Disusun Oleh :
1. Kaila Zulfa Khoirurrizki (40122090)
2. Nauval Failasuf (40122069)
3. Putri Camelia Rosanty (40122091)
Kelas : D
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat dengan sukses menyelesaikan makalah tentang “Fatwa
Deewan Syariah Nasional Dalam Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia” dan
dapat memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Ekonomi Syariah ini dengan tepat
waktu.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Muhamad Masrur, M.E.I
sebagai dosen mata kuliah etika bisnis islam. Kami berharap dengan membaca makalah ini,
pembaca dapat memperoleh pemahaman dan pengetahuan lebih lanjut serta mengetahui lebih
banyak tentang etika dan periklanan.
Karena keterbatasan keahlian dan pengalaman, kami yakin makalah ini masih
mempunyai banyak kekurangan, baik dalam penulisan maupun isinya. Oleh karena itu, kami
menyambut baik segala saran dan kritik yang membangun.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konteks ekonomi syariah, fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
memegang peranan yang krusial dalam membentuk dan mengarahkan berbagai aspek
industri keuangan yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah di Indonesia. Dengan
pertumbuhan pesat industri keuangan syariah dalam beberapa dekade terakhir,
pemahaman mendalam tentang peran dan dampak fatwa DSN dalam perkembangan
ekonomi syariah menjadi semakin penting.
Sejak awal abad ke-21, industri keuangan syariah di Indonesia telah
mengalami pertumbuhan yang signifikan. Mulai dari perbankan syariah, pasar modal
syariah, hingga asuransi syariah, berbagai sektor dalam ekonomi syariah telah
berkembang pesat dan menjadi bagian integral dari perekonomian nasional.
Fatwa DSN memiliki peran yang sangat penting dalam memfasilitasi dan
mengatur pertumbuhan industri keuangan syariah tersebut. Sebagai lembaga yang
mengeluarkan fatwa resmi tentang kesesuaian produk dan praktik keuangan dengan
prinsip-prinsip syariah, DSN membantu menciptakan kerangka kerja yang jelas dan
terpercaya bagi pelaku bisnis dan masyarakat umum.
Meskipun fatwa DSN telah memberikan kontribusi positif dalam
perkembangan ekonomi syariah, lembaga tersebut juga dihadapkan pada berbagai
tantangan. Tantangan tersebut termasuk perluasan cakupan regulasi, peningkatan
kualitas pengawasan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan ekonomi dan
teknologi. Namun demikian, terdapat pula peluang untuk meningkatkan efektivitas
dan relevansi fatwa DSN dalam mendukung pertumbuhan ekonomi syariah yang
inklusif dan berkelanjutan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Fatwa DSN?
2. Bagaimana Kedudukan Fatwa Dalam Sistem Hukum Di Indonesia?
3. Bagaimana Metodologi Dalam Penetapan Fatwa DSN?
4. Bagaimana Fungsi Fatwa DSN?
5. Bagaimana Fatwa DSN Tentang Berbagai Transaksi Dalam Ekonomi Syariah?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Fatwa DSN
2. Mengetahui Kedudukan Fatwa Dalam Sistem Hukum Di Indonesia
3. Mengetahui Metodologi Dalam Penetapan Fatwa DSN
4. Mengetahui Fungsi Fatwa DSN
5. Mengetahui Fatwa DSN Tentang Berbagai Transaksi Dalam Ekonomi Syariah
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad Sholahuddin, Kamus Istilah Ekonomi, Keuangan, & Bisnis Syariah A-Z (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, n.d.).
2
Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fiqih Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006).
3
Soleh Hasan Wahid, “Dinamika Fatwa Dari Klasik Ke Kontemporer (Tinjauan Karakteristik Fatwa Ekonomi
Syariah Dewan Syariah Nasional Indonesia (DSN-MUI),” Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam 10 10, no. 2
(n.d.): 193.
