Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“FATWA-FATWA MAJELIS ULAMA’ INDONESIA (MUI)”

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih


Yang di ampu oleh :
Bapak Ainun Yudhistira, S.H.I, M.H.I.

Disusun oleh:

1. Miftakhul Huda Arrofi’ / 223111092


2. Selvia Dwi Rahmawati / 223111079
3. Evi Dwi septiana / 223111104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Fiqih yang
diberikan oleh Bapak Ainun Yudhistira, S.H.I, M.H.I. dengan judul “FATWA-FATWA
MAJELIS ULAMA’ INDONESIA (MUI)”

Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.yang telah
mengajarkan sebagaimana seharusnya menjalani kehidupan di dunia agar selalu selamat
dalam lindungan Allah SWT.

Makalah ini kami susun dengan Tujuan untuk memberikan pemahaman kepada
pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu,
kami sangat membutuhkan kritik dan sarannya agar kami dapat membenahi makalahnya
dengan baik dan benar.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pembaca yang telah membaca
makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
pengetahuan bagi kita semua. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surakarta, 30 November 2022

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................1

DAFTAR ISI...............................................................................................................................3

PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................5
C. Tujuan.................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................6
A. Tinjauan Umum Fatwa..........................................................................................................6
1. Pengertian Fatwa................................................................................................................6
2. Dasar Hukum Fatwa..........................................................................................................6
B. Pengertian Majelis Ulama Indonesia(MUI) ..........................................................................6
C. Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia(MUI) .......................................................................7
1. Pengertian Fatwa MUI........................................................................................................7
2. Metode Cara Penetapan Fatwa MUI...................................................................................7
3. Contoh Fatwa MUI dan Pembahasannya............................................................................9

PENUTUP.................................................................................................................................15

A. Kesimpulan.....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16

3
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya masalah-masalah dalam ruang lingkup masalah dalam menjalankan syariat
islam, pada kehidupan sehari-hari sering kali mebuat bingung . Hal tersebut dapat terjadi
karena tidak mengetahui dasar hukum atas masalah tersebut. Dan juga sebagian masalah
tersebut adalah masalah baru dizaman sekarang ini yang berbeda dengan zaman Rasulullah
SAW. islam dalam ajaranya / syariat mengandung shalihun li kulli zaman wa makan (sesuai
dengan perkembangan situasi dan kondisi zaman)1, maka masalah-masalah tersebut dapat
terjawab. Masalah tersebut dapat terjawab dengan adanya fatwa.

Menurut Amir Syarifuddin, kata fatwa berasal dari kata iftâ’ yang berasal dari kata aftâ’
yang berarti memberikan penjelasan. Yaitu usaha memberikan penjelasan tentang hukum
syara’ oleh ahlinya kepada orang-orang yang belum mengetahuinya .2 Fatwa dipahami sebagai
jawaban atas persoalan atau permasalahan- permasalahan yang diberikan oleh seseorangan
ataupun suatu lembaga yang berwewenang dalam hal itu.3

Diindonesia terdapat suatu lembaga yang berwenang dalam mengeluarkan fatwa yaitu
Majelis Ulama’ Indonesia(MUI). Lembaga ini bersifat Semi-Formal karena meskipun
dibentuk oleh pemerintah namun ketetapannya tidak dapat memaksa layaknya keputusan
lembaga keadilan.4 Majelis Ulama’ Indonesia(MUI) berdiri dengan tujuan menegakkan dan
mengontrol ekspresi publik tentang Islam di bawah bantuan negara (dalam hal ini adalah
Departemen Agama).5 MUI dalam mengeluarkan sebuah fatwa lebih mempertimbangkan
aspek kekuatan dalil dan kemaslahatan umat islam.6
1
Moh Faiz Maulana,”Upaya Memahami islam Nusantara”, 2015, diakses dari:
https://www.nu.or.id/opini/upaya-memahami-islam-nusantara-KDkzv
2
Nova Effenty Muhammad,” fatwa dalam Pemikiran Hukum Islam”,Jurnal, Volume 12 Nomor 1 Juni 2016
3
Abu bakar,Metode Fatwa Organisasi Sosial Keagamaan Islam di Indonesia( Banjarmasin:Comdes
Kalimantan,2010)hal.20
4
Irma Suryani,”Metode Fatwa majelis Ulama Indonesia”, JURIS Volume 9 No 2 (Desember 2010)
5
Khozainul Ulum,”Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalampemikiran hukum islam” Jurnal Fakultas Agama
Islam Universitas Islam Lamongan
6
Al Fakhri Zakirman,”Metodologi Fatwa Majelis Ulama Indonesia” Jurnal,DOI: https://doi.org/10.24260/al-
hikmah.v10i2.615.g38 2017

