Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH HUKUM BISNIS

SENGKETA DALAM BISNIS DAN PENYELESAIANNYA


Dosen pengampu: Aliya Sandra Dewi SH, M.Kn.

Kelompok 3:

Doni R. Saputra

Stoner Umbu Ardy

Dewi Yuliavianti

Yuliana Maruba

Chrisna Habibie Wijaya

UNIVERSITA PAMULANG
FAKULTAS HUKUM
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta
Alam. Atas segala karunia nikmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “SENGKETA DALAM BISNIS DAN
PENYELESAIANNYA ” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Hukum Bisnis yang diampu oleh ibu Aliya Sandra Dewi SH, M.Kn.

Makalah ini berisi tentang penyeselaian sengketa dalam bisnis serta cara
penyelesaiannya . Dalam penyusunannya melibatkan berbagai pihak. Oleh sebab itu
kami mengucapkan banyak terima kasih atas segala kontribusinya dalam membantu
penyusunan makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Besar harapan kami makalah ini dapat menjadi sarana membantu masyarakat
untuk mengetahui Penyeselaian sengketa.

Demikian apa yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari karya ini.

Tangerang, Selatan, November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Timmbulnya Sengketa

B. Penyelesaian Sengketa

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan bisnis sering kali diekspresikan sebagai suatu urusan atau kegiatan dagang.
Kata bisnis itu sendiri diambil dari Bahasa Inggris: Business yang berarti kegiatan usaha.
Secara luas, kata bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang
dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus menerus, yaitu berupa kegiatan
mengadakan barang-barang atau jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk
diperjualbelikan, atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkkan keuntungan.
Sistem pasar bebas dan persaingan bebas antar negara mengakibatkan kegiatan
transaksi bisnis berkembang cepat. Ratusan ribu transaksi bisnis setiap hari, intensitas
transaksi bisnis baik domestik maupun internasional diperkirakan meningkat setiap
harinya maka akan memicu meningkatnya frekuensi sengketa. Beragam sengketa yang
timbul dari kegiatan bisnis atau aktivitas komersial itu secara umum disebut sengketa
bisnis atau sengketa komersial. Tentunya hal ini harus segera ditangani dan diselesaikan
demi kelancaran aktivitas bisnis di kemudian hari, dimana para pihak bebas menentukan
jalur yang akan diambil untuk menyelesaikan sengketanya.
Secara konvensional, sengketa komersial diselesaikan melalui proses litigasi. Menurut
pendapat Suyud Margono, litigasi adalah gugatan atas suatu konflik yang diritualisasikan
untuk menggantikan konflik sesungguhnya, di mana para pihak memberikan kepada
seorang pengambilan keputusan dua pilihan yang bertentangan.
Akan tetapi, penyelesaian sengketa bisnis yang direkam dalam penelitian
menunjukkan bahwa jalan pengadilan dianggap kurang menguntungkan bagi pelaku
bisnis maupun konsumen perseorangan. Selain mahal, prosesnya panjang dan berbelit-
belit, kepercayaan pelaku bisnis dan masyarakat akan kenetralan pengadilan juga tidak
mendukung dipilihnya pengadilan. Dengan demikian, maka penyelesaian sengketa secara
litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian
sengketa lain tidak membuahkan hasil. Oleh karena itu, diperlukan jalur penyelesaian
sengketa yang lebih efektif dan efisien.
Demi menjawab persoalan tersebut, maka dunia bisnis modern berpaling pada
Alternatif Penyelesaian Sengketa, karena dianggap mampu menyelesaikan sengketa
dengan cepat dan biaya yang lebih murah. Salah satu alternatif penyelesaian sengketa
bisnis yang dapat ditempuh yaitu jalur arbitrase.
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
menyebutkan bahwa : “Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar
pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.” Kemudian
berdasarkan Pasal 4 Ayat 1 UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, disebutkan bahwa : “Dalam hal para pihak telah
menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para
pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam
putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam
perjanjian mereka.”
Penyelesaian sengketa bisnis melalui jalur arbitrase haruslah berdasarkan dari
kesepakatan para pihak yang bersengketa. Pihak-pihak yang bersengketa dapat memilih
arbiter untuk menyelesaikan sengketa bisnis yang terjadi untuk diselesaikan melalui
proses arbitrase. Jika para pihak yang bersengketa tidak dapat memilih arbiter yang tepat,
maka dapat diserahkan kepada lembaga arbitrase, seperti Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) yang dicantumkan di dalam perjanjiannya. Dalam arbitrase akan
dijabarkan secara jelas mengenai kegagalan kesepakatan atau kontrak yang dibuat oleh
para pihak yang bersengketa berkaitan dengan sengketanya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa penyebab timbulnya sengketa?
2. Bagaimana penyelesaiaan sengketa?
3. Apa pengertian ADR?