2
Indonesia, fatwa dikeluarkan oleh MUI sebagai suatu keputusan tentang persoalan
ijtihâdiyah yang terjadi di Indonesia guna dijadikan pegangan.4
Sementara itu diketahui bahwa sumber hukum Islam terdiri dari al-Quran,
alSunnah, dan ra’yu (akal fikiran manusia) dengan berbagai metode diantaranya
adalah ijma, qiyas, istihsan, istishab, almasalih al-mursalah, dan `urf. Ijma’ adalah
persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai masalah pada suatu tempat
di suatu masa. Dengan demikian fatwa merupakan ketentuan hukum Islam yang
diterbitkan berdasarkan pemikiran dan ijtihad dengan cara ijma’. Namun, fatwa tidak
sama persis dengan ijma karena didalam ijma telah terjadi kesepakatan/tidak ada
perbedaan pendapat atas suatu masalah (yang diminta ataupun tidak diminta). 5
Pihak yang meminta fatwa bisa pribadi, lembaga maupun kelompok
masyarakat. Fatwa yang diberikan oleh pemberi fatwa (mufti) tidak mesti diikuti oleh
orang yang meminta fatwa (mustafti), dan karenanya fatwa tersebut tidak mempunyai
daya ikat. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa fatwa secara teori
dalam ilmu fikih maupun usul fikih hanya bersifat optional (ikhtiyariah) yang tidak
mengikat bagi mustafti secara legal. Fatwa tersebut hanya mengikat secara moral bagi
mustafti dan bagi masyarakat luas. Dengan kata lain mustafti bisa mengikuti atau
tidak mengikuti fatwa yang berikan oleh mufti dan tidak ada konsekuensi hukum atas
tindakan tersebut. Berbeda dengan fatwa yang diberikan oleh mufti yang tidak
mengikat mustafti, putusan hakim bersifat mengikat dan harus dilaksanakan oleh
pihak yang dihukum.
Umat Islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan didalam
bersikap dan bertingkah laku. Sebab posisi fatwa dikalangan masyarakat umum
adalah laksana dalil dikalangan para mujtahid (Al-Fatwa fi Haqqi, Ami kal Adillah fi
Haqqil Mujtahid). Artinya, kedudukan fatwa bagi warga masyarakat yang awam
terhadap ajaran agama Islam, seperti dalil bagi mujtahid. Kehadiran fatwa-fatwa
dimaksud, menjadi aspek organik dari bangunan ekonomi syariah yang tengah
ditata/dikembangkan, sekaligus merupakan alat ukur bagi kemajuan ekonomi syariah
di Indonesia.6 Berikut ini pengertian fatwa menurut ulama-ulama7:
4
Sofyan Al-Hakim, “Perkembangan Regulasi Perbankan Syariah Di Indonesia,” Jurnal Wacana Hukum Islam dan
Kemanusiaan 13, no. 1 (2013): 15.
5
Ichwan Ahnaz Alamudi and Ahmadi Hasan, “KEDUDUKAN FATWA DSN DALAM TATA HUKUM NASIONAL,”
Hukum Keluarga dan Pemikiran Hukum Islam 3 (2023): 11–31.
6
Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2010).
7
Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta: ELSAS, 2011).
3
1. Fatwa menurut Quraish Shihab sebagaimana dikutip MB. Hooker, berasal dari
bahasa Arab al-Ifta yang secara sederhana dapat dimengerti sebagai pemberian
keputusan. Fatwa adalah sebuah nasihat keagamaan yang diberikan oleh mufti
(orang yang memberikan fatwa) atas dasar permintaan dari seorang atau
sekelompok orang Islam. Oleh karena itu, maka sebuah fatwa pada umumnya
merupakan gambaran dari berbagai isu dan topik yang banyak menyita perhatian
kaum muslim. Fatwa dalam bentuk yang demikian seringkali dikeluarkan dalam
rangka menjawab persoalan-persoalan modern (al-hawadits al-mu’ashiroh) yang
jawabannya seringkali tidak dapat ditemukan secara eksplisit dalam nash.
