Anda di halaman 1dari 31

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Hukum Bisnis

Oleh :
Acep Riki – 40222100653
Akbar Koesumah – 40222100619
Gedsy Renova – 40222100641
Gina Hollydach – 40222100673
Dian Andini – 40222100728
Neli Nuraeni - 40222100706

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS WIDYATAMA
JL. CIKUTRA NO.204A

1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata'ala dan kepada junjungannya yang
telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul "Penyelesaian Sengketa Bisnis” sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis.
Selain itu, tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan informasi pentingnya
memahi penyelesaian sengketa dalam sebuah bisnis.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami bersedia untuk
menerima saran dan kritik yang bermanfaat. Terimakasih.

2
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2

BAB I .................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 4

1. 2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 5

1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 5

BAB II................................................................................................................................. 6

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6

2.1 Metode Penyelesaian Sengketa Bisnis ...................................................................... 6

2.2 Metode Penyelesaian Sengketa Bisnis ...................................................................... 7

2.3 Pembuktian ............................................................................................................. 26

2.4 Perkembangan teknologi informasi terhadap penyelesaian sengketa bisnis ........... 28

2.5 Pengaruh Penyelesaian Sengketa Bisnis Terhadap Keadilan, Efisiensi, Dan


Keberlanjutan Bisnis ..................................................................................................... 29

BAB III ............................................................................................................................. 31

PENUTUP ........................................................................................................................ 31

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 31

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelesaian sengketa bisnis merupakan aspek yang sangat penting dalam konteks hukum
bisnis dan perdagangan. Dalam lingkungan bisnis yang semakin kompleks dan global, sengketa
dapat timbul dari berbagai permasalahan, seperti kontrak yang dilanggar, perselisihan antara
perusahaan dan karyawan, ketidaksepakatan dalam transaksi internasional, pelanggaran hak
kekayaan intelektual, dan banyak lagi. Sengketa-sengketa ini dapat menghambat pertumbuhan
bisnis, merusak reputasi perusahaan, dan mengganggu kestabilan ekonomi.
Dalam konteks globalisasi, bisnis semakin melibatkan pihak-pihak dari berbagai negara dengan
peraturan hukum yang berbeda-beda. Hal ini meningkatkan kompleksitas penyelesaian sengketa
bisnis dan memerlukan pendekatan yang terstruktur dan efektif untuk mencapai keadilan dan
keberlanjutan dalam bisnis. Seiring dengan perkembangan teknologi dan globalisasi, sengketa
bisnis juga semakin rumit dan melibatkan aspek hukum yang lebih kompleks.
Penyelesaian sengketa bisnis yang efektif dan efisien sangat penting bagi pelaku bisnis, baik
perusahaan besar maupun UMKM, serta lembaga-lembaga hukum dan penegak hukum. Pemilik
bisnis ingin meminimalkan dampak negatif sengketa terhadap operasional mereka dan menghindari
biaya yang tinggi yang dapat timbul dari proses hukum yang panjang dan rumit. Di sisi lain,
lembaga-lembaga hukum ingin menjaga integritas sistem hukum dan memberikan akses yang lebih
mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan.
Dalam penyelesaian sengketa bisnis, terdapat beberapa metode yang umum digunakan, antara
lain negosiasi, mediasi, arbitrase, dan litigasi. Setiap metode tersebut memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing, serta cocok untuk situasi dan sengketa yang berbeda-beda. Pemahaman
yang mendalam tentang setiap metode penyelesaian sengketa menjadi penting agar pihak-pihak
yang terlibat dapat memilih pendekatan yang paling tepat untuk menyelesaikan sengketa dengan
efisien dan adil.
Selain itu, perkembangan teknologi informasi juga memberikan dampak signifikan dalam
penyelesaian sengketa bisnis. Pendekatan alternatif seperti penyelesaian sengketa online dan
penggunaan teknologi seperti blockchain dan smart contracts semakin relevan dalam konteks bisnis
digital. Perkembangan ini memerlukan penyesuaian dan pemahaman yang lebih baik tentang aspek
hukum yang terkait dengan penggunaan teknologi dalam penyelesaian sengketa bisnis.
Dalam konteks Indonesia, penyelesaian sengketa bisnis juga menjadi perhatian serius. Sebagai
negara dengan populasi yang besar dan perekonomian yang berkembang, Indonesia memiliki
jumlah transaksi bisnis yang signifikan dan potensi sengketa yang tinggi. Peningkatan kapasitas
dan pemahaman tentang penyelesaian sengketa bisnis menjadi penting untuk meningkatkan iklim

4
investasi, melindungi hak-hak pelaku bisnis, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis secara komprehensif penyelesaian
sengketa bisnis dalam konteks yang lebih luas. Makalah ini akan membahas berbagai metode
penyelesaian sengketa bisnis, baik yang tradisional maupun yang didorong oleh perkembangan
teknologi. Penekanan khusus akan diberikan pada potensi dan tantangan dalam implementasi
metode penyelesaian sengketa bisnis yang berbeda serta pengaruhnya terhadap keadilan, efisiensi,
dan keberlanjutan bisnis.
Melalui penelitian yang mendalam dan analisis yang komprehensif, makalah ini diharapkan
dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang penyelesaian sengketa bisnis kepada para
pemangku kepentingan, termasuk pemilik bisnis, praktisi hukum, lembaga-lembaga hukum,
akademisi, dan masyarakat umum. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyelesaian
sengketa bisnis, diharapkan dapat tercipta lingkungan bisnis yang lebih adil, efisien, dan
berkelanjutan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang positif dan inklusif.
1. 2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyelesaian dalam sengketa bisnis?
2. Bagaimana pengaruh perkembangan teknologi informasi terhadap penyelesaian sengketa
bisnis?
3. Bagaimana dampak penyelesaian sengketa bisnis terhadap keadilan, efisiensi, dan
keberlanjutan bisnis?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah tentang Penyelesaian Sengketa Bisnis adalah untuk memberikan pemahaman
yang lebih mendalam tentang penyelesaian dalam sengketa bisnis. Beberapa tujuan dari makalah
ini yaitu:
1. Menganalisis berbagai metode penyelesaian sengketa bisnis yang umum digunakan di tingkat
global dan di Indonesia.
2. Menjelaskan dampak perkembangan teknologi informasi terhadap penyelesaian sengketa
bisnis.
3. Mengevaluasi pengaruh penyelesaian sengketa bisnis terhadap keadilan, efisiensi, dan
keberlanjutan bisnis.

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Metode Penyelesaian Sengketa Bisnis
Sengketa bisnis adalah konflik atau perselisihan antara dua pihak atau lebih yang terlibat
dalam transaksi bisnis. Sengketa semacam ini dapat timbul karena berbagai alasan, seperti
kesalahpahaman, pelanggaran perundang-undangan, ingkar janji, kepentingan berlawanan, atau
terjadinya kerugian pada salah satu pihak yang terlibat.

1. Kesalahpahaman: Sengketa bisnis sering kali terjadi karena adanya kesalahpahaman antara
pihak-pihak yang terlibat. Kesalahpahaman ini bisa berkaitan dengan interpretasi
perjanjian, ketentuan kontrak, atau persyaratan transaksi bisnis lainnya. Perbedaan persepsi
dan komunikasi yang kurang efektif dapat memicu terjadinya sengketa.
2. Pelanggaran Perundang-undangan: Sengketa bisnis juga dapat terjadi ketika salah satu
pihak melanggar peraturan atau undang-undang yang berlaku. Pelanggaran perundang-
undangan seperti penggunaan yang tidak sah dari informasi rahasia, pelanggaran hak
kekayaan intelektual, atau tindakan penipuan dapat menjadi penyebab terjadinya sengketa.
3. Ingkar Janji: Sengketa bisnis sering kali timbul karena salah satu pihak tidak memenuhi
kewajiban atau janji yang telah disepakati dalam transaksi bisnis. Hal ini dapat meliputi
kegagalan dalam pembayaran, pengiriman barang yang cacat, atau ketidakpatuhan terhadap
persyaratan kontrak. Ingkar janji ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan
mengganggu hubungan bisnis antara pihak-pihak yang terlibat.
4. Kepentingan Berlawanan: Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis mungkin
memiliki kepentingan yang berlawanan, terutama dalam negosiasi kontrak atau pembagian
keuntungan. Ketika tidak ada kesepakatan yang dapat dicapai mengenai penyelesaian
sengketa, perselisihan muncul karena adanya pertentangan kepentingan yang saling
bertentangan.
5. Kerugian pada Salah Satu Pihak: Sengketa bisnis dapat muncul ketika salah satu pihak
mengalami kerugian akibat tindakan atau kelalaian pihak lain. Kerugian dapat berupa
kerugian finansial, reputasi, atau peluang bisnis yang hilang. Pihak yang merasa dirugikan
mungkin mencoba mencari kompensasi atau pemulihan kerugian melalui penyelesaian
sengketa.

Penting untuk mengenali dan memahami penyebab sengketa bisnis agar dapat menangani mereka
dengan tepat. Pendekatan yang efektif untuk penyelesaian sengketa bisnis melibatkan komunikasi
yang baik, penilaian yang jujur tentang peluang penyelesaian, dan pemahaman yang mendalam
tentang aspek hukum yang relevan. Dalam beberapa kasus, sengketa bisnis dapat diselesaikan

6
melalui negosiasi langsung, mediasi, atau arbitrase, sementara sengketa yang lebih kompleks
mungkin memerlukan proses litigasi di pengadilan.

