Anda di halaman 1dari 18

PROFESI DEWAN SYARI’AH NASIONAL (DSN-MUI)

Makalah
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Hukum Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu:

Jujun Jamaludin, S.Sy.,M.E.Sy.

Oleh :

Hesti Wulandari (1183020044)


Hilmi Hadad Alwi (1183020045)
Ihsan Fathurrohman H (1183020049)
M. Fathurrahman (1183020068)

PROGRAM STUDY HUKUM EKONOMI SYARI’AH (MUAMALAH)


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr . Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena izin-Nyalah sehingga penulis


dapat mewujudkan semua ini. Melalui usaha keras di tengah hambatan dan
keterbatasan, penulis mencoba melakukan yang terbaik untuk menyusun makalah
ini dengan judul "Dewan Syari’ah Nasional".

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih


jauh dari kata sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan yang
dimiliki oleh penulis, baik dalam hal pengetahuan dan pengalaman.

Karena itu, sebagai penulis saya mengharapkan dengan sangat dan dengan
tangan terbuka segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada orang-orang yang membacanya, terutama
kepada penulis sendiri.

Penulis juga mengucapkan terima kasih atas segala bantuan, petunjuk,


saran dorongan dan izin yang telah diberikan dari berbagai pihak semoga bernilai
ibadah dan mendapatkan imbalan yang berlipat ganda. SemogaAllah SWT
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin Ya Robbal
Alamin.

Bandung,24 Desember 2020

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................II
DAFTAR ISI....................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang......................................................................................1

B. Rumusan masalah.................................................................................2

C. Tujuan dan manfaat..............................................................................2

D. Metode Penulisan.................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Profesi................................................................................3

B. Pengertian Dewan Syari’ah Nasional (DSN).......................................3

C. Dasar Hukum Terbentuknya Dewan Syari’ah Nasional......................4

D. Kedudukan, Status dan Anggota DSN.................................................5

E. Tugas dan Wewenang DSN.................................................................8

F. Mekanisme Kerja DSN.........................................................................9

G. Keputusan Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia No.01


Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional MUI...

H. Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional atas Aspek Hukum Islam


Perbankan di Indonesia........................................................................10

I. Pembiyaan Dewan Syariah Nasional...................................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................15

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Industri perbankan syari’ah seharusnya dijalankan berdasarkan prinsip dan


sistem syari’ah. Karena itu, kesesuaian operasi dan praktek bank syariah dengan
syari’ah merupakan landasan dasar dalam perbankan syari’ah. Untuk tujuan itulah
semua perbankan yang beroperasi dengan sistem syari’ah wajib memiliki institusi
internal yang independen. yang secara khusus bertugas memastikan bank tersebut
berjalan sesuai syariah isalm.

Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah


air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syari’ah pada setiap lembaga
keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syari’ah Nasional yang akan
menampung berbagai masalah atau kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh
kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah
yang ada di lembaga keuangan syariah. Pembentukan Dewan Syari’ah Nasional
merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu
yang berhubungan dengan masalah ekonomi atau keuangan. Dewan Syariah
Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam
dalam kehidupan ekonomi.

Dengan demikian dalam makalah ini akan dibahas mengenai Dewan Syari’ah
Nasional beserta tugas dan wewenangnya di Lembaga Keuangan Syari’ah.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah


sebagaimana berikut :?

1. Apa Pengertian Dewan Syariah Nasional (DSN)

2. Bagaimana Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) serta


keanggotaanya?

3. Apa tugas, weweng serta bagaimana mekanisme kerja DSN?

4. Bagaimana Keputusan Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama


Indonesia No.01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah
Nasional MUI?

5. Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional atas Aspek Hukum Islam?

6. Bagaimana Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional atas Aspek Hukum


Islam Perbankan di Indonesia?

7. Bagaimana Pembiyaan Dewan Syariah Nasional?

C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulisan


makalah ini bertujuan sebagaimana berikut :

Untuk mengetahui seputar persoalan Dewan Syari’ah Nasional (DSN)

D. Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah kajian pustaka yang berupa Metode
Kepustakaan (Library Research) dan Metode Penelusuran Internet (web
search).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Profesi

Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang
berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian,
sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja
yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi.
Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan
hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.

Profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan intelegensi dan keahlian


tertentu. Oleh karena keahlian yang spesifik inilah, seseorang membutuhkan
pelatihan atau pendidikan khusus agar dapat menguasai bidang pekerjaan tersebut.

Selain itu, suatu profesi juga membutuhkan penguasaan teori secara sistematis
yang menjadi dasar dari penerapan praktiknya. Oleh karena itulah, meskipun
suatu pekerjaan membutuhkan pendidikan dan keahlian, pekerjaan tersebut tidak
serta-merta dapat disebut profesi apabila belum memiliki dasar teori yang
sistematis.

B. Pengertian Dewan Syari’ah Nasional (DSN)

Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang dibentuk oleh MUI yang
bertugas menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas
lembaga keuangan syariah1.

DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas
mengembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada
umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi
dan reksadana. DSN merupakan satu-satunya lembaga yang mempunyai

1
Briefcase Book Eduksi Profesional Syariah, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah,
(Jakarta : Renaisan, 2005), h. 13

3
kewenangan untuk mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa
keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-
lembaga keuangan syariah di Indonesia.

C. Dasar Hukum Terbentuknya Dewan Syari’ah Nasional

Dewan Syari’ah Nasional dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia dengan


tugas mengawasi dan mengarahkan lembaga-lembaga keuangan syari’ah untuk
mendorong penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam kegiatan perekonomian dan
keuangan.2

Sebagaimana dalam Keputusan Dewan Syari’ah Nasional No: 01 tahun 2000


tentang Pedoman Dasar Dewan Majelis Ulama Indonesia (PD DSN-MUI), atas
pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia Periode
1995-2000, dan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indosesia No :
Kep-754/MUI/II/99 tentang pembentukan Dewan Syari’ah Nasional. Maka
dibentuklah Dewan Syari’ah Nasional dengan dasar pemikiran sebagai berikut :

a) Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di


tanah air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap
lembaga keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syariah Nasional
yang akan menampung berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa
agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing
Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga keuangan syariah.

b) Pembentukan Dewan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan


koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan
dengan masalah ekonomi/keuangan.

c) Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong


penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.

2
Tim Penulis Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional, (Jakarta: Pointermasa, 2003), Cet 2., hlm. 279.

4
d) Dewan Syariah Nasional berperan secara pro-aktif dalam menanggapi
perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidangn
ekonomi dan keuangan.3

Otoritas syari’ah tertinggi di Indonesia berada pada Dewan Syari’ah Nasional


Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang merupakan lembaga independen
dalam mengeluarkan fatwa yang berhubungan dengan semua masalah syari’ah,
baik masalah ibadah maupun mu’amalah, termasuk masalah ekonomi, keuangan
dan perbankan.4

Keberadaan Dewan Syari’ah Nasional (DSN) di luar struktur Bank Sentral


membuat otoritas fatwa ini independen, dan diakui secara nasional dalam
mengeluarkan keputusan dan fatwa yang berkaitan dengan masalah-masalah
syari’ah yang dihadapi oleh perbankan dan Lembaga Keuangan Syari’ah lainnya.
Namun demikian, karena beragamnya urusan yang ditangani oleh DSN dan tidak
adanya spesialisasi khusus di bidang ekonomi, keuangan, dan perbankan syari’ah,
tanggapan DSN terhadap masalah yang dihadapi oleh Lembaga Keuangan
Syari’ah menjadi kurang responsif dan terlambat memenuhi kebutuhan pasar.

D. Kedudukan, Status dan Anggota DSN

Adapun kedudukan, status dan anggota yang dimiliki oleh Dewan Syari’ah
Nasional adalah sebagai berikut :

a) Dewan Syari’ah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama


Indonesia.

b) Dewan Syari’ah Nasional membantu pihak terkait, seperti Departement


Keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun
peraturan/ketentuan untuk Lembaga Keuangan Syari’ah.