C. Tujuan
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, makalah ini bertujuan untuk
menginformasikan atau menjelaskan kepada pembaca, yakni :
1. Timbulnya sengketa
2. Penyeselaian sengketa
3. Pengertian ADR
BAB II
PEMBAHASAN
A. Timbulnya Sengketa
Dalam menjalankan bisnis disamping untuk mendapatkan keuntungan dan profit guna
keberlangsungan usahanya, tentu tidak selalu dalam kondisi yang baik atau tenteran.
Ketidak sepakatan dan ketidak cocokan kerap timbul dalam menjalankan usaha. Sehingga
timbul lah sengketa atau permasalahan hukum dalam bisnis yang mereka jalankan.
Transaksi bisnis umumnya didasarkan pada kepercayaan di antara para pihak, namun
hal ini tetap tidak akan dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya perselisihan diantara
para pihak.
Apabila hal ini terjadi maka harus secepat mungkin untuk dapat diselesaikan, jangan
dibiarkan berlarut-larut dalam penyelesaian sengketa atau hukum. Menunda atau
membiarkan bukan merupakan suatu keuntungan bagi para pihak yang menjalankan
kegiatan bisnis. Hal ini akan merugikan kedua belah pihak, karena bagi para pebisnis
mempunyai istilah “time is money”, jadi harus cepat diselesaikan. Membiarkan
permasalahan hukum dalam kegiatan bisnis, adalah sesuatu yang harus ditinggalkan atau
dijauhi oleh para pihak.
Menyelesaikan adalah hal yang sangat tepat, apakah dilakukan di pengadilan atau
diluar pengadilan. Kedua-duanya bisa dilakukan, guna penyelesaian suatu masalah
tersebut.
Penyelesaian sengketa di bidang ekonomi dan bisnis pada dasarnya dilakukan melalui
Alternative Dispute Resolution ( Non Litigasi ) atau melalui lembaga peradilan ( Litigasi )

B. PENYELESAIAN SENGKETA
1. Penyelesaian Sengkata Secara Non Litigasi
Alternatif Dispute Resolution (ADR)
Menurut Huala Adolf bahwa: “Dalam suatu hubungan hukum atau perikatan
selalu dimungkinkan terjadi perselisihan di antara para pihak yang pada akhirnya
menimbulkan sengketa. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi
sengketa.Sumber potensi sengketa dapat berupa masalah perbatasan, sumber daya
alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain”.

Priyatna Abdurrasyid mengatakan bahwa: “Perdagangan merupakan salah satu


sektor yang mengalami perkembangan paling pesat dewasa ini sehingga sektor
perdagangan dapat dikatakan sebagai sektor yang sangat rawan bagi timbulnya
sengketa di antara para pihak. Sengketa dapat terjadi setiap saat disebabkan oleh
keadaan yang sekilas tampak tidak berarti dan kecil sehingga terabaikan atau tanpa
diperhitungkan sebelumnya. Sengketa secara umum dapat berkenaan dengan hak-hak,
status, gaya hidup, reputasi, atau aspek lain dalam kegiatan perdagangan atau tingkah
laku pribadi antara lain:

a. Kenyataan yang mungkin timbul akibat kredibilitas para pihak itu sendiri, atau dari
data yang diberikan oleh pihak ketiga termasuk penjelasan-penjelasan tentang
kenyataan-kenyataan data tersebut;
b. Masalah hukum yang pada umumnya akibat dari pendapat atau tafsiran
penyelesaian sengketa yang diberikan oleh para ahli hukum yang terkait;
c. Akibat perbedaan teknis termasuk perbedaan pendapat dari para ahli teknik dan
profesionalisme dari para pihak;
d. Perbedaan pemahaman tentang sesuatu hal yang muncul, misalnya dalam
penggunaan kata-kata yang membingungkan atau adanya perbedaan asumsi; dan
e. Perbedaan persepsi mengenai keadilan, konsep keadilan dan moralitas, budaya,
nilai-nilai dan sikap”.1

Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah mengenal adanya


penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR), yang
dalam perspektif Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternative Dispute Resolution adalah suatu
pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak
dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan.

