atas keputusan PN Surabaya ini, kami
mengajukan upaya hukum kasasi ke MA karena merek adalah kekayaan intelektual yang perlu
dihargai dan dilindungi untuk mendukung iklim bisnis yang sehat," ujar Arman Hanis selaku kuasa
hukum pihak MS Glow.
Kemenangan PS Glow dalam sidang di PN Surabaya mengakibatkan kegaduhan netizen di
media sosial karena dianggap tidak adil. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa produk MS Glow
lebih dahulu diproduksi dan beredar. Akibat kegaduhan netizen di media sosial sehingga Septia
Siregar mengunggah klarifikasinya di media sosial. Idntimes.com menuliskan bahwa dalam video
tersebut, istri dari Putra Siregar ini menceritakan kronologi lengkap dari sudut pandang pihaknya. Di
sisi lain, Septia juga menyoroti keanehan dalam merek MS Glow yang terdaftar di Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI) merupakan produk minuman serbuk. Pihaknya juga menemukan jika MS Glow
yang memproduksi kosmetik terdaftar dengan nama merek MS GLOW FOR CANTIK SKINCARE.
Selanjutnya, Septia juga menunjukkan bahwa pengajuan merek MS Glow pada tahun 2017 tersebut
ditolak. Padahal, merek MS Glow ini yang digunakan untuk beroperasi dan mendaftar BPOM.
Meniru brand dari segi nama hingga design kemasan memang tidaklah etis dan sama sekali
tidak menghargai karakter sebuah brand yang lebih dulu ada. Namun tidak mendaftarkan merek
dagang sesuai dengan apa yang diproduksi dan dipasarkan adalah kekeliruan yang fatal. Terlena
dengan popularitas produk di pasaran tanpa memiliki landasan merek dagang yang sesuai adalah
sebuah kekhilafan yang seharusnya dibenahi sejak awal pendirian usaha.

2.3 Kasus Non-Litigasi


Kasus non litigasi yang terjadi di Indonesia salah satu nya yaitu masalah yang terjadi di
daerah Ciledug, Tanggerang Banten terkait pemblokadean bangunan. Dalam kasus ini metode yang
digunakan adalah metode Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Metode Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang dipakai dalam kasus Di Jalan Kavling Brebes, Ciledug, Kota Tangerang, Banten
tentang pembangunan pagar beton dengan tinggi1,74 m yang menutupi akses jalan rumah milik H.
munir menggunakan mediasi. Mediasi itu sendiri adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator yaitu dari
pihak kepala desa setepat.
Sengketa ini berawal dari pelelangan suatu bangunan beserta tanah. Diatur dalam Pasal 33
ayat (3) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyebutkan pada dasarnya, bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sehingga atas penguasaan dari negara memberi wewenang seperti
untuk mengatur serta menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,
air dan ruang angkasa tersebut.
Sengketa ini bermula dari tahun 2019 dimulai dengan pembuatan pagar beton setinggi 1,75 m
dengan panjang kurang lebih 300-meter yang dilakukan oleh pihak dari ahli waris dengan tujuan

