Anda di halaman 1dari 15

“LEMBAGA BASYARNAS (BADAN ARBITRASE SYARIAH

NASIONAL)”

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Arbitrase Syariah

Dosen Pengampu: Dian Febriyani, M.E.Sy

DISUSUN OLEH :

1. Salma Fauziah ( 181130133 )


2. Listia Firdianti ( 181130140 )
3. Seyella Amanda Lutfia ( 181130144 )
4. Abdul Latif ( 181130148 )
5. Latif Ahmad Halim ( 181130154 )

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami panjatkan
puji dan sukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayat, serta
inayah – Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang
“Lembaga BASYARNAS ( Badan Arbitrase Syariah Nasional )”.

Makalah ini telah kami susun secara maksimal atas bantuan dari berbagai pihak sehingga
makalah ini bisa selesai dengan lancar. Untuk itu, kami selaku penyusun, banyak berterimakasih
kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu – persatu atas segala bantuan dan
supprotnya selama ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen Dian Febriyani, M.E.Sy. yang telah membimbing kami dalam menulis makalah
ini.

Kami menyadari, makalah yang kami buat jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca dan guna dapat menghasilkan makalah yang lebih baik.

Kami berharap, makalah tentang “ ARBITRASE SYARIAH “ yang kita susun bisa
memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca.

Serang, 26 April 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................... .............................. 1

C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian BASYARNAS ............................................................. 3

B. Sejarah BASYARNAS ................................................................. 3

C. Dasar Hukum BASYARNAS ...................................................... 4

D. Tujuan BASYARNAS .................................................................... 5

E. Prosedur penyelesaian sengketa BASYARNAS...........................7

BAB III PENUTUP

A. kesimpulam .................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sengketa diantara dua belah pihak dalam bekerjasama tidak dapat dihindari
karena dalam bekerjasama diantara dua pihak sering kali ada salah satu pihak yang tidak
memenuhi akad-akad yang telah dibuat dan disepakati. Seiring dengan perkembangan
perekonomian islam baik dalam bidang perbankan, asuransi, dan pasar modal dan bidang
usaha lainnya maka majelis ulama indonesia ( MUI ) berusaha mendirikan badan
arbitrase untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada pada usaha ekonomi
islam di indonesia. Keberadaan arbitrase tersebut menjadi salah satu bentuk alternative
penyeesaian sengketa hukum yang menjembatani para pihak yang bersengketa melalui
cara musyawarah sekaligus obyektivitas yang tidak memihak salah satu pihak.1
Lembaga arbitrase syariah didirikan bersamaan dengan pendirian bank muamalat
indonesia (BMI). Lembaga arbitrase tersebut dikenal dengan nama badan arbitrase
muamalat indonesia ( BAMUI ) berdasarkan SK No kep 392/mui/IV/1992. Pada tahun
2003, beberapa bank atau unit usaha syariah (UUS) lahir, BAMUI diubah menjadi Badan
Arbitrase Syariah Nasional ( BASYARNAS ). Basyarnas merupakan lembaga arbitrase
yang berperan menyelesaikan sengketa antara pihak- pihak yang melakukan akad dalam
ekonomi syariah diluar jalur pengadilan, untuk mencapai penyelesaian terbaik ketika
upaya musyawarah tidak menghasilkan mufakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dari BASYARNAS ?
2. Bagaimana sejarah didirikannya BASYARNAS ?
3. Apa saja dasar hukum dari BASYARNAS ?
4. Apa saja tujuan dari BASYARNAS ?
5. Bagaimana Prosedur penyelesaian Sengketa BASYARNAS ?