3
Ibid., 281.
4
Ascarya, ed, Akad dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)., hlm.
206.

5
c) Anggota Dewan Syari’ah Nasional terdiri dari para ulama, praktisi dan
para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syari’ah.

d) Anggota Dewan Syari’ah Nasional ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk
masa bakti 4 (empat) tahun.5

Dalam Keputusan Dewan Syari’ah Nasional No: 02 tahun 2000 tentang


Pedoman Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(PRTD SN-MUI) pada pasal 1, juga dimuat mengenai kedudukan dan status
Dewan Syari’ah Nasional, diantaranya:

1) DSN berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia dan merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan Majelis Ulama Indonesia
(MUI)

2) DSN merupakan satu-satunya badan yang berwenang dan mempunyai


tugas utama untuk mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk,
dan jasa keuangan syari’ah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud
oleh lembaga-lembaga keuangan syari’ah di Indonesia.6

Secara jelasnya mengenai Keanggotaan, Hak dan Kewenangan, dinyatakan


pada pasal 2 Keputusan Dewan Syari’ah Nasional No: 02 tahun 2000,
diantaranya:7

1) DSN beranggotakan para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang


yang terkait dengan perekonomian dan mu’amalah syari’ah serta memiliki
akhlak karimah.

2) Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 (empat)
tahun.

Setelah jangka waktu tersebut, yang bersangkutan dapat diperimbangkan


untuk diangkat kembali selama-lamanya dua periode.

5
Op.cit., hlm 283.
6
Ibid., hlm. 286.
7
Ibid., hlm. 286-288

6
3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, DSN dibantu oleh suatu badan
yang dinamakan Badan Pelaksana Harian Dewan Syari’ah Nasional,
disingkat BPH-DSN.

Anggota BPH-DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI.

4) Anggota DSN berhak mendapat bantuan transport rapat.

Anggota BPH-DSN diberi bantuan transport bulanan.

5) Bantuan transport anggota DSN dan BPH-DSN dibebankan pada anggaran


tahunan DSN.

6) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 1


ayat (2) diatas, DSN mempunyai kewenangan untuk:

a. memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk


sebagai anggota Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) pada suatu
Lembaga Keuangan Syari’ah, dengan memperhatikan pertimbangan
dari BPH-DSN.

b. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di setiap Lembaga Keuangan


Syari’ah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.

c. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang


dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan
BAPEPAM.

d. Memberikan peringatan kepada Lembaga Keuangan Syari’ah untuk


menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh
DSN.

Sebagaimana yang telah dilihat dalam pasal-pasal keputusan Dewan


Syari’ah Nasional diatas, tergambarlah suatu cakupan mengenai kedudukan dan
peran DSN dalam kelembagaan yang independen dalam memutuskan perkara-
perkara yang berkaitan dengan kegiatan pada Lembaga Keuangan Syari’ah.
Disamping itu DSN juga dibantu oleh BPH-DSN dalam mengimplementasikan

7
dan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa keuangan
syari’ah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga
keuangan syari’ah. Kemudian memberikan atau mencabut rekomendasi nama-
nama yang akan duduk sebagai anggota Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) pada
suatu Lembaga Keuangan Syari’ah.

E. Tugas dan Wewenang DSN


a) Dewan Syariah Nasional bertugas:

1) Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan


perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.8
b) Dewan Syariah Nasional berwenang:
1) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah
dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar
tindakan hukum pihak terkait.

2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan


yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen
Keuangan dan Bank Indonesia.

3) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama


yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu
lembaga keuangan syariah.

4) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang


diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas
moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.

8
Majelis Ulama Indonesia. 2009. Tentang Dewan Syari’ah Nasional.

8
5) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional.

6) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil


tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.9

F. Mekanisme Kerja DSN


Secara garis besar, mekanisme kerja DSN sebagai berikut10:

1) Mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana


Harian DSN dalam rapat pleno.

2) Menetapkan, mengubah atau mencabut berbagai fatwa dan pedoman


kegiatan lembaga keuangan syari’ah dalam rapat pleno.

3) Mengesahkan atau mengklarifikasi hasil kajian terhadap usulan atau


pertanyaan mengenai suatu produk atau jasa lembaga keuangan syari’ah
dalam rapat pleno.

4) Melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan atau
bilamana diperlukan.

5) Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan


tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syari’ah yang
bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syari’ah sesuai
dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN).

9
Ibid.
10
Dikutip oleh Jaih Mubarok dalam Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah,(Bandung:Pustaka
Bani Quraisy,2004), hal. 14 dari Lampiran Keputusan MUI No. Kep-98/MUI/III/2001 tentang
Susunan Pengurus DSN MUI masa bakti Tahun 2000-2005, tentang Pedoman DSN-MUI (bagin-
V,A).

