Anda di halaman 1dari 24

Tugas Terstruktur Dosen Pengajar

Hukum Asuransi dan Arbitrase Erwan Setyanor, SE, MH

PENYELESAIAN SANGKETA MELALUI BASYARNAS

Oleh :

Dewi Astuti 2020140125

Inka Fauzanah 2020140137

Nordina Aspiani 2020140142

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUL ULUM KANDANGAN

EKONOMI SYARIAH

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam. Shalawat
Serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW serta kepada keluarga, sahabat, para tabi’in-tabi’at dan insya Allah akan
sampai Kepada kita selaku umatnya Nabi Muhammad SAW.
Dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada bapak Erwan
Setyanor, SE, MH selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum Asuransi dan
Arbitrase. Kepada teman-teman Juga yang ikut serta mendukung dalam
penyusunan makalah yang kami lakukan serta Kepada orang tua kami yang selalu
memberikan do’a kepada kami, sehingga kami Mendapatkan kemudahan dalam
penyusunan makalah ini.
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,
untuk itu Kami harap kepada pembaca yang budiman untuk memberikan kritik
dan saran Mengenai makalah yang kami susun. Mudah-mudahan Allah SWT
melimpahkan Rahmat dan Inayah-nya kepada kita semua sehingga makalah ini
dapat bermanfaat Bagi kita semua terutama bagi pembaca dan penyusun makalah
ini. Aamiin
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kandangan, 16 Februari 2023

Kelompok 13

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
A. Pengertian Basyarnas..........................................................................................5
1. Sejarah Pembentukan Basyarnas...............................................................6
2. Dasar hukum penyelesaian sengketa melalui Basyarnas..........................8
B. Tahapan Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Basyarnas.......................9
1. Faktor Penunjang dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah melalui
Basyarnas........................................................................................................10
2. Faktor Penghambat dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah melalui
BASYARNAS................................................................................................11
3. Prinsip persidangan melalui Basyarnas:..................................................12
C. Prosedur Eksekusi Putusan Basyarnas, Ht Dan Putusan Pengadilan Melalui
Pa Atau Ms.........................................................................................................13
1. Putusan Basyarnas...................................................................................13
2. Hak Tanggungan.....................................................................................15
3. Putusan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iah............................16
BAB III PENUTUP...............................................................................................18
A. Kesimpulan.........................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................18

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank


Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha
Perbankan Syariah secara keseluruhan berasaskan prinsip syariah, demokrasi
ekonomi, dan prinsip kehati-hatian tetapi dalam pelaksanaan kegiatan usahanya
tersebut, tetap tidak menutup kemungkinan dapat terjadi sengketa yang
melibatkan pihak bank dengan nasabahnya.
Terdapat dua cara penyelesaian sengketa, yakni dengan membawa
sengketa tersebut ke pengadilan yang selanjutnya disebut litigasi atau
menyelesaikan sengketa tersebut di luar pengadilan yang selanjutnya disebut non
litigasi. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan terdiri atas berbagai macam cara
yakni negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase di antara para pihak. Masing-
masing cara penyelesaian sengketa tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
Para pihaklah yang harus menentukan penyelesaian sengketa yang akan ditempuh
dan siap menerima konsekuensi atas penyelesaian sengketa tersebut. 1 Penggunaan
metode non litigasi untuk menyelesaikan sengketa bisnis sudah lama menjadi
pilihan. Hal ini karena proses litigasi di pengadilan membutuhkan waktu yang
lama dan prosedur yang rumit, bersifat menang dan kalah (win-lose) yang belum
mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah
baru,membutuhkan biaya yang mahal dan tidak responsif. Akibatnya, hakim tidak
mampu memberikan opsi yang solutif bagi para pihak yang bersengketa. Oleh
karena beberapa kekurangan penyelesaian sengketa melalui pengadilan
itulahmaka sebagian pengusaha lebih memilih penyelesaian sengketa melalui jalur
non litigasi.2 Cara-cara yang terdapat dalam proses penyelesaian sengketa nelalui

