Disusun oleh:
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat-Nya kami sebagai
anggota kelompok 6 dapat menyelasikan makalah ini. Makalah ini membahas dan berjudul
“Makalah Hukum Persaingan Usaha”. Selesainya makalah ini, juga hasil dari kerjasama antar
anggota kelompok 6.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Hukum Bisnis (M3). Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah pegetahuan para
mahasiswa dan menambah wawasan dari para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Misnar Syam, S.H, M.H. selaku dosen
pengampu mata kuliah Pengantar Hukum Bisnis (M3). Dengan adanya tugas kelompok ini, kami
dapat membahas topik yg diberikan dan menyusun makalah ini untuk menambah dan
memperluas ilmu serta wawasan.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami tulis ini masih jau dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat menantikan berbagai kritik dan saran yang membangun untuk kebaikan
makalah ini.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1. Latar Belakang.................................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...........................................................................................................................1
3. Tujuan Pembahasan........................................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha..............................................................................................3
2. Pengaturan Hukum Persaingan Usaha.............................................................................................4
3. Perjanjian-perjanjian yang dilarang.................................................................................................5
a. Oligopoli......................................................................................................................................5
b. Penetapan harga..........................................................................................................................6
c. Pembagian Wilayah.....................................................................................................................7
d. Pemboikotan...............................................................................................................................7
e. Kartel...........................................................................................................................................8
f. Trust.............................................................................................................................................8
g. Oligopsoni....................................................................................................................................9
h. Integrasi vertikal (vertical integration).........................................................................................9
i. Perjanjian Tertutup (exclusive dealing)......................................................................................10
4. Perbuatan-perbuatan yang Dilarang..............................................................................................11
a. Monopoli...................................................................................................................................11
b. Monopsoni.................................................................................................................................12
c. Penguasaan Pasar......................................................................................................................13
d. Jual Rugi (Predatory Pricing)......................................................................................................13
e. Persekongkolan.........................................................................................................................14
5. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)..................................................................................15
BAB 3 PENUTUP.........................................................................................................................................19
1. Kesimpulan....................................................................................................................................19
ii
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di Indonesia, begitu banyak usaha yang dibentuk oleh para pelaku usaha. Ada usaha
yang kecil, menengah, besar yang mencakup nasional, bahkan usaha yang telah menjalin
hubungan dengan luar negeri. Setiap usaha tersebut, tentunya memiliki strategi-strategi yang
diterapkan untuk mencapai visi dan misinya atau mendapat keuntungan. Akibatnya,
munculah persaingan usaha antar pelaku usaha, yang saling ingin menjadi yang terbaik. Oleh
karena itu, diperlukannya hukum persaingan usaha yang mengatur jalannya usaha-usaha
tersebut dan menjadi landasan dalam bersaingnya para pelaku usaha.
Dalam hukum persaingan usaha memuat seluruh hal yang berkaitan dengan
bagaimana usaha-usaha menjalankan persaingannya dengan baik. Selain itu, juga terdapat
berabagai peraturan perundang-undangan yang mengatur persaingan usaha. Disamping itu,
juga terdapat berbagai kegiatan dan perjanjian yang dilarang dalam jalannya persaingan
usaha. Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai berbagai hal
menyangkut tentang hukum persaingan usaha.
2. Rumusan Masalah
Ada beberapa pertanyaan yang akan diajukan dalam makalah ini sebagai rumusan
untuk pembahasannya. Dengan tujuan, agar pembahasan dalam makalah ini tidak
mengambang, namun terarah dan memiliki batas ruang lingkupnya.
3. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai setelah
pembahasan, yaitu:
2
BAB 2 PEMBAHASAN
Alfred Marshal dalam buku T. Burke et al., seorang ekonom terkemuka mengusulkan
agar istilah persaingan digantikan dengan “economic freedom” (kebebasan ekonomi) dalam
menggambarkan atau mendukung tujuan positif dari persaingan usaha1.
Oleh sebab itu persaingan diartikan hal yang positif sebagai jawaban terhadap upaya
mencapai equilibrium. Sistem ekonomi apa pun yang dipergunakan akan menghadapi
pertanyaan mengenai penentuan produksi (termasuk jumlah), apa yang akan diproduksi,
bagaimana output didistribusikan dan bagaimana menentukan pertumbuhan per kapita.