4
Kedudukan fatwa dalam hukum Islam sangat penting, karena kompleksnya suatu
masalah atau persoalan yang dihadapi masyarakat.7 Dengan adanya lembaga yang
berwewenag dalam mengeluarkan fatwa yaitu Majelis Ulama’ Indonesia (MUI), maka itu
mempermudah masyarakat dalam mencari rujukan Fatwa pada setiap persoalan, Sehingga
dapat menjalankan sesuai dengan syari’at islam dengan benar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi Umum Fatwa?
2. Bagaimana definisi Majelis Ulama’ Indonesia( MUI)?
3. Bagaimana definisi Fatwa Majelis Ulama’ Indonesia( MUI )?
4. Bagaimana Metode Majelis Ulama’ Indonesia( MUI ) dalam menetapkan Fatwa?
5. Bagaimana contoh dan pembahasan Fatwa Majelis Ulama’ Indonesia(MUI)?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi umum fatwa
2. Mengetahui definisi Majelis Ulama’ Indonesia( MUI)
3. Mengetahui definisi Fatwa Majelis Ulama’ Indonesia( MUI )
4. Mengetahui metode Majelis Ulama’ Indonesia( MUI ) dalam menetapkan Fatwa
5. Mengetahui contoh dan pembahasan Fatwa Majelis Ulama’ Indonesia(MUI)

7
Imaron sidiq,Doli witro,” Kedudukan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif Hukum Islam
dan Nasional: Studi Implikasi Fatwa Terhadap Masyarakat”, Jurnal, Vol. 8, No. 01 Januari-Juni 2020

5
BAB ll
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Fatwa
1. Pengertian fatwa

Fatwa adalah materi hukum yang merupakan jawaban atas pertanyaan atau permasalahan
dari orang yang meminta fatwa (mustafti). Untuk itu usaha memberikan penjelasan hukum
(Islam) oleh orang yang berkompeten dalam hal itu kepada orang yang belum mengetahuinya
disebut ifta`.8

2. Dasar Hukum Fatwa

Fatwa muncul karena adanya permasalahan atau persoalan. Fatwa merupakan bentuk
respon para Ulama terhadap masalah,dimana hal ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Penalaran yang dilakukan oleh para ulama terkait erat dengan ijtihad atau legal opinion.
Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 43

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu
kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui.” (Qs. An-Nahl:43)9

B. Pengertian Majelis Ulama’ Indonesia(MUI)


MUI sendiri adalah lembaga musyawarah para Ulama’, Zu’ama, dan Cendekiawan
muslim yang ada di Indonesia. Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) memiliki tiga tujuan yang
telah disampaikan oleh pemerintah pada awal pembentukannya, yaitu:

1. Memperkuat agama dengan cara yang dijelaskan Pancasila untuk memastikan


ketahanan nasional.
8
Irma Suryani,”Metode Fatwa majelis Ulama Indonesia”, JURIS Volume 9 No 2 (Desember 2010)
9
https://tafsirweb.com/4391-surat-an-nahl-ayat-43.html

6
2. Partisipasi ulama dalam pembangunan nasional.
3. Mempertahankan keharmonisan antar umat beragama di Indonesia.10