2.2 Metode Penyelesaian Sengketa Bisnis


Setelah terjadinya sengketa bisnis, penting untuk mencari cara penyelesaian yang tepat guna
meresolusikan perselisihan tersebut. Terdapat dua pendekatan yang dapat ditempuh dalam
penyelesaian sengketa, yaitu melalui peradilan/litigasi dan di luar peradilan/nonlitigasi.
1. Peradilan/litigasi
Peradilan atau litigasi merupakan jalur konvensional yang digunakan untuk menyelesaikan
berbagai sengketa yang timbul dalam konteks bisnis. Sengketa-sengketa tersebut meliputi
kasus-kasus seperti ingkar janji, keluhan konsumen, tuntutan pertanggungjawaban produk,
sengketa pemborongan bangunan, sengketa sesama mitra bisnis, dan masih banyak lagi.
Ketika sengketa muncul, salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat memilih untuk
membawa kasusnya ke pengadilan negeri (PN) sebagai langkah penyelesaian. Di
Indonesia, sistem peradilan umum terdiri dari tiga tingkatan lembaga peradilan, yaitu
Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA). Berikut
penjelasan rinci mengenai setiap tingkatan lembaga peradilan:
a) Pengadilan Negeri (PN)
Pengadilan Negeri merupakan tingkatan pertama dalam sistem peradilan. Setiap
kabupaten/kota di Indonesia memiliki Pengadilan Negeri. PN memiliki
kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya.
Pengadilan Negeri menangani berbagai jenis kasus, termasuk sengketa bisnis
seperti yang disebutkan sebelumnya. Di PN, proses persidangan dilakukan untuk
memeriksa argumen dan bukti dari kedua belah pihak yang terlibat dalam sengketa.
Hakim PN kemudian akan membuat keputusan berdasarkan fakta dan hukum yang
berlaku.
b) Pengadilan Tinggi (PT)
Pengadilan Tinggi adalah tingkatan kedua dalam sistem peradilan. Setiap provinsi
di Indonesia memiliki Pengadilan Tinggi. PT berfungsi sebagai tingkat banding
dari putusan yang dikeluarkan oleh PN. Jika salah satu pihak tidak puas dengan
putusan PN, mereka dapat mengajukan banding ke PT. PT akan menguji kembali
putusan PN berdasarkan argumen dan bukti yang diajukan. PT juga dapat
memeriksa perkara baru yang diajukan langsung kepadanya jika memenuhi syarat-
syarat tertentu.
c) Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung adalah tingkatan tertinggi dalam sistem peradilan di Indonesia.
MA bertindak sebagai tingkat kasasi, artinya pihak yang tidak puas dengan putusan

7
PT dapat mengajukan kasasi ke MA. MA memeriksa kembali putusan PT untuk
memastikan bahwa putusan tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. MA juga
memiliki peran penting dalam menjaga konsistensi interpretasi hukum di seluruh
Indonesia melalui putusan-putusan prinsip yang dikeluarkannya.
Dalam proses peradilan, pihak-pihak yang terlibat memiliki kesempatan untuk
menyampaikan argumen dan bukti mereka kepada hakim. Hakim akan mempertimbangkan
bukti-bukti yang diajukan dan memutuskan berdasarkan hukum dan fakta yang ada.
Keputusan pengadilan bersifat mengikat dan harus ditaati oleh kedua belah pihak.
2. Luar Peradilan
Penyelesaian sengketa merupakan suatu proses untuk menyelesaikan perbedaan atau
konflik antara pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah situasi atau perjanjian. Selain
melalui jalur litigasi di pengadilan, terdapat juga alternatif penyelesaian sengketa yang
dikenal sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat. Alternatif ini
melibatkan prosedur yang disepakati oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa tanpa
melibatkan pengadilan, yaitu melalui negosiasi, mediasi, konsultasi, konsiliasi, penilaian
ahli, atau arbitrase.
a. Negosiasi / Perundingan (Negotiation)
Negosiasi, atau perundingan, merupakan proses tawar-menawar antara pihak-
pihak yang bersengketa dengan tujuan mencapai titik kesepakatan terkait persoalan
yang dipersengketakan, tanpa campur tangan pihak ketiga. Dalam negosiasi, setiap
pihak berusaha untuk memperjuangkan kepentingan dan tujuan mereka sendiri
dengan harapan mencapai hasil yang saling menguntungkan. Terdapat dua tipe
negosiasi yang umum ditemui:
• Negosiasi Transaksional:
Negosiasi transaksional terjadi ketika para pihak mencoba mencapai
kesepakatan mengenai transaksi atau perjanjian tertentu. Tujuan utama
negosiasi transaksional adalah mencapai kesepakatan yang saling
menguntungkan dan memperoleh hasil yang optimal bagi semua pihak
yang terlibat. Dalam negosiasi transaksional, para pihak berusaha untuk
memperoleh manfaat atau keuntungan dari kesepakatan tersebut, seperti
harga yang lebih baik, persyaratan yang lebih menguntungkan, atau alokasi
sumber daya yang lebih efisien. Contoh negosiasi transaksional dalam
konteks bisnis dapat meliputi negosiasi harga pembelian, negosiasi
kontrak pengadaan, atau negosiasi syarat dan ketentuan kerjasama antara
perusahaan.
• Negosiasi Penelesaian Sengketa:

8
Negosiasi penelesaian sengketa terjadi ketika para pihak yang terlibat
dalam sengketa berusaha mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan
perbedaan atau konflik yang telah muncul. Tujuan dari negosiasi
penelesaian sengketa adalah mencapai penyelesaian yang memuaskan bagi
semua pihak yang terlibat, menghindari atau mengurangi biaya dan
kerugian yang terkait dengan proses litigasi, serta mempertahankan
hubungan baik antara para pihak setelah sengketa diselesaikan. Dalam
negosiasi penelesaian sengketa, para pihak berusaha untuk menemukan
solusi yang saling menguntungkan dan memenuhi kepentingan masing-
masing pihak. Mereka dapat membahas dan mempertimbangkan berbagai
opsi, kompromi, atau jalan tengah guna mencapai penyelesaian yang dapat
diterima oleh semua pihak.
Contoh negosiasi penelesaian sengketa dalam konteks bisnis dapat
meliputi negosiasi ganti rugi dalam kasus pelanggaran kontrak, negosiasi
penyelesaian klaim antara konsumen dan perusahaan, atau negosiasi antara
mitra bisnis yang memiliki perselisihan mengenai pelaksanaan perjanjian.
Dalam proses negosiasi, kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif,
memahami kepentingan dan kebutuhan pihak lain, serta memiliki keterampilan
negosiasi yang baik sangatlah penting. Terdapat berbagai strategi dan teknik
negosiasi yang dapat digunakan, seperti mendengarkan aktif, mencari kepentingan
bersama, menciptakan pilihan-pilihan yang saling menguntungkan, dan menjaga
sikap kooperatif dalam mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak
yang terlibat.
b. Mediasi / Penengah (Mediation)
Mediasi adalah proses lanjutan dari negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat
dalam sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang disebut mediator. Dalam
mediasi, mediator bertindak sebagai pembantu bagi para pihak yang bersengketa
dalam mencapai konsensus atau kesepakatan yang dapat diterima oleh semua
pihak. Beberapa poin penting mengenai mediasi adalah sebagai berikut:
• Kelanjutan dari Negosiasi:
Mediasi merupakan kelanjutan dari proses negosiasi antara pihak-pihak
yang bersengketa. Jika negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan yang
memuaskan, pihak-pihak tersebut dapat memilih untuk melibatkan
mediator sebagai pihak ketiga yang netral untuk membantu dalam
mencapai penyelesaian yang lebih baik.
• Penggunaan Nilai-nilai Para Pihak:

9
Dalam mediasi, proses penyelesaian sengketa didasarkan pada nilai-nilai
yang hidup pada para pihak, seperti hukum agama, moral, etika, dan rasa
adil. Mediator membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan yang
menghormati nilai-nilai ini dan memperhatikan kepentingan bersama.
• Peran Mediator:
Mediator memiliki peran sebagai pembantu atau fasilitator bagi para pihak
dalam mencapai konsensus. Mediator membantu memfasilitasi
komunikasi antara pihak-pihak yang bersengketa, mengidentifikasi
perbedaan dan kepentingan masing-masing pihak, serta mendorong para
pihak untuk mencari solusi yang saling menguntungkan dan dapat
diterima.
• Keabsahan Kesepakatan:
Kesepakatan yang dicapai melalui mediasi memiliki sifat final dan
mengikat. Artinya, setelah para pihak mencapai kesepakatan, mereka harus
mematuhi dan melaksanakan isi kesepakatan tersebut.
• Batasan Waktu dalam Proses Mediasi:
Biasanya, proses mediasi memiliki batasan waktu tertentu. Jika dalam 14
hari para pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, mereka dapat
mempertimbangkan opsi lain, seperti arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa. Kesepakatan tertulis harus dicapai dalam waktu
paling lama 30 hari.
• Waktu Penyelesaian Sengketa:
Mediasi memberikan batasan waktu bagi para pihak untuk menyelesaikan
sengketa mereka. Pihak-pihak yang terlibat dalam mediasi biasanya
memiliki waktu paling lama 14 hari untuk mencapai kesepakatan.
• Alternatif Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase:
Jika mediasi tidak berhasil mencapai penyelesaian yang memuaskan, para
pihak dapat memilih untuk menyelesaikan sengketa melalui lembaga
arbitrase. Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa di mana pihak-
pihak yang bersengketa mengajukan sengketa mereka kepada arbiter yang
independen dan netral, yang kemudian memberikan keputusan yang
mengikat.
Dengan menggunakan mediasi, para pihak yang terlibat dalam sengketa memiliki
kesempatan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan dengan bantuan
mediator yang netral dan tidak memihak. Mediasi dapat menjadi alternatif yang

