Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang

Dosen Pembimbing :

Galang Hilpatansyah, S.H.,M.Kn.

Disusun Oleh :

KELOMPOK

Andre : 2021290
Denisa : 2021290
Fuji Febriani : 202129006
Puji Pyrosena Putri : 2021290
Tubagus : 2021290

SEKOLAH TINGGI HUKUM GARUT 2023

i
Kata Pengantar

Puji serta syukur kita panjatkan pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan hidayah-Nya makalah Hukum Internasional mengenai “Persaingan Usaha Tidak
Sehat” ini dapat kami susun dan dapat kami selesaikan tepat waktu.

Kami ucapkan terimakasih kepada dosen mata Kuliah Hukum Dagang Bapak Galang
Hilpatansyah, S.H.,M.Kn. yang telah memberikan tugas sehingga menambahlah wawasan
kami, tidak lupa juga kepada rekan dan pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah mengenai “Persaingan Usaha Tidak Sehat” kami ucapkan terimakasih. Semoga
makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami sebagai penulis
umumnya bagi pembaca.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu kritik dan saran membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Garut, 25 April 2023

ii
Daftar Isi

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT...........................................................................................i


Kata Pengantar....................................................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................7
C. Tujuan........................................................................................................................................7
BAB II KAJIAN PUSTAKA...............................................................................................................8
A. Dasar Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia........................................................8
B. Sejarah Lahirnya Undang-undang Persaingan Usaha..............................................................11
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................................17
A. Pengertian................................................................................................................................17
B. Ciri-ciri Persaingan Usaha Tidak Sehat...................................................................................19
C. Jenis Persaingan Usaha Tidak Sehat........................................................................................21
D. Faktor Penyebab Persaingan Usaha Tidak Sehat.....................................................................23
E. Dampak Persaingan Usaha Tidak Sehat...................................................................................25
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................28
A. Kesimpulan..............................................................................................................................28
B. Saran........................................................................................................................................28
Daftar Pustaka...................................................................................................................................30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi ekonomi sebagai suatu fenomena pada dekade terakhir ini tidak bisa

dihindari. Kehadiran Indonesia dalam peta ekonomi, menuntut kemampuan untuk

berkembang sebagai suatu kekuatan ekonomi baru. Perkembangan ekonomi yang

begitu cepat menuntut kesiapan dan kemampuan pelaku usaha dalam mengikuti

perkembangan ekonomi sebagai akibat dari globalisasi ekonomi dunia tersebut.

Perkembangan globalisasi ekonomi tersebut pun membuat dunia usaha yang

merupakan suatu dunia yang dapat dikatakan sebagai dunia yang tidak dapat berdiri

sendiri untuk berkembang lebih pesat lagi. Perkembangan dunia usaha tidak dapat

dipungkiri sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu faktor internal maupun

eksternal.

Banyak faktor yang terlibat dari berbagai macam dunia lainnya baik yang terkait

langsung maupun tidak langsung dalam perkembangan dunia usaha.

Keterkaitan tersebut kadangkala tidak memberikan prioritas atas dunia usaha yang

pada akhirnya membuat dunia usaha harus tunduk dan mengikuti rambu – rambu yang

ada dan seringali mengutamakan dunia usaha sehingga pada akhirnya mengabaikan

aturan-aturan yang ada.

Hukum persaingan merupakan salah satu perangkat hukum penting dalam ekonomi

pasar (market economy). Melalui hukum persaingan usaha, pemerintah berupaya

melindungi persaingan yang sehat antar pelaku usaha di dalam pasar. Khemani

(1998), menjelaskan bahwa persaingan yang sehat akan memaksa pelaku usaha
5

menjadi lebih efisien dan menawarkan lebih banyak pilihan produk barang dan jasa

dengan harga yang lebih murah. Pengalaman di banyak negara industri baru di Asia

Timur terutama Korea Selatan dan Taiwan menunjukkan bahwa persaingan usaha

yang sehat memaksa pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi dan mutu produk

serta melakukan inovasi. Persaingan yang terjadi dalam dunia usaha telah mendorong

perusahaan-perusahaan manufaktur dinegara tersebut untuk meningkatkan daya saing

dengan melakukan investasi lebih besar dalam teknologi. Sebaliknya, perusahaan

yang tidak efisien dan tidak kompetitif, serta tidak responsif terhadap kebutuhan

konsumen, akan dipaksa keluar dari persaingan.

Di Amerika Serikat, kedudukan hukum persaingan (Antitrust Law) diibaratkan

seperti Magna Carta bagi kebebasan berusaha. Dimana kebebasan ekonomi dan sistem

kebebasan berusaha itu sama pentingnya dengan Bill of Rights yang melindungi Hak

Asasi Manusia di Amerika Serikat.2 Gellhorn dan Kovacic juga menegaskan bahwa

hukum ini dapat berfungsi sebagai alat untuk mengontrol penyalahgunaan kekuatan

ekonomi dengan mencegah terjadinya praktek monopoli, menghukum kartel, dan juga

melindungi persaingan.

