PEKANBARU
2019/1440 H
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat beserta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat kelak.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah atas limpah nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal fikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Bisnis dengan judul “penyelesaian sengketa
bisnis”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada bapak
Khairul Ahyar, M. Sy yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Hukum Bisnis.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................2
1.3 TUJUAN PENULISAN.....................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
2.1 Pengertian Penyelesaian Sengketa Bisnis di luar pengadilan............................................................3
2.2 Negosiasi dan Mediasi.......................................................................................................................4
2.3 Arbitrase............................................................................................................................................7
2.4 Dasar Hukum dan Alasan Memilih Lembaga Arbitrase....................................................................7
2.5 Bentuk-bentuk Klausula dalam Perjanjian.........................................................................................9
2.6 Bentuk-bentuk arbitrasi...................................................................................................................12
2.7 Eksekusi putusan arbitrase dalam negri...........................................................................................14
2.8 Arbitrase asing.................................................................................................................................16
BAB III......................................................................................................................................................19
PENUTUP.................................................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................19
3.2 Saran................................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri
ataupun Pengadilan Agama.”
Dari beberapa keterangan diatas dapat dipahami bahwa ketika ada dua orang atau lebih
yang bersengketa dan ingin menyelesaikan masalahnya pasti dibutuhkan pihak ketiga sebagai
jalan untuk bermufakat atau mencari putusan, jalan yang diambil selain pengadilan atau litigasi
dan diluar yaitu Non-litigasi dengan penyelesain sengketa diluar pengadilan dengan seperti
Arbitrase, mediasi, negosiasi, konsiliasi.
Dengan negosiasi dimaksudkan proses tawar menawar atau pembicara untuk mencapai
suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi diantara para pihak, negosiasi
dilakukan baik karena ada sengketa para pihak maupun hanya belum ada kata sepakat
disebabkan belum pernah dibicarakan hal tersebut. Negosiasi dilakukan oleh negosiator mulai
dari negosiasi yang paling sederhana dimana negosiator tersebut adalah para pihak yang
berkepentingan sendiri, sampai kepada menyediakan negosiator khusus atau memakai lawyer
sebagai negosiator”
Dari dua pengertian di atas dapat diketahui bahwa negosiasi merupakan suatu proses
pembicaraan atau perundingan mengenai suatu hal tertentu untuk mencapai suatu kompromi
atau kesepakatan di antara para pihak yang melakukan negosiasi. Negosiasi, yaitu cara untuk
mencari penyelesaian masalah melalui diskusi (musyawarah) secara langsung antara pihak-
pihak yang bersengketa yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Jadi, negosiasi
tampak sebagai suatu seni untuk mencapai kesepakatan dan bukan ilmu pengetahuan yang
dapat dipelajari. Dalam praktik, negosiasi dilakukan karena dua alasan, yaitu:
a. Untuk mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya
dalam transaksi jual beli, pihak penjual dan pembeli saling memerlukan untuk
menentukan harga (di sini tidak terjadi sengketa); dan
b. Untuk memecahkan perselisihan atau sengketa yang timbul di antara para pihak
4
Menurut Howard Raiffia, sebagaimana dikutip oleh Suyud Margono, ada beberapa tahapan
negosiasi, yaitu:
a. Tahap persiapan
Dalam mempersiapkan perundingan, hal pertama yang dipersiapkan adalah
apa yang dibutuhkan/diinginkan. Dengan kata lain, kenali dulu kepentingan sendiri sebelum
mengenali kepentingan orang lain. Tahap ini sering diistilahkan know your self. Dalam tahap
persiapan juga perlu ditelusuri berbagai alternatif lainnya apabila alternatif terbaik atau
maksimal tidak tercapai atau disebut BATNA (best alternative to a negotiated agreement);
d. Tahap Akhir (End Play), Tahap akhir permainan adalah pembuatan komitmen atau
membatalkan komitmen yang telah dinyatakan sebelumnya.
Lebih lanjut Howard Raiffia menyatakan, agar suatu negosiasi dapat berlangsung
secara efektif dan mencapai kesepakatan yang bersifat stabil, ada beberapa kondisi yang
mempengaruhinya, yaitu:
a. Pihak-pihak bersedia bernegosiasi secara sukarela berdasarkan kesadaran
penuh (willingness);
b. Pihak-pihak siap melakukan negosiasi (preparedness);
c. Mempunyai wewenang mengambil keputusan (authoritative);
5
d. Memiliki kekuatan yang relatif seimbang sehingga dapat menciptakan saling
ketergantungan (relative equal bargaining power);
e. Mempunyai kemauan menyelesaikan masalah
b. Mediasi
Mediasi adalah salah satu alternative dalam menyelesaikan sengketa. Mediasi
adalah suatu proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang
tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk
membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara
memuaskan bagi kedua belah pihak. Pihak ketiga yang membantu menyelesaikan
sengketa tersebut dengan mediator. Pihak mediator tidak mempunyai kewenangan
untuk member putusan terhadap sengketa tersebut, melainkan hanya berfungsi untuk
membantu dan menemukan solusi terhadap para pihak yang bersengketa tersebut.