4
untuk menutup akses jalan dari pemilik rumah yang saat ini sedang ditempati dengan lahan 1080 m.
Sebelumnya ada sengeketa antara ahli waris terdahulu dengan pemilik tanah. Dari pihak pemilik
bangunan pun kesulitan melakukan aktivitas dikarenakan akses keluar masuk di halangi oleh pagar
beton tinggi setinggi 1.75 m. Segala upaya telah dilakukan oleh keluarga H. Munir dan masyarakat
sekitar untuk menyelesaikan kasus sengketa atas pagar beton setinggi 1.75 m oleh pemilik ahli waris
sebelumnya. Jika keluarga H. Munir dan masyarakat ingin keluar mereka harus melompati dua pagar
beton di depan rumah. Namun, jika tidak ingin susah, lewat jalan kuburan. Tidak ada pilihan yang
mudah, derita ini terpaksa dialaminya sendiri. Tetapi melewati jalan kuburan sangat lah tidak layak
karena hanya muat di lewati pejalan kaki, motor pun tidak bisa lewat dijalan alternatif ini. Keluarga
H. Munir dan masyarakat sekitar telah melaporkan pada pemerintahan atas kasus sengketa tanah atas
pembuatan pagar beton setinggi 1.75m tetapi tidak ada balasan dari pihak ahli waris terdahulu yang
saat ini Harry mulya sebagai ahli warisnya. Padahal sudah sering di kirimi surat pemanggilan oleh
aparat setempat tetapi Harry mulya selalu mangkir dari panggilan. Syarifudin selaku Camat di daerah
Ciledug juga memaparkan bahwa sudah ada upaya jalur perdamaian melalui cara penyelesaian
Mediasi. Namun dari pihak yang mengklaim tanah miliknya kurang Kooperatif.
Dari pihak kapolsek telah melakukan upaya mediasi dan hasilnya nihil tidak mendapat jalan
keluar atas permasalahan sengketa tanah ini. Tidak hanya itu pak yasin selaku lawyears dari keluarga
H. Munir telah melakukan langkah - langkah ke pemerintahan bawasannya sampai saat ini belum ada
titik terangnya. Sengketa ini bermula karena Ketika pembelian itu, keluarga H. Munir tidak
mengetahui jika ada tanah jalan yang dimiliki oleh keluarga Almarhum Burhan. Luas tanah 4-meter
itu, berdasarkan keterangan dari warga memang yang 2-meter merupakan hibah dari keluarga Anas
Burhan. Karena dia mempunyai lahan disana sisa 2-meter hibah warga dari kavling Berebes Ruli adik
dari Harry mulya yang mengaku ahli warisnya membuat tembok beton. Alasannya, agar tanah
miliknya juga dibeli.
Ketika bulan September sudah dilakukan pemagaran yang dilakukan oleh alhammarhum
Anas Burhan hak warisnya Ruli, dia minta dibeli tanah tersebut tapi tidak ketemu harganya, karena
mahal. Jadilah pemagaran sepihak yang dilakukan oleh almarhum keluarga Anas Burhan. Harry
mulya yang mengaku bahwa tembok dibuat diatas adalah tanah miliknya sendiri, tidak menggunakan
atau menggangu tanah milik H. munir yang saat ini ditempati oleh anaknya yaitu Hadiyanti. Sehingga
dalam kasus pemblokadean yang terjadi daerah ciledug tepatnya dikota Tanggerang, sampai
dikerahkan Pemkot Tangerang yang diwakili oleh Ivan Yudhianto selaku Asisten Daerah 1
Pemerintah Kota Tangerang, menyatakan bahwa pihak dari nya sudah memberikan ultimatum bagi
pihak yang membuat tembok beton pembatas agar segera diruntuhkan tetapi pihaknya tidak
menghiraukan ultimatum yg dibuat pemkot tangerang selatan. Sehingga ivan yudhianto menyatakan,
tembok tersebut akan dibongkar seperti semula karena berdiri di atas tanah yang merupakan jalan
umum untuk lalu lalang masyarakat.
Kepala dari pihak Bidang Penegakan Hukum Satpol PP Kota Tangerang, Gufron Palfeli PP
sudah memberikan peringatan 1x24 jam terhadap Harry Mulya selaku pemilik pagar beton pembatas
agar membongkar sendiri pagarnya. Namun peringatan tidak digubris dan mengabaikan peringatan
tersebut. Karena dalam surat yang terdaftar dikantor pertanahan kota tanggerang tanah sebagian
memang digunakan untuk kegiatan lalu lalang masyarakat dan memiliki peranan penting serta untuk
mendukung dalam semua sektor. Maka diperbolehkan dalam Undang - undang untuk dilakukan
pembongkaran tembok beton pembatas yang dibuat oleh pihak Harry Mulya selaku pihak yang
menklaim tanah tersebut adalah miliknya sendiri.
Keluarga H, Munir memiliki hak yang telah diatur dalam Pasal 6 UUPA disebutkan bahwa
setiap hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Hal ini dapat dilihat dalam aspek keperdataan yang sudah
diatur dalam Pasal 667 KUHPerdata yang berbunyi: “Pemilik sebidang tanah atau pekarangan, yang
demikian terjepit letaknya antara tanah - tanah orang lain, sehingga ia tak mempunyai pintu keluar ke
jalan atau parit umum, berhak menuntut kepada pemilik - pemilik pekarangan tetangganya supaya
memberikan jalan kepadanya melalui pekarangan pemilik tetangga itu, dengan mengganti ganti rugi
yang seimbang.” Sehingga dengan begitu Pemerintah Kota Tangerang akan segera melaksanakan
eksekusi atas pembongkaran bangunan tembok beton yang didasari pada Undang - Undang Nomor 38
Tahun 2004 Tentang Jalan dan diatur pada Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2011
Tentang Ketertiban Umum, yang mana melarang setiap orang mengganggu fungsi jalan. Bahkan, dari