Barda Nawawi Arief mengemukakan bahwa: “Konsep ADR (Alternative


Dispute Resolution) menekankan penyelesaian sengketa secara konsensus yang sudah
lama dilakukan masyarakat, yang intinya menekankan upaya musyawarah mufakat,
kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus
karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan
musyawarah mufakat. George Applebey dalam An Overview of Alternative Dispute
Resolution berpendapat bahwa ADR pertama-tama adalah merupakan suatu
eksperimen untuk mencari model-model:
a. Model-model baru dalam penyelesaian sengketa
b. Penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama
c. Forum-forum baru bagi penylesian sengketa
d. Penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum”.2

Berdasarkan konsep tersebut maka dapat dinyatakan bahwa ADR merupakan


kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa
mereka di luar pengadilan, dalam arti di luar mekanisme ajudikasi standar konvensional.Oleh
karena itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi
menggunakan prosedur ajudikasi non standar, mekanisme tersebut masih merupakan ADR.
Eva Achjani Zulfa mengemukakan dalam bukunya Philip D. Bostwick yang menyatakan
bahwa ADR merupakan serangkaian praktek dan teknik-teknik hukum yang ditujukan untuk:

1. Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaiakan di luar pengadilan untuk


keuntungan atau kebaikan para pihak yang bersengketa
2. Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui
litigasi konvensional
3. Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak di bawa ke pengadilan”.3

Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda


pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli (Pasal 1 angka 10
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa). Pengertian lain dari Alternatif penyelesaian sengketa adalah penyelesaian
sengketa melalui jalur non pengadilan yang pada umumnya ditempuh melalui cara-cara
perundingan yang dipimpin atau diprakarsai oleh pihak ketiga yang netral atau tidak
memihak.
Bentuk-bentuk ADR

Pembahasan ini lebih dititik beratkan pada penyelesaian sengketa diluar


pengadilan, yang secara garis besar dibedakan atas 2 yakni pertama: Penyelesaian
sengketa secara arbitrase; dan Kedua, penyelesaian sengketa secara alternatif
penyelesaian sengketa, yang masing-masing dibahas lebih lanjut sebagai berikut:

a. Arbitrase
Menurut Munir Fuady bahwa: “Arbitrase (Arbitration, bahasa Inggris)
merupakan suatu pengadilan swasta, yang sering juga disebut dengan “pengadilan
wasit” sehingga para “arbiter” dalamperadilan arbitrase berfungsi layaknya seorang
“wasit” (referee) seumpama wasit dalam pertandingan bola kaki”.4Pendapat Munir
Fuady yang menyebutkan arbitrase sebagai pengadilan swasta, dan
berfungsinya arbiter layaknya sebagai seorang wasit dalam pertandingan sepak bola
di atas, sekilas tampak benar, tetapi tidak tepat.Benar, oleh karena Peradilan yang
dikenal dalam sistem peradilan di Indonesia dikategorikan sebagai Peradilan Negara.
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menentukan
bahwa ‘Peradilan negara menerapkan dana menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila” (Pasal 2 ayat (2). Kemudian ditentukan bahwa “Semua
peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara
yang diatur dengan Undang-Undang” (Pasal 2 ayat (3).Hal itu berarti, kedudukan
arbitrase sebagaiperadilan swasta benar, oleh karena tidak termasuk sebagai bagian
dari peradilan Negara”.
Arbitrase diatur dalam undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase
dan alternatif penyelesaian sengketa. Ada 4 (empat) masalah sentral dalam
penyelesaian sengketa di bidang ekonomi dan bisnis :

1. Penghormatan terhadap hukum


2. Kepastian hukum
3. Kewenangan dan putusan badan arbitrase
4. Budaya berperkara masyarakat.
Yang dimaksud dengan arbitrase dan hukum mana yang menguasainya bagaimana
prosesnya, arbitrase dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Terjadi sengketa / ketidaksepahaman
2. Antara dua orang/ kelompok atau lebih
3. Sengketa / ketidaksepahaman diserahkan kepada pihak ketiga professional yang
disepakati bersama (terdiri dari seseorang atau beberapa orang, melalui
penyederhanaan hukum dan prosedur (law of the parties / law of procedure) untuk
penyelesaian
4. Dilakukan dengar pendapat melalui hukum yang disepakati bersama oleh para pihak
dan disederhanakan
5. Putusan sebelumnya disepakati final dan mengikat dan dapat dilaksanakan
(enforceable).