10
efektif dalam menyelesaikan sengketa secara damai dan menghindari proses
litigasi yang panjang dan mahal di pengadilan.
c. Konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa yang mirip dengan mediasi,
di mana pihak yang terlibat dalam sengketa mengadakan negosiasi dengan bantuan
pihak luar yang netral dan tidak memihak. Tujuan dari konsiliasi adalah untuk
mencapai solusi yang memuaskan bagi semua pihak yang terlibat dalam sengketa
tersebut. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai konsiliasi:
• Peran Konsiliasi:
Dalam konsiliasi, seorang konsiliator yang independen berperan sebagai
mediator atau penengah yang membantu para pihak untuk mencari solusi
yang dapat diterima bersama. Konsiliator tidak memiliki kewenangan
untuk mengambil keputusan atau memberikan putusan terhadap sengketa
tersebut, tetapi mereka bekerja sebagai fasilitator yang membantu
memfasilitasi komunikasi, mendengarkan masalah dan kepentingan
masing-masing pihak, serta mengarahkan diskusi menuju penyelesaian
yang saling menguntungkan.
• Kewenangan Konsiliator:
Secara umum, konsiliator tidak memiliki kewenangan untuk mengusulkan
penyelesaian sengketa. Konsiliator bertindak sebagai pihak yang netral
dan independen yang membantu para pihak dalam mencapai penyelesaian
sengketa melalui proses negosiasi. Namun, dalam beberapa kasus,
konsiliator dapat memberikan saran atau rekomendasi kepada para pihak
sebagai panduan dalam mencapai kesepakatan.
• Aturan Konsiliasi:
Beberapa aturan dan pedoman untuk konsiliasi terdapat dalam Uncitral
Conciliation Rules (Peraturan Konsiliasi UNCITRAL). Aturan ini
memberikan panduan dan kerangka kerja untuk proses konsiliasi,
termasuk prinsip-prinsip seperti independensi konsiliator dan kebebasan
para pihak untuk berpartisipasi secara mandiri dalam proses konsiliasi.
• Membantu Para Pihak Independen:
Peran utama konsiliator adalah membantu para pihak yang bersengketa
untuk berkomunikasi secara terbuka dan mencari solusi yang saling
menguntungkan. Konsiliator tidak memihak pada salah satu pihak dan
tidak memiliki kepentingan pribadi dalam hasil penyelesaian. Mereka
berusaha untuk menjaga keseimbangan dan kesetaraan antara para pihak,

11
serta memastikan bahwa proses konsiliasi berjalan dengan adil dan
transparan.
• Proses Konsiliasi yang Layak:
Konsiliator memiliki kebebasan untuk menentukan cara atau metode yang
dianggap layak dalam proses konsiliasi. Mereka dapat memfasilitasi
pertemuan-pertemuan antara para pihak, mendorong dialog terbuka,
mengajukan pertanyaan yang relevan, dan mengarahkan diskusi menuju
penyelesaian yang dianggap memadai dan dapat diterima oleh semua pihak
yang terlibat.
Konsiliasi menjadi alternatif yang efektif dalam menyelesaikan sengketa dengan
cara yang lebih kolaboratif dan non-adversarial. Dengan melibatkan pihak ketiga
yang netral dan terampil sebagai konsiliator, para pihak memiliki kesempatan
untuk bekerja sama mencapai kesepakatan yang memuaskan tanpa harus melalui
proses peradilan yang formal dan mahal. Selain itu terdapat beberapa alternatif dari
penyelesaian sengketa, berikut adalah penjelasan rinci mengenai alternatif
penyelesaian sengketa:
• Pencari Fakta
Pencari Fakta adalah proses yang dilakukan oleh seorang atau tim yang
independen atau unilateral untuk melakukan pencarian fakta terkait suatu
masalah atau sengketa. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengumpulkan
informasi objektif dan akurat tentang permasalahan yang sedang
disengketakan. Pencari Fakta akan melakukan investigasi, memeriksa
bukti, dan berinteraksi dengan para pihak terkait. Setelah melakukan
analisis, mereka akan menyusun rekomendasi berdasarkan temuan fakta
mereka. Rekomendasi ini biasanya bersifat non-binding atau tidak
mengikat secara hukum, tetapi dapat menjadi pedoman yang berharga bagi
para pihak untuk mencapai penyelesaian yang saling menguntungkan.
• Minitrial
Minitrial adalah sistem pengadilan swasta yang digunakan untuk
menyelesaikan sengketa perusahaan. Dalam minitrial, pihak yang
bersengketa mempresentasikan argumen dan bukti mereka di hadapan
seorang "manajer" yang bertindak sebagai penengah atau fasilitator.
Manajer ini memiliki kewenangan untuk mengevaluasi argumen dan bukti
yang diajukan, serta memberikan saran atau rekomendasi untuk mencapai
penyelesaian sengketa. Tujuan utama minitrial adalah memfasilitasi proses
negosiasi antara para pihak dan mencapai kesepakatan penyelesaian.

12
Namun, keputusan atau rekomendasi dari manajer tersebut tidak mengikat
secara hukum kecuali jika disetujui oleh para pihak.
• Ombudsman
Ombudsman adalah pejabat publik yang independen, biasanya diangkat
oleh parlemen atau lembaga legislatif, dengan tujuan untuk melakukan
kritik, investigasi, dan publikasi terhadap kegiatan administrasi
pemerintahan. Ombudsman berfungsi sebagai mekanisme pengawasan
dan perlindungan hak-hak warga negara terhadap kebijakan atau tindakan
yang tidak adil atau tidak sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
baik. Mereka menerima pengaduan dari masyarakat, menyelidiki keluhan
tersebut, dan memberikan rekomendasi atau saran kepada lembaga atau
individu yang terlibat. Ombudsman tidak memiliki kekuasaan pengadilan,
namun, perannya penting dalam memastikan akuntabilitas dan
transparansi pemerintah.
• Penilaian Ahli
Penilaian Ahli digunakan dalam kasus-kasus yang kompleks atau teknis di
mana diperlukan penilaian atau pendapat dari ahli terkait. Ahli tersebut
memiliki pengetahuan dan keahlian khusus dalam bidang yang relevan
dengan sengketa. Mereka diberi wewenang untuk menyelidiki masalah,
menganalisis fakta dan bukti yang ada, dan memberikan pendapat atau
penilaian berdasarkan pengetahuan dan keahlian mereka. Namun,
keputusan yang diambil oleh para ahli ini hanya bersifat pendapat atau
rekomendasi, dan biasanya tidak mengikat secara hukum. Pendapat ahli
dapat menjadi pertimbangan penting bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
mencari solusi.
• Pengadilan Kasus Kecil (Small Claim Court)
Pengadilan Kasus Kecil adalah pengadilan yang memiliki kewenangan
untuk mengadili kasus-kasus kecil dengan prosedur yang cepat dan
sederhana. Pengadilan ini didesain untuk menyelesaikan sengketa-
sengketa kecil yang melibatkan jumlah klaim yang terbatas. Dalam
pengadilan kasus kecil, pihak yang bersengketa biasanya tidak diwajibkan
menggunakan jasa pengacara dan proses persidangan dilakukan dengan
cara yang lebih informal. Pengadilan ini bertujuan untuk memberikan
akses yang mudah dan biaya yang terjangkau bagi individu atau pihak-
pihak kecil dalam menyelesaikan sengketa mereka.

13
• Pengadilan Adat
Pengadilan Adat merupakan lembaga hukum yang bertugas
menyelesaikan sengketa berdasarkan adat atau tradisi yang berlaku dalam
suatu komunitas atau kelompok masyarakat. Pengadilan ini hanya
memiliki kewenangan dalam menangani masalah-masalah yang bersifat
adat atau tradisional, seperti perkawinan, warisan, atau konflik sosial
dalam masyarakat. Penyelesaian sengketa dalam pengadilan adat
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip, norma, dan nilai-nilai adat yang
dihormati oleh komunitas tersebut. Pengadilan adat dipimpin oleh tokoh-
tokoh adat yang diakui oleh masyarakat dan keputusan yang diambil
bersifat final dan mengikat dalam lingkup komunitas tersebut.
Penting untuk diingat bahwa proses dan aturan yang mengatur alternatif
penyelesaian sengketa ini dapat berbeda antara negara dan yurisdiksi yang berbeda.
Oleh karena itu, jika Anda terlibat dalam sengketa atau ingin menyelesaikan
masalah secara alternatif, penting untuk mencari informasi lebih lanjut tentang
peraturan yang berlaku di wilayah hukum yang relevan.
3. Abitrase (Abitration)
Arbitrase adalah suatu metode penyelesaian sengketa perdata swasta di luar pengadilan
umum. Metode ini didasarkan pada adanya kontrak arbitrase yang disepakati secara tertulis
oleh para pihak yang terlibat dalam sengketa. Dalam kontrak arbitrase, para pihak
menyepakati bahwa sengketa yang timbul akan diselesaikan melalui proses arbitrase, dan
mereka menunjuk pihak-pihak yang netral dan tidak berkepentingan dalam sengketa untuk
menjadi arbitrator atau penengah yang akan memeriksa dan memberikan putusan terhadap
sengketa tersebut.
a. Prinsip-prinsip hukum arbitrase
• Kredibilitas: Prinsip kredibilitas mengacu pada kepercayaan dan integritas proses
arbitrase. Arbitrase harus dilakukan oleh pihak yang memiliki kualifikasi, keahlian,
dan keadilan yang dapat diandalkan. Hal ini mencakup pemilihan arbitrator yang
netral dan tidak memihak, serta memastikan bahwa proses arbitrase berjalan secara
transparan dan sesuai dengan standar etika yang tinggi.
• Efisiensi: Prinsip efisiensi menekankan pentingnya penyelesaian sengketa secara
cepat dan biaya yang wajar. Arbitrase harus memberikan solusi yang efektif dan
efisien dalam penyelesaian sengketa, sehingga mengurangi biaya dan waktu yang
diperlukan dibandingkan dengan proses pengadilan konvensional. Efisiensi juga
melibatkan prosedur arbitrase yang sederhana dan fleksibel, tanpa mengorbankan
keadilan dalam proses tersebut.