9
Untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan harian DSN tersebut dibebankan
kepada Badan Pelaksana Harian (BPH). Adapun mengenai mekanisme kerja BPH
adalah sebagai berikut11:

1) Menerima usulan atau pertanyaan hukum mengenai produk atau jasa


lembaga keuangan syari’ah.

2) Sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah menerima usulan/pertanyaan harus menyampaikan permasalahan
kepada ketua BPH.

3) Ketua BPH bersama anggota dan para ahli selambat-lambatnya 30 hari


kerja harus membuat memorandum khusus yang berisi telaah dan
pembahasan terhadap sutau pertanyaan/usulan.

4) Ketua BPH selanjutnya membawa hasil pembahasan ke dalam Rapat


Pleno Dewan Syari’ah Nasional untuk mendapat pengesahan.

5) Fatwa atau memorandum Dewan Syari’ah Nasional ditandatangani oleh


Ketua dan Sekretaris Dewan Syari’ah Nasional.

G. Keputusan Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia


No.01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional
MUI

Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah


air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap lembaga
keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syariah Nasional yang akan
menampung berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh

11
Dikutip oleh Jaih Mubarok dalam Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah,(Bandung : Pustaka
Bani Quraisy, 2004), hal. 14 dari Lampiran Keputusan MUI No. Kep-98/MUI/III/2001 tentang
Susunan Pengurus DSN MUI masa bakti Tahun 2000-2005, tentang Pedoman DSN-MUI (bagin
V,B).

10
kesamaan dalam penangannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah
yang ada di lembaga keuangan syariah12.
1) Pembentukan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan
koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan
dengan masalah ekonomi/keuangan
2) Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong
penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.
3) Dewan Syariah Nasional berperan secara pro-aktif dalam menanggapi
perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi
dan keuangan.13

H. Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional atas Aspek Hukum Islam


Perbankan di Indonesia
1. Fatwa Tentang Giro
Dalam fatwa DSN memutuskan dua jenis giro dengan status hukumnya
masing-masing. Pertama, giro yang berdasarkan perhitungan bunga yang secara
syariah tidak dibenarkan. Kedua, yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang
berdasarkan prinsip Mudharabah, dan Wadiah. Atau fatwa mengharamkan giro
konvensional yang didasarkan atas bunga dan memberikan alternative kepada
bank syariah untuk memberikan layanan giro kepada nasabahnya baik
mendasarkan pada akad wadiah ataupun mudharabah14.

a) Giro berdasarkan bunga

Giro jenis pertama yang didasarkan atas perhitungan bunga disimpulkan


oleh Dewan sebagai sesuatu yang tidak dibenarkan secara syariah.
Penetapan status hukum ini didasarkan atas Q.S Al-Nisa:2915.

12
Ahmad Rajafi, Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia , (Yogyakarta PT. Lkis Printing
Cemerlang 2013),H.58-59
13
Ahmad Rajafi, Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia , (Yogyakarta PT. Lkis Printing
Cemerlang 2013), H. 59
14
Jurnal Al-Adalah, Vol.10, No 1 (2011) : Volume X. No. 1 Januari 2011
15
Jurnal Al-Adalah, Vol 10, No 1 (2011) : Volume X. No. 1 Januari 2011

11
b) Giro berdasarkan wadiah
Berdasarkan giro ini Dewan berfatwa dengan menggunakan dalil tentang
amanah yaitu Q.S Al-Baqarah:283
c) Giro berdasarkan mudharabah
Dalam menetapkan hukum giro berdasarkan mudharabah ini, Dewan
menggunakan metode ta’lili dengan bersandar kepada illat qiyasi untuk
menganalogikan giro dengan mudharabah.
2. Fatwa Tentang Murabahah
Fatwa mendefinisikan murabahah sebagai “ menjual suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai laba. Dalam menetapkan kebolehan
murabahah ini Dewan menggunakan metode bayani dengan berdalil Q.s
Al-Baqarah: 27516
3. Fatwa Tentang Pembiyaan Mudharabah
Dalam menetapkan mudharabah ini Dewan menggunakan metode bayani
dengan bersandar kepada hadis:
“Abbas ibn Abd al-mutahlib jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli
haram ternak. Jika persyaratan itu di langgar, ia (mudharib) harus
menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu
didengar Rasulullah, beliau membenarkannya”. (Thabrani dari Ibn
Abbas)17.
4. Fatwa tentang Ijarah
Dalam menetapkan hukum kebolehan ijarah ini, Dewan menggunakan
motode bayani dengan berdalil pada Q.S Al-Baqarah:23318
5. Fatwa Tentang Hawalah