b. Konsultasi
Menurut Henry Campbell Black bahwa: “Istilah Konsultasi (Consultation,
bahasa Inggris), diartikan sebagai berikut: “Act of consulting or conferring; e.g.
patient with doctor; client with lawyer. Deliberation of persons on some subject. A
conference between the counsel engage in a case, to discuss its questions or arrange
the method of conducting it”.5 M. Marwan dan Jimmy P, menjelaskan arti
Konsultasi, sebagai berikut: “Permohonan nasihat atau pendapat untuk
menyelesaikan suatu sengketa secara kekeluargaan yang dilakukan oleh para pihak
yang bersengketa kepada pihak ketiga”.

c. Negosiasi
Negosiasi adalah bentuk interaksi yang dilakukan untuk mencapai suatu
kesepakatan. Negosiasi biasa dilakukan di antara dua pihak atau lebih dengan
kepentingan yang saling bertentangan dan berkehendak untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya bersama.
Pada beberapa kasus, negosiasi melibatkan pihak ketiga yang disebut sebagai
negosiator. Negosiator berperan sebagai penengah bagi pihak yang melakukan negosiasi,
dan biasanya memiliki keahlian dalam negosiasi serta etika bisnis yang baik.
Pengertian Negosiasi Menurut Para Ahli

Jackman(2005)
Negosiasi adalah sebuah proses yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang pada mulanya
memiliki pemikiran berbeda, hingga akhirnya mencapai kesepakatan.

Oliver(2006)
Negosiasi adalah sebuah transaksi dimana kedua belah pihak mempunyai hak atas hasil akhir.
Untuk itu diperlukan persetujuan dari kedua belah pihak sehingga terjadi proses yang saling
memberi dan menerima sesuatu untuk mencapai suatu kesepakatan bersama.

McGuire(2004)
Negosiasi adalah proses interaktif yang dilakukan untuk mencapai persetujuan. Proses ini
melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki pandangan berbeda tetapi ingin mencapai
beberapa resolusi bersama.

Syarat Negosiasi

Untuk menjalankan proses negosiasi setidaknya ada 2 hal yang harus dimiliki, yaitu:

• Dilakukan dengan minimal 2 orang atau lebih. Negosiasi tidak dapat berlangsung jika
hanya dilakukan oleh satu pihak. Contohnya, negosiasi antar pebisnis, negosiasi antar
pedagang dan penjual.
• Dilakukan jika pihak yang terkait tidak menemukan kecocokan dalam menentukan
keputusan.

Tujuan Negosiasi

Berikut ini adalah tujuan dari negosiasi, yaitu:

• Mencapai kesepakatan bersama


• Mengurangi perbedaan porsi dan konflik pada tiap pihak
• Menyatukan semua pendapat sehingga bisa menguntungkan kedua belah pihak atau lebih
dalam negosiasi (mencapai win-win solution)
• Mengatasi atau menyesuaikan perbedaan untuk memperoleh sesuatu dari pihak lain tanpa
dipaksakan
Manfaat Negosiasi

Manfaat yang diperoleh dalam proses negosiasi adalah:

• Terciptanya kerja sama antar pihak untuk mencapai tujuannya masing-masing.


• Bisa timbul saling pengertian antar pihak yang melakukan negosiasi.
• Terciptanya kesepakatan yang menguntungkan semua pihak yang bernegosiasi.
• Terbentuknya interaksi yang positif antar pihak yang melakukan negosiasi yang kemudian
bisa berdampak luas ke lebih banyak orang.