Hukum Persaingan Usaha terdiri dari kata hukum dan persaingan usaha. Bila
dikehendaki persaingan usaha dapat dipecah lagi menjadi kata persaingan dan usaha. Hukum
merupakan pengatur dan petunjuk dalam kehidupan bermasyarakat (levensvoorschriten)
sehingga hukum selalu sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat itu sendiri.
Hukum Persaingan Usaha terdiri dari kata hukum dan persaingan usaha. Bila
dikehendaki persaingan usaha dapat dipecah lagi menjadi kata persaingan dan usaha. Hukum
merupakan pengatur dan petunjuk dalam kehidupan bermasyarakat (levensvoorschriten)
sehingga hukum selalu sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat itu sendiri. Menurut
Borst hukum ialah keseluruhan peraturan bagikelakuan atau perbuatan manusia didalam
masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau
keadilan. Utrecht dan Van Apeldoorn beranggapan bahwa untuk memberikan suatu definisi
yang tepat tentang hukum adalah tidak mungkin. Hukum mengatur hubungan didalam
masyarakat antara orang dengan orang atau antara anggota masyarakat yang lain. Bentuk
hubungannya dapat lebih terinci lagi dalam bermacam-macam bentuk seperti perkawinan,
tempat kediaman, perjanjian-perjanjian, dan lain sebagainya.2
3
dapat diartikan sebagai upaya manusia untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan
tertentu, usaha atau dapat juga disebut suatu perusahaan adalah suatu bentuk usaha yang
melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan,
baik yang diselenggarakan oleh perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan
hukum atau tidak berbentuk badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan di suatu daerah
dalam suatu Negara. Persaingan usaha adalah kondisi dimana terdapat dua pihak (pelaku
usaha) atau lebih berusaha untuk saling mengungguli dalam mencapai tujuan yang sama
dalam suatu usaha tertentu.
Hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur tentang interaksi atau
hubungan perusahaan atau pelaku usaha di pasar, sementara tingkah laku perusahaan ketika
berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi.
Hukum persaingan merupakan salah satu perangkat hukum penting dalam ekonomi
pasar (market economy). Melalui hukum persaingan usaha, pemerintah berupaya melindungi
persaingan yang sehat antar pelaku usaha di dalam pasar. Khemani (1998), menjelaskan
bahwa persaingan yang sehat akan memaksa pelaku usaha menjadi lebih efisien dan
menawarkan lebih banyak pilihan produk barang dan jasa dengan harga yang lebih murah.3
2. Pengaturan Hukum Persaingan Usaha
Ketentuan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia
terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
3
Thee Kian Wie, “Kebijakan Persaingan dan Undang-undang Antimonopoli dan Persaingan di Indonesia,” dalam
buku Pembangunan, Kebebasan, dan “Mukjizat” Orde Baru, Cet 1, Jakarta, penerbit Buku Kompas, 2004. hal.173
4
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan
dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum
Keberadaan UU No. 5 Tahun 1999 sebagai dasar hukum persaingan usaha juga
dilengkapi dengan berbagai peraturan pelaksana dan peraturan terkait lainnya baik yang
dikeluarkan oleh KPPU dalam bentuk Peraturan Komisi (Perkom), Pedoman KPPU, Surat
Keputusan (SK) dan Surat Edaran (SE), maupun yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung
dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma).
Terjadinya kerja sama atau kolusi pada pasar oligopoli dapat terjadi secara
sengaja atau secara diam-diam tanpa adanya kesepakatan antara para pelaku usaha (tacit
collusion). Kolusi secara diam-diam dapat terjadi karena adanya ”meeting of minds” di
antara para pelaku usaha untuk kebaikan mereka bersama untuk menetapkan harga atau
produksi suatu barang. Kolusi yang seperti ini disejajarkan dengan kolusi karenanya
dilarang dalam hukum persaingan.6
Contoh: Produksi mie instan yang dipasarkan di Indonesia, 75% berasal dari
kelompok pelaku usaha A, B, dan C. Ini berarti keterikatan pelaku usaha A, B, dan C itu
sudah oligopoli.
