Oleh :
EKONOMI SYARIAH
2023
KATA PENGANTAR
Kelompok 13
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
A. Pengertian Basyarnas..........................................................................................5
1. Sejarah Pembentukan Basyarnas...............................................................6
2. Dasar hukum penyelesaian sengketa melalui Basyarnas..........................8
B. Tahapan Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Basyarnas.......................9
1. Faktor Penunjang dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah melalui
Basyarnas........................................................................................................10
2. Faktor Penghambat dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah melalui
BASYARNAS................................................................................................11
3. Prinsip persidangan melalui Basyarnas:..................................................12
C. Prosedur Eksekusi Putusan Basyarnas, Ht Dan Putusan Pengadilan Melalui
Pa Atau Ms.........................................................................................................13
1. Putusan Basyarnas...................................................................................13
2. Hak Tanggungan.....................................................................................15
3. Putusan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iah............................16
BAB III PENUTUP...............................................................................................18
A. Kesimpulan.........................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................18
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
Jimmy Joses Sembiring, 2011. “Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan”, Jakarta:
Visimedia, hlm. 5.
2
Nazarkhan Yasin, 2008. “Klaim Konstruksi & Penyelesaian Sengketa Konstruksi”, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Umum, hlm. 84.
2
jalur non litigasi yang telah dijelaskan di atas, yang diutamakan oleh para
pengusaha adalah penyelesaian melalui arbitrase, karena arbitrase bersifat rahasia
dan juga tertutup karena hanya dihadiri oleh para pihak dan beberapa orang arbiter
saja.
Kepercayaan publik terhadap para pengusaha memegang peranan yang
sangat penting dalam kemajuan sebuah perusahaan, untuk itu para pengusaha
sangat menjaga kerahasiaan dalam menyelesaikan sengketa perusahaannya.
Bahkan arbitrase dinilai sebagai suatu pengadilan pengusaha yang independen
gunamenyelesaikan sengketa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
pengusaha.3
Khusus di lingkup perbankan syariah, keberadaan Lembaga Arbitrase
sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian hukum, juga dimasukkan ke
dalam upaya hukum alternatif penyelesaian sengketa yang diharapkan mampu
menjadi solusi terbaik dalam menjembatani para pihak yang bersengketa melalui
cara musyawarah sekaligus obyektivitas yang tidak memihak salah satu pihak.
Upaya untuk memenuhi harapan tersebut, maka MUI (Majelis Ulama Indonesia)
membentuk sebuah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang
merupakan cikal bakal Basyarnas.
Bersamaan dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun
1992, kemudian didirikanlah sebuah lembaga bernama BAMUI berdasarkan SK
No. Kep-392/MUI/V/1992, dengan tujuan untuk menangani sengketa antara
nasabah dan bank syariah pertama tersebut. Selanjutnya pada tahun 2003, secara
perlahan beberapa bank baru berkonsep syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS)
baru mulai bermunculan di Indonesia. Dasar perkembangan tersebut, kemudian
BAMUI dirubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
hingga kini. Perubahan tersebut berdasarkan SK MUI No Kep-09/MUI/2003
tertanggal 24 Desember 2003.
3
Gatot Soemartono, 2006. “Arbitrase & Mediasi di Indonesia”, Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum, hlm. 4.
3
B. Rumusan Masalah
4
Badan Arbitrase Syariah Nasional, Profil dan Prosedur , Jakarta, 2003, hlm. 5.
4
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat selain untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Hukum Asuransi Dan Arbitrase, juga untuk menambah wawasan kita mengenai
prosedur penyelesaian sengketa malalui Basyarnas, mengetahui bagaimana
tahapan tahapan prosedur penyelesaian nya dan eksekusinya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Basyarnas
5
Badan Arbitrase Syariah Nasional, loc. cit.
6
6
Masyithah Syita, “Peran Vital Basyarnas Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah,”
Indonesian Journal of Law and Islamic Law 3, no. 2 (30 Desember 2021): 160–77,
https://doi.org/10.35719/ijl.v3i2.129.
7
Eko Priadi dan Mhd Erwin Munthe, “Keabsahan Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional
Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Indonesia,” IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Kita 8, no. 1 (19 Juni 2019): 1–15, https://doi.org/10.46367/iqtishaduna.v8i1.148.
7
8
Anik Entriani, “Arbitrase Dalam Sistem Hukum Di Indonesia”, An-Nisbah: Jurnal Ekonomi
Syariah 3, no. 2 (3 April 2017): 277–93, https://doi.org/10.21274/an.2017.3.2.277-293.
9
Amanda Tikha Santriati, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Badan Arbitrase
Syariah Nasional”, El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama 9, no. 1 (21 Juni 2021): 38–54.
10
“Arbitrase – Basyarnas-MUI,” diakses 1 Agustus 2022, https://basyarnas-mui.org/arbitrase-2/.
8
11
“Arbitrase – Basyarnas-MUI.” Abdul Rachman dkk
12
Santriati, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah
Nasional”, 38–54.