Ciri-Ciri Negosiasi

Proses komunikasi dalam negosiasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

• Melibatkan dua pihak, pihak penjual dan pihak pembeli


• Adanya kesamaan tema masalah yang dinegosiasikan
• Kedua belah pihak menjalin kerja sama
• Adanya kesamaan tujuan kedua belah pihak untuk mengkonkritkan masalah yang masih
abstrak

Proses Negosiasi

• Pihak yang memiliki program (pihak pertama) menyampaikan maksud dengan kalimat
santun, jelas dan terinci.
• Pihak mitra bicara menyanggah mitra lainnya dengan santun dan tetap menghargai
maksud pihak pertama
• Pemilik program mengemukakan argumentasi dengan kalimat santun dan meyakinkan
mitra bicara disertai dengan alasan yang logis.
• Terjadi pembahasan dan kesepakatan terlaksananya program/maksud negosiasi

Jenis-Jenis Negosiasi

Ada beberapa jenis negosiasi yang dibedakan berdasarkan situasi, jumlah negosiator serta
berdasarkan untung dan ruginya. Berikut beberapa jenis negosiasi lengkap dengan arti dan
definisinya:
1. Negosiasi Formal
adalah kegiatan negosiasi yang dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan dengan
menempuh jalur hukum.
2. Negosiasi informal
adalah negosiasi yang bisa dilakukan dimana saja tanpa memerlukan jalur hukum.
3. Negosiasi dengan pihak penengah
adalah negosiasi yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak negosiator sehingga setiap
keputusan dan proses negosiasi akan memerlukan pihak penengah yang sifatnya netral.
4. Negosiasi tanpa pihak penengah
adalah negosiasi yang dilakukan tanpa membutuhkan bantuan pihak penengah dan
umumnya hanya terjalin antar dua pihak saja.
5. Negosiasi kolaborasi
adalah jenis negosiasi dimana seluruh pihak yang terlibat menyuarakan pendapat dan
keinginannya, sehingga terjalin kolaborasi kepentingan dan keinginan untuk bisa
mendapatkan solusi terbaik.
6. Negosiasi dominasi
adalah jenis negosiasi yang akan menguntungkan salah satu pihak saja dan pihak lainnya
tidak banyak mendapatkan keuntungan.
7. Negosiasi akomodasi
Adalah negosiasi dimana setiap pihak yang melakukan negosiasi hanya akan mendapatkan
keuntungan yang sedikit, bahkan bisa saja pihak lawan mendapatkan keuntungan yang
banyak.
8. Negosiasi lose-lose
adalah negosiasi yang dilakukan untuk tidak melanjutkan konflik atau konflik baru. Jadi,
setiap pihak akan memilih untuk menyelesaikan masalah dengan kepala dingin

d. Mediasi
Istilah “Mediasi” dalam bahasa Inggris dinamakan “Mediation” yang diartikan oleh
M. Marwan dan Jimmy P. sebagai berikut : “Negosiasi adalah suatu proses penyelesaian
sengketa secara damai yang melibatkan bantuan pihak ketiga untuk memberikan solusi
yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa; pengikutsertaan pihak ketiga dalam
penyelesaian sengketa antara dua pihak”.
Munir Fuady menjelaskan tentang penyelesaian sengketa melalui mediasi, bahwa :
“Yang dimaksud dengan mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa berupa
negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang netral dan tidak memihak,
yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi
dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan kedua belah pihak. Pihak
ketiga yang netral tersebut disebut dengan mediator”.

e. Konsiliasi
Menurut M. Marwan dan Jimmy P, mengartikan bahwa: “Konsiliasi sebagai usaha
untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak bersengketa agar mencapai kesepakatan
guna menyelesaikan sengketa dengan kekeluargaan”.6Munir Fuadymenjelaskanbahwa:
“Konsiliasi mirip dengan mediasi, yakni merupakan suatu proses penyelesaian sengketa
berupa negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang netral dan tidak
memihak yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan
solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut”.

f . Penilaian Ahli
Penilaian ahli, merupakan bentuk pendapat ahli yang dapat dipahami dan diterima
oleh para pihak yang bersengketa. Dalam Hukum Acara, dikenal sebagai saksi ahli, yakni
suatu kesaksian berdasarkan keahlian dari seseorang atau lebih untuk menemukan solusi
pada pokok persengketaan.Penilaian ahli juga dinamakan sebagai keterangan ahli, yang
dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP)
dirumuskan bahwa “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan” (Pasal 1 Angka 28).
Penilaian ahli sebagai bagian dari cara atau proses penyelesaian sengketa berbeda
secara prinsipil dengan keterangan ahli, oleh karena keterangan ahli diberikan atau
disampaikan pada suatu sidang pengadilan, sedangkan penilaian ahli dikemukakan atau
disampaikan di luar forum pengadilan.Bentuk penyelesaian sengketa baik melalui
pengadilan maupun di luar pengadilantersebut di atas dikelompokkan sebagai penyelesaian
sengketa secara hukum.Terlepas dari penyelesaian sengketa melalui pengadilan, maka
penyelesaian sengketa di luar pengadilan baik melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli merupakan upaya-upaya yang ditempuh berdasarkan
perdamaian.Bukan menggunakan kekerasan, dan perdamaian ditempuh secara
musyawarah untuk mufakat.
Objek persengketaan yang menjadi ruang lingkup penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa hanya terbatas pada objek keperdataan,
seperti dalam Perjanjian atau Akad Kredit, Perjanjian atau Akad Pembiayaan Bank
Syariah, Perjanjian atau Akad Pembiayaan (multi-finance). Perjanjian atau Akad pendirian
Perusahaan patungan (joint Venture) antara perusahaan nasional dengan perusahaan asing,
dan lain-lainnya, lazimnya menentukan klausul tertentu manakala kemudian hari timbul
persengketaan. Jika tidak ada klausul dan kemudian timbul sengketa, tentunya akan
diselesaikan melalui pengadilan (ligitasi).