2. Ibnu Manzhur menjelaskan, bahwa fatwa adalah pandangan yang disampaikan
oleh orang yang faqih. Dengan demikian, pengertian fatwa sebenarnya tidak
terbatas pada persoalan hukum syariah, yang didefinisikan sebagai khithab asy-
syari’ al-muta’alliq bi af’al al-‘ibad (seruan pembuat syariat yang berkaitan
dengan aktivitas manusia). Namun, karena kuantitas persoalan yang difatwakan
tersebut lebih banyak muatan hukum syariatnya ketimbang yang lain, misalnya
akidah, ide atau gagasan, maka fatwa kemudian diidentikkan dengan produk
hukum.
3. Menurut Al-Jurjani Fatwa berasal dari al-fatwa atau al-futya, artinya jawaban
terhadap suatu permasalahan dalam bidang hukum. Sehingga fatwa dalam
pengertian ini juga diartikan sebagai memberikan penjelasan. Dikatakan aftahu fi
al-amr mempunyai arti memberikan penjelasan kepadanya atau memberikan
jawaban atas persoalan yang diajukannya
Dari pasal 26 UU Nomor 21 tahun 2008 tersebut dapat disimpulkan bahwa ada
kekuatan hukum yang mengikat antara fatwa yang dikeluarkan oleh DSNMUI dengan
hukum positif berupa PBI yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Hubungan ini
menunjukkan betapa peran dari lembaga fatwa di Indonesia sangat signifikan dan
strategis dalam membangun dan memajukan Lembaga Keuangan Syariah dengan
tetap memperhatikan hukum-hukum syariah yang harus dipatuhi oleh Lembaga
Keuangan Syariah.
8
Ahmad Badrut Tamam, ““KEDUDUKAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)DAN FATWA DEWAN
SYARIAH NASIONAL (DSN) DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA,” a sharia economics 04 (2021): 62–78.
5
yang telah dikeluarkan DSN- MUI dan telah dikonfersi ke dalam PBI. Dengan
demikian Fatwa yang telah dirujuk dan dijadikan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
yang mengikat setiap Lembaga Keuangan Syariah atau mengikat publik, sedangkan
fatwa yang yang belum tertuang dalam PBI belum dapat dikatakan mengikat. Namun
jika merujuk pada Peraturan Bank Indonesia No.11/15/PBI/2009 yang telah
memberikan pengertian bahwa prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia, maka prinsip syariah demi hukum telah berlaku
sebagai hukum positif sekalipun belum atau tidak dituangkan dalam Perturan Bank
Indonesia9
9
Jahdeini, Perbankan Syariah Produk-Produk Dan Aspek Hukumnya, ed. Agung Offset (Jakarta, 2011).
6
MUI tingkat propinsi atau kabupaten/kota adalah bersifat koordinasi dan tidak bersifat
struktural.
Perbedaan komposisi komisi yang dimungkinkan antara masing-masing pengurus
MUI di tingkat pusat dan tingkat propinsi atau kabupaten/kota tetap mengacu pada
peran dan fungsi MUI seperti yang telah dijabarkan ini, sehingga beberapa komisi
harus tetap ada di seluruh tingkat kepengurusan. Komisi fatwa menjadi salah satu
yang harus dibentuk untuk tujuan itu, maka komisi ini didapati di seluruh
kepengurusan MUI, baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi atau
kabupaten/kota. Pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI mengatur kewenangan
dan wilayah fatwa dari masing-masing komisi fatwa yang ada di seluruh tingkat
kepengurusan.
Hal ini dijabarkan dalam Bab VI Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa Majelis
Ulama Indonesia, pada nomor 3 disebutkan: terhadap masalah yang telah ada
keputusan fatwa MUI, maka MUI daerah hanya berhak melaksanakannya. Pada
nomor 4 juga disebutkan: jika karena faktor-faktor tertentu keputusan fatwa MUI
sebagaimana dimaksud nomor 3 tidak dapat dilaksanakan, maka MUI daerah boleh
menetapkan fatwa yang berbeda setelah berkonsultasi dengan MUI. Pada Bab VII
Penutup, disebutkan di nomor 1: keputusan fatwa di lingkungan MUI maupun MUI
daerah yang berdasarkan pada pedoman dan prosedur yang telah ditetapkan dalam
surat keputusan ini mempunyai kedudukan sederajat dan tidak saling membatalkan.