5
pihak Walikota Tangerang pun telah membuat Surat Perintah agar dilakukan Pembongkaran yang
akan saat itu dipimpin oleh Kapolres Kota Tangerang.
Dalam hal ini dapat diperlihatkan bahwa ada aturan Keputusan Pemerintahan No. 55 tahun
1993 tentang pengadaan tanah untuk Kepentingan Umurn dan peraturan pelaksanaannya, sifat
hakikatnya adalah suatu peraturan intern administratif yang tertuju kepada instansi pemerintah yang
memerlukan tanah dan instansi-instansi yang bertugas membantu dan melayaninya.

2.4 Efektifitas Penyelesaian Sengketa Bisnis


A. Keuntungan Menggunakan Proses Litigasi
Penyelesaian sebuah perkara dengan proses litigasi memang tidak mudah dan murah. Selain
harus melalui proses yang panjang, biaya yang dibutuhkan untuk proses ini juga cukup banyak.
Meskipun begitu, proses litigasi dapat memberikan beberapa keuntungan yang tidak disediakan dalam
proses non litigasi, seperti berikut:
1. Proses Dilakukan Secara Formal
Salah satu keuntungan dari menggunakan proses litigasi adalah prosesnya yang formal dan
dilakukan oleh lembaga resmi negara. Jadi, seluruh prosesnya dari awal pendaftaran hingga sidang
akhir sangat jelas dan detail. Dengan begitu, para penggugat bisa mengetahui secara jelas setiap
proses yang akan dijalani, mulai dari pendaftaran, pembayaran, mediasi hingga hasil akhir. Setiap
proses yang dilalui pun akan tercatat dalam dokumen resmi.
2. Proses Pengadilan Dilakukan Secara Terbuka
Proses pengadilan dalam proses litigasi dilakukan secara terbuka. Dengan begitu, siapa saja
bisa hadir untuk melihat persidangan yang terjadi. Selain itu, orang-orang yang hadir pun juga bisa
mendengarkan keputusan sidang pada saat itu. Waktu yang diperlukan dalam proses litigasi bisa
singkat namun bisa juga cukup lama. Semakin lengkap data dan bukti yang ada, maka semakin cepat
prosesnya.
3. Hasil yang Mengikat & Tidak Dapat Diganggu Gugat
Keputusan dari hakim berkekuatan hukum tetap dan bersifat mengikat semua pihak yang
bersengketa baik itu penggugat maupun yang digugat.

B. Kekurangan Litigasi
1. Penyelesaian sengketa lambat
Penyelesaiaan perkara melalui proses litigasi pada umumnya lambat atau waste of time. Hal
diatas mengakibatkan proses pemeriksaan bersifat sangat formal dan sangat teknis. Arus perkara
makin deras sehingga peradilan dijejali dengan beban yang terlampau banyak (over loaded).
2. Biaya Perkara mahal
Semua pihak menganggap biaya perkara sangat mahal, apalagi jika dikaitkan lamanya
penyelesaian. Makin lama penyelesaian mengakibatkan makin tinggi biaya yang harus dikeluarkan
seperti biaya resmi dan upah pengacara yang ditanggung.
3. Peradilan Tidak Tanggap (unresponsive)
Kritik lain yang ditujukan kepada pengadilan adalah berupa kenyataan, pengalaman, dan
pengamatan bahwa pengadilan kurang tanggap dan tidak responsive atau Andres pensive dalam
bentuk perilaku.
4. Putusan Pengadilan Tidak Menyelesaikan
Masalah Berdasarkan kenyataan, putusan pengadilan tidak mampu memberikan penyelesaian yang
memuaskan kepada para pihak. Putusan pengadilan tidak mampu memberi kedamaian dan
ketentraman kepada pihak-pihak yang berperkara.
5. Kemampuan Para Hakim Bersifat Generalis

6
Para hakim dianggap hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas. Ilmu pengetahuan yang
mereka miliki hanya di bidang hukum diluar itu pengetahuan mereka hanya bersifat umum.