1
Jimmy Joses Sembiring, 2011. “Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan”, Jakarta:
Visimedia, hlm. 5.
2
Nazarkhan Yasin, 2008. “Klaim Konstruksi & Penyelesaian Sengketa Konstruksi”, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Umum, hlm. 84.
2

jalur non litigasi yang telah dijelaskan di atas, yang diutamakan oleh para
pengusaha adalah penyelesaian melalui arbitrase, karena arbitrase bersifat rahasia
dan juga tertutup karena hanya dihadiri oleh para pihak dan beberapa orang arbiter
saja.
Kepercayaan publik terhadap para pengusaha memegang peranan yang
sangat penting dalam kemajuan sebuah perusahaan, untuk itu para pengusaha
sangat menjaga kerahasiaan dalam menyelesaikan sengketa perusahaannya.
Bahkan arbitrase dinilai sebagai suatu pengadilan pengusaha yang independen
gunamenyelesaikan sengketa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
pengusaha.3
Khusus di lingkup perbankan syariah, keberadaan Lembaga Arbitrase
sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian hukum, juga dimasukkan ke
dalam upaya hukum alternatif penyelesaian sengketa yang diharapkan mampu
menjadi solusi terbaik dalam menjembatani para pihak yang bersengketa melalui
cara musyawarah sekaligus obyektivitas yang tidak memihak salah satu pihak.
Upaya untuk memenuhi harapan tersebut, maka MUI (Majelis Ulama Indonesia)
membentuk sebuah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang
merupakan cikal bakal Basyarnas.
Bersamaan dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun
1992, kemudian didirikanlah sebuah lembaga bernama BAMUI berdasarkan SK
No. Kep-392/MUI/V/1992, dengan tujuan untuk menangani sengketa antara
nasabah dan bank syariah pertama tersebut. Selanjutnya pada tahun 2003, secara
perlahan beberapa bank baru berkonsep syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS)
baru mulai bermunculan di Indonesia. Dasar perkembangan tersebut, kemudian
BAMUI dirubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
hingga kini. Perubahan tersebut berdasarkan SK MUI No Kep-09/MUI/2003
tertanggal 24 Desember 2003.

3
Gatot Soemartono, 2006. “Arbitrase & Mediasi di Indonesia”, Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum, hlm. 4.
3

Basyarnas sendiri adalah lembaga hakam (arbitrase syariah) satu-satunya


di Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang
timbul dalam perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain.4
Pada prinsipnya, proses penyelesaian sengketa melalui Basyarnas dapat
diupayakan oleh para pihak yang bersengketa, baik yang sebelumnya telah
melakukan perjanjian arbitrase terlebih dahulu sebelum terjadi sengketa (pactum
de compromittendo), maupun setelah sengketa terjadi (acta compromise).
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
menyebutkan Basyarnas dan Pengadilan dalam lingkup peradilan umum sebagai
lembaga penyelesaian sengketa. Lembaga tersebut memiliki fungsi yang sama
yaitu melayani masyarakat pencari keadilan dalam menyelesaikan sengketa.
Penyelesaian sengketa melalui Basyarnas lebih menekankan pada
perdamaian dan berdasar kesepakatan para pihak. Prosedur yang dilakukan tidak
berbelit dan mudah dimengerti, pihak yang bersengketa lebih bebas untuk
memilih tindakan apa yang akan ditempuh. Basyarnas juga menghasilkan putusan
yang bersifat final dan mengikat (binding) sehingga tidak ada banding dan kasasi
terhadap putusan tersebut. Jika kedua belah pihak yang bersengketa sudah
menerima dan setuju terhadap Putusan Basyarnas, maka agar kesepakatan tersebut
memiliki kekuatan hukum, tetap harus didaftarkan ke Pengadilan Agama untuk
dieksekusi sebagaimana yang disebutkan dalam SEMA Nomor 8 tahun 2008
tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah. Berbeda dengan melalui
pengadilan umum, dalam hal ini pengadilan agama. Jika ada salah satu pihak tidak
setuju dengan hasil keputusan hakim tingkat pengadilan pertama, maka masih
dimungkinkan untuk banding, kasasi dan seterusnya sampai diperoleh keputusan
yang final dan mengikat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan Basyarnas?


2. Bagaimana prosedur penyelesaian sengketa melalui Basyarnas?
3. Bagaimana eksekusi putusan Basyarnas ?

4
Badan Arbitrase Syariah Nasional, Profil dan Prosedur , Jakarta, 2003, hlm. 5.
4

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat selain untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Hukum Asuransi Dan Arbitrase, juga untuk menambah wawasan kita mengenai
prosedur penyelesaian sengketa malalui Basyarnas, mengetahui bagaimana
tahapan tahapan prosedur penyelesaian nya dan eksekusinya.
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Basyarnas