2. PERADILAN ( Litigasi )
Suatu masalah hukum dalam kegiatan bisnis, dapat diselesaikan diperadilan.
Apakah diperadilan umum atau di peradilan khusus. Peradilan umum disini apabila
masalah bisnis yang dilakukan adalah bersifat perkara perdata, maka penyelesaiannya
dilakukan di pengadilan negeri setempat. Sedangkan apabila dalam bisnis tersebut
terdapat unsur pidananya maka penyelesaian hukumnya juga dilakukan diperadilan
negeri setempat apakah domisili orangnya atau domisili perkaranya.
Untuk perkara pidana ini tentu setelah adanya laporan dari salah satu rekan
bisnis atau masyarakat, bahwa bisnis tersebut ada masalah atau unsur pidananya,
setelah itu ada tindak lanjut dari kepolisisan dan kejaksaan untuk melimpahkan
perkara tersebut ke pengadilan.
Sedangkan peradilan khusus dalam hal ini adalah peradilan niaga. Apabila
sengketa bisnis yang terjadi berkaitan dengan masalah : kepailitan, hak cipta (HAKI),
penundaan kewajiban pembayaran hutang. Maka lembaga peradilannya adalah
peradilan Niaga, peradilan niaga masuk dalam wilayah peradilan khusus, peradilan
niaga terdapat dalam 5 yuridis hukum, yaitu :
1. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang daerah hukumnya meliputi DKI
Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan
Barat.
2. Pengadilan Negeri Ujung Pandang : yang daerah hukumnya meliputi wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Utara, Maluku dan Irian Jaya.
3. Pengadilan Negeri Medan : yang daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi
Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan daerah Istimewa
Aceh.
4. Pengadilan Negeri Surabaya : yang daerah hukumnya meliputi wilayah
Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur.
5. Pengadilan Negeri Semarang, yang daerah hukumnya meliputi wilayah
Provinsi Jawa Tengah dan Daerah istimewa Yogyakarta.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan beberapa hal, yaitu :
1. Beragam sengketa yang timbul dari kegiatan bisnis atau aktivitas komersial itu secara
umum disebut sengketa bisnis atau sengketa komersial. Tentunya hal ini harus segera
ditangani dan diselesaikan demi kelancaran aktivitas bisnis di kemudian hari, dimana para
pihak bebas menentukan jalur yang akan diambil untuk menyelesaikan sengketanya.
2. Sengketa dapat terjadi setiap saat disebabkan oleh keadaan yang sekilas tampak tidak
berarti dan kecil sehingga terabaikan atau tanpa diperhitungkan sebelumnya. Sengketa
secara umum dapat berkenaan dengan hak-hak, status, gaya hidup, reputasi, atau aspek
lain dalam kegiatan perdagangan atau tingkah laku pribadi
3. Penyelesaian sengketa dalam bisnis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara
Litigasi dan Non Litigasi
4. Penyelesaian sengketa secara Non Litigasi atau ADR dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu :
- Konsultasi
- Negoisasi
- Mediasi
- Konsiliasi
- Penilaian ahli
- Arbitrase
5. Penyelesaian sengketa bisnis secara litigasi dapat dilakukan melalui proses peradilan di
pengadilan Umum dan pengadilan khusus.
Daftar Pustaka

Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2003

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis. Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2013

Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar,


PT. Fikahati Aneska, Jakarta, 2002

Anda mungkin juga menyukai