16
Jurnal Al-Adalah, Vol 10, No 1 (2011) : Volume X. No. 1 Januari 2011
17
Jurnal Al-Adalah, Vol 10, No 1 (2011) : Volume X. No. 1 Januari 2011
18
Jurnal Al-Adalah, Vol 10, No 1 (2011) : Volume X. No. 1 Januari 2011

12
Dalam menetapkan status hukum hawalah ini dewan menggunakan
metode bayani dengan ber-istidlal kepada hadis:
Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman.
Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihawalahkan) kepada orang
yang mampu, terimalah hawalah itu”19.
6. Fatwa Tentang Wakalah
Dalam menetapkan fatwa tentang wakalah ini, Dewan menggunakan
metode bayani dengan ber-istidlal kepada dua ayat Al-Quran pertama,
tentang kisah Ashhab al-Kahfi Q.s al-Kahfi 18:19 dimana ayat ini
mengungkapkan perginya salah seorang Ashhab Al-kahfi yang bertindak
untuk dan atas nama rekan-rekannhya sebagai wakil mereka dalam
memilih dan membeli makanan.20

I. Pembiyaan Dewan Syariah Nasional

1) Dewan Syariah Nasional memperoleh dana operasional dari bantuan


Pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat.

2) Dewan Syariah Nasional menerima dana iuran bulanan dari setiap


lembaga keuangan syariah yang ada.

3) Dewan Syariah Nasional mempertanggung jawabkan


keuangan/sumbangan tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia.

19
Jurnal Al-Adalah, Vol 10, No 1 (2011) : Volume X. No. 1 Januari 2011
20
Jurnal Al-Adalah, Vol 10, No 1 (2011) : Volume X. No. 1 Januari 2011.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dewan Syariah Nasional adalah dewan /badan supervise/pengawasan yang berada


pada level atau lingkup nasional, yang tugas dan kewajiban utamanya adalah
untuk menganalisa dan memformulasikan prinsip-prinsip syariah saah satunya
adalah dengan melalui penerbitan fatwa sebagai panduan dalam bisnis keuangan
Islam. Prinsip-prinsip syariah yang dibahas dalam lembaga dewan ini tidaklah
semata-mata terfokus pada hal-hal terkait bank semata, lebih dari itu, meliputi
semua bisnis keuangan Islam yang di terapkan di negara Indonesia, mencakup
asuransi, pasar, di dewan ini juga bertanggung jawab untuk memastikan dan
mengawal bahwa berbagai panduan tersebut diterapkan. Para anggota Dewan ini
terdiri dari ahli di bidang syariah dan praktisi di dalam ekonomi, khususnya di
dalam keuangan. Untuk mendorong terciptanya efektivitas yang lebih tinggi,
dewan ini didukung oleh anggota Team Sekretariat yang memantau draf/naskah
dan editing/menyunting dari fatwa setelah persetujuan oleh pertemuan pleno dari
para anggota dewan in

14
DAFTAR PUSTAKA

 Ahmad Rajafi, Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia ,


(Yogyakarta PT. Lkis Printing Cemerlang 2013)

 Ascarya, ed, Akad dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007)

 Briefcase Book Eduksi Profesional Syariah, Sistem dan Mekanisme


Pengawasan Syariah, (Jakarta : Renaisan, 2005), h. 13

 Jaih Mubarok dalam Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah,


(Bandung:Pustaka Bani Quraisy,2004), hal. 14 dari Lampiran Keputusan
MUI No. Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI
masa bakti Tahun 2000-2005, tentang Pedoman DSN-MUI (bagin-V,A).

 Jurnal Al-Adalah, Vol.10, No 1 (2011) : Volume X. No. 1 Januari 2011

 Majelis Ulama Indonesia. 2009. Tentang Dewan Syari’ah Nasional.

 Tim Penulis Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia,


Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, (Jakarta: Pointermasa, 2003)

15

Anda mungkin juga menyukai