Basyarnas adalah lembaga hakam (arbritase syariah) satu-satunya di


Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang
timbul dalam perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain. 5 Penyelesaian
sengketa melalui Basyarnas menghasilkan putusan Basyarnas bersifat final dan
mengikat (binding) dan penetapan eksekusinya diberikan oleh Pengadilan Agama
setempat.
Basyarnas merupakan lembaga arbitrase yang berperan menyelesaikan
sengketa antara pihak-pihak yang melakukan akad dalam ekonomi syariah, di luar
jalur pengadilan, untuk mencapai penyelesaian terbaik ketika upaya musyawarah
tidak menghasilkan mufakat. Basyarnas dianggap efektif karena dalam
penyelesaian sengketanya dapat menghemat waktu (selambat-lambatnya dalam
waktu 180 hari sudah diputus).
Adapun dalil yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa Pada ayat
Alqur’an Surat Al-Hujurat ayat 9 Allah menganjurkan kepada manusia agar dapat
menyelesaikan sengketa melalui Hakam agar dapat menyelesaikan suatu
perselisihan dengan seadil-adilnya.
‫َو ِاْن َطۤا ِٕىَفٰت ِن ِم َن اْلُم ْؤ ِمِنْيَن اْقَتَتُلْو ا َفَاْص ِلُحْو ا َبْيَنُهَم ۚا َفِاْۢن َبَغ ْت ِاْح ٰد ىُهَم ا َع َلى اُاْلْخ ٰر ى َفَقاِتُلوا اَّلِتْي َتْبِغ ْي‬
‫َح ّٰت ى َتِفْۤي َء ِآٰلى َاْم ِر ِهّٰللاۖ َفِاْن َفۤا َء ْت َفَاْص ِلُحْو ا َبْيَنُهَم ا ِباْلَع ْد ِل َو َاْقِس ُطْو اۗ ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب اْلُم ْقِسِط ْيَن‬
Artinya :
Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim
terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim
itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah
kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan
adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil.

5
Badan Arbitrase Syariah Nasional, loc. cit.
6

1. Sejarah Pembentukan Basyarnas


Sebelum membahas sejarah pembentukan Basyarnas, perlu diketahui
bahwa arbitrase memiliki asal kata yaitu ‘’arbitrare’’ (bahasa Latin). artinya
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut
kebijaksanaan’’.6Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan suatu
perselisihan oleh seorang atau lebih hakim berdasarkan keputusan para pihak,
atau dengan kesepakatan untuk mematuhi keputusan hakim pilihan
mereka.Frank Elkoury dan Etna Elkoury mendefinisikan arbitrase adalah
suatu proses yang dipilih oleh kedua pihak yang bersengketa dengan secara
tujuannya agar perkaranya di putus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan
keputusan yang mereka ambil dimana keputusan berdasarkan dengan dalil-
dalil dalam perkara tersebut, dan proses ini adalah proses yang dianggap
mudah atau simpel. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan
tersebut secara final dan mengikat.
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase adalah tata
cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum,
7
berdasarkan perjanjian arbitrase tertulis antara para pihak yang bersengketa.
Perbedaan antara pengadilan dan arbitrase adalah pengadilan menggunakan
pengadilan permanen atau standing court sedangkan arbitrase menggunakan
majelis arbitrase yang dibentuk khusus untuk kegiatan ini. Dalam arbitrase,
arbiter bertindak sebagai hakim pengadilan, sebagai hakim tetap, tetapi hanya
pada kasus yang ditangani.
Ragam badan arbitrase di Indonesia, di antaranya adalah Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang didirikan pada tanggal 3
Desember 1977. BANI adalah suatu lembaga yang memilik kewenangan
dalam menyelesaikan sengketa komersial secara cepat dan adil yang berasal
dari persoalan bisnis, keuangan dan industri. BANI adalah lembaga

6
Masyithah Syita, “Peran Vital Basyarnas Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah,”
Indonesian Journal of Law and Islamic Law 3, no. 2 (30 Desember 2021): 160–77,
https://doi.org/10.35719/ijl.v3i2.129.
7
Eko Priadi dan Mhd Erwin Munthe, “Keabsahan Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional
Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Indonesia,” IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Kita 8, no. 1 (19 Juni 2019): 1–15, https://doi.org/10.46367/iqtishaduna.v8i1.148.
7