Maria Vagliasindi dalam kajiannya menyimpulkan bahwa implementasi efektif

dari hukum persaingan usaha merupakan tugas yang sulit, serta memerlukan tingkat

pengetahuan dan keahlian yang tinggi. Kondisi struktur awal yang terjadi dalam

ekonomi transisi dari proteksi ke liberalisasi, khususnya pada negara berkembang

seperti Indonesia, membuat implementasi hukum persaingan menjadi tugas yang lebih

menantang daripada implementasi hukum persaingan pada negara maju. Hambatan

masuk yang timbul dari konsentrasi pasar yang tinggi, kontrol dan kepemilikan

pemerintah, serta hambatan administratif, semuanya tinggi di ekonomi transisi. Dan

tidak hanya itu, menurut Luis Tineo implementasi hukum persaingan juga tidak akan
6

terlepas dari tekanan secara politik maupun sosial. Belum lagi perkara persaingan

usaha juga merupakan salah satu perkara hukum yang cukup rumit penanganannya

dibandingkan perkara hukum lainnya, dimana analisa dari segi ekonomi untuk

beberapa perkara sangat diperlukan dalam proses pembuktiannya, sehingga menurut

John E. Kwoka, Jr. dan Lawrence J. White peranan para ahli ekonomi dalam hampir

setiap penanganan perkara persaingan usaha begitu penting.

Bank Dunia mengakui bahwa implementasi undang-undang persaingan usaha di

negara yang tengah dalam proses transisi menuju ke ekonomi pasar dan sistem

perdagangan dunia yang terbuka merupakan tugas yang sangat berat dan harus

diterapkan secara hati-hati. Lebih lanjut menurut Vagliasindi, efektifitas implementasi

dari suatu undang-undang persaingan usaha merupakan tugas yang sangat sulit dan

memerlukan tingkat pengetahuan serta keahlian yang tinggi. Kondisi struktur awal

yang terjadi dalam ekonomi transisi dari proteksi ke liberalisasi membuat

implementasi undang-undang persaingan usaha menjadi tugas yang lebih menantang

daripada negara maju. Hambatan masuk yang timbul dari konsentrasi pasar yang

tinggi, kontrol dan kepemilikan pemerintah, kekakuan dan bottleneck dalam mobilitas

sumberdaya, hambatan administratif, semuanya sangat tinggi di ekonomi transisi.

Peraturan terhadap persaingan, termasuk pemberian secara bebas berbagai bentuk

subsidi kepada perusahaan yang merugi banyak dilakukan.

Perkembangan dunia usaha baik dahulu, sekarang bahkan sampai kepada masa

yang akan datang tidak terlepas dari peran para pebisnis atau pelaku usaha dalam

menjalan usaha atau bisnisnya. Cepatnya perkembangan dunia usaha dan disertai

tingginya permintaan (demand) pasar atau suatu barang kebutuhan (komoditi)

membuat serta mendorong para pelaku usaha untuk mengadakan inovasi secara terus

–menerus yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen tidak


7

lari dan dapat membuat pasar menjadi lesu.Banyak peristiwa persaingan usaha tidak

sehat yang terjadi, sehingga melatar belakangi diangkatnya hal ini sebagai peristiwa

yang harus dilakukan penelitian untuk mendapatkan jawaban terhadap permasalahan

persaingan usaha, sehingga pada akhirnya diharapkan tidak terjadi lagi praktek

persaingan usaha tidak sehat khususnya di Indonesia.

Kehadiran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5 Tahun 1999) telah banyak memberikan

arti bagi perubahan dalam iklim berusaha menjadi lebih sehat dibandingkan sebelum

diberlakukan undang-undang ini. UU No. 5 Tahun 1999 sedikit demi sedikit

mengembalikan kepercayaan pelaku usaha terhadap usaha pemerintah untuk

mewujudkan iklim usaha yang sehat dan kondusif, yang dapat memberikan jaminan

adanya kesempatan berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha, tanpa melihat besar

kecilnya skala usaha mereka.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, maka dalam hal ini permasalahan

yang dapat dirumuskan sebaigai berikut:

1. Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya persaingan usaha tidak sehat?

2. Apa saja dampak yang terjadi dalam persaingan usaha tidak sehat?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah tersusun, maka tujuan yang ini dicapai

dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

2. Untuk mengetahui dampat yang terjadi atas persaingan usaha tidak sehat.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Dasar Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia

Meski terkesan agak lambat, akan tetapi pada 5 Maret 1999 untuk pertama kalinya

dalam sejarah perundang-undangan di Indonesia telah membuat dan mensahkan suatu

undang-undang yang mengatur tentang persaingan usaha di Indonesia secara

Komperehensif. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia secara formal termuat dalam

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 yang dilihat dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia tahun 1999 Nomor 3. Secara historis, undang-undang ini tidak dapat

terlepas dari peran International Monetary Fund atau yang lebih dikenal dengan nama

IMF, yang sangat mendesak Indonesia menyusun aturan tentang persaingan usaha

yang komperehensif. Disamping itu, gagasan untuk memangkas segala jenis monopoli

yang merugikan pasca orde baru juga dapat dianggap sebagai faktor yang ikut

mendorong diundangkannya hukum persaingan usaha Indonesia saat ini.