1 M. Syakir Sula, “Asuransi Syariah (Life and general), (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 553.

1
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian BASYARNAS.
2. Untuk mengetahui sejarah didirikannya BASYARNAS
3. Untuk mengetahui dasar hukum dari BASYARNAS
4. Untuk mengetahui tujuan dari BASYARNAS
5. Untuk mengetahui Prosedur penyelesaian Sengketa BASYARNAS

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian BASYARNAS

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) merupakan badan yang dapat


menyelesaikan sengketa perdata atau muamalat Islam dengan memutuskan suatu
keputusan hukum atas masalah yang dipersengketakan dengan cara tahkim. Di sisi lain,
BASYARNAS juga dapat menyelesaikan perkara perdata lainnya sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Keputusan yang ditetapkan oleh
BASYARNAS terhadap perkara yang diajukan kepadanya bersifat binding (mengikat)
dan final (tidak ada banding atau kasasi). Pembatalan keputusan arbitrase dapat dilakukan
sesuai dengan Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa. 2

Ketentuan syarat-syarat arbiter dan penyelesaian sengketa perdata atau muamalah


Islam melalui BASYARNAS dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja lembaga tersebut
pada masa yang akan datang. Di samping itu untuk meningkatkan profesionalisme,
kerahasiaan para pihak yang bersengketa, Kearifan dan kepekaan aribter, dan kecepatan
serta efesiensi biaya bagi penyelesaian sengketa harus diperhatikan. Kehadiran
BASYARNAS di harapkan dapat dirasakan peranannya bagi masyarakat dalam
menyelesaikan berbagai sengketa dengan jalan damai (islah) dan tetap terjalinnya
ukhuwah antara para pihak yang bersengketa.

2. Sejarah BASYARNAS
Arbitrase Syari’ah di Indonesia bermula dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
MUI tahun 1992, Hartono Marjono, SH, ditugasi menyampaikan konsepnya tentang
arbitrase berdasarkan syari’at Islam yang kemudian mendapat sambutan baik dari
kalangan peserta dan kemudian direkomendasikan untuk ditindak lanjuti oleh MUI. Pada
2 Subekti, “Arbitrase Perdagangan”, (Bandung: Bina Cipta, 1992), h. 1

3
tanggal 22 April 1992 Dewan Pimpinan MUI mengundang praktisi hukum termasuk
kalangan perguruan tinggi guna bertukar pikiran tentang perlu tidaknya dibentuk arbitrase
Islam. Pada pertemuan tanggal 2 Mei 1992, diundang juga dari bank muamalat Indonesia
yang selanjutnya dibentuk tim khusus guna mempersiapkan bahan-bahan kajian untuk
melihat peluang membentuk badan arbitrase Islam.
Demikian selanjutnya dalam Rakernas MUI 24-27 November 1992 yang
memutuskan bahwa sehubungan dengan rencana pendirian Lembaga Arbitrase
Muamalat, agar MUI segera merealisasikan. MUI dengan SK. No. Kep.
392/MUI/V/1992, tanggal 4 mei 1992 membentuk kelompok kerja pembentukan badan
arbitrase hukum Islam, yang terdiri dari: Prof. KH. Ali Yafie, Prof KH. Ibrahim
Husen,LML, H. Andi Lolo Tonang S.H, H. Hartono Mardjono, S.H,Jimly Asshiddiqie,
SH,MH.
Badan Arbitrase Syariah Nasional pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia (BAMUI). BAMUI yang didirikan pada tanggal 21 Oktober 1993
berbadan hukum yayasan. Akte pendiriannya ditandatangani oleh Ketua MUI K.H. Basri
dan Sekretaris Umum HS. Prodjokusumo. BAMUI dibentuk oleh MUI berdasarkan Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) MUI Tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi
BASYARNAS diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama perubahan
bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK. MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003.
Tanggal 24 Desember 2003. Ketetapan yang di ambil dalam SK tersebut yakni:
a) Mengubah nama Badan Arbitras Mu’amalat Indonesia (BAMUI) menjadi
BASYARNAS.
b) Mengubah bentuk badan BAMUI dari yayasan menjadi badan yang berada
di bawah MUI dan merupakan perangkat organisasi.
c) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga hakam,
BASYARNAS bersifat otonom.