C. Keuntungan Menggunakan Proses Non-Litigasi


1. Kerahasiaan dari sengketa, baik pada saat proses penyelesainnya maupun terhadap putusan dari
sengketa tersebut.
2. Para pihak diberi keleluasaan untuk memilih proses penyelesaiannya apakah melalui mediasi,
konsiliasi, arbitrase maupun dengan membentuk Dewan Sengketa.
3. Pihak-pihak yang bersengketa memiliki keleluasan membuat pilihan tentang pihak yang akan
menjadi mediator, konsiliator, arbiter sesuai dengan keahliannya.
4. Mereka yang ditunjuk sebagai mediator, konsoliator ataupun arbiter adalah pihak-pihak yang
netral dan tidak berkepentingan atas obyek yang dibersengketakan.

D. Kekurangan Non-Litigasi
1. Hanya untuk para pihak bonafide
Arbitrase pada dasarnya hanya bermanfaat untuk para pihak atau pengusaha yang bona fide
(bonafid) atau jujur dan dapat dipercaya. Para pihak yang bonafid adalah mereka yang memiliki
kredibilitas dan integritas, artinya patuh terhadap kesepakatan; pihak yang dikalahkan harus secara
suka rela melaksanakan putusan arbitrase. Sebaliknya, jika ia selalu mencari-cari peluang untuk
menolak melaksanakan putusan arbitrase, perkara melalui arbitrase justru akan memakan lebih
banyak biaya, bahkan lebih lama daripada proses di pengadilan. Misalnya, pengusaha yang
dikalahkan tidak setuju dengan suatu putusan arbitrase, maka ia dapat melakukan berbagai cara untuk
mendapatkan stay of execution (penundaan pelaksanaan putusan) dengan membawa perkaranya ke
pengadilan.
Penting untuk dketahui bahwa sering ditemui di dalam praktik bahwa para pihak, walaupun
mereka telah memuat klausul arbitrase dalam perjanjian bisnisnya, tetap saja mereka mengajukan
perkaranya ke pengadilan. Anehnya, meskipun telah terdapat klausul arbitrase di dalam perjanjian,
masih ada pengadilan negeri yang menerima gugatan perkara tersebut. (Padahal, dalam Pasal 11 ayat
(2) disebutkan bahwa: “Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam
suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase...”).
2. Ketergantungan mutlak pada arbiter
Putusan arbitrase selalu tergantung pada kemampuan teknis arbiter untuk memberikan
putusan yang tepat dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak. Meskipun arbiter memiliki keahlian
teknis yang tinggi, bukanlah hal yang mudah bagi majelis arbitrase untuk memuaskan dan memenuhi
kehendak para pihak yang bersengketa. Pihak yang kalah akan mengatakan bahwa putusan arbitrase
tidak adil, demikian pula sebaliknya (pihak yang menang akan mengatakan putusan tersebut adil).
Ketergantungan secara mutlak terhadap para-arbiter dapat merupakan suatu kelemahan karena
substansi perkara dalam arbitrase tidak dapat diuji kembali (melalui proses banding).
Meskipun semakin banyak yang mempertanyakan kewenangan mutlak arbiter ini serta
putusannya yang bersifat final dan mengikat, penulis tidak sependapat; dan tidak melihat hal itu
sebagai suatu kelemahan. Artinya, itu merupakan risiko yang seharusnya telah diantisipasi oleh para
pihak, dan risiko tersebut harus diterima sejak awal ketika mereka memilih lembaga arbitrase. Oleh
karena itulah para pihak diperkenankan untuk memilih sendiri arbiter (yang terbaik dan barangkali
paling menguntungkan dirinya) yang akan menangani sengketa mereka.
3. Tidak ada precedence putusan terdahulu
Putusan arbitrase dan seluruh pertimbangan di dalamnya bersifat rahasia dan tidak
dipublikasikan. Akibatnya, putusan tersebut bersifat mandiri dan terpisah dengan lainnya, sehingga
tidak ada legal precedence atau keterikatan terhadap putusan-putusan arbitrase sebelumnya. Artinya,
putusan-putusan arbitrase atas suatu sengketa terbuang tanpa manfaat, meskipun didalamnya
mengandung argumentasi-argumentasi berbobot dari para-arbiter terkenal di bidangnya.