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai aturan yang mengatur tentang persaingan

usaha di Indonesia yang bersifat komperehensif, ternyata bukanlah satu-satunya

aturan hukum di bidang persaingan usaha. Di dalam perangkat hukum lain selain dari

pada UU No. 5 tahun 1999 tersebut, dapat pula ditemukan beberapa pasal tertentu

yang berkaitan dengan persaingan usaha. Beberapa pasal aturan ketentuan yang terkait

persaingan usaha sebelum lahirnya undang-undang No. 5 tahun 1999 dapat ditemukan

dalam beberapa aturan berikut ini :


9

1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUH Pidana)Meskipun aturan di

dalam undang-undang ini pada awalnya dirumuskan secara umum, akan tetapi

ada 1 (satu) pasal di dalam aturan ini yang mengatur atau terkait dengan

persaingan usaha. Pada pasal 382 bis KUH Pidana terdapat ancaman pidana

bagi barangsiapa yang melakukan persaingan curang. Secara lengkap pasal 382

bis KUH Pidana berbunyi sebagai berikut :“Barangsiapa melakukan sesuatu

perbuatan menipu untuk mengelirukan orang banyak atau seorang, yang tertentu

dengan maksud akan mendirikan atau membesarkan hasil perdagangannya atau

perusahaannya sendiri atau kepunyaan orang lain, dihukum, karena bersaingan

curang, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau

denda sebanyak-banyaknya Rp. 13.500,-jika hal itu dapat menimbulkan

kerugian bagi saingannya sendiri atau saingan orang lain”Dari salah satu aturan

yang terdapat di dalam KUH Pidana saja jelas sekali persaingan usaha yang

tidak sehat yang bermaksud menguntungkan diri sendiri dan atau merugikan

orang lain tidak diperkenankan.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wet Boek). Selain di dalam

aturan Pidana, di dalam aturan keperdataan yang berlaku di Indonesia juga

terdapat aturan yang berkaitan dengan persaingan usaha. Aturan tersebut

terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi “Setiap perbuatan yang

melanggar hukum dan membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang

yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian

tersebut”

3. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 Khusus bidang

yang berkenaan dengan lapangan agraria, pasal 13 ayat (2) UUPA

mengamanatkan bahwa pemerintah harus mencegah usaha-usaha dari


10

organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. Lebih

lanjut ayat 3 dari pasal yang sama menentukan bahwa monopoli pemerintah

dalam lapangan agraria dapat diselenggarakan asal dilakukan dengan undang-

undang.

4. Undang-undang tentang Perindustrian No. 5 tahun 1995. Pada pasal 7 ayat 2

Undang-undang ini mengandung ketentuan yang mewajibkan pemerintah untuk

mengatur, membentuk, dan mengembangkan industri demi penciptaan

persaingan yang sehat dan pencegahan persaingan curang. Penjelasan atas pasal

tersebut menyatakan bahwa dengan kewenangan yang dimilikinya, pemerintah

harus mencegah investasi yang menimbulkan kondisi persaingan yang curang

dan tidak jujur di bidang industri. Selain itu pemerintah juga berkewajiban

mencegah pemusatan atau pengawasan industri pada satu atau kelompok orang

dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.

5. UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat mengatur mengenai perjanjian yang dilarang, kegiatan yang

dilarang, posisi dominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan penegakan

hukum.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, memiliki aturan-aturan pelaksanaan yaitu:

Peraturan Pemerintah No. 57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan

Usaha dan Pengambilan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya

Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Melaksanakan Ketentuan Pasal

28 ayat 3.
11

Peraturan Pemerintah No. 57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan

Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya

Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Melaksanakan ketentuan Pasal

29 Ayat 2.

Keputusan Presiden No. 75/1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2008 tentang

Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas

Persaingan Usaha. Melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat 1.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1999 oleh

Presiden BJ. Habibie. UU 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1999 oleh

Mensesneg Akbar Tandjung.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 33. Penjelasan Atas UU 5 tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ditempatkan dalam Tambahan

Lembaran Republik Indonesia Nomor 3817. Agar setiap orang mengetahuinya.

Dasar hukum Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat

(1), Pasal 27 Ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

B. Sejarah Lahirnya Undang-undang Persaingan Usaha

Awal lahirnya UU No. 5 Tahun 1999 sebenarnya tidak lepas dari krisis moneter

yang kemudian berlanjut kepada krisis ekonomi yang melanda Indonesia di


12

pertengahan tahun 1997, dimana pemerintah disadarkan bahwa sebenarnya

fundamental ekonomi Indonesia pada waktu itu ternyata begitu lemah. Lemahnya

fundamental ekonomi Indonesia terjadi karena berbagai kebijakan pemerintah di

berbagai sektor ekonomi yang kurang tepat yang menyebabkan pasar menjadi

terdistorsi. Terdistorsinya pasar membuat harga yang terbentuk di pasar tidak lagi

merefleksikan hukum permintaan dan hukum penawaran yang rill, proses

pembentukan harga dilakukan secara sepihak (oleh pengusaha atau produsen) tanpa

memperhatikan kualitas produk yang mereka tawarkan terhadap konsumen.

Di dalam penjelasan umum atas UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa kebijakan

pemerintah di berbagai sektor ekonomi yang dibuat selama tiga dasawarsa terakhir

ternyata belum membuat seluruh masyarakat mampu berpartisipasi. Hanya sebagian

kecil golongan masyarakat saja yang dapat menikmati kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah tersebut, sehingga berdampak kepada semakin meluasnya kesenjangan

sosial.

Di sisi lain, perkembangan usaha swasta pada kenyataannya sebagian besar

merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat. Kedudukan

monopoli yang ada lahir karena adanya fasilitas yang diberikan oleh pemerintah

(antara lain melalui tata niaga) serta ditempuh melalui praktek bisnis yang tidak sehat

(unfair business practices) seperti persekongkolan untuk menetapkan harga (price

fixing) melalui kartel, menetapkan mekanisme yang yang menghalangi terbentuknya

kompetisi, menciptakan barrier to entry, dan terbentuknya integrasi baik horisontal

maupun vertikal.