3. Adapun dasar hukum pembentukan lembaga BASYARNAS sebagai berikut:


1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Altematif
Penyelesaian Sengketa. Arbitrase menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum,

4
sedangkan lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga arbitrase
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.3
2) SK MUI (Majelis Ulama Indonesia) SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep
09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 tentang Badan Arbitrase Syariah
Nasional. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga
hakim (arbitrase syariah) satu-satunya di Indonesia yang berwenang memeriksa
dan memutus sengketa muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan,
keuangan, industri, jasa dan lain-lain.
3) Fatwa DSN-MUI. Semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) perihal hubungan muamalah (perdata) senantiasa diakhiri
dengan ketentuan: “Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah”. (Lihat Fatwa Nomor 05 Tentang Jual Beli Saham, Fatwa
Nomor 06 Tentang Jual Beli Istishna’, Fatwa Nomor 07 Tentang Pembiayaan
Mudharabah, Fatwa Nomor 08 Tentang Pembiayaan Musyarakah, dan
seterusnya).

4. Tujuan utama didirikannya Badan Arbitrase Syariah Nasional yaitu :


1) Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa muamalah /
perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, industri, keuangan jasa dan lain-lain
2) menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian, tanpa ada
suatu sengketa untuk memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu masalah
berkenaan dengan perjanjian tersebut.
3) Menyelesaikan perselisihan atau sengketa-sengketa keperdataan dengan prinsip
mengutamakan usaha-usaha perdamaian/islah.
4) Menyelesaikan sengketa-sengketa bisnis yang operasionalnya menggunakan hukum
Islam dengan mempergunakan hukum Islam.

3 Bambang Sutiyono, “Penyelesaian Sengketa Bisnis” (Yogyakarta: Citra Media, 2006), h. 147

5
5) Menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa perdata diantara bank-bank syariah
dengan para nasabahnya atau pada khususnya antara sesama umat Islam yang melakukan
hubungan-hubungan keperdataan yang menjadikan syariat Islam sebagai dasarnya.
6) Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa
muamalah/perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, industri, jasa, dan lain-lain.4

Badan Arbitrase ini berbentuk khusus antara lain untuk menyelesaikan sengketa
perdata berdasarkan syariah. Jika usaha musyawarah kekeluargaan informasi (sulh /
ADR) belum dapat menyelesaikan sengketa, maka usaha selanjutnya adalah dengan
menunjuk lembaga "perwasitan" yang lebih formal, yaitu badan arbitrase. Usaha ini
dipilih dengan pertimbangan bahwa sistem arbitrase memiliki keuntungan tertentu,
seperti: lebih menjaga rahasia kedua pihak dan biaya yang relatif lebih murah, jika
dibandingkan dengan proses pengadilan. Upaya penyelesaian persengketaan yang
bergantung pada perbankan syariah dengan nasabahnya dalam undang-undang yang akan
dibuat harus dirujuk ke sebuah arbitrase Islam (tahkim). Arbitrase Islam yang tetap di
Indonesia sudah ada yakni BASYARNAS.

Melihat berbagai ketentuan yang ada, maka keberadaan BASYARNAS adalah sah
dan memilliki landasan jelas.Meskipun dalam pelaksanaannya BASYARNAS harus
menyesuaikan diri dengan berbagai peraturan yang ada. Hal ini tidak lain agar
kepentingan para pihak yang dapat terjamin dan mendapat kepastian hukum yang jelas
dalam sistem kekuasaan kehakiman Indonesia dan pengakuan secara yuridis formil.
Namun secara substansial, BASYARNAS haruslah memuat nilai-nilai yang tidak boleh
keluar dari ketentuan syariat. Hal ini karena yang akan menggunakan layanan ini yang
paling berpengaruh umat Islam. Memandang bahwa umat Islam semakin maju, tentu saja
dalam pilihan hukum (pilihan hukum) yang akan dipilih adalah hukum / syariat Islam,
maka BASYARNAS sebagai alat yang melengkapi sistem hukum di Indonesia minimal
memiliki tiga kriteria dalam kerangka ini: a) Para Arbiter harus kepentingan para pihak
secara menyeluruh, secara seimbang dan tidak merugikan para pihak.