Pengalaman, kemampuan dan integritas dari pihak mediator tersebut diharapkan
dapat mengefektifkan proses negosiasi di antara para pihak yang bersengketa.
ditarik beberapa kesimpulan bahwa pengertian mediasi mengandung unsur-
unsur sebagai berikut:
1. Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan;
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam
perundingan;
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian;
4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan
berlangsung;
Diharapkan dengan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dapat
6
b. Dengan demikian proses negosiasi sebagai proses yang melihat ke depan dan bukan
melihat ke belakang, yang hendak dicapai bukanlah mencari kebenaran dan/atau dasar
hukum yang diterapkan namun lebih kepada
2.3 Arbitrase
7
Setelah Indonesia merdeka, ketentuan yang tegas memuat pengaturan lembaga arbitrase
dapat kita temukan dalam memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan “ Penyelesaian perkara
diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit atau arbitrase tetap diperbolehkan”.
Sebagai ketentuan yang terbaru yang mengatur lembaga arbitrase, maka pemerintah
mengeluarkan UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada
tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga
arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan
internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal
615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan
demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan
yang terdapat dalam UU NO. 30/1999.
" Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan diluar Pengadilan Negara melalui
Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa"1
Di bawah ini keutungan menggunakan Arbitrase yang dikemukakan oleh para ahli sekaligus
dari tinjauan undang-undang : Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, dan Fatmah Jatim, dalam
“Tinjauan terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang di Indonesia”
dalam buku Arbitrase di Indonesia”, menyebutkan ada beberapa alasan memilih arbitrase, yaitu :
8
g. Pelaksanaan keputusan;
h. Kecenderungan yang Moden.
Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama dalam bukunya Arbitrase Dagang Internasional juga
menyebutkan beberapa alasan yang menyebutkan beberapa alasan yang menjadin arbitrase
demikian populer dalam transaksi dagang internasional, antara lain :
Dihindarkannya publisitas;
Tidak banyak formalitas;
Bantuan pengadilan hanya taraf eksekusi;
Baik untuk pedagang-pedagang bonafide;
Ada jaminan dari perkumpulan-perkumpulan pengusaha;
Lebih murah dan lebih cepat.2
1. Pactum de compromittendo
Pasal tersebut berbunyi “ para pihak yang dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau
yang akan terjadi antara mereka diselesaikan melalui arbitrase”.
Dalam Pasal 2 ayat (1) Konvensi New York misalnya kita dapati klausula pactum
compromittendo dalam kalimat :
“Each Contracting State shall recognize an agrement in writing under which the parties
undertake to submit to arbitration all or any differences which have arisen or which may arise
2
https://tommirrosandy.wordpress.com/2011/03/14/pengantar-hukum-arbitrase-di-indonesia/
9
between them in respect of a defined legal relationship whether contractual or not, concerning a
subject matter capable of settlement by arbitration
2. Akta Kompromis
Dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999, Akta Kompromis diatur pada Pasal 9 yang
berbunyi:
a. Dalam hal para pihak memilih menyelesaikan sengketa melalui arbitrase setelah sengketa
terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis
yang ditandatangani oleh para pihak.
b. Dalam hal para pihak tidak menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.
c. Perjanjian tertulis sebagaimana dimakud dalam ayat (1) harus memuat :
Masalah yang dipersengketakan
Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak
Nama lengkap dan temat tinggal arbiter atau majelis arbitrase
Pernyataan kesediaan dari para pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya
yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase
10
d. Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal sebgaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah
batal demi hukum.
Perbedaan antara pactum compromittendo dan akta kompromis hanya terletak pada saat
pembuatan perjanjian. Klausula pactum compromittendo dibuat sebelum perselisihan terjadi.
Dari segi perjanjian antara keduanya tidak ada perbedaan.
Perjanjian arbitrase merupakan suatu kontrak. Seperti yang telah disebutkan di atas perjanjian
tersebut dapat merupakan bagian dari suatu kontrak atau merupakan suatu kontrak yang terpisah.
Perjanjian arbitrase dalam suatu kontrak biasa disebut klausula arbitrase. Klausula arbitrase dapat
berupa perjanjian yang sederhana untuk melaksanakan arbitrase, tetapi dapat juga berupa
perjanjian yang lebih komprehensif, memuat syarat-syarat arbitrase.
Klausula arbitrase ini penting karena akan menentukan berlangsung suatu arbitrase,
bagaimana dilaksanakannya, hukum substantif apa yang berlaku, dan lain-lain.