14
• Aksesibilitas: Prinsip aksesibilitas menjamin bahwa arbitrase dapat diakses oleh
semua pihak yang terlibat dalam sengketa. Ini berarti bahwa proses arbitrase harus
dapat dijangkau secara ekonomis dan praktis oleh semua pihak, tanpa adanya
hambatan yang tidak perlu. Aksesibilitas juga melibatkan kesetaraan perlakuan
bagi semua pihak, termasuk perlindungan terhadap pihak yang lebih lemah atau
yang memiliki sumber daya terbatas.
• Sesuai dengan sense of justice dalam masyarakat: Prinsip ini mengacu pada
pentingnya arbitrase dalam mempertimbangkan dan mematuhi nilai-nilai keadilan
dan etika yang berlaku dalam masyarakat. Arbitrase harus memperhatikan norma-
norma sosial, moral, agama, dan hukum yang relevan untuk mencapai keputusan
yang adil dan diterima oleh masyarakat secara luas.
• Proteksi Hak para pihak: Prinsip ini menjamin bahwa para pihak yang terlibat
dalam arbitrase memiliki hak-hak yang dilindungi dan dihormati. Hal ini termasuk
hak untuk mengajukan argumen, mempresentasikan bukti, dan mendapatkan
keadilan dalam proses arbitrase. Hak-hak ini harus dijaga dan ditegakkan oleh
arbitrator dan prosedur arbitrase yang sesuai.
• Adil (fair and just): Prinsip keadilan menekankan bahwa proses arbitrase harus adil
dan memenuhi standar keadilan yang diakui secara umum. Ini mencakup
pendengaran yang adil, pengambilan keputusan yang obyektif dan rasional, serta
penilaian yang berdasarkan bukti dan argumen yang diajukan oleh para pihak.
Prinsip keadilan juga melibatkan perlakuan yang setara dan tidak diskriminatif
terhadap semua pihak yang terlibat dalam arbitrase.
• Final and binding: Prinsip final dan mengikat menunjukkan bahwa keputusan yang
dihasilkan dalam arbitrase memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan tidak
dapat diganggu gugat. Setelah keputusan atau award diberikan, para pihak
diharapkan untuk mematuhinya dan tidak ada banding yang mungkin dilakukan ke
pengadilan lain. Prinsip ini memberikan kepastian hukum dan stabilitas dalam
penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, arbitrase dapat menjadi metode yang efektif dan
adil dalam penyelesaian sengketa, memberikan solusi yang cepat, terjangkau, dan diakui
secara luas oleh para pihak yang terlibat.
b. Jenis jenis arbitrase
Berikut adalah penjelasan rinci mengenai jenis-jenis arbitrase yang disebutkan:
• Arbitrase Ad Hoc
Arbitrase Ad Hoc merujuk pada proses arbitrase yang dibentuk khusus
untuk menyelesaikan suatu sengketa tertentu. Pihak-pihak yang terlibat

15
dalam sengketa sepakat untuk membentuk panel arbitrase atau
mengangkat satu atau beberapa arbitrator untuk memutuskan sengketa
tersebut. Arbitrase Ad Hoc bersifat kasuistik, artinya proses ini tidak
terikat oleh struktur atau aturan yang tetap. Setelah sengketa diselesaikan
dan keputusan arbitrase diambil, fungsinya berhenti dan tidak ada lagi
hubungan terus-menerus antara panel arbitrase atau arbitrator dengan
pihak-pihak yang bersengketa.
• Arbitrase Kelembagaan/Institusional
Arbitrase Kelembagaan atau Institusional merujuk pada proses arbitrase
yang dilakukan melalui lembaga atau badan arbitrase yang telah didirikan
secara khusus. Lembaga arbitrase ini berperan dalam menyediakan
fasilitas, aturan, dan bantuan administratif dalam penyelesaian sengketa.
Lembaga ini dapat membantu dalam penunjukan arbitrator, mengelola
proses arbitrase, menetapkan aturan dan prosedur yang mengatur proses,
serta memfasilitasi pemilihan tempat arbitrase. Contoh lembaga arbitrase
kelembagaan terkenal adalah International Chamber of Commerce (ICC),
London Court of International Arbitration (LCIA), dan Singapore
International Arbitration Centre (SIAC). Arbitrase kelembagaan ini
dirancang untuk menyelesaikan berbagai jenis sengketa dalam konteks
perdagangan dan industri dengan menggunakan aturan dan prosedur yang
telah ditetapkan oleh lembaga tersebut.
Pilihan antara arbitrase ad hoc atau kelembagaan tergantung pada preferensi dan
kebutuhan pihak-pihak yang bersengketa. Arbitrase ad hoc memberikan
fleksibilitas yang lebih besar dalam menyesuaikan proses, sementara arbitrase
kelembagaan menawarkan kepastian dan kerangka kerja yang lebih terstruktur.
c. Pertimbangan yang mendorong kalangan bisnis memilih cara arbitrase
Pertimbangan-pertimbangan yang mendorong kalangan bisnis memilih cara
arbitrase sebagai metode penyelesaian sengketa adalah sebagai berikut:
1) Menghindari Publisitas: Salah satu alasan utama mengapa kalangan bisnis
memilih arbitrase adalah untuk menghindari publisitas yang mungkin
timbul dalam proses pengadilan. Dalam arbitrase, persidangan dilakukan
secara pribadi dan keputusan arbitrase biasanya bersifat rahasia. Hal ini
membantu menjaga kerahasiaan informasi sensitif dan menjaga reputasi
bisnis dari paparan publik yang tidak diinginkan.
2) Menekan Biaya Penyelesaian Sengketa: Arbitrase sering kali dianggap
sebagai alternatif yang lebih ekonomis daripada litigasi di pengadilan
umum. Proses arbitrase biasanya lebih singkat dan lebih efisien, sehingga

16
mengurangi biaya yang terkait dengan pengacara, persidangan, dan
prosedur hukum lainnya. Selain itu, pihak yang terlibat dalam arbitrase
dapat mengatur biaya arbitrase dengan cara yang lebih fleksibel, termasuk
biaya honorarium arbitrator, biaya administrasi, dan biaya lainnya.
3) Menyelesaikan Sengketa dengan Cepat: Salah satu keuntungan utama dari
arbitrase adalah kemampuannya untuk menyelesaikan sengketa dengan
cepat. Proses arbitrase dapat dirancang dengan jadwal yang ketat, dan
biasanya tidak terpengaruh oleh beban kerja yang berat seperti yang sering
terjadi di pengadilan umum. Hal ini memungkinkan para pihak untuk
mendapatkan keputusan yang cepat dan memulihkan kerugian atau
menyelesaikan perselisihan dengan lebih efisien.
4) Menyelesaikan Sengketa melalui Penggunaan Para Ahli di Bidangnya:
Arbitrase sering kali melibatkan penggunaan para ahli di bidang yang
bersangkutan dengan sengketa. Dalam kasus-kasus yang kompleks,
kehadiran ahli dapat membantu dalam penilaian fakta, analisis teknis, atau
penafsiran hukum yang relevan. Keberadaan para ahli ini memastikan
bahwa keputusan arbitrase didasarkan pada pemahaman yang mendalam
tentang masalah yang sedang diperdebatkan dan memungkinkan pihak-
pihak yang terlibat untuk memperoleh keputusan yang lebih akurat dan
berimbang.
5) Menghindari Penyelesaian Sengketa yang Tidak Adil: Arbitrase dianggap
sebagai metode penyelesaian sengketa yang adil karena melibatkan proses
yang independen dan netral. Dalam arbitrase, para pihak memiliki
kesempatan yang sama untuk mengajukan argumen, mempresentasikan
bukti, dan mempertahankan kepentingan mereka. Selain itu, pemilihan
arbitrator yang netral dan independen juga membantu memastikan
keadilan dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, arbitrase menjadi pilihan yang
menarik bagi kalangan bisnis dalam menyelesaikan sengketa. Kecepatan, efisiensi,
keadilan, dan kerahasiaan adalah beberapa keuntungan yang ditawarkan oleh
arbitrase sebagai alternatif terhadap proses litigasi yang lebih formal dan
konvensional.
d. Macam macam abitrase
Berikut adalah penjelasan mengenai macam-macam arbitrase:
1) Arbitrase Mengikat (Binding Arbitration): Dalam jenis arbitrase ini, keputusan
yang dihasilkan oleh panel arbitrator adalah final dan mengikat bagi para pihak