independen dan otonom. Lembaga arbitrase berikutnya adalah Badan


Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Lembaga tersebut mendapatkan
dukungan dari Bapepam-LK, PT Bursa Efek Jakarta (BEI), PT Bursa Efek
Surabaya (BES), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan PT
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). BAPMI bertugas sebagai lembaga
yang dapat menyelesaikan sengketa pada pasar modal.8 Badan Arbitrase
Komoditi Berjangka Indonesia (BAKTI) dibentuk pada tanggal 7 November
2008 dan memiliki tujuan menyelesaikan sengketa pada perdagangan
komoditi berjangka secara cepat dan adil. Badan Arbitrase dan Mediasi Hak
Keakayaan Intelektual yang didirikan pada tanggl 19 April 2012. Tujuan
lembaga BAM HKI adalah untuk memberikan jasa penyelesaian sengketa
yang bersifat adjudikatif, yakni arbitrase dan yang non-adjudikatif termasuk
mediasi, negosiasi, dan konsiliasi untuk sengketa yang timbul dari transaksi-
transaksi komersial atau hubungan yang melibatkan bidang HKI. Selanjutnya
adalah Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).9
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) merupakan
lembaga non-litigasi yang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah. Lembaga BASYARNAS adalah lembaga yang
dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang sebelumnya bernama Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Akta Pendirian Arbitrase Nasional
(BAMUI) dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 1993 dengan nomor 175
yang ditandatangani oleh KH. Hasan Basri (Ketua Umum MUI) dan HS.
Prodjokusumo (Sekretaris Umum MUI). Pembentukan Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia dilatarbelakangi oleh telah berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI) pada tahun 1992 dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1992.10

8
Anik Entriani, “Arbitrase Dalam Sistem Hukum Di Indonesia”, An-Nisbah: Jurnal Ekonomi
Syariah 3, no. 2 (3 April 2017): 277–93, https://doi.org/10.21274/an.2017.3.2.277-293.
9
Amanda Tikha Santriati, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Badan Arbitrase
Syariah Nasional”, El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama 9, no. 1 (21 Juni 2021): 38–54.
10
“Arbitrase – Basyarnas-MUI,” diakses 1 Agustus 2022, https://basyarnas-mui.org/arbitrase-2/.
8

Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) dipimpin pertama


kali oleh H. Hartono Mardjono, SH dengan sekretaris Hidayat Achyar, SH
dan bendahara Yudo Paripurno, SH. BAMUI memiliki Arbiter Tetap yang
ditugaskan sebagai mediator bagi para pihak yang bersengketa dalam bidang
ekonomi syariah. Beberapa Arbiter pertama kali yang ditugaskan oleh
BAMUI adalah Abdul Rahman Saleh, SH, Dr. Abdul Gani Abdullah, SH.,
Dr. H. Said Agil Munawar, Lc, MA., dan lain sebagainya. 11 Pada tanggal 24
Desember 2003, nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
berubah menjadi Badan arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
berdasarkan SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003. Keputusan penggantian
nama tersebut didasarkan pada keputusan Rakernas MUI tahun 2002, yang
menghasilkan perubahan nama pertama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
(BAMUI) menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Beberapa keputusan telah diambil, termasuk keputusan tersebut. Kedua,
perangkat organisasi MUI, mengubah badan hukum BAMUI dari Yayasan
menjadi badan hukum di bawah MUI-nya. Ketiga, otonom dan mandiri dalam
memenuhi kewajiban dan fungsinya sebagai lembaga arbitrase syariah
nasional. Keempat, pedoman dasar Komisi Arbitrase Syariah Nasional
harusdisetujui. Kelima, mengangkat Komisi Arbitrase Syariah Nasional
periode 2000-2005, dan jangka waktu/masa kerja Komisi Arbitrase Syariah
Nasional akan tunduk pada masa pemerintahan MUI.12

2. Dasar hukum penyelesaian sengketa melalui Basyarnas

Basyarnas memiliki ketentuan sendiri dalam menyelesaikan sengketa


bisnis syariah. Selain mengacu pada hukum Islam juga mengacu pada hukum
nasional. Pada dasarnya penyelesaian sengketa melalui arbitrase berpedoman
pada Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 adalah bersifat
umum, karena Basyarnas memiliki ketentuan sendiri, maka berlaku lex

11
“Arbitrase – Basyarnas-MUI.” Abdul Rachman dkk
12
Santriati, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah
Nasional”, 38–54.
9

specialis derogat legi generali yaitu peraturan yang bersifat khusus


mengesampingkan peraturan yang bersifat umum. Meskipun Basyarnas
memakai peraturan prosedurnya sendiri, peraturan Basyarnas tersebut tidak
boleh mengenyampingkan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang No. 30
Tahun 1999, dengan demikian berlakulah kedua peraturan tersebut, yaitu
hukum Islam dan hukum nasional. Dasar hukum tersebut harus diikuti bagi
para pihak yang sudah sepakat menyelesaikan sengketa melalui Basyarnas dan
tidak boleh ada pertentangan dari kedua belah pihak. Jika tidak ada
pertentangan dari salah satu atau kedua belah pihak maka penyelesaian
sengketa tersebut dalam dilaksanakan secara harmonis sesuai dengan prinsip
Basyarnas.