7
Secara teori hilangnya precedence tersebut juga dapat berakibat timbulnya putusan-putusan
yang saling berlawanan atas penyelesaian sengketa serupa di masa yang akan datang. Hal itu akan
mengurangi kepastian hukum dan bertentangan dengan asas similia similibus, yaitu untuk perkara
serupa diputuskan sama.
4. Masalah putusan arbitrase asing
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional memiliki hambatan sehubungan dengan
pengakuan dan pelaksanaan putusannya. Kesulitan itu menjadi masalah yang sangat penting karena
biasanya di negara pihak yang kalah terdapat harta yang harus dieksekusi. Oleh karena itu, berhasil
tidaknya penyelesaian sengketa melalui arbitrase berkaitan erat dengan dapat tidaknya putusan
arbitrase tersebut dilaksanakan di negara dari pihak yang dalam hal pilihan penyelesaian sengketa
melalui pengadilan, prosedur dan prosesnya mengikuti ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Perdata (KUHAP).
Dalam dunia perdagangan international pilihan cara penyelesaian sengketa melalui litigasi
mulai banyak ditinggalkan karena waktu penyelesaiannya sangat lama (bertahun-tahun) atau dengan
kata lain penyelesaian sengketa menjadi berlarut-larut, apalagi bila sampai pada Peninjauan Kembali
(PK). Namun penyelesaian sengketa melalui peradilan memiliki kelebihan memiliki kekuatan hukum
yang kuat.
Para pihak yang bersengketa lebih menyukai penyelesaiannya melalui Alternatif Penyelesaian
Sengketa (Nonlitigasi). Karena mekanisme penyelesaian sengketa melalui upaya di luar jalur
pengadilan atau melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa seperti diatur dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 menjadi pilihan utama, dikarenakan : Kerahasiaan dari sengketa, Para
pihak diberi keleluasaan untuk memilih proses penyelesaiannya, Pihak-pihak yang bersengketa
memiliki keleluasan membuat pilihan tentang pihak yang akan menjadi mediator, konsiliator, arbiter
sesuai dengan keahliannya dan mereka yang ditunjuk sebagai mediator, konsoliator ataupun arbiter
adalah pihak-pihak yang netral dan tidak berkepentingan atas obyek yang dipersengketakan.
Sedangkan penyelesaian sengketa melalui pengadilan, prosedur dan prosesnya mengikuti
ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (KUHAP). Dalam dunia
perdagangan international pilihan cara penyelesaian sengketa melalui litigasi mulai banyak
ditinggalkan karena waktu penyelesaiannya sangat lama (bertahun-tahun) atau dengan kata lain
penyelesaian sengketa menjadi berlarut-larut, apalagi bila sampai pada Peninjauan Kembali (PK).

8
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Melihat kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari tidak mungkin dihindari
terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menutut
pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Dalam sengketa bisnis terdapat 2 penyelesaian yang dapat
dilakukan. Penyelesaian sengketa bisnis yang pertama adalah penyelesaian yang dilakukan secara
litigasi, yaitu proses penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Salah satu contoh kasus
penyelesaian sengketa bisnis secara litigasi ini salah satunya adalah kasus MS Glow dan PS Glow.
Penyelesaian sengketa bisnis yang kedua adalah penyelesaian secara non litigasi, yaitu
penyelesaian sengketa yang dilakukan menggunakan cara-cara yang ada diluar pengadilan atau
menggunakan lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian non litigasi ada dua macam,
yakni abritase dan alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution (ADR). Abritase
adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral, yaitu individu atau
arbitrase sementara. Sedangkan alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution
(ADR) adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan kata sepakat
(konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan
para pihak yang netral.