4 Nilam Sari, “Penyelesaian Sengketa Penyelesaian Syariah”, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2016), h. 15

6
5. Prosudur Penyelesaian Sengketa di BASYARNAS

Diantara prosuder BASYARNAS, akan diuraikan secara garis besar sebagai berikut :5

1) Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan,


jasa dan lain-lain yang mana para pihak sepakat tertulis untuk menyerahkan
penyelesaiannya kepada secara BASYARNAS Sesuai dengan Peraturan Prosudur
BASYARNAS.
2) Permohonan, pengajuan permohonan atau prosudur arbitrase dimulai dengan
didaftarkannya surat permohonan untuk mengadakan arbitrase oleh sekretaris dalam
daftar BASYARNAS. Perhitungan tempo masa atas segala penerimaan surat menyurat,
muncul pada hari disampaikan. Perhitungan tempo waktu mulai berjalan adalah pada
hari berikut setelah penerimaan. Jika hari terakhir dalam jangka waktu tersebut hari
libur umum, perhitungan tenggang waktu adalah hari berikut dari hari libur. Surat
permohonan harus memuatkan sekurang-kurang:
a) nama lengkap, tempat tinggal kedua belah pihak
b) suatu uraian singkat tentang sengketa
c) Sengketa yang dituntut
d) Pada surat permohonan harus dilampirkan salinan dari naskah kesepakatan yang
secara khusus menyerahkan pemutusan sengketa kepada BASYARNAS. Pendaftaran
permohonan dengan pembayaran biaya pendaftaran.
3) Penetapan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis dilakukan oleh Ketua BASYARNAS
Ketua BASYARNAS berhak juga menunjuk seorang ahli dalam bidang khusus yang
diperlukan menjadi arbiter, selain dari para Anggota Dewan arbiter yang telah didaftar
pada BASYARNAS. Jika yang bersengketa keberatan atas penunjukan para arbiter,
dapat mengajukan keberatannya disertai alasannya berdasarkan hukum.
4) Acara Persidangan, selama proses dan pada setiap tahap persidangan berlangsung,
Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis harus memberi perlakuan dan kesempatan yang
sama sepenuhnya kepada masing-masing pihak untuk membela dan mempertahankan
kepentingannya. Setiap dokumen yang disampaikan salah satu pihak kepada arbiter

5 Achmad Djauhari, “Badan Arbitrase Syariah Nasional”, (Jakarta:BASYARNAS, 2004), h. 14

7
tunggal atau arbiter majelis, harus diberikan kepada pihak lawan. Dalam pemeriksaaan
dapat dihadirkan saksi ahli. Persidangan terdiri dari tahap jawab menjawab (replik-
duplik). Persidangan persidangan dilakukan di tempat-tempat BASYARNAS, kecuali
ada persetujuan dari kedua belah pihak, pemeriksaaan dapat dilakukan di tempat lain,
putusan harus diambil dan dijatuhkan ditempat kedudukan BASYARNAS, Bahasa,
dalam permohonan, bantahan, jawaban, keberatan disampaikannya dalam bahasa
Indonesia, begitu juga saat persidangan Perdamaian, terlebih dahulu arbiter akan
mengusahakan tercapainya perdamaian. Apabila usaha tersebut berhasil, maka arbiter
tunggal atau majelis akan membuatkan akte perdamaian. Apabila perdamaian tidak
berhasil, maka arbiter akan meneruskan persidangan terhadap sengketa yang dimohon.
5) Berakhirnya Persidangan, Apabila Arbiter menggangap persidangan telah cukup, arbiter
akan menutup persidangan itu dan menetapkan suatu hari sidang guna mengucapkan
putusan yang diambil. Arbiter akan mengambil dan mengucapkan putusan dalam sidang
yang dihadiri oleh kedua belah pihak jika salah satu tidak hadir keputusan tetap
diucapkan, sepanjang kepada para pihak yang telah menyampaikan panggilan patut.
Tiap tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat Bismillahirrahmanirrahim,
diikuti dengan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Seluruh proses
persidangan sampai dengan diucapkannya putusan oleh arbiter akan diselesaikan
selambat-lambatnya sebelum jangka waktu enam bulan, terhitung sejak tanggal
dipanggilnya pertama kali para pihak untuk menghadiri sidingapertama persidangan.
6) Pengambilan putusan, putusan harus membuat alasan-alasan kecuali para pihak yang
menyetujui putusan tidak perlu membuat alasan Putusan BASYARNAS yang sudah
ditandatangani oleh arbiter bersifat final dan mengikat (final and binding) kepada para
pihak yang bersengketa, dan wajib mentaati serta segera memenuhi pelaksanaanya.
Salinan putusan yang telah ditandatangani oleh arbiter mesti diberikan kepada masing-
masing Pemohon atau Termohon. Permintaan pembatalan putusannya hanya dapat
dilakukan berdasarkan salah satu alasan berikut: a) penunjukan arbiter tidak sesuai
dengan ketentuan yang diatur BASYARNAS, b) putusan melebihi batas kewenangan
BASYARNAS, c) putusan melebihi dari yang diminta oleh para pihak, d) terdapat
penyelewengan diantara salah seorang anggota arbiter, e) putusan jauh menyimpang