Secara umum menurut Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, dan Fatmah Janim, Klausula-
klausula arbitrase mencakup :
3. Apakah arbitrase akan berbentuk arbitrase institusional atau ad hoc; apabila memilih
bentuk ad hoc, maka klausula tersebut harus merinci metode penunjukkan arbiter atau
majelis arbitrase
Klausula arbitrase harus disusun secara cermat guna mencegap prosedur litigasi tentang
maknanya dan untuk menghindari kejutan-kejutan yang tidak menyenangkan dikemudian hari.
11
Klausula arbitrase harus memuat komitmen yang jelas terhadap arbitrase serta pernyataan
tentang jenis sengketa yang diselesaikan melalui forum atau pranata arbitrase ini.3
Salah satu lembaga yang menyediakan APS adalah Badan Arbitrase Pasar Modal
Indonesia (BAPMI) yang mengkhususkan diri pada sengketa perdata di bidang Pasar Modal.
Beberapa bentuk APS yang disediakan BAPMI adalah Pendapat Mengikat, Mediasi, dan
Arbitrase.
Pendapat Mengikat
pendapat yang diberikan oleh BAPMI untuk memberikan penafsiran terhadap bagian
perjanjian yang kurang jelas. Tujuan dari Pendapat Mengikat adalah adanya penafsiran yang
valid sehingga tidak ada lagi perbedaan penafsiran di antara para pihak.
Untuk meminta Pendapat Mengikat BAPMI, para pihak harus mempunyai kesepakatan dan
mengajukan permohonan secara tertulis, bersedia terikat dan tunduk pada penafsiran dan
pendapat yang diberikan oleh BAPMI.
Mediasi
penyelesaian masalah melalui perundingan di antara para pihak yang bersengketa dengan
bantuan pihak ke-3 yang netral dan independen, yang disebut Mediator, yang dipilih sendiri oleh
para pihak.
Mediator tidak dalam posisi dan kewenangan memutus sengketa. Dia hanya fasilitator
pertemuan guna membantu masing-masing pihak memahami perspektif, posisi dan kepentingan
pihak lain dan bersama-sama mencari solusi yang bisa diterima.
3
http://everythingaboutvanrush88.blogspot.com/2015/09/dua-bentuk-klausula-arbitrase.html
12
Lovenheim (1996: 1.4) menambahkan “the goal is not truth finding or law imposing, but
problem solving”. Oleh karena itu Mediasi dianggap berhasil apabila para pihak dapat mencapai
perdamaian.
Arbitrase
Arbiter (berbentuk majelis atau tunggal) mempunyai tugas dan kewenangan memeriksa
dan memutus sengketa yang diajukan kepadanya. Putusan Arbitrase bersifat final serta
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak (UU No. 30/1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).
Arbitrase mirip dengan Pengadilan, dan Arbiter mirip dengan Hakim, tetapi ada beberapa
perbedaan mendasar:
13
6. Hakim mengenal yurisprudensi, Arbiter tidak mengenal hal tersebut;
7. Hakim cenderung memutus perkara atas dasar ketentuan hukum, Arbiter dapat
pula memutus atas dasar keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono).
Para pihak tidak perlu ragu memilih APS karena APS mendapatkan pengakuan dalam
sistem hukum Indonesia, antara lain: Keppres No. 34/1981 (ratifikasi atas New York
Convention); UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang tidak menutup kemungkinan
penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara; dan UU No. 30/1999 yang telah
disebutkan.
Di samping itu, pengadilan dan Mahkamah Agung juga telah banyak memberikan
dukungan terhadap Arbitrase, baik dalam bentuk penguatan/pengakuan terhadap Perjanjian
Arbitrase, penegasan terhadap kompetensi absolut Arbitrase, dan juga pelaksanaan putusan
Arbitrase.
Arbitrase merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang cukup
populer di kalangan bisnis. Pengaturan tentang arbitrase menurut hukum Indonesia terdapat
dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU
Arbitrase).
Salah satu materi penting dalam UU Arbitrase adalah putusan arbitrase internasional,
yang didefinisikan sebagai:
“Putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar
wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan
yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase
internasional.”
Dari definisi di atas, dapat dipahami, jika suatu majelis arbitrase berisikan arbiter asing,
namun putusan dijatuhkan di Indonesia, maka putusan arbitrase tersebut tetaplah merupakan
putusan arbitrase nasional.
14
Pasal 65 UU Arbitrase secara tegas menyatakan bahwa yang berwenang menangani
masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan abitrase internasional di Indonesia adalah
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Agar suatu putusan arbitrase internasional diakui dan dapat dilaksanakan di wilayah
hukum Republik Indonesia, maka putusan tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a) Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu
negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral
maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional (asas resiprositas).
b) Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada
putusan yang menurut ketentuan hukum perdagangan.
c) Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat
dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan
ketertiban umum.
d) Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh
eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
e) Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh
eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
f) Selanjutnya, untuk permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dilakukan
setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
15
2.8 Arbitrase asing
Yang dimaksud dengan arbitrase asing adalah lembaga arbitrase internasional yang
dipilih oleh para pihak yang berbeda kewarganegaraan yang bersengketa untuk menyelesaikan
sengketa.