4
Pasal 4 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999
5
Pasal 4 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999
6
Alan Devlin, A Proposed Solution to Problem of Parallel: Pricing in Oligopolistic Market, Stanford Law Review,
Feb. 2007, hal. 2
5
b. Penetapan harga
Penetapan harga merupakan salah satu perjanjian yang dilarang karena dapat
meniadakan persaiangan dari segi harga bagi produk yang dijual maupun dipasarkan yang
dapat berakibat pada keuntungan konsumen yang seharusnya dinikmati oleh konsumen
malah dialihkan pada produsen maupun penjual
Perjanjian penetapan harga yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 diatur
dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8 UU No. 5 Tahun 1999, yang terdiri dari perjanjian
penetapan harga (price fixing agreement), diskriminasi harga (price discrimination),
harga pemangsa atau jual rugi (predatory pricing), dan pengaturan harga jual kembali
(resale price maintenance).7
Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa : “Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga
atas mutu suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan
pada pasar bersangkutan yang sama.”
Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1999 melarang setiap perjanjian diskriminasi harga tanpa
memperhatikan tingkatan yang ada pada diskriminasi harga, di mana bunyi dari pasal
tersebut adalah: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan
pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus
dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan/atau jasa yang sama.”
Pasal 7 UU No. 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lainnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar (predatory
pricing) yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
7
Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua 2017.KPPU.Hal 95
6
c. Pembagian Wilayah
Pasal 9 UU No. 5 Tahun 1999 yang melarang perbuatan tersebut berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan/atau
jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat.”
d. Pemboikotan
Pemboikotan merupakan suatu bentuk usaha yang dilakukan oleh para pelaku
usaha untuk mengeluarkan pelaku usaha lain dari pasar yang sama (kompetitor aktual),
maupun mencegah pelaku usaha yang menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang
sama (kompetitor potensial), sehingga pasar itu dapat terjaga hanya untuk kepentingan
pelaku usaha yang terlibat dalam pemboikotan itu
Pasal 10 ayat (1) berbunyi : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan
pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan
usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
8
Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua 2017.KPPU.Hal 104
7
Pasal 10 ayat (1) berbunyi : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku
usaha lain sehingga perbuatan tersebut:
Contoh: Asosiasi produsen rokok bersepakat dengan asosiasi petani tembakau agar para
petani menjual tembakau mereka kepada produsen rokok anggota asosiasi itu saja.
e. Kartel
UU No. 5 Tahun 1999 mengkategorikan kartel sebagai salah satu bentuk
perjanjian yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha. Pasal 11 undang-undang ini
berbunyi “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan/atau
pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.”
Contoh: sejumlah perusahaan semen sepakat untuk mengu-rangi produksi selama 2 bulan
agar pasokan menipis
f. Trust
Trust sebenarnya merupakan wadah bagi pelaku usaha yang didisain untuk
membatasi persaingan dalam bidang usaha atau industri tertentu. Gabungan antara
beberapa perusahaan yang bersaing dengan membentuk organisasi yang lebih besar yang
akan mengendalikan seluruh proses produksi dan atau pemasaran suatu barang. Suatu
trust terjadi di mana sejumlah perusahaan menyerahkan saham mereka kepada suatu
“badan trustee” yang kemudian memberikan sertifikat dengan nilai yang sama kepada
anggota trust.9
UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa trust merupakan salah satu perjanjian
yang dilarang. Pasal 12 UU No. 5 Tahun 1999 berbunyi: “Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih
besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing
perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi
9
Theodore P. Kovaleff, The Antitrust Division of the Department of Justice: Complete Reports of the First 100 Years
hal. 80.
8
dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.”
Pasal 12 UU No. 5 Tahun 1999 ini dirumuskan secara rule of reason sehingga
dapat kita ketahui bahwa trust itu sendiri tidak dilarang, asalkan trust tersebut tidak
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, atau
semata-mata untuk pemusatan kekuatan tanpa mengakibatkan dampak negatif bagi
masyarakat.10
rule of reason artinya “yang dapat mengakibatkan” dan atau “patut diduga”
g. Oligopsoni
Oligopsoni merupakan salah satu bentuk praktik antipersaingan yang cukup unik,
karena dalam praktik oligopsoni yang menjadi korban adalah produsen atau penjual, di
mana biasanya untuk bentuk-bentuk praktik antipersaingan lain (seperti price fixing, price
discrimination, kartel, dan lain-lainnya) yang menjadi korban umumnya konsumen atau
pesaing. Dalam oligopsoni, konsumen membuat kesepakatan dengan konsumen lain
dengan tujuan agar mereka secara bersama-sama dapat menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan, dan pada akhirnya dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa
pada pasar yang bersangkutan.