B. Tahapan Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Basyarnas

Basyarnas sesuai dengan Pedoman Dasar yang ditetapkan oleh MUI


merupakan lembaga hakam yang bebas, otonom dan independen, tidak dicampuri
dan tidak dipengaruhi oleh lembaga kekuasaan dan pihak-pihak lainnya.
Basyarnas memiliki kewenangan untuk menyelesaikan secara adil dan cepat
sengketa muamalah (perdata) yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan,
industri, jasa dan lain-lain yang menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, dan para pihak
sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada Basyarnas
sesuai dengan Prosedur Basyarnas.
Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi muamalat/perdata
secara tertulis sepakat membawa sengketa yang timbul diantara mereka ke
Basyarnas atau menggunakan Peraturan Prosedur Basyarnas, maka Basyarnas
mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa diantara para pihak
tersebut dan para pihak tunduk kepada Peraturan Prosedur Basyarnas yang
berlaku. Kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada
Basyarnas, dilakukan oleh para pihak dengan cara mencantumkan klausula
arbitrase dalam suatu naskah perjanjian atau arbitrase tersendiri yang dibuat dan
disetujui oleh para pihak, baik sebelum maupun setelah timbul sengketa.
10

Tahapan-tahapan prosedur penyelesaian sengketa melalui Basyarnas adalah


sebagai berikut:
1. Arbitrase
2. Penunjukan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis
3. Jawaban, Eksepsi dan Rekonvensi Termohon
4. Perdamaian
5. Pembuktian dan Saksi/Ahli
6. Pencabutan Permohonan
7. Putusan
8. Pendaftaran Putusan
9. Eksekusi Putusan BASYARNAS

1. Faktor Penunjang dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah melalui


Basyarnas

a. Kemampuan Arbiter
Berhasil tidaknya suatu proses penyelesaian sengketa melalui
Basyarnas pada intinya didasarkan pada itikad baik para pihak dan
keahlian arbiter. Oleh karena itu, sangat diperlukan tenaga-tenaga arbiter
yang terlatih yang dididik oleh lembaga-lembaga professional. Dalam
Basyarnas, para arbiter yang akan menyelesaikan sengketa adalah para
arbiter yang memang berkompeten dalam bidangnya. Sehingga proses
penyelesaian sengketa dalam berjalan lancar dan cepat sesuai dengan
sebagaimana arbitrase yang seharusnya.
b. Bukti Lengkap
Para pihak yang bersengketa wajib mengajukan bukti yang
menguatkan posisinya dan untuk membuktikan fakta-fakta yang
dijadikan dasar tuntutan atau jawaban. Arbiter tunggal atau arbiter
majelis dapat meminta para pihak untuk memberikan penjelasan atau
mengajukan dokumen-dokumen yang dianggap perlu untuk mendukung
fakta-fakta dalam surat permohonan tuntutan atau surat jawaban dalam
jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis.
11

c. Para Pihak Datang


Dalam penyelesaian sengketa melalui Basyarnas, apabila para
pihak langsung datang untuk menyelesaikan sengketa tersebut maka akan
memudahkan para arbiter tunggal atau arbiter majelis untuk mengetahui
keinginan dari masing-masing pihak. Para pihak yang bersengketa dapat
langsung bernegosiasi sehingga proses penyelesaian sengketa dapat
berjalan lancar dengan mengutamakan prinsip damai. Tetapi apabila
kedua belah pihak tidak menemukan kata sepakat, maka para arbiter
tunggal atau arbiter majelis yang akan memutuskan sengketa tersebut.
d. Proses Cepat
Bagi para pihak yang telah memilih acara arbitrase, harus ada
kesepakatan mengenai ketentuan jangka waktu dan tempat
diselenggarakan arbitrase dan apabila jangka waktu dan tempat arbitrase
tidak ditentukan, arbiter tunggal atau arbiter majelis yang akan
menentukan. Artinya suatu persetujuan arbitrase harus menetapkan
jangka waktu, yaitu berapa lama perselisihan atau sengketa yang
diajukan kepada arbitrase harus diputuskan. Apabila para pihak tidak
menentukan jangka waktu tertentu, lamanya waktu penyelesaian akan
ditentukan oleh majelis arbitrase berdasarkan aturan-aturan arbitrase
yang dipilih.

