DALAM BISNIS
Oleh :
Padlah Riyadi, SE, Ak
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Liberalisasi perdagangan pada era ekonomi global dan pasar bebas
menghadirkan tantangan yang berat bagi negara-negara berkembang termasuk
Indonesia karena di pasar bebas akan bertemu kekuatan-kekuatan yang tidak
berimbang. Kemampuan antara negara satu dengan negara yang lainnya
tidaklah sama dan negara maju tentu memiliki kekuatan dan keunggulan yang
lebih tinggi di banding dengan Negara-negara berkembang.
Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya besar setiap hari
tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap
jenis sengketa yang terjadi selalu menutut pemecahan dan penyelsaian yang
cepat. Makin banyak dan luas kegiatan perdagangan frekuensi terjadi sengketa
makin tinggi. Ini berarti makin banyak sengketa harus diselsaikan.
Membiarkan sengketa dagang terlambat diselesaikan akan mengakibatkan
perkembangan pembangunan tidak efisien, produktifitas menurun, dunia bisnis
mengalami kemandulan dan biaya produksi meningkat. Konsumen adalah
pihak yang paling dirugikan, disamping itu peningkatan kesejahteraan dan
kemajuan sosial kaum pekerja juga terhambat. Kalaupun akhirnya hubungan
bisnis ternyata menimbulkan sengketa di antara para pihak yang terlibat,
peranan penasihat hukum dalam menyelsaikan sengketa itu dihadapkan pada
alternative.
Secara konvensional, penyelsaian sengketa biasanya dilakukan secara
litigasi atau penyelsaian sengketa dimuka pengadilan. Dalam keadaan
demikian, posisi para pihak yang bersengketa sangat antagonistis (saling
berlawanan satu sama lain). Penyelsaian sengketa bisnis model ini tidak
direkomendasikan.
Kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu semata-mata sebagai
jalan terakhir (ultimatum remedium) setelah alternatif lain diniali tidak
membuahkan hasil. Proses penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu
yang lama mengakibatkan perusahaan atau para pihak yang bersengketa
mengalami ketidakpastian. Cara penyelesaian seperti itu tidak diterima dunia
binis melalui lembaga peradilan tidak selalu menguntungkan secara adil bagi
kepentingan para pihak yang bersengketa.
Setiap jenis sengketa bisnis yang
terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang tepat. Semakin luas
dan banyak kegiatan dalam bidang bisnis dan perdagangan, frekuensi
terjadinya sengketa juga semakin tinggi. Ini berarti semakin banyak sengketa
yang harus diselesaikan dari waktu ke waktu. Sehubungan dengan itu perlu
Penyelesaian Sangketa Dalam Bisnis : ..
1
dicari dan dipikirkan cara dan sistem penyelsaian sengketa yang cepat, efektif
dan efisien. Untuk itu harus dibina dan diwujudkan suatu sistem penyelesaian
sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju perkembangan
perekonomian dan perdagangan di masa datang. Dalam menghadapi
liberalisasi perdagangan harus ada lembaga yang dapat diterima dunia bisnis
dan memiliki kemampuan sistem menyelsaikan sengketa dengan cepat dan
biaya murah. Oleh karena itu, mekanisme penyelesaian sengketa bisnis juga
mengalami berbagai dinamika perbaikan dan penyempurnaan, agar mekanisme
penyelesaian sengketa tersebut dapat memenuhi harapan masyarakat pencari
keadilan (justiciabellen) khususnya dari kalangan dunia bisnis.
Regulasi aturan bisnispun banyak dibuat disesuaikan dengan
karakteristik tuntutan dan kebutuhan bisnis. Lalu yang menjadi pertanyaan
disini adalah Manakah yang paling tepat dalam menangani kejahatan bisnis
yang marak terjadi di negara ini, pola penyelesaian dengan sanksi perdata,
sanksi pidana atau sanksi administratip ?
1.2 Perumusan Masalah.
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan
ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan
beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1. Apa itu sengketa ?
2. Bagaimana cara Penyelesaian sengketa di Indonesia, dan prosedur apa
saja yang digunakan dalam penyelesaian sngketa bisnis tersebut ?
1.3 Tujuan.
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
Untuk menambah pengetahuan tentang sengketa bisnis dan mengetahui
bagaimana cara penyelesaian sengketa bisnis.
1.4 Manfaat.
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang penyelesaian Sengketa
dalam hukum bisnis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara penyelesaian dari sengketa
bisnis, dan prosedur apa saja yang digunakan.