Selain komisi fatwa MUI yang memiliki kewenangan mengeluarkan fatwa, terdapat
lembaga lain di bawah koordinasi MUI yang juga memiliki kewenangan demikian,
namun terbatas pada bidang ekonomi dan keuangan. Lembaga ini disebut sebagai
Dewan Syariah Nasional (DSN). Di dalam website resmi MUI disebutkan tugas dari
DSN, yaitu:
1) Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
7
- Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank
Indonesia. 3. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama
yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan
syariah.
- Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam
pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam
maupun luar negeri.
- Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
- Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila
peringatan tidak diindahkan.
Komisi Fatwa berada di bawah struktur kepengurusan Majelis Ulama
Indonesia di tingkat pusat dan daerah, sehingga peran dan fungsinya disesuaikan
dengan peran MUI secara umum demikian pula keputusannya diketahui dan
ditandatangani oleh Ketua dan Sekertaris Umum MUI, sedangkan Dewan Syariah
Nasional adalah lembaga yang bersifat koordinatif dengan MUI dan dibentuk sebagai
pemberi fatwa di bidang ekonomi syariah secara khusus juga sebagai pengawas
pelaksanaan fatwa-fatwa itu di dalam lembaga keuangan syariah. Keputusan-
keputusan DSN-MUI mewakili sikap MUI dalam permasalahan ekonomi syariah
sekalipun tidak menyertakan Ketua dan Sekretaris Umum MUI dalam konsiderans
surat keputusannya.
Komisi Fatwa MUI merumuskan metode penetapan fatwa sesuai yang tercantum
dalam Bab III Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia,
yaitu:
1. Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau terlebih dahulu pendapat para imam
mazhab tentang masalah yang akan difatwakan tersebut secara seksama berikut
dalil-dalilnya.
2. Masalah yang telah jelas hukumnya (al-aḥkṣ ām al-qaṭ’iyyah ṣ ) hendaklah
disampaikan sebagaimana adanya.
3. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan mazhab, maka:
a. Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu di antara
pendapat-pendapat mazhab melalui metode al-jam’u wa al-taufīq.
8
b. Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan, maka penetapan
fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode muqāranah al-mażāhib
dengan menggunakan kaidah-kaidah uṣūṣ l fiqh muqāran.
4. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di kalangan mazhab,
maka penetapan fatwa didasarkan pada hasil Ijtihād jamā’ī (kolektif) melalui
metode bayānī, ta’līlī (qiyāsī, istiḥsṣ ānī, ilḥāṣ qī), istiṣlṣāḥīṣ dan sad al-żarī’ah.
5. Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan umum (masāliḥ ‘
ṣ āmmah) dan maqāṣid al- ṣ syarī’ah10
10
“Majelis Ulama Indonesia Kota Makassar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kota Makassar,” (2009).
9
yaitu berwenang mengawasi fatwa yang telah dikeluarkan dengan memberikan
rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai
Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah. Fatwa Dewan
Syariah Nasional sekalipun bersifat terbatas ditujukan kepada pengelola lembaga
keuangan syari’ah, namun sosialisasi kepada masyarakat luas sebagai pemakai produk
lembaga keuangan syariah ini juga diperlukan
10
pelaku bisnis dapat beroperasi dengan lebih yakin dan menghindari ketidakpastian
hukum.
3. fatwa DSN juga berperan dalam memfasilitasi pengembangan industri keuangan
syariah secara keseluruhan. Dengan memberikan arahan tentang produk-produk
dan praktik keuangan yang sesuai dengan syariah, fatwa DSN membantu
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan industri ini.