Asumsi publik bahwa lahirnya UU No. 5 Tahun 1999 juga karena adanya tekanan

dari pihak luar, terutama International Monetary Fund (IMF) yang memaksa
13

Indonesia harus segera memiliki undang-undang persaingan usaha, dalam rangka

persetujuan Indonesia dengan IMF pada tanggal 15 Januari 1998. Dimana dalam

persetujuan tersebut telah disepakati bahwa pemerintah Indonesia akan melaksanakan

berbagai pembaruan struktural, termasuk deregulasi kegiatan domestik, yang

bertujuan untuk mengubah ekonomi biaya tinggi Indonesia menjadi suatu ekonomi

yang lebih terbuka, kompetitif dan efisien, apabila ingin mendapatkan bantuan dari

IMF untuk menanggulangi krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia. Di awal

diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1999 ini beberapa kalangan berpendapat miring

bahwa sebenarnya UU No. 5 Tahun 1999 tidak lebih hanya merupakan pesanan IMF

semata. Meskipun kemudian pendapat tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya benar

karena jauh hari sebelum Indonesia dilanda krisis ekonomi, sudah banyak kalangan

menyuarakan akan pentingnya memiliki undang-undang persaingan usaha.

Dari sudut pandang ekonomi, argumentasi sentral untuk mendukung persaingan

berkisar di seputar masalah efisiensi. Argumentasi efisiensi ini sebenarnya merupakan

idealisasi teoritis dari mazhab ekonomi klasik tentang struktur pasar yang terbaik.

Mengikuti argumentasi ini, sumber daya ekonomi akan bisa dialokasikan dan

didistribusikan secara paling baik, apabila para pelaku ekonomi dibebaskan untuk

melakukan aktivitas mereka dalam kondisi bersaing dan bebas menentukan pilihan-

pilihan mereka sendiri.

Dalam konteks pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, persaingan membawa

implikasi positif sebagai berikut:

1. Persaingan merupakan sarana untuk melindungi para pelaku ekonomi terhadap

eksploitasi dan penyalahgunaan. Kondisi persaingan menyebabkan kekuatan

ekonomi para pelaku ekonomi tidak terpusat pada tangan tertentu. Dalam
14

kondisi tanpa persaingan, kekuatan ekonomi akan tersentralisasikan pada

beberapa pihak saja. Kekuatan ini pada tahap berikutnya akan menyebabkan

kesenjangan besar dalam posisi tawar-menawar (bargaining position), serta pada

akhirnya membuka peluang bagi penyalahgunaan dan eksploitasi kelompok

ekonomi tertentu. Sebagai contoh, persaingan antar penjual dalam industri

tertentu akan membawa dampak protektif terhadap para konsumen karena

mereka diperebutkan oleh para penjual serta dianggap sebagai sesuatu yang

berharga.

2. Persaingan mendorong alokasi dan realokasi sumber-sumber daya ekonomi

sesuai dengan keinginan konsumen. Dengan ditentukannya mekanisme pasar

oleh permintaan (demand), perilaku para penjual dalam kondisi persaingan akan

cenderung mengikuti pergerakan permintaan para pembeli. Dengan demikian,

suatu perusahaan akan meninggalkan bidang usaha yang tidak memiliki tingkat

permintaan yang tinggi. Singkatnya, pembeli akan menentukan produk apa dan

produk yang bagaimana yang mereka sukai dan penjual akan bisa

mengefisienkan alokasi sumber daya dan proses produksi seraya berharap

bahwa produk mereka akan mudah terserap oleh permintaan pembeli.

3. Persaingan bisa menjadi kekuatan untuk mendorong penggunaan sumber daya

ekonomi dan metode pemanfaatannya secara efisien. Dalam hal perusahaan

bersaing secara bebas mereka akan cenderung menggunakan sumber daya yang

ada secara efisien. Jika tidak demikian, risiko yang akan dihadapi oleh

perusahaan adalah munculnya biaya berlebih (excessive cost) yang pada

gilirannya akan menyingkirkan dia dari pasar.

4. Persaingan bisa merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses

produksi, dan teknologi. Dalam kondisi persaingan, setiap pesaing akan


15

berusaha mengurangi biaya produksi serta memperbesar pangsa pasar (market

share). Metode yang bisa ditempuh untuk mencapai tujuan itu diantaranya

adalah dengan meningkatkan mutu produk, pelayanan, proses produksi, serta

inovasi teknologi. Dari sisi konsumen, keadaan ini memberi keuntungan dalam

hal persaingan akan membuat produsen memperlakukan konsumen secara baik.

Dari perspektif non-ekonomi setidaknya ada tiga argumen untuk mendukung

persaingan dalam bidang usaha:

1. Dalam kondisi penjual maupun pembeli terstruktur secara atomistik (masing-

masing berdiri sendiri sebagai unit-unit terkecil dan independen) yang ada

dalam persaingan, kekuasaan ekonomi atau yang didukung faktor ekonomi

(economic or economic-supported power) menjadi tersebar dan

terdesentralisasikan. Dengan demikian pembagian sumber daya alam dan

pemerataan pendapatan akan terjadi secara mekanik, terlepas sama sekali dari

campur tangan kekuasaan pemerintah maupun pihak swasta yang memegang

kekuasaan. Gagasan melepaskan aktivitas sipil (termasuk aktivitas ekonomi)

dari campur tangan penguasa (khususnya pemerintah) ini sejalan dengan

ideologi liberal yang mewarnai sistem pemerintahan negara-negara Barat.