Sedangkan Pasal 13 ayat (2) menambahkan bahwa: “Pelaku usaha patut diduga
atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.”
10
Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua 2017.KPPU.Hal 117
9
h. Integrasi vertikal (vertical integration)
Ketika suatu pelaku usaha ingin pangsa pasar yang dimilikinya menjadi lebih
besar, pertumbuhan perusahaan dan perolehan laba yang semakin meningkat, tingkat
efesiensi yang semakin tinggi dan juga untuk mengurangi ketidakpastian akan pasokan
bahan baku yang dibutuhkan dalam berproduksi dan pemasaran hasil produksi, biasanya
perusahaan akan melakukan penggabungan ataupun kerja sama dengan pelaku-pelaku
usaha lain yang secara vertikal berada pada level yang berbeda pada proses produksi,
maka kerja sama ini disebut integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau
tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada
tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia
membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga
tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
11
Philip Clarke dan Stephen Corones, Competition Law and Policy:Cases and Materials, Oxford University Press,
2000, hal. 376.
10
Contoh : Perjanjian antara produsen terigu A dan produsen mie B, bahwa jenis
terigu yang dijual kepada B tidak boleh dijual kepada pelaku usaha lain.
Harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok;
atau. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha
lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha
barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.“
Sebenarnya istilah monopoly berasal dari bahasa Inggris, yaitu monopoly dan
istilah tersebut menurut sejarahnya berasal dari bahasa Yunani, yakni “monos polein”
yang berarti sendirian menjual.12
12
H. Kusnadi, Ekonomi Mikro, FE Unbraw, Malang, 1977, hal. 370
11
Pengertian monopoli secara umum adalah jika ada satu pelaku usaha (penjual)
ternyata Merupakan satu-satunya penjual bagi produk barang dan jasa tertentu, dan pada
pasar tersebut tidak Terdapat produk substitusi terdekat (pengganti). Akan tetapi karena
perkembangan jaman, maka Jumlah satu (dalam kalimat satu-satunya) kurang relevan
dengan kondisi riil di lapangan, karena Ternyata banyak usaha industri yang terdiri lebih
dari satu perusahaan mempunyai perilaku seperti Monopoli.13
“Salah satu jenis struktur pasar yang mempunyai sifat-sifat, bahwa satu
perusahaan dengan Banyak pembeli, kurangnya produk substitusi atau pengganti serta
adanya pemblokiran Pasar (barrier to entry) yang tidak dapat dimasuki oleh pelaku usaha
lainnya”
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 17 UU No. 5 Tahun 1999 adalah
sebagai berikut:
b. Monopsoni
Definisi teoritis tentang monopsoni adalah suatu pembeli dominan atau pembeli
tunggal yang pembelin Berhadapan dengan beberapa penjual. Pada dasarnya monopsoni
adalah pantulan cermin dari Monopoli, apabila monopolis memaksa harga jual dengan
melakukan pembatasan produksi maka Monopsonis akan melakukan kebalikannya yaitu
memaksa harga jual menjadi sedemikan rendah Dengan membatasi pembelian.15
13
Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua 2017.KPPU.Hal 136
14
Christopher Pass dan Bryan Lowes, dalam Elyta Ras Ginting: Hukum Antimonopoli Indonesia: Analisis dan
Perbandingan UU No. 5 Tahun 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 19
15
Robert J. Thornton, Retrospectives How Joan Robinson and B. L. Hallward Named Monopsony, Journal of
Economic Perspectives Vol. 18, Number 2- Spring 2004, hal. 257-261, University of Illinois at Chicago
12
(1)Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2)Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
c. Penguasaan Pasar
Pengaturan mengenai penguasaan pasar di dalam UU No. 5 Tahun 1999 terdapat
di Pasal 19 Yang menyebutkan bahwa:
“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun Bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau Persaingan usaha tidak sehat berupa:
Terdapat empat jenis kegiatan yang dilarang oleh Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999, yaitu:
13
d. Jual Rugi (Predatory Pricing)
Kegiatan jual rugi atau predatory pricing ini merupakan suatu bentuk penjualan
atau pemasokan barang dan atau jasa yang bertujuan untuk mematikan pesaingnya.