C. Fatwa-Fatwa Majelis Ulama’ Indonesia(MUI)


1. Pengertian Fatwa MUI
Fatwa MUI adalah sebuah keputusan yang disampaikan oleh Majelis Ulama’ Indonesia
melalui musyawarah para Ulama, Zu’ama dan Cendekiawan muslim Indonesia. Proses
penetapan fatwa bersifat responsif, proaktif dan antisipatif. Fatwa yang ditetapkan bersifat
argumentatif (memiliki kekuatan hujjah), legitimatif (menjamin penilaian keabsahan hukum),
kontekstual (waqi’iy), aplikatif (siap diterapkan), dan moderat.11 Keputusan inilah yang
digunakan untuk menjadi hukum penyelesaian suatu masalah yang muncul pada zaman
sekarang.12 Fatwa MUI bisa juga dikatakan sebagai hasil ijtihad para Ulama’ atau dengan
nama lain adalah Ijma’.13

2. Metode Cara Penetapan Fatwa


Metode yang dipergunakan MUI dalam proses penetapan fatwa terdapat 3 pendekatan

yaitu:  Pendekatan Nash Qathi, Pendekatan Qauli dan Pendekatan Manhaji.14

MUI menjelaskan metode penetapan Fatwa sebagaimana dijelaskan lewat Peraturan


Organisasi Majelis Ulama Indonesi tentang Pedoman penetapan fatwa Majelis Ulama
Indonesia,pada Bab 3 pasal 5,6 dan 7 sebagai berikut:

1) Sebelum fatwa ditetapkan, dilakukan kajian komprehensif terlebih dahulu guna


memperoleh deskripsi utuh tentang obyek masalah (tashawwur al-masalah), rumusan

10
“Majelis Ulama Indonesia(MUI)” diakses dari: https://desa-sukadana.kuningankab.go.id/lembaga-
agama/majelis-ulama-indonesia
11
PERATURAN ORGANISASI MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : Kep-…/MUI/…/2015, Tersedia di:
https://mui.or.id/wp-content/uploads/2020/07/5.-PO-Pedoman-Penetapan-Fatwa-OK_68-86.pdf
12
“ Kekuatan Hukum Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dari Perspektif Peraturan Perundang-
Undangan Di Indonesia” diakses
dari:http://panegarakalsel.go.id/images/images/PDF/
Kekuatan_Hukum_Fatwa_Majelis_Ulama_Indonesia.pdf
13
https://www.hukumonline.com/klinik/a/kedudukan-fatwa-mui-dalam-hukum-indonesia-
lt5837dfc66ac2d
14
“ Menetapkan Harus dengan Metologi”, diakses dari: https://kemenag.go.id/read/menetapkan-fatwa-harus-
dengan-metodologi-203vo

7
masalah, termasuk dampak 76 sosial keagamaan yang ditimbulkan dan titik kritis dari
berbagai aspek hukum (norma syari’ah) yang berkaitan dengan masalah tersebut
2) Kajian komprehensif dimaksud pada ayat (1) mencakup telaah atas pandangan
fuqaha mujtahid masa lalu, pendapat para imam madzhab dan ulama yang mu’tabar,
telaah atas fatwa-fatwa yang terkait, serta pandangan ahli fikih terkait masalah yang
akan difatwakan.
3) Kajian komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain dapat melalui
penugasan pembuatan makalah kepada Anggota Komisi atau ahli yang memiliki
kompetensi di bidang yang terkait dengan masalah yang akan difatwakan.

Jika Penetapan fatwa terhadap masalah yang sudah jelas hukum atau dalilnya, maka
disampaikan dengan hukum apa adanya.

Dan jika dalam penetapan terdapat perbedaan pendapat/ pandangan dikalangan madzab
maka:

a) Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha pencapaian titik temu di antara
pendapatpendapat yang dikemukakan melalui metode al-jam’u wa al-taufiq;
b) Jika tidak tercapai titik temu antara pendapat pendapat tersebut, penetapan fatwa
didasarkan pada hasil tarjih melalui metode muqaranah(perbandingan) dengan
menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqih muqaran.

Jika penetapan fatwa terhadap masalah tidak terdapat dalam pandangan hukum
diakalangan madzab, maka didasarkan pada ijtihad kolektif melalui metode bayani dan ta’lili
(qiyasi, istihsaniy, ilhaqiy, istihsaniy dan sad al-dzaraa’i) serta metode penetapan hukum
(manhaj) yang dipedomani oleh para ulama madzhab.