2. Faktor Penghambat dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah melalui


BASYARNAS

Faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa bisnis syariah


melalui BASYARNAS dibagi menjadi hambatan yuridis dan hambatan non
yuridis.
a. Hambatan yang bersifat yuridis, yaitu:
1. Perlawanan pihak ketiga;
2. Perlawanan pihak tereksekusi;
3. Permohonan peninjauan kembali (PK);
4. Amar putusan tidak jelas;
12

5. Objek eksekusi adalah barang milik negara.

Hambatan yang bersifat yuridis yang telah dijelaskan di atas tidak


hanya terjadi dalam penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS,
tetapi juga dapat terjadi dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase
pada umumnya.

b. Hambatan yang bersifat non yuridis di antaranya:


1. Pengerahan Massa
Salah satu hal yang bisa mengakibatkan eksekusi menjadi gagal
atau tertunda adalah pengerahan massa. Dalam beberapa kasus,
eksekusi tertunda karena pihak-pihak yang bersengketa, terutama
pihak yang tereksekusi mengerahkan massa.
2. Adanya Campur Tangan Pihak Lain

Adanya campur tangan pihak lain yang berperkara bisa datang


dari pihak eksekutif, legislatif ataupun pihak-pihak lainnya yang
biasanya meminta untuk dilakukan penundaan eksekusi.

3. Peninjauan Barang Bukti


Saat ini, proses penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS
hanya dapat diselesaikan di pusat saja yaitu di Jakarta. Sedangkan
kasus-kasus yang masuk dalam BASYARNAS tidak hanya berasal
dari pusat saja melainkan juga dari kota-kota besar lainnya. Jadi,
apabila pihak yang bersengketa berasar dari luar kota maka arbiter
atau mejelis arbitrase harus meninjau langsung barang bukti ke kota-
kota di mana para pihak yang bersengketa tersebut berasal.

3. Prinsip persidangan melalui Basyarnas:

1. perkara oleh majelis arbitrase


2. Persidangan dilaksanakan secara tertutup untuk umum
3. Penyelesaian sengketa mengutamakan islah/damai
13

4. Jika islah tidak tercapai, maka perkaranya akan diselesaikan secara


prosedur, namun tetap dalam bentuk yang sederhana atau fleksibel,
bijaksana dengan tetap mengidahkan rasa keadilan dan hukum
5. Putusan diambil atas musyawarah majelis arbiter

Menurut Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun


1999ditegaskan bahwa jaksa/hakim/panitera dan peradilan lainnya tidak
dapat ditunjuk atau diangkat sebagai majelis arbiter/hakam. Majelis
arbiter/hakam memiliki tugas pokok sebagai berikut:.

a) dan memberikan putusan arbitrase dalam jangka waktu yang telah


ditentukan (paling lama 180 hari sejak penunjukan atau
pengangkatannya
b) Bersikap independen dalam menjalankan tugasnya demi mencapai
suatu putusan yang adil dan cepat bagi para pihak yang beda pendapat,
berselisih paham maupun bersengketa.
c) Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah
ditetapkan, majelis arbiter/hakam harus terlebih dahulu mengusahakan
perdamaian antara para pihak yang bersengketa.
d) Apabila usaha mendamaikan tersebut berhasil, maka majelis/hakam
membuat satu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan
memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan tersebut.13

C. Prosedur Eksekusi Putusan Basyarnas, Ht Dan Putusan Pengadilan Melalui


Pa Atau Ms

1. Putusan Basyarnas
Menurut Pasal 13 Ayat (3) Perma No. 14 Th. 2016 Tentang Tata Cara
Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah dikatakan bahwa tata cara
pelaksanaan putusan arbitrase sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perma
tersebut mengacu kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Adapun tatacara atau

13
Achmad Djauhari, “Arbitrase Syariah di Indonesia”, Jakarta, 2006, hlm. 56.
14

prosedur mengenai eksekusi putusan arbitrase (dalam hal ini Basyarnas)


diatur dalam pasal 59-64 UU Arbitrase tersebut, yaitu:

1. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan
diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan
dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera PN (atau
Panitera PA). (Pasal 59 ayat 1);
2. Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir
atau di pinggir putusan oleh Panitera PN (atau Panitera PA) dan arbiter
atau kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta
pendaftaran. (Pasal 59 ayat 2);
3. Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli
pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada Panitera PN
(atau Panitera PA). (Pasal 59 ayat 3);
4. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. (Pasal 59 ayat 4);
5. Semua biaya yang berhubungan dengan pembuatan akta pendaftaran
dibebankan kepada para pihak. (Pasal 59 ayat 5);
6. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara
sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah KPN (atau KPA)
atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa; (Pasal 61);
7. Perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diberikan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan
kepada Panitera PN (atau Panitera PA). (Pasal 62 ayat 1);
8. Ketua Pengadilan Negeri (atau KPA) sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) sebelum memberikan perintah pelaksanaan, memeriksa terlebih
dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi ketentuan Pasal 436 dan
Pasal 537, serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum. (Pasal 62 ayat 2)
9. Dalam hal putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2), KPN (atau KPA) menolak
15

permohonan pelaksanaan eksekusi dan terhadap putusan KPN (atau


KPA) tersebut tidak terbuka upaya hukum apapun. (Pasal 62 ayat 3);
10. Ketua Pengadilan Negeri (atau KPA) tidak memeriksa alasan atau
pertimbangan dari putusan arbitrase. (Pasal 62 ayat 4)38;
11. Perintah KPN (atau KPA) ditulis pada lembar asli dan salinan otentik
putusan arbitrase yang dikeluarkan. (Pasal 63);
12. Putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah KPN (atau KPA),
dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara
perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (Pasal
64).

2. Hak Tanggungan
Terbitnya sertifikat HT dari Badan Pertanahan pertanda HT telah
terwujud, yang berarti pemegang HT selaku kreditor diutamakan (preferen)
dari pada kreditor-kreditor lain (konkuren) atas objek HT. Maka ketika
debitor wanprestasi atau cidera janji, pemegang HT mempunyai hak untuk
menjual obyek HT atas kekuasaan sendiri (parate executie) melalui
pelelangan umum sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.07/2006
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Menteri Keuangan dan mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, timbul masalah tatkala
debitor mengajukan perlawanan ke Pengadilan? Baik PA maupun Pengadilan
Negeri, tentu sengketa ekonomi syariah diselesaikan di lingkungan peradilan
agama, sedangkan sengketa ekonomi konvensional di lingkungan peradilan
umum. Sebenarnya, eksekusi HT dapat dilakukan melalui tiga cara dengan
uraian sebagai berikut:

1. Penjualan obyek HT di bawah tangan berdasar Pasal 20 ayat (2) UUHT


jika diperoleh harga yang lebih tinggi
2. Parate executie melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) dengan menggunakan hasil penjualan untuk pelunasan hutang;
3. Eksekusi HT melalui Pengadilan Negeri yang berdasarkan pada pasal
224 HIR/258 R.Bg. jo pasal 14 ayat (2) dan (3) UUHT dalam
16

pelaksanaanya. Selain itu perlu diingat, jika mengacu kepada uraian di


atas, maka tentu eksekusi yang digunakan di pengadilan bukanlah
eksekusi riil, melainkan eksekusi pembayaran uang.

Setelah diketahui secara final bahwa penyelesaian perkara ekonomi


syariah merupakan kewenangan PA dengan mengacu kepada Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012, tentu secara otomatis perihal
eksekusi yang menyangkut lembaga syariah pun merupakan kewenangan
PA, seperti yang pernah dilakukan oleh PA Bengkulu kepada rumah milik
Fatwa Alhikmah, S.E., pun hal ini juga diatur oleh Pedoman Pelaksanaan
Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama Buku II:

“Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama


dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
dan jika debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial yang
terdapat dalam sertifikat hak tanggungan tersebut, pemegang hak
tanggungan memohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada ketua
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang berwenang. Kemudian
eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap.”

Jadi, dengan demikian pihak kreditor mengajukan permohonan


eksekusi terlebih dahulu kepada PA dan selanjutnya PA menindaklanjutinya
selayaknya eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

3. Putusan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iah


Adapun prosedur eksekusi Putusan Pengadilan Agama secara
berurutan sebagai berikut:

1. Pemohon mengajukan permohonan eksekusi jika termohon tidak


melaksanakan isi putusan;
2. Ketua PA atau MS menerbitkan penetapan aanmaning (teguran), yang
memuat perintah kepada jurusita agar memanggil termohon eksekusi
untuk hadir pada sidang aanmaning;
17

3. Panggilan jurusita atau jurusita pengganti terhadap termohon eksekusi;


4. Pelaksanaan sidang aanmaning melalui sidang insidentil yang dihadiri
ketua, panitera dan termohon eksekusi;
5. Penetapan perintah eksekusi oleh KPA atau KMS, jika ada laporan
bahwa dalam tempo 8 (delapan) hari putusan tersebut tidak
dilaksanakan oleh termohon eksekusi.