17
yang bersengketa. Keputusan tersebut memiliki kekuatan hukum yang sama
seperti putusan pengadilan, dan para pihak diharuskan untuk mematuhinya.
2) Arbitrase Tidak Mengikat (Nonbinding Arbitration): Dalam arbitrase ini,
keputusan yang dihasilkan oleh panel arbitrator tidak bersifat mengikat. Para
pihak memiliki kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti putusan
tersebut. Arbitrase nonbinding sering digunakan sebagai bentuk penyelesaian
sengketa awal, yang memberikan pandangan yang lebih jelas tentang posisi
masing-masing pihak sebelum mempertimbangkan opsi penyelesaian lainnya.
3) Arbitrase Kepentingan (Interest Arbitration): Jenis arbitrase ini tidak bertujuan
untuk memutuskan sengketa, tetapi untuk membantu menciptakan ketentuan-
ketentuan dalam kontrak setelah terjadi kebuntuan negosiasi antara pihak-
pihak yang bersengketa. Panel arbitrator digunakan sebagai mediator untuk
membantu mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
4) Arbitrase Hak (Rights Arbitration): Arbitrase hak dilakukan untuk
memberikan keputusan terhadap sengketa antara pihak-pihak yang
bersengketa. Fokus utama dari arbitrase ini adalah memutuskan siapa yang
benar atau salah berdasarkan hak-hak hukum yang ada dan memastikan
kepatuhan terhadap perjanjian atau kontrak yang ada.
5) Arbitrase Sukarela (Voluntary Arbitration): Jenis arbitrase ini dilakukan atas
permintaan para pihak yang terlibat dalam sengketa. Permintaan arbitrase
sukarela dapat dimasukkan dalam kontrak yang bersangkutan atau melalui
kesepakatan terpisah antara para pihak setelah timbulnya sengketa.
6) Arbitrase Wajib (Compulsory Arbitration): Arbitrase wajib merupakan jenis
arbitrase yang diwajibkan oleh undang-undang untuk dilakukan. Biasanya,
undang-undang mewajibkan pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa tertentu
untuk menjalani proses arbitrase sebelum dapat mengajukan tuntutan di
pengadilan.
7) Arbitrase Ad Hoc: Arbitrase ad hoc merujuk pada arbitrase yang tidak
dilakukan melalui lembaga arbitrase resmi atau tetap. Para pihak yang
bersengketa secara langsung menunjuk arbiter atau panel arbitrator yang
bekerja sesuai dengan aturan dan prosedur yang disepakati bersama. Tidak ada
badan arbitrase formal yang mengatur proses ini.
8) Arbitrase Lembaga: Dalam arbitrase lembaga, proses arbitrase dilakukan
melalui lembaga arbitrase yang telah ditetapkan sebelumnya. Lembaga
arbitrase ini memiliki aturan, prosedur, dan standar yang telah ditetapkan untuk
mengatur penyelesaian sengketa. Contoh lembaga arbitrase terkenal adalah

18
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan International Chamber of
Commerce (ICC).
9) Arbitrase Nasional: Arbitrase nasional terjadi ketika pihak-pihak yang
bersengketa berasal dari satu negara. Proses arbitrase dilakukan sesuai dengan
hukum dan peraturan arbitrase yang berlaku di negara tersebut.
10) Arbitrase Internasional: Arbitrase internasional terjadi ketika pihak-pihak yang
bersengketa berasal dari negara-negara yang berbeda. Arbitrase ini mengacu
pada hukum internasional dan menerapkan aturan dan prosedur yang diakui
secara internasional untuk penyelesaian sengketa antarnegara.
11) Arbitrase Kualitas: Arbitrase kualitas berkaitan dengan sengketa yang
melibatkan fakta-fakta tertentu, seperti masalah teknis, ilmiah, atau keahlian
khusus. Dalam arbitrase ini, arbiter yang memiliki keahlian dalam bidang yang
relevan dipilih untuk memutuskan sengketa berdasarkan pertimbangan faktual
dan teknis.
Setiap jenis arbitrase memiliki karakteristik dan kegunaan yang berbeda, dan
pemilihan jenis arbitrase yang tepat tergantung pada sifat dan konteks sengketa
yang sedang dihadapi oleh para pihak.
e. Kelebihan abitrase
Berikut adalah penjelasan mengenai kelebihan arbitrase:
1) Prosedur Tidak Berbelit: Arbitrase memiliki prosedur yang relatif lebih
sederhana dan cepat dibandingkan dengan pengadilan umum. Prosedur
arbitrase biasanya tidak terlalu formal dan menghindari hambatan-
hambatan teknis, sehingga memungkinkan penyelesaian sengketa yang
lebih efisien.
2) Biaya Murah: Arbitrase sering kali lebih ekonomis dibandingkan dengan
proses litigasi di pengadilan umum. Biaya arbitrase cenderung lebih
terkontrol dan dapat disesuaikan dengan tingkat kompleksitas dan sifat
sengketa yang sedang dihadapi.
3) Putusan Tidak Diekspos di Depan Umum: Keputusan arbitrase umumnya
bersifat rahasia dan tidak diungkapkan kepada publik. Ini memberikan
kerahasiaan dan privasi bagi para pihak yang terlibat dalam sengketa.
4) Hukum Terhadap Pembuktian dan Prosedur Lebih Luwes: Arbitrase
memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam hal hukum pembuktian
dan prosedur yang diterapkan. Para pihak dapat menyesuaikan aturan
pembuktian dan prosedur dengan kebutuhan dan keinginan mereka.
5) Pilihan Hukum yang Diberlakukan: Para pihak yang terlibat dalam
arbitrase memiliki kebebasan untuk memilih hukum yang akan diterapkan

19
dalam penyelesaian sengketa. Ini memungkinkan mereka untuk memilih
hukum yang paling sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan mereka.
6) Pilihan Arbiter: Para pihak dapat memilih sendiri arbiter atau panel
arbitrator yang akan menangani sengketa mereka. Pemilihan arbiter yang
ahli dan berpengalaman dalam bidang yang terkait dengan sengketa dapat
memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada para pihak.
7) Arbiter dari Kalangan Ahli: Dalam arbitrase, arbiter yang ditunjuk
seringkali merupakan ahli di bidangnya. Ini memastikan bahwa putusan
yang dihasilkan didasarkan pada pengetahuan dan keahlian yang
mendalam tentang masalah yang sedang dipertimbangkan.
8) Putusan Terkait dengan Situasi dan Kondisi: Arbiter dalam arbitrase dapat
mempertimbangkan situasi dan kondisi spesifik yang terkait dengan
sengketa. Mereka dapat memberikan solusi yang lebih fleksibel dan sesuai
dengan kebutuhan para pihak yang bersengketa.
9) Putusan Bersifat Final dan Binding: Keputusan arbitrase umumnya bersifat
final dan mengikat para pihak yang terlibat. Ini memberikan kepastian
hukum dan menghindari proses banding yang memperpanjang waktu
penyelesaian sengketa.
10) Eksekusi Putusan: Putusan arbitrase dapat dieksekusi oleh pengadilan dan
memiliki kekuatan yang setara dengan putusan pengadilan. Proses
eksekusi umumnya lebih cepat dan tidak melibatkan proses review yang
mendalam.
11) Proses Arbitrase Mudah Dimengerti: Prosedur arbitrase cenderung lebih
mudah dipahami oleh masyarakat luas dibandingkan dengan proses litigasi
di pengadilan. Ini memungkinkan para pihak untuk lebih aktif terlibat
dalam proses penyelesaian sengketa mereka.
12) Mencegah Forum Shopping: Arbitrase mengurangi kemungkinan praktik
forum shopping, di mana pihak mencoba memilih atau menghindari
pengadilan tertentu. Dalam arbitrase, para pihak sepakat untuk
menggunakan satu forum netral yang dapat memberikan keadilan dan
keobjektifan yang lebih besar.
f. Kelemahan abitrase
1) Hanya Tersedia untuk Perusahaan-perusahaan Besar: Arbitrase seringkali
membutuhkan biaya yang signifikan, termasuk biaya arbiter dan biaya
administratif. Hal ini membuatnya menjadi pilihan yang lebih umum di
kalangan perusahaan-perusahaan besar yang memiliki sumber daya yang
cukup untuk menangani biaya tersebut. Bagi perusahaan kecil atau