Pada saat rapat penetapan fatwa terhadap suatu masalah terdapat perbedaan dikalangan
komisi anggota dan tidak mencapai titk temu, maka penetapan fatwa disampaikan tentang
adanya perbedaan pendapat tersebut disertai dengan penjelasan argumen masing-masing,
disertai penjelasan dalam hal pengamalannya, sebaiknya mengambil yang paling hati-hati
(ihtiyath) serta sedapat mungkin keluar dari perbedaan pendapat (al-khuruuj min al-khilaaf).
Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan otoritas pengaturan hukum oleh syari’at
serta mempertimbangkan kemaslahatan umum dan maqashid al-syariah.15

15
PERATURAN ORGANISASI MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : Kep-…/MUI/…/2015, Tersedia di:
https://mui.or.id/wp-content/uploads/2020/07/5.-PO-Pedoman-Penetapan-Fatwa-OK_68-86.pdf

8
3. Contoh Fatwa MUI dan Pemahasannya
Dalam beberapa tahun terakhir terdapat kejadian yang tidak diperkrakan sebelumnya.
Dengan adanya kejadian tersebut maka muncul banyak masalah atau persoalan. Majelis
Ulama’ Indonesia(MUI) dalam beberapa tahun terakhir mengeluarkan beberapa fatwa, 3
diantara lainnya sebagai berikut:

1. Promosi Miras Holywings Kontroversial, Berikut Fatwa MUI Terkait Minuman


dan Makanan Beralkohol
JAKARTA – Beberapa waktu lalu tempat hiburan malam Holywings membuat
gempar jagat dunia maya setelah mempromosikan minuman keras gratis bagi orang yang
bernama Muhammad atau Maria.

Terkait minuman atau makanan beralkohol itu sendiri, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) telah menerbitkan fatwa tentang sebanyak dua kali.

Masing-masing tertuang dalam Fatwa MUI No. 11 tahun 2009 Tentang Hukum
Alkohol dan Fatwa MUI No. 10 tahun 2018 Tentang Produk Makanan dan Minuman Yang
Mengandung Alkohol/Etanol.

Kedua fatwa tersebut dimaksudkan sebagai pedoman bagi masyarakat dan juga para
produsen minuman dan makanan berbahan atau berperantara alkohol. Karena pada
kenyataanya, di zaman sekarang ini, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat melepaskan
diri dari alkohol. Saat ini, alkohol banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan,
ataupun bahan penolong dalam pembuatan makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika,
alat kesehatan serta kepentingan lainnya.Pedoman transaksi publik (muamalat) dari lembaga
fatwa seperti MUI sangat penting mengingat hadis Nabi saw, bahwa terkait khamar, ada
sepuluh hal yang dilaknat :

‫اربَهَا َو َحا ِملَهَا‬


ِ ‫َص َرهَا َو َش‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي ْال َخ ْم ِر َع ْش َرةً عَا‬
ِ ‫ص َرهَا َو ُم ْعت‬ َ ِ ‫ك قَا َل لَ َعنَ َرسُو ُل هَّللا‬ ٍ ِ‫َس ْب ِن َمال‬ ِ ‫ع َْن َأن‬
ُ‫َو ْال َمحْ ُمولَةُ ِإلَ ْي ِه َو َساقِيَهَا َوبَاِئ َعهَا َوآ ِك َل ثَ َمنِهَا َو ْال ُم ْشت َِري لَهَا َو ْال ُم ْشتَ َراةُ لَه‬

dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah ‫ ﷺ‬melaknat sepuluh orang yang berkenaan
dengan khamr; Orang yang memeras, yang meminta diperaskan, peminum, pembawanya,
yang dibawakan untuknya, penuangnya, penjual, yang memakan hasilnya, pembelinya dan
yang minta dibelikan. (HR. Tirmidzi dan Abi Daud)

9
Dalam Fatwa MUI No. 10 tahun 2018 dijelaskan bahwa yang dimaksud khamar
adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur maupun yang lainnya, baik
dimasak maupun tidak.