Sehingga dengan demikian, jika eksekusi putusan Basyarnas dan


Hak Tanggungan sama seperti eksekusi putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, maka ketika putusan Basyarnas yang telah
memuat perintah pelaksanaan putusan dari KPN atau KPA tidak
dilaksanakan secara sukarela, begitu pula Hak Tanggungan, maka langkah
yang dapat dilakukan pihak adalah mengajukan permohonan eksekusi
sebagaiamana permohonan eksekusi terhadap putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana telah disebutkan di atas.14

14
M. Yeri Hidayat dan Zuhrul Anam, “Prosedur Eksekusi Putusan Basyarnas, Hak Tanggungan
Dan Putusan Pengadilan Agama Yang Simetris”. Hal 15-19
18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Basyarnas adalah lembaga hakam (arbritase syariah) satu-satunya di
Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang
timbul dalam perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain. Penyelesaian
sengketa melalui Basyarnas menghasilkan putusan Basyarnas bersifat final dan
mengikat (binding) dan penetapan eksekusinya diberikan oleh Pengadilan Agama
setempat.
Basyarnas merupakan lembaga arbitrase yang berperan menyelesaikan
sengketa antara pihak-pihak yang melakukan akad dalam ekonomi syariah, di luar
jalur pengadilan, untuk mencapai penyelesaian terbaik ketika upaya musyawarah
tidak menghasilkan mufakat. Basyarnas dianggap efektif karena dalam
penyelesaian sengketanya dapat menghemat waktu (selambat-lambatnya dalam
waktu 180 hari sudah diputus).
Tahapan-tahapan prosedur penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS
adalah sebagai berikut :

1. Arbitrase
2. Penunjukan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis
3. Jawaban, Eksepsi dan Rekonvensi Termohon
4. Perdamaian
5. Pembuktian dan Saksi/Ahli
6. Pencabutan Permohonan
7. Putusan
8. Pendaftaran Putusan
9. Eksekusi Putusan BASYARNAS

B. Saran
Demikian makalah yang penulis susun oleh kelompok penulis Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Asuransi dan Arbitrase. Makalah ini jauh
19

dari kata sempurna baik dalam hal materi dan penyusunannya, maka itu kritik dan
saran penulis harapkan untuk perbaikan makalah penulis selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

“Arbitrase – Basyarnas-MUI,” diakses 1 Agustus 2022, https://basyarnas-


mui.org/arbitrase-2/.
“Arbitrase – Basyarnas-MUI.” Abdul Rachman dkk
Achmad Djauhari, “Arbitrase Syariah di Indonesia”, Jakarta, 2006, hlm. 56.
Amanda Tikha Santriati, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui
Badan Arbitrase
Anik Entriani, “Arbitrase Dalam Sistem Hukum Di Indonesia”, An-Nisbah:
Jurnal Ekonomi Syariah 3, no. 2 (3 April 2017): 277–93,
https://doi.org/10.21274/an.2017.3.2.277-293.
Badan Arbitrase Syariah Nasional, loc. cit.
Badan Arbitrase Syariah Nasional, Profil dan Prosedur , Jakarta, 2003, hlm. 5.
Eko Priadi dan Mhd Erwin Munthe, “Keabsahan Putusan Badan Arbitrase
Syariah Nasional Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di
Indonesia,” IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita 8, no. 1 (19
Juni 2019): 1–15, https://doi.org/10.46367/iqtishaduna.v8i1.148.
Gatot Soemartono, 2006. “Arbitrase & Mediasi di Indonesia”, Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum, hlm. 4.
Jimmy Joses Sembiring, 2011. “Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar
Pengadilan”, Jakarta: Visimedia, hlm. 5.
M. Yeri Hidayat dan Zuhrul Anam, “Prosedur Eksekusi Putusan Basyarnas, Hak
Tanggungan Dan Putusan Pengadilan Agama Yang Simetris”. Hal 15-19
Masyithah Syita, “Peran Vital Basyarnas Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis
Syariah,” Indonesian Journal of Law and Islamic Law 3, no. 2 (30
Desember 2021): 160–77, https://doi.org/10.35719/ijl.v3i2.129.
Nazarkhan Yasin, 2008. “Klaim Konstruksi & Penyelesaian Sengketa
Konstruksi”, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum, hlm. 84.
Santriati, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Badan Arbitrase
Syariah Nasional”, 38–54.

20
Syariah Nasional”, El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama 9, no. 1 (21 Juni 2021):
38–54.

21

Anda mungkin juga menyukai