20
individu dengan sengketa yang lebih kecil, arbitrase mungkin tidak
menjadi opsi yang layak secara finansial.
2) Due Process Kurang Terpenuhi: Prosedur arbitrase cenderung lebih
fleksibel daripada pengadilan umum, namun hal ini juga berarti bahwa
beberapa prinsip due process, seperti penghadapan yang lengkap,
persidangan terbuka, atau hak untuk menghadirkan saksi dan barang bukti,
mungkin tidak sepenuhnya terpenuhi dalam konteks arbitrase.
3) Kurangnya Unsur Finalitas: Meskipun putusan arbitrase umumnya bersifat
final dan mengikat para pihak, ada kemungkinan untuk mengajukan upaya
hukum yang terbatas untuk membatalkan atau memperbaiki putusan
arbitrase. Ini dapat memunculkan ketidakpastian hukum dan
memperpanjang proses penyelesaian sengketa.
4) Kurangnya Kekuasaan untuk Menggiring Para Pihak ke Settlement:
Arbitrase tidak memiliki kekuasaan penyelesaian paksa, seperti yang
dimiliki oleh pengadilan. Arbiter tidak dapat memaksakan solusi
penyelesaian sengketa kepada para pihak yang bersengketa. Jika salah satu
pihak tidak kooperatif atau tidak bersedia untuk mencapai kesepakatan,
proses arbitrase dapat terhenti atau memerlukan langkah-langkah
tambahan.
5) Kurangnya Kekuasaan dalam Hal Law Enforcement dan Eksekusi:
Meskipun putusan arbitrase dapat dieksekusi oleh pengadilan, arbitrase
tidak memiliki kekuatan penegakan hukum langsung. Jika salah satu pihak
tidak mematuhi putusan arbitrase, proses eksekusi dapat menghadapi
tantangan dan hambatan tambahan.
6) Kurangnya Kekuasaan untuk Menghadirkan Barang Bukti atau Saksi:
Arbitrase memiliki keterbatasan dalam hal pemeriksaan barang bukti dan
saksi. Aturan tentang pemeriksaan dan pengumpulan bukti dapat lebih
terbatas dibandingkan dengan proses litigasi di pengadilan umum. Hal ini
dapat mempengaruhi aksesibilitas terhadap bukti-bukti penting yang
mungkin dibutuhkan untuk menyelesaikan sengketa.
7) Dapat Menyembunyikan Dispute dari Public Scrutiny: Keputusan
arbitrase umumnya bersifat rahasia dan tidak diungkapkan kepada publik.
Meskipun ini memberikan kerahasiaan bagi para pihak, hal ini juga berarti
bahwa proses dan putusan arbitrase tidak dapat diakses atau dievaluasi
oleh publik. Ini dapat menimbulkan kurangnya akuntabilitas dan
transparansi.

21
8) Tidak Dapat Menghasilkan Solusi yang Bersifat Preventif: Arbitrase
umumnya fokus pada penyelesaian sengketa tertentu, tanpa kemampuan
untuk memberikan pengarahan atau memperbaiki masalah sistemik yang
mendasarinya. Dengan demikian, arbitrase mungkin kurang efektif dalam
menghasilkan solusi yang bersifat preventif untuk mencegah sengketa
serupa terjadi di masa depan.
9) Putusan Tidak Dapat Diprediksi dan Ada Kemungkinan Timbulnya
Putusan yang Bertentangan: Hasil arbitrase tergantung pada arbiter yang
dipilih. Meskipun arbiter diharapkan objektif dan adil, interpretasi hukum
dan pendekatan mereka dapat bervariasi. Oleh karena itu, ada
kemungkinan adanya putusan yang tidak dapat diprediksi atau bahkan
bertentangan dalam kasus yang serupa.
10) Kualitas Putusan Bergantung pada Kualitas Arbiter: Kualitas putusan
arbitrase sangat tergantung pada kemampuan, keahlian, dan integritas
arbiter yang ditunjuk. Jika arbiter tidak memenuhi standar yang
diharapkan, putusan arbitrase dapat menjadi kurang memuaskan dan
meragukan.
11) Berakibat Kurangnya Semangat dan Upaya untuk Memperbaiki
Pengadilan Konvensional: Adopsi arbitrase sebagai alternatif untuk litigasi
di pengadilan umum dapat mengurangi tekanan untuk meningkatkan
sistem peradilan konvensional. Jika perusahaan atau individu cenderung
memilih arbitrase sebagai opsi default, hal ini dapat mengurangi insentif
untuk melakukan reformasi dan peningkatan pada sistem peradilan yang
lebih luas.
12) Berakibat Semakin Tingginya Rasa Permusuhan dan Hujatan terhadap
Badan-Badan Pengadilan Konvensional: Praktik arbitrase yang luas dapat
menghasilkan perasaan ketidakpercayaan dan kekurangan keyakinan
terhadap sistem pengadilan konvensional. Ini dapat memunculkan
permusuhan dan hujatan terhadap badan-badan pengadilan, yang pada
gilirannya dapat menghambat perkembangan dan perbaikan sistem
peradilan yang ada.
Perlu dicatat bahwa kelemahan-kelemahan ini tidak selalu muncul dalam setiap
kasus arbitrase, dan penting untuk mempertimbangkan konteks khusus dan
karakteristik sengketa yang terlibat dalam mengevaluasi apakah arbitrase adalah
pilihan yang tepat dalam setiap situasi tertentu.
g. Prosedur Abitrase
Berikut adalah penjelasan mengenai prosedur arbitrase:

22
1) Permohonan Arbitrase oleh Pemohon: Pihak yang mengajukan sengketa,
yang disebut sebagai pemohon, mengajukan permohonan arbitrase kepada
lembaga arbitrase atau kepada pihak lain yang ditunjuk untuk menangani
sengketa tersebut. Permohonan ini berisi informasi tentang sengketa,
pihak-pihak yang terlibat, klaim yang diajukan, dan permintaan untuk
memulai proses arbitrase.
2) Pengangkatan Arbiter: Setelah permohonan arbitrase diajukan, arbiter atau
panel arbiter akan ditunjuk. Pemohon dan termohon mungkin memiliki
kesempatan untuk mengusulkan atau menyetujui arbiter yang akan
memimpin arbitrase. Arbiter biasanya merupakan individu yang terampil
dan berpengalaman di bidang hukum yang relevan dengan sengketa yang
dipersengketakan.
3) Pengajuan Surat Tuntutan oleh Pemohon: Setelah arbiter ditunjuk,
pemohon akan mengajukan surat tuntutan resmi yang merinci klaim dan
argumen hukumnya. Surat tuntutan ini harus diserahkan kepada termohon
dan pihak lain yang terlibat dalam arbitrase.
4) Penyampaian 1 (satu) Salinan Putusan kepada Termohon: Setelah
menerima surat tuntutan, arbiter akan menyampaikan salinan putusan
kepada termohon. Putusan ini berisi klaim yang diajukan oleh pemohon
dan alasan hukum yang mendukung klaim tersebut.
5) Jawaban Tertulis dari Termohon: Termohon memiliki waktu tertentu
untuk menyampaikan jawaban tertulis terhadap surat tuntutan. Jawaban ini
berisi argumen hukum dan pembelaan termohon terhadap klaim yang
diajukan oleh pemohon.
6) Salinan Jawaban Diserahkan kepada Pemohon atas Perintah Arbiter:
Setelah termohon mengajukan jawaban tertulis, arbiter dapat
memerintahkan untuk menyampaikan salinan jawaban tersebut kepada
pemohon. Hal ini memungkinkan pemohon untuk merespons argumen dan
pembelaan yang diajukan oleh termohon.
7) Perintah Arbiter agar Para Pihak Menghadap Arbitrase: Arbiter dapat
mengeluarkan perintah yang menetapkan tanggal dan waktu pertemuan
arbitrase, di mana para pihak yang terlibat diharapkan hadir untuk
mempresentasikan argumen dan bukti mereka.
8) Para Pihak Menghadap Arbitrase: Pada tanggal yang ditentukan, para
pihak dan kuasa hukum mereka hadir di hadapan arbiter untuk

23
mempresentasikan kasus mereka. Para pihak dapat memperkenalkan bukti,
menghadirkan saksi, dan mengajukan argumen secara lisan.
9) Tuntutan Balasan dari Termohon: Selama proses arbitrase, termohon dapat
mengajukan tuntutan balasan terhadap pemohon, yang merupakan
tanggapan terhadap klaim yang diajukan oleh pemohon. Tuntutan balasan
ini dapat berisi argumen hukum, pembelaan, dan klaim lawan yang
diajukan oleh termohon.
10) Pemanggilan Lagi Jika Termohon Tidak Menghadap tanpa Alasan yang
Jelas: Jika termohon tidak hadir dalam arbitrase tanpa alasan yang jelas,
arbiter dapat memanggil termohon kembali atau melanjutkan proses
arbitrase secara eks parte, yaitu tanpa kehadiran termohon.
11) Jika Termohon Tidak Menghadap Sidang, Pemeriksaan Diteruskan tanpa
Kehadiran Termohon (Verstek) dan Tuntutan Dikabulkan Jika Cukup
Alasan untuk Itu: Jika termohon tidak hadir dalam arbitrase dan tidak
memberikan alasan yang cukup, arbiter dapat melanjutkan proses arbitrase
dan memutuskan sengketa berdasarkan klaim yang diajukan oleh
pemohon.
12) Jika Termohon Hadir, Diusahakan Perdamaian oleh Arbiter: Jika
termohon hadir dalam arbitrase, arbiter dapat berusaha mencapai
perdamaian antara para pihak sebelum memutuskan sengketa. Upaya
perdamaian ini bertujuan untuk mencapai penyelesaian yang dapat
diterima oleh kedua belah pihak tanpa harus melanjutkan proses arbitrase.
13) Proses Pembuktian: Selama proses arbitrase, para pihak memiliki
kesempatan untuk mempresentasikan bukti dan saksi mereka untuk
mendukung klaim atau pembelaan mereka. Proses ini mencakup
pemeriksaan, pemeriksaan silang, dan presentasi argumen hukum.
14) Pemeriksaan Selesai dan Ditutup (Maks. 180 Hari Sejak Arbitrase
Terbentuk): Setelah semua argumen, bukti, dan saksi telah
dipresentasikan, arbiter akan mengumumkan bahwa pemeriksaan telah
selesai dan menutup proses arbitrase. Biasanya, proses arbitrase harus
diselesaikan dalam batas waktu tertentu, yang dapat ditentukan oleh
hukum atau perjanjian antara para pihak.
15) Pengucapan Putusan: Setelah pemeriksaan selesai, arbiter akan
mempertimbangkan argumen, bukti, dan argumen hukum yang
disampaikan oleh para pihak. Setelah pertimbangan yang cermat, arbiter
akan mengucapkan putusan tertulis yang menentukan hak dan kewajiban
para pihak dalam sengketa tersebut.