Sementara alkohol adalah etil alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus
(C2H5OH).

Lebih lanjut fatwa di atas merinci ketentuan produk minuman dan makanan yang
mengandung alkohol. Adapun ketentuan minuman yang beralkohol adalah sebagai berikut :
Pertama, produk minuman yang mengandung khamar hukumnya haram.

Kedua, produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol minimal


0.5 persen, hukumnya haram.

Ketiga, produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol kurang


dari 0.5 persen hukumnya halal jika secara medis tidak membahayakan.

Keempat, produk minuman non fermentasi yang mengandung alkohol/etanol kurang


dari 0.5 persen yang bukan berasal dari khamar hukumnya halal, apabila secara medis tidak
membahayakan, seperti minuman ringan yang ditambahkan flavour yang mengandung
alkohol/etanol. Sementara itu, ketentuan produk makanan berbahan alkohol adalah sebagai
berikut :

Pertama, produk makanan hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol


hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan apabila
secara medis tidak membahayakan.

Kedua, produk makanan hasil fermentasi dengan penambahan alkohol/etanol non


khamar hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan
apabila secara medis tidak membahayakan.

Ketiga, Vinegar/cuka yang berasal dari khamr baik terjadi dengan sendirinya maupun
melalui rekayasa, hukumnya halal dan suci.

Keempat, produk makanan hasil fermentasi susu berbentuk pasta/padat yang


mengandung alkohol/etanol adalah halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan
haram dan apabila secara medis tidak membahayakan. Kelima, produk makanan yang
ditambahkan khamr adalah haram.

10
Berdasarkan ketentuan di atas, MUI menawarkan beberapa rekomendasi : Pertama,
masyarakat dihimbau untuk memilih makanan dan minuman yang suci dan halal serta
menghindari penggunaan produk makanan dan minuman yang haram dan najis, serta yang
menggunakan bahan yang tidak jelas kehalalan serta kesuciannya.

Kedua, pelaku usaha diminta menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk
memastikan kesucian dan kehalalan makanan dan minuman yang diproduksi dan
diperjualbelikan kepada umat Islam.

Dan terakhir, pihak otoritas menjadikan fatwa ini sebagaai pedoman dalam
menjalankan proses sertifikasi halal terhadap produk makanan, minuman, obat-obatan dan
kosmetika.16

Penjelasan :

Salah satu fatwa yang ditetapkan oleh MUI adalah tentang Promosi miras holywings
yang kontroversial. Hal ini menjadi heboh karena pihak holywings menjajikan minuman
krras gratis bagi orang yang bernama Muhammad dan maria. Tentunya promosi minuman
keras tersebut mengundang perhatian halayak ramai hingga menjadi perdebatan, apalagi
Nama Muhammad dan Maria ini dimiliki oleh tokoh yang sudah dikenal sebagai orang
terhormat dalam ajaran agama.

MUI memutuskan fatwa ini dengan landasan fatwa yang sudah ditetapkan pada
nomor 11 tahun 2009 dan nomor 10 tahun 2018. Selain itu, MUI juga menjadikan hadist
Rasulullah sebagai pedoman.

2. Mengapa Nikah Lebih dari Empat Diharamkan?

Dalam Islam, pernikahan adalah merupakan bentuk ibadah yang terikat oleh syarat
dan rukun tertentu yang harus dipenuhi. Islam juga memberikan ruang umat Muslim untuk
menikah lebih dari satu atau poligami (taaddud zaujat). Muncul pertanyaan di masyarakat
tentang hukum poligami lebih dari empat istri dalam satu waktu. Bagaimana hukumnya?