BAB I
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sengketa dan Pembuktian.
1.1.1 Pengertian Sengketa.
Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok
atau organisasi terhadap satu objek permasalahan. Pengertian sengketa
bisnis menurut Maxwell J. Fulton a commercial disputes is one which
arises during the course of the exchange or transaction process is central
to market economy. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah
pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau
pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek
permasalahan. Winardi, menjelaskan bahwa Pertentangan atau konflik
yang terjadi antara individu individu atau kelompok kelompok yang
mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek
kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang
lain. Ali Achmad, mendefinisikan sengketa sebagai pertentangan antara
dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang
suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum
antara keduanya. Dari pendapat diatas dapat di simpulkan
bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua
lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya
dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang
melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of interest diantara
para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam
berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa
bisnis. Secara rinci sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis dapat
berupa sengketa sebagai berikut :
1.
Sengketa perniagaan
2.
Sengketa perbankan
3.
Sengketa Keuangan
4.
Sengketa Penanaman Modal
5.
Sengketa Perindustrian
6.
Sengketa HKI
7.
Sengketa Konsumen
8.
Sengketa Kontrak
9.
Sengketa pekerjaan
10.
Sengketa perburuhan
11.
Sengketa perusahaan
12.
Sengketa hak
13.
Sengketa property
14.
Sengketa Pembangunan konstruksi.
1.1.2
Pengertian Pembuktian.
Penilaian Ahli.
2.
3.
4.
5.
1.3
Pembuktian Secara Perdata.
1.3.1 Prinsip Hukum Pembuktian.
Prinsip-prinsip dalam hukum pembuktian adalah landasan
penerapan pembuktian. Semua pihak, termasuk hakim harus berpegang
pada patokan yang digariskan prinsip dimaksud.
1. Pembuktian Mencari dan Mewujudkan Kebenaran Formil.
Sistem pembuktian yang dianut hukum acara perdata, tidak
bersifat stelsel negatif menurut undang-undang ( negatief wettelijk
stelsel ), seperti dalam proses pemeriksaan pidana yang menuntut
pencarian kebenaran. Kebenaran yang dicari dan diwujudkan dalam
proses peradilan pidana, selain berdasarkan alat bukti yang sah dan
mencapai batas minimal pembuktian, kebenaran itu harus diyakini
hakim. Prinsip inilah yang disebut beyond reasonable doubt.
Kebenaran yang diwujudkan benar-benar berdasarkan bukti-bukti
yang tidak meragukan, sehingga kebenaran itu dianggap bernilai
sebagai kebenaran hakiki. Sistem Pembuktian ini diatur dalam Pasal
183 KUHAP. Namun, tidak demikian dalam proses peradilan perdata,
kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim cukup kebenaran formil
( formeel waarheid ). Pada dasarnya tidak dilarang pengadilan perdata
mencari dan menemukan kebenaran materiil. Akan tetapi bila
kebenaran materiil tidak ditemukan, hakim dibenarkan hukum
mengambil putusan berdasarkan kebenaran formil.
Dalam rangka mencari kebenaran formil, perlu diperhatikan
beberapa prinsip sebagai pegangan bagi hakim maupun bagi para
pihak yang berperkara.
1.a. Tugas dan Peran Hakim Bersifat Pasif.
Hakim hanya terbatas menerima dan memeriksa sepanjang
mengenai hal-hal yang diajukan penggugat dan tergugat. Oleh
karena itu, fungsi dan peran hakim dalam proses perkara perdata
hanya terbatas pada mencari dan menemukan kebenaran formil,
dimana kebenaran tersebut diwujudkan sesuai dengan dasar
alasan dan fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak selama
proses persidangan berlangsung. Sehubungan dengan sifat pasif
tersebut, apabila hakim yakin bahwa apa yang digugat dan
diminta penggugat adalah benar, tetapi penggugat tidak mampu
mengajukan bukti tentang kebenaran yang diyakininya, maka
hakim harus menyingkirkan keyakinan itu dengan menolak
kebenaran dalil gugatan, karena tidak didukung dengan bukti
dalam persidangan.
Makna pasif bukan hanya sekedar menerima dan
memeriksa apa-apa yang diajukan para pihak, tetapi tetap
berperan dan berwenang menilai kebenaran fakta yang diajukan
ke persidangan, dengan ketentuan :
1. Hakim tidak dibenarkan mengambil prakarsa aktif meminta
para pihak mengajukan atau menambah pembuktian yang
diperlukan. Semuanya itu menjadi hak dan kewajiban para
pihak. Cukup atau tidak alat bukti yang diajukan terserah
sepenuhnya kepada kehendak para pihak. Hakim tidak
Penyelesaian Sangketa Dalam Bisnis : ..