4. fatwa DSN juga dapat memainkan peran dalam meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang prinsip-prinsip keuangan syariah dan pentingnya mematuhi
mereka. Dengan menyediakan panduan yang jelas tentang hal-hal seperti riba,
gharar, dan maysir, fatwa DSN membantu memperkuat pemahaman tentang nilai-
nilai syariah dalam konteks keuangan.
E. Fatwa DSN Tentang Berbagai Transaksi Dalam Ekonomi Syariah
Menurut Abdul Manan, bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah
perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah yang
meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi
syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah
syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun
lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah. Hampir seluruh fatwa-fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN-MUI terserap dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia yang
akan mengikat seluruh perbankan syariah dan pelaku fiqih muamalah, meskipun
beberapa fatwa diadaptasi dan digabung menjadi satu Peraturan Bank Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/ PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan
Uang dan Penyalurannya bagi Bank yang Melaksanakan Transaksi Berdasarkan
Prinsip Syariah telah diganti dengan Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Uang dan
Penyalurannya serta Layanan Jasa Bank Syariah. Pengguanaan ini dilakukan untuk
menyesuaikan dengan keputusan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI, dalam hal
inilah proses menjadikan fatwa berkekuatan mengikat, yaitu terjadinya ‘transformasi’
hukum Islam menjadi hukum nasional.
Diterbitkannya fatwa bahwa bunga bank adalah riba nasi’ah yang diharamkan
oleh MUI pada tanggal 24 Januari 2004 menjadi salah satu pendorong pelaksanaan
perbankan syariah di Indonesia. Pasca kehadiran fatwa tersebut berpengaruh terhadap
beralihnya sebagian nasabah yang beragama Islam ke Bank Syariah.
11
Pola-pola penyerapan jenis-jenis transaksi dalam fatwa DSN-MUI ke dalam
produk-produk perbankan syariah terlihat sebagai berikut: 11
1. Pengimpunan Dana, berupa Giro Syariah (Fatwa DSN No. 1/DSN-MUI/IV/2000
tentang Giro); Tabungan Syariah (Fatwa DSN-MUI yang mendasarinya Fatwa
DSN No. 2/DSNMUI/IV/2000 tentang Tabungan); Deposito Syariah (Fatwa DSN
No. 3/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito).
2. Penyaluran Dana
a) Pembiayaan atas dasar akad mudharabah (Fatwa DSN No. 7/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
b) Pembiayaan atas dasar akad musyarakah. (Fatwa DSN No. 8/ DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah)
c) Pembiayaan atas dasar akad murabahah (Fatwa DSN No. 4/DSNMUI/IV/2000
tentang Murabahah; Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah
d) Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/ IX/2000 tentang Uang Muka Dalam
Murabahah
e) Fatwa DSN No. 16/DSN-MUI/ IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah
f) Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan dalam
Murabahah
g) Fatwa DSN No. 22/DSNMUI/III/2002 tentang Jual Beli Isshna' Paralel
h) Pembiayaan atas dasar akad ijarah (Fatwa DSN No. 9/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Ijarah
i) Fatwa DSN No. 27/ DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah alMuntahiyah bi al-
Tamlik
j) Pembiayaan atas dasar akad qardh (Fatwa DSN No. 19/DSNMUI/IV/2001
tentang Al qardh)
k) Pembiayaan Mul jasa (Fatwa DSN No. 44/DSN-MUI/ VIII/2004 tentang
Pembiayaan Mul jasa).
3. Pelayanan Jasa
a) Leter of credit (L/C) Impor syariah (Fatwa DSN No. 34/DSNMUI/IX/2002
tentang Le er of Credit(L/C) Impor Syariah)
11
Ahyar Ari Gayo and Ade Irawan Taufik, “KEDUDUKAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA
INDONESIA DALAM MENDORONG PERKEMBANGAN BISNIS PERBANKAN SYARIAH (PERSPEKTIF HUKUM
PERBANKAN SYARIAH),” Rechts Vinding, Media Pembinaan Hukum Nasional 1, no. 1 (2012): 375–395.