16
https://mui.or.id/produk/fatwa/36007/promosi-miras-holywings-kontroversial-berikut-fatwa-mui-terkait-
minuman-dan-makanan-beralkohol/

11
Majelis Ulama Indonesia melalui fatwanya Nomor 17 Tahun 2013 menyatakan bahwa
pertama, beristri lebih dari empat wanita pada waktu yang bersamaan hukumnya haram.
Kedua, jika pernikahan dengan istri pertama hingga keempat dilaksanakan sesuai syarat dan
rukunnya, maka ia sah sebagai istri dan memiliki akibat hukum pernikahan. Sedang wanita
yang kelima dan seterusnya, meski secara faktual sudah digauli, statusnya bukan menjadi istri
yang sah. Ketiga, wanita yang kelima dan seterusnya wajib dipisahkan karena tidak sesuai
dengan ketentuan syariah.

Dalam fatwa yang ditandatangani di Jakarta, pada 19 April 2003 ini mengutip
sejumlah ayat Alquran dan hadits. Di antara dalil ayat Alquran adalah sebagai berikut:

Pertama, QS Surat An-nisa ayat 3

َ ‫اب لَ ُك ْم ِّمنَ النِّ َس ۤا ِء َم ْث ٰنى َوثُ ٰل‬


ْ ‫ث َور ُٰب َع ۚ فَا ِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تَ ْع ِدلُوْ ا فَ َوا ِح َدةً اَوْ َما َملَ َك‬
‫ت‬ َ ‫ط‬َ ‫َواِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تُ ْق ِسطُوْ ا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكحُوْ ا َما‬
‫ك اَ ْد ٰنٓى اَاَّل تَعُوْ لُوْ ۗا‬
َ ِ‫اَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ٰذل‬

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi:
dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka
(nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”

Kedua, Surat At-tahrim ayat 8

ٍ ّ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا تُوْ ب ُْٓوا اِلَى هّٰللا ِ تَوْ بَةً نَّصُوْ ح ًۗا ع َٰسى َربُّ ُك ْم اَ ْن يُّ َكفِّ َر َع ْن ُك ْم َسي ِّٰاتِ ُك ْم َويُ ْد ِخلَ ُك ْم َج ٰن‬
‫ت تَجْ ِريْ ِم ْن تَحْ تِهَا ااْل َ ْن ٰه ۙ ُر يَوْ َم اَل‬
‫ي َوالَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َم َعهٗۚ نُوْ ُرهُ ْم يَس ْٰعى بَ ْينَ اَ ْي ِد ْي ِه ْم َوبِا َ ْي َمانِ ِه ْم يَقُوْ لُوْ نَ َربَّنَٓا اَ ْت ِم ْم لَنَا نُوْ َرنَا َوا ْغفِرْ لَن َۚا اِنَّكَ ع َٰلى ُكلِّ َش ْي ٍء‬ ‫هّٰللا‬
َّ ِ‫ي ُْخ ِزى ُ النَّب‬
‫قَ ِد ْي ٌر‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-
murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami;
Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Di samping dalil dari ayat Al-quran di atas, terdapat beberapa hadits Rasulullah
SAWyang dijadikan landasan penetapan fatwa, yaitu: Dari Qais Ibn Al-Harits RA dia

12
berkata, “Saya masuk Islam, sedang saya telah memiliki istri delapan. Lantas saya
menghadap Nabi Muhammad SAW (menanyakan ihwal masalah ini) dan beliau bersabda,
“Pilih dari mereka empat” (HR Abu Dawud).

‫اختَرْ ِم ْنه َُّن َأرْ بَعًا‬


ْ ‫ك لَهُ فَقَا َل‬ ُ ‫ فَقُ ْل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬
َ ِ‫ت َذل‬ ُ ‫ت َو ِع ْن ِدى ثَ َما ِن نِ ْس َو ٍة فََأتَي‬
َّ ِ‫ْت النَّب‬ ُ ‫ث قَا َل َأ ْسلَ ْم‬ ِ ‫ْس ْب ِن ْال َح‬
ِ ‫ار‬ ِ ‫ع َْن قَي‬

Demikian beberapa landasan atau dalil dalam fatwa MUI terkait hukum beristri lebih
dari empat dalam waktu bersamaan. Diharapkan fatwa ini bisa dijadikan pedoman dalam pra
nikah.17 

Penjelasan :

Nikah lebih dari empat kali dijelaskan dalam fatwa MUI Nomor 17 Tahun 2013 yang
menjelaskan bahwa istri ke lima dan seterusnya adalah berstatus bukan menjadi istri yang
sah. Dalam fatwa yang ditandatangani di Jakarta, pada 19 April 2003, menguntip sejumlah
ayat Al-Qur'an dan hadis, yaitu Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 3 dan At-Tahrim ayat 8 serta
hadis yang diriwayatkan Abu Daud.