2. Berkaitan erat dengan hal di atas, sistem ekonomi pasar yang kompetitif akan

bisa menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi secara impersonal, bukan

melalui personal pengusaha maupun birokrat. Dalam keadaan seperti ini,

kekecewaan politis masyarakat yang usahanya terganjal keputusan pengusaha

dan penguasa tidak akan terjadi. Dengan kalimat lebih sederhana, dalam kondisi

persaingan, jika seorang warga masyarakat terpuruk dalam bidang usahanya, ia

tidak akan terlalu merasa sakit karena ia jatuh bukan karena kekuasaan person

tertentu, melainkan karena suatu proses yang mekanistik (permintaan-


16

penawaran). Hal seperti itu bisa dipastikan tidak akan terjadi dalam hal

seseorang „jatuh‟ akibat keputusan penguasa atau pengusaha yang memegang

dominasi ekonomi. Dalam ruang lingkup yang lebih luas, proses impersonal dan

mekanistik dari persaingan ini bisa saja menentukan stabilitas politik suatu

komunitas.

Kondisi persaingan usaha juga berkaitan erat dengan kebebasan manusia untuk

mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha. Dalam kondisi persaingan, pada

dasarnya setiap orang akan punya kesempatan yang sama untuk berusaha dan dengan

demikian hak setiap manusia untuk mengembangkan diri (the right to self-

development) menjadi terjamin.


BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Persaingan usaha tidak sehat dapat dipahami sebagai kondisi persaingan diantara

pelaku usaha yang berjalan secara tidak fair.Sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal

1 huruf f Undang–undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia mengatakan bahwa Persaingan Usaha

Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan

produksi, pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara yang tidak

jujur atau tidak melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Mencermati pasal 1 huruf f Undang-undang No. 5 Tahun 1999, terdapat 2 (dua)

unsur yang terkandung di dalamnya :

1. Persaingan antar pelaku dalam menajaln kegiatan produksi dan atau pemasaran

barang dan jasa.

2. Dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum serta menghambat

persaingan usaha.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa persaingan antar

pelaku usaha dalam menjalankan kegiatannya dilakukan dengan cara tidak jujur atau

melawan hukum, implikasinya akan menghambat persaingan usaha secara sehat.

Persaingan usaha tidak sehat merupakan dampak dari praktek persaingan usaha.

Kondisi persaingan usaha dalam beberapa hal memiliki juga aspek-aspek negatif,salah

satunya apabila suatu persaingan dilakukan oleh pelaku ekonomi yang tidak jujur,
18

bertentangan dengan kepentingan publik. Resiko ekstrim dari persaingan ini tentunya

adalah kemungkinan ditempuhnya praktek-praktek curang (unfair competition) karena

persaingan dianggap sebagai kesempatan untuk menyingkirkan pesaing dengan cara

apapun.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan tiga indikator untuk

menyatakan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, yaitu:

1. Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur.

2. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan hukum.

3. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya

persaingan diantara pelaku usaha.

Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur dapat diartikan sebagai segala

tingkah laku yang tidak sesuai dengan itikad baik, kejujuran di dalam berusaha.

Misalnya, dalam persaingan tender, para pelaku usaha telah melakukan konspirasi

usaha dengan panitia lelang untuk dapat memenangkan sebuah tender.Sehingga

pelaku usaha lainnya tidak mendapatkan kesempatan untuk memenangkan tender

tersebut.

Perbuatan ini termasuk perbuatan melawan hukum. Karena praktek bisnis atau

persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur dapat mematikan persaingan yang

sebenarnya ataupun merugikan perusahaan pesaing secara tidak wajar/tidak sehat dan

juga dapat merugikan konsumen.

Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan hukum ini dapat juga

dilihat dari cara pelaku usaha dalam bersaing dengan pelaku usaha lainnya yaitu
19

dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau peraturan-

peraturan yang disepakati. Kondisi ini dapat dilihat seperti pelaku usaha yang

mendapatkan fasilitas khusus sehingga menjadikan pasar bersaing secara tidak

kompetitif.

B. Ciri-ciri Persaingan Usaha Tidak Sehat

Ciri ciri persaingan tidak sehat diantaranya adalah :

1. Pelanggaran merek dan rahasia dagang.

Pelanggaran hak cipta ini terjadi jika Anda menggunakan properti merek

dagang orang lain tanpa izin sehingga menyebabkan kebingungan atau bahkan

penipuan. Rahasia dagang mencakup hal-hal seperti metode penjualan, metode

distribusi, metode pemasaran, metode penelitian, profil konsumen, daftar klien,

daftar pemasok, software perusahaan dan proses manufaktur yang merupakan

bagian dari standar persaingan antar perusahaan. Beberapa perusahaan memiliki

rahasia dagang, dan ada juga perusahaan yang tidak memilikinya. Jika rahasia

dagang itu dicuri, disalah gunakan, atau bahkan diungkapkan kepada publik

maka bisnis tersebut akan kehilangan keunggulan kompetitif dan yang parah

dapat merusak bisnis. Hal ini akan membuat bisnis tidak dapat mempertahankan

pelanggannya dan bisa mengakibatkan kerugian yang besar.