12
b) Bank Garansi Syariah (Fatwa DSN Fatwa DSN No. 11/DSN-MUI/IV/2000
tentang Kafalah)
c) Penukaran Valuta Asing (Sharf), Fatwa DSN No. 28/DSN-MUI/III/2002
tentang Jual Beli Mata Uang (Al Sharf).
F. Studi Kasus
Tinjuan Hukum Ekonomi Syariah terhadap ShopeePay Later Jual Beli melalui
marketplace dan e-commerce ini diperkenankan dengan syarat produk harus diketahui
dengan jelas spesifikasinya dan bisa di serahterimakan sesuai kesepakatan. Transaksi
jual beli yang terjadi antara pemilik produk dengan pembeli adalah jual beli tidak
tunai (al-Bai al-Muajjal), sedangkan transaksi antara pemilik pasar dengan penjual
menggunakan jual jasa (akad Ijarah). Prinsip dasarnya, ShopeePay Later adalah fitur
dan produk yang netral dan bermanfaat bagi pengguna pada khususnya. Misalnya,
pengguna yang ingin membeli barang atau melakukan perjalanan, tetapi tidak
memiliki uang tunai, dapat menggunakan fitur ini, sehingga transaksinya bisa
dilakukan secara online.
Adapun ketentuan menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 79/DSN-
MUI/III/2011 tentang Qardh (pinjaman) dengan Menggunakan Dana Nasabah. Malik
dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhu Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Al-Qayyim,
Syaikh Muhammad al-‘Utsaimi dan Syaikh Shalih alFauzan berpendapat bahwa boleh
mensyaratkan jatuh tempo dalam qardh. Adapun tambahan dalam qardh terbagi
menjadi dua. Pertama, penambahan yang disyaratkan atau manfaat yang disyaratkan
dilarang berdasarkan ijma’. Kedua, jika penambahan diberikan ketika membayar
hutang tanpa syarat, maka yang demikian boleh dan termasuk pembayaran yang baik
menurut syara.
Menurut Jaih Mubarak dan Hasanuddin pengambilan manfaat qardh bahwa
muqridh tidak boleh mengambil manfaat atas akad qardh baik manfaat tersebut
diperjanjikan atau disepakati dalam akad Apabila imbalan tersebut diberikan oleh
muqtaridh kepada muqridh tanpa diperjanjikan dalam akad dan tidak menjadi
kebiasaan, imbalan tersebut termasuk riba
Pinjaman yang di berikan hanya bisa di gunakan untuk membeli produk di
Shopee untuk menambah stock barang toko online penjual di Shopee dengan tenor 30
hari. Dana pinjaman sudah masuk dan aktif dalam ShopeePay Later, maka dana sudah
bisa dimanfaatkan untuk berbelanja di Shopee, misalnya limit Anda Rp. 750.000, tapi
hanya di belanjakan Rp. .300.000, maka sisa Rp. 450.000 masih bisa di belanjakan
13
selanjutnya sampai limit habis. Pembayaran Rp. 300.000 akan masuk tagihan untuk
bulan berikutnya atau dengan jangka waktu pembayaran 30 hari.