9
a. Kemampuan Arbiter
Berhasil tidaknya suatu proses penyelesaian sengketa melalui
Basyarnas pada intinya didasarkan pada itikad baik para pihak dan
keahlian arbiter. Oleh karena itu, sangat diperlukan tenaga-tenaga arbiter
yang terlatih yang dididik oleh lembaga-lembaga professional. Dalam
Basyarnas, para arbiter yang akan menyelesaikan sengketa adalah para
arbiter yang memang berkompeten dalam bidangnya. Sehingga proses
penyelesaian sengketa dalam berjalan lancar dan cepat sesuai dengan
sebagaimana arbitrase yang seharusnya.
b. Bukti Lengkap
Para pihak yang bersengketa wajib mengajukan bukti yang
menguatkan posisinya dan untuk membuktikan fakta-fakta yang
dijadikan dasar tuntutan atau jawaban. Arbiter tunggal atau arbiter
majelis dapat meminta para pihak untuk memberikan penjelasan atau
mengajukan dokumen-dokumen yang dianggap perlu untuk mendukung
fakta-fakta dalam surat permohonan tuntutan atau surat jawaban dalam
jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis.
11
1. Putusan Basyarnas
Menurut Pasal 13 Ayat (3) Perma No. 14 Th. 2016 Tentang Tata Cara
Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah dikatakan bahwa tata cara
pelaksanaan putusan arbitrase sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perma
tersebut mengacu kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Adapun tatacara atau
13
Achmad Djauhari, “Arbitrase Syariah di Indonesia”, Jakarta, 2006, hlm. 56.
14
1. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan
diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan
dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera PN (atau
Panitera PA). (Pasal 59 ayat 1);
2. Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir
atau di pinggir putusan oleh Panitera PN (atau Panitera PA) dan arbiter
atau kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta
pendaftaran. (Pasal 59 ayat 2);
3. Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli
pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada Panitera PN
(atau Panitera PA). (Pasal 59 ayat 3);
4. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. (Pasal 59 ayat 4);
5. Semua biaya yang berhubungan dengan pembuatan akta pendaftaran
dibebankan kepada para pihak. (Pasal 59 ayat 5);
6. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara
sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah KPN (atau KPA)
atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa; (Pasal 61);
7. Perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diberikan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan
kepada Panitera PN (atau Panitera PA). (Pasal 62 ayat 1);
8. Ketua Pengadilan Negeri (atau KPA) sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) sebelum memberikan perintah pelaksanaan, memeriksa terlebih
dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi ketentuan Pasal 436 dan
Pasal 537, serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum. (Pasal 62 ayat 2)
9. Dalam hal putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2), KPN (atau KPA) menolak
15
2. Hak Tanggungan
Terbitnya sertifikat HT dari Badan Pertanahan pertanda HT telah
terwujud, yang berarti pemegang HT selaku kreditor diutamakan (preferen)
dari pada kreditor-kreditor lain (konkuren) atas objek HT. Maka ketika
debitor wanprestasi atau cidera janji, pemegang HT mempunyai hak untuk
menjual obyek HT atas kekuasaan sendiri (parate executie) melalui
pelelangan umum sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.07/2006
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Menteri Keuangan dan mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, timbul masalah tatkala
debitor mengajukan perlawanan ke Pengadilan? Baik PA maupun Pengadilan
Negeri, tentu sengketa ekonomi syariah diselesaikan di lingkungan peradilan
agama, sedangkan sengketa ekonomi konvensional di lingkungan peradilan
umum. Sebenarnya, eksekusi HT dapat dilakukan melalui tiga cara dengan
uraian sebagai berikut:
14
M. Yeri Hidayat dan Zuhrul Anam, “Prosedur Eksekusi Putusan Basyarnas, Hak Tanggungan
Dan Putusan Pengadilan Agama Yang Simetris”. Hal 15-19
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Basyarnas adalah lembaga hakam (arbritase syariah) satu-satunya di
Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang
timbul dalam perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain. Penyelesaian
sengketa melalui Basyarnas menghasilkan putusan Basyarnas bersifat final dan
mengikat (binding) dan penetapan eksekusinya diberikan oleh Pengadilan Agama
setempat.
Basyarnas merupakan lembaga arbitrase yang berperan menyelesaikan
sengketa antara pihak-pihak yang melakukan akad dalam ekonomi syariah, di luar
jalur pengadilan, untuk mencapai penyelesaian terbaik ketika upaya musyawarah
tidak menghasilkan mufakat. Basyarnas dianggap efektif karena dalam
penyelesaian sengketanya dapat menghemat waktu (selambat-lambatnya dalam
waktu 180 hari sudah diputus).
Tahapan-tahapan prosedur penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS
adalah sebagai berikut :
1. Arbitrase
2. Penunjukan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis
3. Jawaban, Eksepsi dan Rekonvensi Termohon
4. Perdamaian
5. Pembuktian dan Saksi/Ahli
6. Pencabutan Permohonan
7. Putusan
8. Pendaftaran Putusan
9. Eksekusi Putusan BASYARNAS
B. Saran
Demikian makalah yang penulis susun oleh kelompok penulis Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Asuransi dan Arbitrase. Makalah ini jauh
19
dari kata sempurna baik dalam hal materi dan penyusunannya, maka itu kritik dan
saran penulis harapkan untuk perbaikan makalah penulis selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
20
Syariah Nasional”, El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama 9, no. 1 (21 Juni 2021):
38–54.
21