3.2 Saran
Menyelesaikan suatu masalah harusnya lebih mengutamakan jalur kekeluargaan atau
bisa dilakukan dengan metode penyelesaian alternatif (non litigasi) yaitu Mediasi terhadap
pesengketaan antar masyarakat. Akan tetapi hal ini juga harus diikuti dengan keikutsertaan
para pejabat yang baik dalam memediator setiap persengketaan yang ada agar mencapai
kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak dan tidak memunculkan konflik baru.
Sebaliknya masyarakat harus mampu mengikuti proses penyelesaian sengketa dengan
menerima keputusan yang dibuat oleh mediator selaku pihak ketiga dalam bentuk
penyelesaian melalui metode mediasi. Sebaiknya masyarakat mengikuti prosedur - prosedur
yang telah ditetapkan agar proses penyelesaian sengketa tersebut dapat diselesaikan sesuai
dengan aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan permasalahan hukum dikemudian
harinya.
Dalam hal perselisihan antar tetangga tidaklah baik. Manusia diciptakan untuk saling
membutuhkan satu sama lain, sehigga masalah seperti ini yang terjadi pada daerah cileduk
tanggerang banten suatu hal yang tidak pantas dilakukan oleh seseorang kepada tetangganya
sendiri.

9
DAFTAR PUSTAKA

Litigasi: Penjelasan, Proses, Contoh, dan Bedanya dengan Non Litigasi. (17 November 2022).
Diakses pada 02 April 2023 https://www.rumah.com/panduan-properti/litigasi-adalah-74987

Fuady, Munir. ARBITRASE NASIONAL, ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS.


2000. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Sembiring, Sentosa. HUKUM DAGANG, cet. 3, ed. Revisi. 2008. Bandung: PT. Citra.

Wijaja, Gunawan. ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA, cet. 2. 2002. Jakarta: Raja


Grafindo.

Harahap, M. Yahya. ARBITRASE, cet.3. 2004. Jakarta: Sinar Grafika.

Usman, Rachmadi. MEDIASI DI PENGADILAN Dalam Teori dan Praktik, cet.1. 2012.Jakarta:
Sinar Grafika.

Margono, Suyud. ADR, ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION DAN ARBITRASE: Proses


Pelembagaan dan Aspek Hukum. 2000. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mubarak Junior, M ALivio."Sengketa Merek, Kuasa Hukum MS Glow Beberkan Asal Mula Konflik
dengan PS Glow" Tribunnews.com. 01 April 2023.
https://www.tribunnews.com/bisnis/2022/07/19/sengketa-merek-kuasa-hukum-ms-glow-beberkan-
asal-mula-konflik-dengan-ps-glow

https://simantu.pu.go.id/epel/edok/89ced_440948Modul_05_-
_Tatacara_Penyelesaian_Sengketa_Kontrak_Konstruksi.pdf

Chiquita, Crescencia. "Kronologi Lengkap MS Glow Vs PS Glow, Shandy Blokir IG Septia Siregar?"
idntimes.com. 1 April 2023. https://www.idntimes.com/hype/viral/crescencia-chiquita/kronologi-
lengkap-ms-glow-vs-ps-glow-c1c2?page=allAC

Yanuar, Dhimas. "UPDATE Kasus MS Glow vs PS Glow, Juragan 99 Harus Bayar 37 M, MS


Terdaftar Merek Minuman Serbuk" Tribunstyle.com. 1 April 2023.
https://style.tribunnews.com/2022/07/20/update-kasus-ms-glow-vs-ps-glow-juragan-99-harus-bayar-
37-m-ms-cuma-terdaftar-merek-minuman-serbuk?pag

Simorangkir, Eduardo. "'Perang' di Pengadilan, Apa Sih Bedanya MS Glow dengan PS Glow?"
detikfinance.com. 1April 2023. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6178689/perang-di-
pengadilan-apa-sih-bedanya-ms-glow-dengan-ps-glow
10
Reni Tri Ambarwati & Devi Siti Hamzah Marpaung. (2021). Penyelesaian Sengketa Pertahanan
Diluar Pengadilan (Non Litigasi) Melalui Mediasi Terhadap Pemblokadean Bangunan ( Dijalan
Kavling Brebes, Ciledug, Kota Tanggerang Banten), Vol 8 (3).

11

Anda mungkin juga menyukai