Adapun untuk metode pembayaran ShopeePay Laternya dengan bunga 0%
tanpa ada minimal transaksi dan biaya administrasinya adalah sebesar 1% dari jumlah
transaksi. Apabila ditinjau dari Hukum Ekonomi Syariah ShopeePay Later adalah
memberikan konsumen kesempatan untuk memanfaatkan jasa dan layanan, boleh
mensyaratkan jatuh tempo dalam qardh yang berbentuk ShopeePay Later tersebut,
sementara untuk biaya penanganan yang sebesar 1% dari jumlah setiap transaksi
belum sesuai syariah karena disyaratkan diawal bahwa biayanya dikaitkan dengan
jumlah transaksi, penambahan yang disyaratkan atau manfaat yang disyaratkan
dilarang berdasarkan ijma’. Sedangkan penyelesaian sengketa ShopeePay later telah
sesuai dengan model penyelesaian sengketa dalam perspektif Islam. Hal ini karena
dalam pernyataan yang tertera dalam T&C ShopeePay later (“Syarat dan Ketentuan”),
bahwa apabila terjadi perselisihan atau sengketa diselesaikan melalui al-shulh
(damai) dan apabila tidak mufakat maka diselesaikan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fatwa DSN-MUI merupakan perangkat aturan kehidupan masyarakat yang
bersifat dak mengikat dan dak ada paksaan secara hukum bagi sasaran
diterbitkannya fatwa untuk mematuhi ketentuan fatwa tersebut. Namun di sisi lain,
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Undang-
Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, melalui pola-pola tertentu,
adanya kewajiban bagi regulator dalam hal ini Bank Indonesia agar materi muatan
yang terkandung dalam
Fatwa MUI dapat diserap dan ditransformasikan dalam merumuskan
prinsipprinsip syariah dalam bidang perekonomian dan keuangan syariah menjadi
materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang memiliki kekuatan hukum dan
mengikat umum. Diterbitkannya fatwa yang menetapkan bahwa bunga bank adalah
riba nasi’ah yang diharamkan oleh MUI menjadi salah satu pendorong pelaksanaan
perbankan syariah di Indonesia, selain itu keberadaan fatwa DSN MUI semakin
menunjukan peranannya sebagai pedoman pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam
perbankan syariah sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, yang mewajibkan para stakeholders untuk memperhatikan
dan menyesuaikan kegiatan-kegiatan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang
tersebut dalam Fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI.
Peranan Fatwa DSN-MUI dalam mendorong pelaksanaan perbankan syariah
dapat diindikasikan juga dengan banyaknya bank umum syariah dan bank dengan unit
usaha syariah yang memulai kegiatan operasinya setelah MUI membentuk Dewan
Syariah Nasional. Dalam penerapan Fatwa DSN-MUI terdapat beberapa hambatan
yang ditemui dalam kegiatan perbankan syariah, antara lain fatwa yang sulit untuk
diterjemahkan atau sulit diaplikasikan dalam peraturan perbankan, fatwa DSN-MUI
yang dak selaras dengan hukum positf dan beberapa kendala lainnya.
B. Saran
Makalah ini, tentunya masih banyak kesalahan serta membutuhkan perbaikan
yang dapat membuat makalah ini lebih baik lagi. Maka dari itu, kami mengharapkan
saran dan kritik membangun yang dapat dijadikan rujukan untuk melengkapi makalah
ini dikemudian hari.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN 1
Tabel Tanya Jawab
17
LAMPIRAN II
BIODATA
1. Nama : Kaila Zulfa Khoirurrizki
Tempat Tanggal Lahir : Pekalongan, 10 April 2004
NIM : 40122090
Prodi : Ekonomi Syariah
Fakultas : FEBI
Semester :4
Alamat : Desa Kauman RT 004/002 Kec. Wiradesa Kab. Pekalongan
2. Nama : Putri Camelia Rosanty
Tempat Tanggal Lahir : Pekalongan, 5 Juli 2004
NIM : 40122091
Prodi : Ekonomi Syariah
Fakultas : FEBI
Semester :4
Alamat : Kertijayan, Buaran Pekalongan
3. Nama : Nauval Failasuf
Tempat Tanggal Lahir : Pekalongan, 10 Mei 2004
NIM : 40122069
Prodi : Ekonomi Syariah
Fakultas : FEBI
Semester :4
Alamat : Buaran, Pekalongan
18
LAMPIRAN 3
SKEMA PEMBAHASAN MASALAH
FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL DALAM PERKEMBANGAN
HUKUM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA
Pengertian
Fatwa DSN
Kedudukan Fatwa
dalam sistem
hukum di
Indonesia
Metodologi
dalam penetapan
fatwa DSN
Fatwa DSN
tentang berbagai
transaksi dalam
ekonomi syariah
19