8
dari ketentuan pokok peraturan prosudur BASYARNAS., f) putusan tidak memuat
dasar-dasar alasan yang menjadi landasan pengambilan putusan.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) merupakan badan yang dapat
menyelesaikan sengketa perdata atau muamalat Islam dengan memutuskan suatu
keputusan hukum atas masalah yang dipersengketakan dengan cara tahkim. Di sisi lain,
BASYARNAS juga dapat menyelesaikan perkara perdata lainnya sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Badan Arbitrase Syariah Nasional
pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). BAMUI
yang didirikan pada tanggal 21 Oktober 1993 berbadan hukum yayasan. Akte
pendiriannya ditandatangani oleh Ketua MUI K.H. Basri dan Sekretaris Umum HS.
Prodjokusumo. BAMUI dibentuk oleh MUI berdasarkan Rapat Kerja Nasional
(Rakernas) MUI Tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi BASYARNAS
diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama perubahan bentuk dan
pengurus BAMUI dituangkan dalam SK. MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003. Tanggal 24
Desember 2003. Ketetapan yang di ambil dalam SK tersebut yakni:
d) Mengubah nama Badan Arbitras Mu’amalat Indonesia (BAMUI) menjadi
BASYARNAS.
e) Mengubah bentuk badan BAMUI dari yayasan menjadi badan yang berada
di bawah MUI dan merupakan perangkat organisasi.
f) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga hakam,
BASYARNAS bersifat otonom.

Dasar hukum pembentukan lembaga BASYARNAS sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Altematif


Penyelesaian Sengketa, SK MUI (Majelis Ulama Indonesia) SK Dewan Pimpinan MUI
No. Kep 09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 tentang Badan Arbitrase Syariah
Nasional, dan Fatwa DSN-MUI. Tujuan utama didirikannya Badan Arbitrase Syariah
Nasional yaitu : Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa
muamalah / perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, industri, keuangan jasa dan

10
lain-lain, menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian,
tanpa ada suatu sengketa untuk memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu
masalah berkenaan dengan perjanjian tersebut, dan Menyelesaikan perselisihan atau
sengketa-sengketa keperdataan dengan prinsip mengutamakan usaha-usaha
perdamaian/islah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Djauhari , Achmad, 2004, “Badan Arbitrase Syariah Nasional”, Jakarta:BASYARNAS.


Sari, Nilam , 2016, “Penyelesaian Sengketa Penyelesaian Syariah”, Banda Aceh: Yayasan
Pena.
Subekti, 1992, “Arbitrase Perdagangan”, Bandung: Bina Cipta.
Sula, M. Syakir, 2004, “Asuransi Syariah (Life and general), Jakarta: Gema Insani.

Sutiyono, Bambang , 2006, “Penyelesaian Sengketa Bisnis” , Yogyakarta: Citra Media, 2006.

12

Anda mungkin juga menyukai