Dengan disahkannya konvensi New York dengan Kepres No. 34/1981 (LN. tahun 1981
No. 40), oleh Mahkamah Agung di keluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1/1990 tentang
Tata cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, pada tanggal 1 Maret 1990 yang berlaku sejak
tanggal ditetapkan. Dalam Perma tersebut, yang dimaksudkan dengan keputusan Arbitrase asing
adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu badan arbitrase ataupun arbitrartor perorangan di luar
wilayah Republik Indonesia, atau putusan suatu badan arbitrase atau arbitrator perorangan yang
menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai keputusan arbitrase asing yang
berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Kepres 34/1981, sedangkan yang diberi wewenang
untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan pengakuan serta pelaksanaan putusan
arbitrase asing adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.4
– The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) yang sering
disebut dengan Center, yang khusus untuk menyelesaikan persengketaan “joint venture” atau
penanaman modal suatu negara dengan warga negara lain;
4
(lihat di Prof.MR.Dr. Sudargo Gautama, Aneka Hukum Arbitrase (Ke arah Hukum Arbitrase Indonesia yang Baru),
Op.Cit., hal.2)
16
Pada dasarnya, putusan arbitrase asing harus dimintakan pengakuan keabsahannya, dan
pelaksanaan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Pasal 65). Pengakuan dan
pelaksanaan eksekusi inilah yang disebut dengan asas executorial kracht. Terkait dengan hal
tersebut, putusan arbitrase asing yang dapat dilaksanakan eksekusinya di Indonesia adalah
putusan arbitrase yang :
– Dijatuhkan oleh lembaga arbitrase yang terikat dengan negara Indonesia melalui
perjanjian (bilateral-multilateral), atau terikat dengan negara Indonesia dalam suatu ikatan
konvensi Internasional, dan keterikatan tersebut mengakui tentang eksekusi putusan arbitrase
(asas resiprositas) ;
– Putusan arbitrase internasional yang terbatas pada ruang lingkup hukum perdagangan di
Indonesia;
– Putusan arbitrase internasional yang telah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, dan;
* Putusan arbitrase internasional yang memperoleh eksekuatur dari ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, tidak dapat dilakukan upaya banding atau kasasi;
17
* Terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menolak untuk mengakui dan
melaksanakan putusan arbitrase internasional, dapat diajukan kasasi;
d. Perintah eksekusi diberikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang kemudian
pelaksanaannya dilimpahkan kepada ketua Pengadilan Negeri berdasarkan kewenangan relative,
dengan ketentuan :
* Sita eksekusi dapat dilakukan atas harta kekayaan serta barang milik termohon eksekusi;
* Tata cara pelaksanaan putusan harus mengikuti tata cara yang diatur di dalam hukum acara
perdata.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ialah upaya penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara arbritase, negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian para ahli.
negosiasi dimaksudkan proses tawar menawar atau pembicara untuk mencapai suatu
kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi diantara para pihak, negosiasi dilakukan baik
karena ada sengketa para pihak maupun hanya belum ada kata sepakat disebabkan belum pernah
dibicarakan hal tersebut
Mediasi adalah salah satu alternative dalam menyelesaikan sengketa. Mediasi adalah
suatu proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang tidak memihak dan
netral yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi
dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan bagi kedua belah pihak.
Arbitrase merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang cukup
populer di kalangan bisnis. Pengaturan tentang arbitrase menurut hukum Indonesia terdapat
dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU
Arbitrase).
Yang dimaksud dengan arbitrase asing adalah lembaga arbitrase internasional yang
dipilih oleh para pihak yang berbeda kewarganegaraan yang bersengketa untuk menyelesaikan
sengketa.
3.2 Saran
Penulis menyadari tentunya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena
kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritikan dari para pembaca yang bersifat membangun dan juga dari dosen agar kedepannya
menjadi lebih baik lagi.
19
Pemakalah juga mengarapkan bimbingan yang lebih dalam dari dosen pembimbing dalam
mata kuliah pengantar manajemen . mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
20
DAFTAR PUSTAKA
https://www.berandahukum.com/2017/05/dasar-hukum-arbitrase-di-indonesia.html
https://tommirrosandy.wordpress.com/2011/03/14/pengantar-hukum-arbitrase-di-indonesia/
http://everythingaboutvanrush88.blogspot.com/2015/09/dua-bentuk-klausula-arbitrase.html
21