Berdasarkan sudut pandang ekonomi predatory pricing ini dapat dilakukan dengan
menetapkan harga yang tidak wajar, di mana harga lebih rendah dari pada biaya variabel
rata-rata. Dalam praktik penentuan biaya variabel rata-rata sangat sulit dilakukan, oleh
karenanya kebanyakan para sarjana mengatakan, bahwa predatory pricing merupakan
tindakan menentukan harga di bawah harga rata-rata atau tindakan jual rugi.16
“Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara
melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk
menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”
e. Persekongkolan
Menurut UU no. 5 tahun 1999
Pasal 22 : Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain dan/atau pihak
yang terkait dengan pelaku usaha lain (nb: ditambah MK (putusan no. 85/PUU-XIV/201
tgl. 28 sep 2016) tgl 20 sep 2017) untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 : Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain dan/atau pihak
yang terkait dengan pelaku usaha lain (nb: ditambah MK (putusan no. 85/PUU-XIV/201
tgl. 28 sep 2016) tgl 20 sep 2017) untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha
pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 : Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain dan/atau pihak
yang terkait dengan pelaku usaha lain (nb: ditambah MK (putusan no. 85/PUU-XIV/201
tgl. 28 sep 2016) tgl 20 sep 2017) untuk menghambat produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa
16
Partnership for Business Competition, Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya di Indonesia, Elips
Project, Jakarta, Februari 2001, hal. 44.
14
yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah,
kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
17
kppu.go.id
15
Tugas dan wewenang KPPU diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
a) menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b) melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;
c) melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari
penelitiannya;
18
Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
16
d) menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak
adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e) memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang ini;
f) memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini;
g) meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli,
atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi;
h) meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-undang ini;
i) mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan;
j) memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat;
k) memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
l) menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha
yangmelanggar ketentuan Undang-undang ini.19
19
Suyud Margono, 2009, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta, h. 145
17
Skema Penanganan Perkara di KPPU berdasarkan Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2019.
Seluruh persangan usaha yang ada di Indonesia, akan diawasi oleh KPPU (Komisi
Pengawas Persaingan Usaha) dan KPPU akan menindaklanjuti kasus-kasus persaingan
usaha yang tidak sehat atau menjurus pada praktek monopoli.
Begitu juga dengan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Perusahaan
atau pelaku usaha yang ingin melakukan merger dan akuisisi akan berurusan langsung
dengan KPPU, baik itu sebelum, maupun sesudah merger dan akuisisi.
18
BAB 3 PENUTUP
1. Kesimpulan
Hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur tentang interaksi atau
hubungan perusahaan atau pelaku usaha di pasar, sementara tingkah laku perusahaan ketika
berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi. Persaingan usaha juga berlandaskan hokum
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ditentukan. Adapun perjanjian-
perjanjian yang dilarang dalam persaingan usaha, yaitu Oligopoli, Penetapan Harga,
Pembagian Wilayah, Pemboikotan, Kartel, Trust, Oligopsoni, Integrasi Vertikal, Perjanjian
Tertutup. Begitu juga dengan adanya perbuatan-perbuatan yang dilarang, yaitu Monopoli,
Monopsoni, Penguasaan Pasar, Jual Rugi, dan Persengkongkolan. Di Indonesia, terdapat
lembaga resmi yang melakukan pengawasan terhadap persaingan segala usaha yang ada,
lembaga tersebut ialah KPPU atau Komisi Pengawas Persaingan Usaha. KPPU memiliki
berbagai tugas dan tanggung jawab yang yang berhubungan dengan pengawasan dalam
persaingan usaha, agar tidak ada persaingan usaha yang tidak sehat dan monopoli yang
muncul di Indonesia.
19
20