14
3. Persangkaan-persangkaan.
Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu
peristiwa yang telah dianggap terbukti, atau peristiwa yang dikenal,
kearah suatu peristiwa yang belum terbukti. Jika yang menarik
kesimpulan tersebut adalah hakim maka persangkaan tersebut
dinamakan persangkaan hakim. Sedangkan jika yang menarik
kesimpulan tersebut undang-undang maka dinamakan persangkaan
undang-undang.
4.
Pengakuan.
Menurut Sudikno Mertokusumo, pengakuan di muka hakim
di persidangan merupakan keterangan sepihak baik tertulis maupun
lisan yang tegas dan dinyatakan oleh salah satu pihak dalam perkara di
persidangan yang membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dari
suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh
lawannya yang mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim
tidak perlu lagi.
5.
Sumpah.
Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat
yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau
keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa daripada Tuhan,
dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang
tidak benar akan dihukum oleh-Nya.
6.
Pemeriksaan setempat.
Hakim terutama pada Pengadilan Negeri sebagai judex facti harus
memeriksa fakta-fakta dari suatu perkara dengan sebaikbaiknya, sehingga ia mengetahui dengan jelas segala seluk
beluknya, dengan itu ia akan dapat mempertimbangkan sebaikbaiknya dan memberikan putusan yang seadil-adilnya, menurut
peraturan hukum yang berlaku.
7.
Keterangan ahli.
Mengenai keterangan ahli diatur dalam Pasal 181 RBg/154
HIR yang menentukan jika menurut pertimbangan pengadilan suatu
perkara dapat menjadi lebih jelas bila dimintakan keterangan ahli, atas
permintaan pihak yang berperkara atau karena jabatan, hakim dapat
mengangkat seorang ahli untuk dimintakan pendapatnya mengenai
sesuatu hal pada perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli ini
dikuatkan dengan sumpah. Maksudnya tidak lain agar keterangan
tersebut disampaikan seobjektif mungkin.
BAB III
KESIMPULAN
Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari,
tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute/ difference) antar pihak yang
terlibat. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan
penyelesaian yang cepat. Makin banyak dan luas kegiatan perdagangan, frekuensi
terjadi sengketa makin tinggi, hal ini berarti sangat mungkin makin banyak
sengketa yang harus diselesaikan.
Membiarkan sengketa dagang terlambat diselesaikan akan mengakibatkan
perkembangan pembangunan tidak efesien, produktifitas menurun, dunia bisnis
mengalami kemunduran dan biaya produksi meningkat. Konsumen adalah pihak
yang paling dirugikan di samping itu, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan sosial
kaum pekerja juga terhambat. Kalaupun akhirnya hubungan bisnis ternyata
menimbulkan sengketa diantara para pihak yang terlibat, peranan penasihat hukum,
konsultan dalam menyelesaikan sengketa itu dihadapkan pada alternatif penyelesaian
yang dirasakan paling menguntungkan kepentingan kliennya.
Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secara
Litigasi atau penyelesaian sengketa di muka pengadilan. Dalam keadaan demikian,
posisi para pihak yang bersengketa sangat antagonistis (saling berlawanan satu sama
lain) Penyelesaian sengketa bisnis model tidak direkomendasaikan. Saat
ini, Arbitrase masih dianggap sebagai satu-satunya yang paling tepat untuk
menyelesaikan sengketa transaksi internasional. Kini belum kita dapati peradilan
yang dapat memeriksa sengketa komersial internasional. Adanya kekhawatiran dan
keengganan para pengusaha internasional yang bersengketa melawan pengusaha
nasional karena kekhawatiran hakimnya akan memihak. Oleh karena itu sering kita
lihat bahwa dalam perjanjian dagang internasional, selalu memilih forum hukum
asing. Kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu semata-mata hanya sebagai
jalan yang terakhir (ultimatum remedium) setelah alternatif lain dinilai tidak
membuahkan hasil.
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://ai-hendriani.blogspot.com/p/t-makalah-penyelesaian-sengketabisnis_6846.html
2.
http://sepengetahuan-ku.blogspot.com/2012/11/penyelesaian-sengketabisnis.html
3.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/penyelesaian-sengketa-ekonomiakalah-aspek-hukum-dalam-ekonomi
4.
5.
6.