24
16) Putusan Diserahkan kepada Para Pihak: Setelah putusan arbitrase
diucapkan, arbiter akan menyampaikan salinan putusan kepada para pihak
yang terlibat dalam arbitrase.
17) Putusan Diterima oleh Para Pihak: Para pihak diharapkan menerima
putusan arbitrase yang diucapkan oleh arbiter. Putusan ini akan mengikat
para pihak dan menjadi dasar untuk penyelesaian sengketa yang
dipersengketakan.
18) Koreksi, Tambahan, Pengurangan terhadap Putusan: Dalam beberapa
kasus, para pihak dapat mengajukan permintaan koreksi, tambahan, atau
pengurangan terhadap putusan arbitrase jika mereka menemukan
kesalahan atau kekurangan dalam putusan tersebut. Permintaan ini akan
dipertimbangkan oleh arbiter.
19) Penerangan dan Pendaftaran Putusan ke Pengadilan Negeri yang
Berwenang: Putusan arbitrase yang telah diterima oleh para pihak akan
diterangkan dan didaftarkan di pengadilan negeri yang berwenang. Hal ini
memberikan legitimasi hukum kepada putusan tersebut.
20) Permohonan Eksekusi Didaftarkan di Panitera Pengadilan Negeri: Jika
salah satu pihak tidak mematuhi putusan arbitrase, pihak yang berhak
dapat mengajukan permohonan eksekusi putusan ke panitera pengadilan
negeri. Permohonan ini bertujuan untuk melaksanakan putusan arbitrase
secara paksa.
21) Putusan Pelaksanaan Dijatuhkan: Setelah permohonan eksekusi diajukan,
pengadilan akan mempertimbangkan permohonan tersebut dan, jika
memenuhi syarat, akan mengeluarkan putusan pelaksanaan yang
memberikan wewenang untuk melaksanakan putusan arbitrase.
22) Perintah Ketua Pengadilan Negeri Jika Putusan Tidak Dilaksanakan: Jika
putusan arbitrase tidak dilaksanakan oleh pihak yang kalah dalam
sengketa, ketua pengadilan negeri dapat mengeluarkan perintah atau
tindakan lain yang diperlukan untuk memastikan pelaksanaan putusan
tersebut.
Prosedur arbitrase dapat bervariasi tergantung pada lembaga arbitrase yang
digunakan dan peraturan hukum yang berlaku dalam yurisdiksi tertentu. Oleh
karena itu, para pihak yang terlibat dalam arbitrase harus mempelajari aturan dan
prosedur yang berlaku untuk kasus mereka secara spesifik.
h. Prinsip hukum eksekusi arbitrase
Prinsip-prinsip hukum dalam eksekusi putusan arbitrase adalah sebagai berikut:

25
1) Eksekusi Secara Sukarela: Prinsip ini menekankan bahwa putusan
arbitrase seharusnya dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah
dalam sengketa. Pihak yang menang dalam arbitrase memiliki hak untuk
menuntut pelaksanaan putusan tersebut, dan pihak yang kalah diharapkan
untuk patuh terhadap putusan tersebut tanpa memerlukan campur tangan
pengadilan.
2) Eksekusi Secara Paksa: Jika pihak yang kalah dalam sengketa enggan atau
tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, prinsip eksekusi
secara paksa dapat diterapkan. Ini berarti bahwa pihak yang menang dapat
mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan yang berwenang untuk
melaksanakan putusan arbitrase secara paksa. Pengadilan akan memeriksa
permohonan tersebut dan, jika memenuhi persyaratan hukum, akan
mengeluarkan perintah eksekusi untuk memaksa pihak yang kalah
melaksanakan putusan tersebut.
i. Kontrak abitrase
1) Kontrak Arbitrase: Ini menjelaskan bahwa kontrak arbitrase adalah
kesepakatan antara para pihak yang sedang bersengketa sebelum atau
setelah terjadinya sengketa tersebut. Tujuan kesepakatan ini adalah untuk
membawa setiap sengketa yang timbul dari bisnis yang terkait dengan
transaksi tertentu ke proses arbitrase. Dalam kontrak arbitrase, para pihak
yang bersengketa setuju untuk menghindari pengadilan umum dan
memilih arbitrase sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa mereka.
2) Arbitrase Internasional: Ini menjelaskan bahwa arbitrase internasional
melibatkan arbitrase yang dilakukan melalui lembaga arbitrase atau
arbitrase ad hoc, dan melibatkan pihak-pihak dari dua negara yang
berbeda. Penjelasan juga menyebutkan bahwa pengadilan yang berwenang
untuk melaksanakan eksekusi putusan arbitrase internasional atau asing di
Indonesia adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini menunjukkan
bahwa apabila ada putusan arbitrase internasional yang perlu dieksekusi di
Indonesia, pengadilan tersebut akan menangani proses eksekusi putusan
tersebut sesuai dengan yurisdiksinya.
2.3 Pembuktian
Menurut Sudikno Mertokusumo, pembuktian mengandung artis logis, konvensional dan
yuridis. Dalam arti logis, adalah memberikan kepastian yang mutlak. Menurut Subekti, hukum
pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan
dalam suatu persengketaan.

26
1. Hal yang harus dibuktikan
Dalam sebuah persidangan, terdapat beberapa hal yang harus dibuktikan agar dapat
mempengaruhi keputusan hakim. Berikut adalah penjelasan rinci tentang hal-hal yang
harus dibuktikan:
a. Gugatan yang diakui pihak lawan: Pihak yang mengajukan gugatan harus dapat
membuktikan bahwa gugatan yang diajukan diakui oleh pihak lawan. Ini berarti pihak
yang menjadi tergugat harus menyatakan secara tegas bahwa mereka mengakui
bahwa gugatan tersebut ada dan perlu ditangani oleh pengadilan. Hal ini penting
karena pengadilan hanya dapat memeriksa dan memutuskan sengketa yang diakui
oleh kedua belah pihak.
b. Penglihatan hakim di muka persidangan: Pada saat persidangan, hakim memiliki
kewenangan untuk melihat dan menilai semua bukti, argumen, dan fakta yang
disajikan oleh kedua belah pihak. Pihak yang mengajukan gugatan harus mampu
mempresentasikan bukti yang cukup dan argumen yang meyakinkan di hadapan
hakim agar hakim dapat melihat dan memahami dasar gugatan yang diajukan.
c. Yang telah diketahui oleh umum: Beberapa hal atau fakta yang telah diketahui oleh
umum tidak perlu dibuktikan di muka persidangan. Ini berarti bahwa hal-hal yang
telah menjadi pengetahuan umum atau telah diterima secara luas sebagai kebenaran
tidak perlu dibuktikan kembali di hadapan hakim. Misalnya, fakta-fakta sejarah,
hukum yang umum dikenal, atau informasi umum yang dapat diakses oleh
masyarakat.
d. Hal-hal yang harus dibuktikan: Selain hal-hal di atas, pihak yang mengajukan
gugatan juga harus membuktikan semua hal-hal yang menjadi dasar gugatan mereka.
Ini termasuk fakta-fakta yang menjadi dasar klaim atau tuntutan hukum yang
diajukan. Pihak yang mengajukan gugatan harus menyajikan bukti yang cukup untuk
mendukung klaim mereka dan meyakinkan hakim tentang kebenaran klaim tersebut.
Dalam proses pembuktian, biasanya pihak yang mengajukan gugatan memiliki beban
pembuktian yang lebih berat, yang berarti mereka harus menyajikan bukti yang lebih kuat
dan meyakinkan dibandingkan dengan pihak lawan. Namun, pihak lawan juga memiliki
kesempatan untuk mengajukan bukti pembelaan atau meragukan keabsahan bukti yang
disajikan oleh pihak penggugat. Akhirnya, hakim akan mengevaluasi semua bukti yang
disajikan dan membuat keputusan berdasarkan pembuktian yang telah diberikan oleh
kedua belah pihak.
2. Alat dalam bukti perkara perdata
Dalam pembuktian perkara perdata, terdapat beberapa alat bukti yang digunakan untuk
mendukung argumen dan klaim yang diajukan oleh para pihak. Berikut adalah penjelasan
rinci tentang alat bukti yang umum digunakan:

27
a. Sumpah: Sumpah adalah salah satu alat bukti yang melibatkan kesaksian pihak yang
bersumpah dengan mengucapkan sumpah di depan pengadilan. Pihak yang
bersumpah meyakini bahwa apa yang dia katakan adalah kebenaran. Sumpah
biasanya digunakan ketika tidak ada bukti lain yang dapat disajikan atau untuk
memperkuat bukti yang ada.
b. Surat: Surat merupakan alat bukti yang penting dalam perkara perdata. Surat-surat
yang dapat digunakan sebagai bukti meliputi surat kontrak, surat pernyataan, surat
pemberitahuan, atau surat komunikasi lainnya antara para pihak yang terkait dengan
perkara. Surat harus memenuhi persyaratan keabsahan, seperti ditandatangani oleh
pihak yang berwenang dan memiliki kekuatan hukum yang relevan dengan perkara
yang sedang dipersengketakan.
c. Saksi: Saksi adalah pihak yang memberikan kesaksian secara lisan di hadapan
pengadilan. Saksi memiliki pengetahuan atau pengalaman langsung terkait dengan
perkara yang sedang dipersengketakan. Kesaksian saksi dapat memberikan informasi
tambahan, fakta, atau bukti yang dapat mendukung argumen atau klaim yang
diajukan oleh salah satu pihak. Saksi harus bersumpah untuk memberikan kesaksian
yang jujur dan benar.
d. Pengakuan: Pengakuan adalah pengakuan secara lisan atau tertulis dari salah satu
pihak yang terlibat dalam perkara. Pengakuan tersebut merupakan pengakuan atas
fakta atau klaim yang sedang dipersengketakan. Pengakuan dapat menjadi alat bukti
yang kuat jika diberikan secara sukarela dan tanpa paksaan.
e. Pengsangkaan-persangkaan: Pengsangkaan-persangkaan (presumsi) adalah alat bukti
yang digunakan ketika fakta-fakta yang dapat diterima secara umum atau logis
digunakan untuk menyimpulkan adanya fakta lain yang tidak dapat dibuktikan secara
langsung. Misalnya, jika seseorang terlihat membawa kunci dan masuk ke dalam
sebuah rumah, maka dapat diasumsikan bahwa orang tersebut memiliki akses ke
rumah tersebut.
Penting untuk dicatat bahwa alat bukti yang digunakan dalam perkara perdata harus
memenuhi persyaratan hukum yang berlaku dan relevan dengan kasus yang sedang
dipersengketakan. Hakim akan mengevaluasi dan mempertimbangkan bukti-bukti yang
disajikan oleh kedua belah pihak sebelum membuat keputusan yang adil dan berdasarkan
fakta-fakta yang telah terbukti.
2.4 Perkembangan teknologi informasi terhadap penyelesaian sengketa bisnis
Perkembangan teknologi informasi telah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penyelesaian sengketa bisnis. Berikut adalah beberapa dampak penting dari perkembangan tersebut:

28
1. Mediasi dan Arbitrase Online: Teknologi informasi memungkinkan penyelesaian sengketa
bisnis secara online melalui platform mediasi dan arbitrase daring. Para pihak yang terlibat
dalam sengketa dapat melakukan pertemuan, presentasi, dan berkomunikasi melalui video
conference atau platform komunikasi online lainnya. Hal ini menghilangkan keterbatasan
geografis dan memungkinkan para pihak untuk mengakses proses penyelesaian sengketa
dengan lebih efisien.
2. Penyimpanan dan Pertukaran Dokumen Elektronik: Dengan adanya teknologi informasi,
dokumen-dokumen yang relevan dengan sengketa bisnis dapat disimpan secara elektronik dan
dengan mudah diakses oleh para pihak yang terlibat. Penggunaan sistem manajemen dokumen
elektronik (electronic document management system) memungkinkan penyimpanan,
pencarian, dan pertukaran informasi yang efisien dan aman.
3. E-Discovery: Dalam sengketa bisnis yang melibatkan bukti elektronik, teknologi informasi
memainkan peran penting dalam proses e-discovery. E-discovery merujuk pada identifikasi,
pengumpulan, dan analisis bukti elektronik seperti email, pesan teks, dokumen elektronik, dan
data lainnya yang relevan dengan sengketa. Teknologi informasi memudahkan proses e-
discovery dengan penggunaan perangkat lunak khusus dan metode analisis data yang canggih.
4. Penyelesaian Sengketa Online: Selain mediasi dan arbitrase online, terdapat juga platform
penyelesaian sengketa online yang menyediakan layanan penyelesaian sengketa melalui proses
negosiasi atau pendapat publik. Para pihak dapat mengajukan klaim, mempresentasikan
argumen, dan mencapai kesepakatan melalui platform tersebut, yang menghemat waktu dan
biaya yang terkait dengan penyelesaian sengketa konvensional.
5. Analisis Data dan Teknik Pendukung: Perkembangan teknologi informasi seperti kecerdasan
buatan (artificial intelligence) dan analisis data (data analytics) dapat digunakan untuk
menganalisis bukti-bukti dan informasi terkait sengketa bisnis. Teknik-teknik ini dapat
membantu dalam penentuan fakta, evaluasi risiko, dan membuat keputusan yang lebih
informasi dan berdasarkan data.
Dalam keseluruhan, perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara penyelesaian sengketa
bisnis dilakukan. Hal ini memberikan efisiensi, aksesibilitas, dan transparansi yang lebih besar
dalam proses penyelesaian sengketa, serta mengurangi ketergantungan pada pertemuan fisik dan
prosedur konvensional. Namun, penting untuk mempertimbangkan aspek keamanan, privasi, dan
perlindungan data dalam penggunaan teknologi informasi dalam penyelesaian sengketa bisnis.
2.5 Pengaruh Penyelesaian Sengketa Bisnis Terhadap Keadilan, Efisiensi, Dan
Keberlanjutan Bisnis
Penyelesaian sengketa bisnis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keadilan, efisiensi,
dan keberlanjutan bisnis. Berikut adalah penjelasan mengenai dampak-dampak tersebut:

29
1. Keadilan: Penyelesaian sengketa bisnis yang adil merupakan tujuan utama dalam upaya
mencapai keadilan. Proses penyelesaian sengketa yang transparan, objektif, dan independen
menjadi faktor penting dalam menjamin keadilan. Ketika sengketa bisnis diselesaikan dengan
cara yang adil, kepercayaan antara para pihak akan tetap terjaga, dan hal ini dapat mendorong
iklim bisnis yang sehat.
2. Efisiensi: Penyelesaian sengketa bisnis yang efisien sangat penting dalam menjaga kelancaran
dan produktivitas bisnis. Ketika sengketa dapat diselesaikan dengan cepat dan biaya yang
terjangkau, para pihak dapat fokus pada kegiatan inti bisnis mereka. Proses penyelesaian
sengketa yang panjang dan rumit dapat menghambat pertumbuhan bisnis dan menghasilkan
biaya yang tinggi. Oleh karena itu, efisiensi dalam penyelesaian sengketa sangat berpengaruh
terhadap kelangsungan dan keberhasilan bisnis.
3. Keberlanjutan Bisnis: Penyelesaian sengketa bisnis yang baik juga dapat berdampak pada
keberlanjutan bisnis. Ketika sengketa diselesaikan dengan cara yang baik, kestabilan dan
kontinuitas bisnis dapat dipertahankan. Konflik yang berlarut-larut dan penyelesaian yang tidak
memuaskan dapat mengganggu operasional perusahaan, mengganggu hubungan dengan pihak
terkait, dan berdampak negatif pada reputasi bisnis. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa
yang efektif dan menghasilkan solusi yang memadai dapat membantu menjaga keberlanjutan
bisnis.
Dalam keseluruhan, penyelesaian sengketa bisnis yang berdampak pada keadilan, efisiensi, dan
keberlanjutan bisnis menjadi faktor kunci dalam menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan
berkelanjutan. Perusahaan dan individu yang mampu menyelesaikan sengketa dengan baik akan
memperoleh manfaat jangka panjang, seperti reputasi yang baik, hubungan yang kuat dengan pihak
terkait, dan kesempatan untuk berkembang secara berkelanjutan.

30
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyelesaian sengketa bisnis memiliki dampak yang signifikan terhadap keadilan, efisiensi,
dan keberlanjutan bisnis. Dalam hal keadilan, penyelesaian sengketa yang adil melibatkan proses
transparan, objektif, dan independen, yang membantu menjaga kepercayaan dan menciptakan iklim
bisnis yang sehat. Dalam hal efisiensi, penyelesaian yang cepat dan biaya yang terjangkau
memungkinkan para pihak untuk fokus pada kegiatan inti bisnis mereka, sementara penyelesaian
yang lambat dan rumit dapat menghambat pertumbuhan bisnis. Dalam hal keberlanjutan bisnis,
penyelesaian sengketa yang baik membantu menjaga stabilitas dan kontinuitas bisnis dengan
menghindari konflik yang berlarut-larut dan mengganggu operasional perusahaan serta reputasi
bisnis. Keseluruhan, penyelesaian sengketa yang memperhatikan aspek keadilan, efisiensi, dan
keberlanjutan bisnis menjadi faktor penting dalam menciptakan lingkungan bisnis yang sehat,
berkelanjutan, dan mendukung pertumbuhan jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA
Aditya,S., , & Hariyanto, T. (2019). Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase di Indonesia.
Jurnal Hukum & Pembangunan , 313-332.
Hafidz, A. (2018). Efektifivitas Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Mediasi: Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jurnal Penelitian Hukum, 74-88.
Pramono, A.P. (2019). Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbiratse di
Indonesia. Jurnal Hukum & Pembangunan , 95-112.
Purwanto, E., , & Baharrudin, M. . (2020). Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Mediasi di
Indonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan, 87-104.
Sari, Y.,, & Isnanto, R. R. (2020). Analisis Efektivitas Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Mediasi
di Indonesia. Jurnal Yustisia , 204-222.
Triyoga, B. A. (2017). Pengadilan Negeri Dalam Menyelesaikan Perkara Perdata . Jurnal Hukum Ius
Quia Iustum, 361-380.
Usman, S. ( 2019). Mahkamah Agung Sebagai Lembaga Peradilan Tingkat Kasasi Dalam Sistem
Peradilan Indonesia. Jurnal Hukum Prioris, 18-35.
Wicaksono, D.,, & Efferin, S. (2018). Pengetian, Proses, dan Penyelesaian Sengketa Bisnis di
Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan , 53-64.

31

Anda mungkin juga menyukai