Jadi berpoligami lebih dari empat istri hukumnya haram, wanita kelima dan
seterusnya wajib dipisahkan karena tidak sesuai dengan ketentuan syariah.

3. Bagaimana Fatwa MUI tentang Hukum Bayi Tabung?

JAKARTA – Bayi tabung acapkali menjadi alternatif bagi pasangan suami istri
(Pasutri) yang tak kunjung memiliki momongan atau buah hati. Baik karena memang tidak
dapat mempunyai anak (mandul), maupun alasan medis lainnya. Lantas bagaimana hukum
bayi tabung dalam Islam?

Hingga kini teknik pembuahan sel telur di luar tubuh perempuan yang kemudian hasil
bentukan embrionya ditransfer ke rahim perempuan/ibu ini, masih menjadi pro dan kontra di
kalangan masyarakat.

17
https://mui.or.id/produk/fatwa/42695/mengapa-nikah-lebih-dari-empat-diharamkan-ini-penjelasan-fatwa-
mui/

13
Padahal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak lama telah mengeluarkan fatwa
tentang Bayi Tabung/Inseminasi Buatan. Fatwa MUI yang ditandatangani di Jakarta, 13 Juni
1979 ini, berkesimpulan sebagai berikut :

Pertama, bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah
hukumnya mubah alias boleh. Sebab hal ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah
agama.

Kedua, bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain
(misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram.

Ini berdasarkan kaidah sadd az-zari’ah (menolak dampak negatif/mudarat), sebab hal
ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan.
Khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang
mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya.

Ketiga, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal
dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah sadd az-zari’ah. Sebab hal ini akan menimbulkan
masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya
dengan hal kewarisan.

Keempat, bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain Pasutri yang sah
hukumnya haram. Karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di
luar pernikahan yang sah (zina). Keharamannya juga didasarkan pada kaidah sadd az-zari’ah,
yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Demikian fatwa MUI ihwal hukum bayi tabung dalam Islam yang tidak bisa dipukul
rata kebolehan ataupun keharamannya. Melainkan harus dilihat dari mana sperma dan ovum
berasal, dititipkan di rahim siapa, dsb.

Kesimpulannya, bayi tabung hanya boleh dilakukan dengan syarat sperma dan ovum
berasal dari Pasutri yang sah dan embrio si bayi tidak dititipkan kepada rahim
isteri/perempuan lain.18

Penjelasan :

Teknik pembuahan sel telur di luar tubuh perempuan yang kemudian hasil bentukan
embrionya ditransfer ke rahim perempuan/ibu, menjadi pro dan kontra dikalangan

18
https://mui.or.id/produk/fatwa/41111/bagaimana-fatwa-mui-tentang-hukum-bayi-tabung/

14
masyarakat. Padahal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang Bayi
Tabung dam fatwa MUI yang ditandatangj di Jakarta, 13 Juni 1979. Sehingga bayi tabung
hanya boleh dilakukan dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasutri yang sah dan
embrio si bayi tidak dititipkan kepada rahim isteri/perempuan lain.