2. Representasi palsu tentang produk atau layanan.

Ketika perusahaan Anda meluncurkan produk atau layanan baru ke pasar,

perusahaan mungkin akan berusaha mempromosikannya dengan berbagai cara.

Bahkan, pikiran untuk melakukan praktik persaingan tidak sehat akan muncul.

Salah satunya dengan membuat representasi palsu tentang produk dan layanan

yang ditawarkan atau memberikan deskripsi yang berlebihan. Hal ini dapat
20

membuat konsumen merasa dicurangi dengan klaim yang tidak sesuai.

Representasi palsu atau illegal ini dapat membuat perusahaan menghadapi

konsekuensi berat jika pelanggan atau kompetitor memiliki cukup bukti untuk

mendukung klaim tersebut.

3. Iklan yang menipu.

Iklan palsu mencakup representasi yang salah dari produk, layanan, atau

harga. Periklanan yang menipu dapat dilakukan dengan banyak cara seperti

melalui metode bait and switch. Caranya adalah dengan mengiklankan produk

dengan harga yang rendah untuk memancing konsumen, dan kemudian

menggantinya dengan produk dan harga yang lebih tinggi. Skema ini akan

dianggap ilegal jika perusahaan menolak untuk menunjukkan barang yang

diiklankan. Atau bahkan tidak memiliki barang dengan harga yang sesuai

dengan yang diiklankan. Contoh lain dari iklan yang menipu termasuk

penetapan harga yang tidak sesuai, endorsement palsu, dan garansi yang tidak

sesuai.

4. Harga jual yang terlalu rendah.

Perusahaan yang menetapkan harga produk atau layanan yang jauh lebih

rendah di pasaran dengan sengaja menjadi salah satu tanda persaingan bisnis

yang tidak sehat. Cara ini mungkin dapat meningkatkan pangsa pasar, namun

berimbas dengan ruginya perusahaan. Situasi ini sering kali bersifat sementara

dan dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan bisnis dari pesaing yang tidak

mampu atau tidak mau bersaing di pasar.

5. Membuat rumor palsu tentang kompetitor.


21

Salah satu tanda jika Anda melakukan persaingan bisnis tidak sehat yaitu

dengan membuat rumor palsu dan buruk tentang kompetitor. Praktik ini

dilakukan oleh perusahan dengan memfitnah kompetitor baik secara lisan

maupun tertulis. Hal ini dilakukan untuk menjatuhkan pesaing dan membuat

perusahaan tersebut terlihat lebih unggul. Jika rumor yang disebarkan sampai

membuat kerugian besar pada suatu perusahaan, bersiaplah untuk dimintai

pertanggungjawaban hingga ke meja hijau.

C. Jenis Persaingan Usaha Tidak Sehat

Secara garis besar jenis persaingan usaha yang tidak sehat yang terdapat dalam

suatu perekonomian pada dasarnya adalah :

1. Kartel (hambatan horizontal).

2. Perjanjian tertutup (hambatan vertikal).

3. Merger. Dan

4. Monopoli.

Persaingan usaha tidak sehat pertama yakni kartel atau hambatan horizontal adalah

suatu perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis antara beberapa pelaku usaha untuk

mengendalikan produksi, atau pemasaran barang atau jasa sehingga diperoleh harga

tinggi. Kartel pada gilirannya berupaya untuk memaksimalkan keuntungan pelaku

usaha yang mana kartel merupakan suatu hambatan persaingan yang paling banyak

merugikan masyarakat, sehingga di antara Undang-Undang Monopoli di banyak

negara kartel dilarang sama sekali. Hal ini karena kartel dapat merubah struktur pasar

menjadi monopolistik. Kartel juga dapat berupa pembagian wilayah pemasaran

maupun pembatasan (quota) barang atau jasa. Dalam keadaan perekonomian yang

sedang baik kartel dengan mudah terbentuk, sedangkan kartel akan terpecah kalau
22

keadaan ekonomi sedang mengalami resesi. Selain kartel juga akan mudah terbentuk

apabila barang yang diperdagangkan adalah barang massal yang sifatnya homogen

sehingga dengan mudah dapat disubstitusikan dengan barang sejenis dengan struktur

pasar tetap dipertahankan.

Persaingan usaha tidak sehat yang kedua adalah perjanjian tertutup (exclusive

dealing) adalah suatu hambatan vertikal berupa suatu perjanjian antara produsen atau

importir dengan pedagang pengecer yang menyatakan bahwa pedagang pengecer

hanya diperkenankan untuk menjual merek barang tertentu sebagai contoh sering kita

temui bahwa khusus untuk merek minyak wangi tertentu hanya boleh dijual di tempat

yang eksklusif. Dalam kasus ini pedagang pengecer dilarang menjual merek barang

lain kecuali yang terlah ditetapkan oleh produsen atau importir tertentu dalam pasar

yang bersangkutan (relevant market). Suatu perjanjian tertutup dapat merugikan

masyarakat dan akan mengarah ke struktur pasar monopoli.

Jenis persaingan usaha yang ketiga adalah merger. Secara umum merger dapat

didefinisikan sebagai penggabungan dua atau lebih pelaku usaha menjadi satu pelaku

usaha. Suatu kegiatan merger dapat menjadi suatu pengambilalihan (acquisition)

apabila penggabungan tersebut tidak diinginkan oleh pelaku usaha yang digabung.