BAB lll
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fatwa menjadi hal sangat penting bahkan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, fatwa
menjadi sangat penting karena kita dapat mengambil tindakan yang tepat sesuai syari’at islam
terhadap muncul nya masalah-masalah atau persoalan baru dalam kehidupan sehari-hari.
Fatwa adalah sebuah keputusan untuk menyelesaikan suatu masalah yang dikeluarkan oleh
lembaga tertentu, atau fatwa juga dapat diartikan sebagai bentuk respon para ulama terhadap
masalah-masalah atapun persoalan yang muncul di kalangan masyarakat. Fatwa dalam
penerapnnya tidaklah mengikat, sehingga boleh menggunakan fatwa ataupun tidak dalam
menghadapi suatu permasalahan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga musyawarah para Ulama’, Zu’ama, dan
Cendekiawan muslim yang ada di Indonesia yang dimana lemabaga ini berwenang
mengeluarkan sebuah fatwa. Sejak berdiri MUI sudah mengeluarkan banyak fatwa. dan jika
dilihat beberapa tahun terakhir juga mengeluarkan beberapa fatwa, 3(tiga) diantaranya yaitu :
(1) Promosi Miras Holywings Kontroversial, Berikut Fatwa MUI Terkait Minuman dan
Makanan Beralkohol,(2) Mengapa Nikah Lebih dari Empat Diharamkan,(3) Hukum Bayi
Tabung.

DAFTAR PUSTAKA

Moh Faiz Maulana,”Upaya Memahami islam Nusantara”, 2015, diakses dari:


https://www.nu.or.id/opini/upaya-memahami-islam-nusantara-KDkzv

Nova Effenty Muhammad,” fatwa dalam Pemikiran Hukum Islam”,Jurnal, Volume 12 Nomor
1 Juni 2016

Abu bakar,Metode Fatwa Organisasi Sosial Keagamaan Islam di


Indonesia( Banjarmasin:Comdes Kalimantan,2010)hal.20

15
Irma Suryani,”Metode Fatwa majelis Ulama Indonesia”, JURIS Volume 9 No 2 (Desember
2010)
Khozainul Ulum,”Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalampemikiran hukum islam”
Jurnal Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan

Al Fakhri Zakirman,”Metodologi Fatwa Majelis Ulama Indonesia”


Jurnal,DOI: https://doi.org/10.24260/al-hikmah.v10i2.615.g38 2017

Imaron sidiq,Doli witro,” Kedudukan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif
Hukum Islam dan Nasional: Studi Implikasi Fatwa Terhadap Masyarakat”, Jurnal, Vol. 8, No.
01 Januari-Juni 2020
Irma Suryani,”Metode Fatwa majelis Ulama Indonesia”, JURIS Volume 9 No 2 (Desember
2010)
https://tafsirweb.com/4391-surat-an-nahl-ayat-43.html

“Majelis Ulama Indonesia(MUI)” diakses dari:


https://desa-sukadana.kuningankab.go.id/lembaga-agama/majelis-ulama-indonesia.
PERATURAN ORGANISASI MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : Kep-…/MUI/…/2015,
Tersedia di: https://mui.or.id/wp-content/uploads/2020/07/5.-PO-Pedoman-Penetapan-
Fatwa-OK_68-86.pdf
“ Kekuatan Hukum Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dari Perspektif Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia” diakses
dari:http://panegarakalsel.go.id/images/images/PDF/
Kekuatan_Hukum_Fatwa_Majelis_Ulama_Indonesia.pdf

https://www.hukumonline.com/klinik/a/kedudukan-fatwa-mui-dalam-hukum-indonesia-
lt5837dfc66ac2d

“ Menetapkan Harus dengan Metologi”, diakses dari:


https://kemenag.go.id/read/menetapkan-fatwa-harus-dengan-metodologi-203vo

PERATURAN ORGANISASI MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : Kep-…/MUI/…/2015,


Tersedia di: https://mui.or.id/wp-content/uploads/2020/07/5.-PO-Pedoman-Penetapan-
Fatwa-OK_68-86.pdf

https://mui.or.id/produk/fatwa/36007/promosi-miras-holywings-kontroversial-berikut-
fatwa-mui-terkait-minuman-dan-makanan-beralkohol/

https://mui.or.id/produk/fatwa/42695/mengapa-nikah-lebih-dari-empat-diharamkan-ini-
penjelasan-fatwa-mui/

https://mui.or.id/produk/fatwa/41111/bagaimana-fatwa-mui-tentang-hukum-bayi-tabung/

16
17

Anda mungkin juga menyukai