Dua atau beberapa pelaku usaha sejenis yang bergabung akan menciptakan integrasi

horizontal sedangkan apabila dua pelaku usaha yang menjadi pemasok pelaku usaha

lain maka akan membentuk integrasi vertikal. Meskipun merger atau pengambilalihan

dapat meningkatkan produktivitas pelaku usaha baru, namun suatu merger atau

pengambilalihan perlu mendapat pengawasan dan pengendalian, karena pengambil

alihan dan merger dapat menciptakan konsentrasi kekuatan yang dapat mempengaruhi

struktur pasar sehingga dapat mengarah ke pasar monopolistik.


23

Persaingan usaha yang tidak sehat akan melahirkan monopoli. Bagi para ekonom

defenisi monopoli adalah suatu struktur pasar dimana hanya terdapat satu produsen

atau penjual. Sedangkan pengertian monopoli bagi masyarakat adalah adanya satu

produsen atau penjual yang mempunyai kekuatan monopoli apabila produsen atau

penjual tersebut mempunyai kemampuan untuk menguasai pasar bagi barang atau jasa

yang diperdagangkannya, jadi pada dasarnya yang dimaksud dengan monopoli adalah

suatu keadaan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Hanya ada satu produsen atau penjual.

2. Tidak ada produsen lain menghasilkan produk yang dapat mengganti secara

baik produk yang dihasilkan pelaku usaha monopoli.

3. Adanya suatu hambatan baik secara alamiah, teknis atau hukum.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan monopoli

terdapat 2 (dua) kelompok karakteristik yaitu: kelompok pasal yang memiliki

karakteristik rule of reason dan kelompok pasal yang memiliki karakteristik perse

illegal.

Rule of reason dapat diartikan bahwa dalam melakukan praktik bisnisnya pelaku

usaha (baik dalam melakukan perjanjian, kegiatan, dan posisi dominan) tidak secara

otomatis dilarang. Akan tetapi pelanggaran terhadap pasal yang mengandung aturan

rule of reason masih membutuhkan suatu pembuktian, dan pembuktian ini harus

dilakukan oleh suatu majelis yang menangani kasus ini yang dibentuk oleh KPPU

(Komisi Pengawas Persaingan Usaha) , kelompok pasal ini dapat dengan mudah

dilihat dari teks pasalnya yang dalam kalimatnya selalu dikatakan sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.


24

Sedangkan yang dimaksud dengan perse illegal (atau violation atau offense) adalah

suatu praktik bisnis pelaku usaha yang secara tegas dan mutlak dilarang, sehingga

tidak tersedia ruang untuk melakukan pembenaran atas praktik bisnis tersebut.

D. Faktor Penyebab Persaingan Usaha Tidak Sehat

Unsur lainnya yang menjadi penyebab permasalahan dalam UndangUndang anti

Monopoli adalah tindakan atau praktek yang dilakukan oleh pelaku usaha yang

merupakan hambatan terhadap perdagangan. Dengan undangundang ini ditentukan

bahwa setiap perjanjian yang mengandung pembatasan perdagangan diwajibkan untuk

didaftarkan dalam jangka waktu tertentu ke Direktor General Of Fair Trading

(DGFT). Kewajiban untuk mendaftarkan perjanjian tersebut antara lain bila perjanjian

itu berisikan :

1. Pembatasan-pembatasan tentang harga yang ditetapkan atau suatu barang atau

jasa.

2. Persyaratan dan kondisi barang yang akan dipasok.

3. Terdapat persetujuan tentang pertukaran informasi di antara para produsen atau

supplier.

Faktor yang menjadi hambatan terhadap perdagangan ini dapat juga dibenarkan

bila dilakukan demi tujuan kepentingan persaingan, namun tindakan itu akan

dinyatakan melanggar undangundang bila ternyata ditujukan untuk menghambat

persaingan secara tidak sah. Tindakan atau praktek yang menghambat perdagangan ini

terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu, hambatan horisontal dan hambatan vertikal. Hambatan

perdagangan horizontal adalah suatu bentuk persetujuan di antara pelaku usaha untuk

melakukan tindakan bersama dengan menyampingkan persaingan di antara mereka

yang bertujuan untuk menghambat pihak ketiga untuk dapat masuk ke pasar yang
25

bersangkutan. Bila ini terjadi diantara para penjual yang menjual dari barang-barang

yang berlainan merk, maka mereka disebut melakukanhambatan-hambatan

perdagangan antara merk. Jika ini sampai terjadi diantara para penjual yang menjual

merk yang sama, maka hal ini dinamakan hambatan perdagangan intra merk.

Tindakan diatas dapat terjadi dalam bentuk Kartel dan Trust sebagaimana yang

tercantum dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada pasal 11 dan Pasal 12. Hambatan

perdagangan horizontal ini juga berkaitan erat dengan penetapan harga yang diatur

pada pasal 5 Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat. Disamping itu hambatan perdagangan horizontal juga terdapat pula

hambatan vertikal, yaitu persetujuan diantara 2 (dua) pihak atau lebih pada tingkat

distribusi yang berlainan. Hal ini biasanya terjadi antara distributor dengan pengecer

atau antara pemberi dan pemegang franchise. Hambatan perdagangan yang bersifat

vertikal ini dalam undangundang No. 5 Tahun 1999 yang juga dikenal dengan nama

integrasi vertikal yang diatur dalam pasal 14, yang berbunyi sebagai berikut : “pelaku

usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang bertujuan untuk

menguasai produksi sejumlah yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan

atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi langsung, yang dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan

masyarakat”.

Hambatan perdagangan vertikal ini sering menimbulkan hambatan bagi persaingan

intra merk yang selanjutnya dapat meningkat menjadi penghambat bagi persaingan

antar merk. Hambatan perdagangan vertikal yang paling sering terjadi adalah :

1. Pembagian Wilayah, pelanggan dan pasar.


26

2. Pengawasan harga jual kembali.

3. Perjanjian tertutup

4. Perjanjian ekslusif

E. Dampak Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dampak dari persaingan usaha yang tidak sehat akan dirasakan oleh konsumen

baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa pasal dalam UU No 5/1999

secara eksplisit menyebutkan konsumen dan/atau kata pembeli untuk mempertegas

perlindungan konsumen dari dampak persaingan tidak sehat tersebut. Perilaku kartel

misalnya, akan langsung mengurangi kesejahteraan konsumen melalui harga yang

mahal alias tidak kompetitif. Perilaku penyalahgunaan posisi dominan akan

berdampak kepada konsumen berupa semakin terbatasnya pilihan yang tersedia di

pasar dan tentunya, harga yang harus dibayar tidak kompetitif Melalui kerjasama ini

diharapkan, persaingan usaha dan perlindungan konsumen nasional di masa depan

dapat diselenggarakan dengan landasan terarah, konsisten, dan sinergis bersama para

pemangku kepentingan sehingga konsumen dan dunia usaha bertransaski dengan

percaya diri, terbangun pasar dinamis, daya beli konsumen efektif sehingga

berkontribusinya pada pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas, serta

mengharapkan Pemerintah berkomitmen membangun integritas PK dan persaingan

usaha yang sehat sehingga terbangun trust antara konsumen dan pelaku usaha dalam

meningkatkan transaksi yang berujung pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Berikut ini beberapa dampak dari Persaingan Usaha Tidak Sehat :

1. Menghambat produksi dan pemasaran.

Menurut Pasal 24 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, tindakan menghambat

produksi dan atau pemasaran juga termasuk objek yang dilarang. Isi dari pasal
27

itu menyatakan pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk

menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan jasa pelaku usaha

pesaingnya dengan maksud agar barang dan jasa yang ditawarkan atau dipasok

di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik jumlah, kualitas maupun

ketetapan waktu yang dipersyaratkan.

2. Pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha.

3. Mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau

jasa tertentu.

4. Menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan

umum.

5. Penguasaan atas produksi, dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan

jasa tertentu.

6. Dilakukan oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelakun usaha

Kemudian, yang dimaksud “pelaku usaha” sebagaimana diuraikan dalam pasal 1

ayat (5) menyatakan : Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan

usaha atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun

bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam

bidang ekonomi.
28
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Persaingan usaha yang tidak sehat terjadi bukan tanpa alasan, melainkan ada sebab

tertentu yang menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat tersebut.

Terjadinya Persaingan usaha yang tidak sehat sudah dapat dipastikan dilakukan oleh

pelaku usahabaik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk menentukan

atau membuat suatu keadaan yang menguntungkan pelaku usaha itu sendiri. Faktor

yang menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat bisa terjadi dikarenakan adanya

suatu keadaaan yang menguntungkan pelaku usaha dan memanfaatkan demi

kepentingan serta keuntungan pelaku usaha tersebut, meskipun hal tersebut pada

akhirnya akan merugikan pelaku usaha lainnya.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak hanya dibuat untuk melindungi konsumen akan

tetapi pelaku usaha lainnya yang tidak ikut atau turut serta melakukan persaingan

usaha tidak sehat. Undang-undang tersebut melarang pelaku usaha yang berniat

melakukan persaingan tidak sehat agar tidak melakukannya dalam bentuk apapun

yang merugikan pelaku usaha lainnya. Sehingga maksud undang-undang ini untuk

melindungi pelaku usaha yang ingin bersaing secara sehat dapat dilindungi.

B. Saran

Perlu adanya perangkat hukum yang diharapkan dapat menjadi sarana pencapaian

demokrasi ekonomi serta memberikan peluang yang sama bagi semua pengusaha atau

pelaku usaha untuk berpartisipasi dalam proses pemasaran, produksi barang, dan atau
30

jasa melalui iklim usaha yang sehat, efektif, efisien, sehingga akan mendorong

pertumbuhan ekonomi secara wajar.

Sebagai pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untukmenghambat

produksi dan atau pemasaran barang dan jasa pelaku usaha pesaingnya dengan

maksud agar barang dan jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan

menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketetapan waktu yang

dipersyaratkan.
31

Daftar Pustaka

https://bpkn.go.id/posts/show/id/1360

https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-5-1999-larangan-praktek-monopoli-persaingan-
usaha-tidak-sehat

https://paralegal.id/pengertian/persaingan-usaha-tidak-sehat/

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/2344/05.2%20bab%202.pdf?
sequence=8&isAllowed=y

http://portaluniversitasquality.ac.id:5388/ojssystem%20/index.php/JUSTIQA/article/
viewFile/206/162

https://www.qiscus.com/id/blog/ciri-persaingan-bisnis-tidak-sehat/

https://bpkn.go.id/posts/show/id/1360

Anda mungkin juga menyukai