Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH
DSN MUI Dan Lembaga Arbitrase

Kelompok 3
Disusun Oleh :

Ahmad Lio Saputra 2111130


Gilang Angrah Yuda 2111130134
Indriani Hernisyah Putri 2111130

Dosen Penggampu:
Agnes Yolanda, M.E.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
ANGKATAN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya dan juga sholawat serta salam kita
curahkan kepada nabi besar kita nabi Muhammad saw, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini bisa dipergunakan sebagai salah satu contoh,
petunjuk maupun panduan bagi pembacanya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Bengkulu, 16 September 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................1
Daftar Isi.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. Latar Pelakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................3
C. Tujuan.....................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
A. Pengertian DSN MUI..............................................................................................4
B. Peran Dan Fungsi DSN MUI...................................................................................5
C. Fatwa – Fatwa DSN MUI Tentang LKS..................................................................6
D. Pengertian Lembaga Arbitrase.................................................................................7
E. Peran Dan Fungsi Lembaga Arbitrase.....................................................................10
BAB III PENUTUP..........................................................................................................11
A. Kesimpulan.............................................................................................................11
B. Saran.......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................12

2
BAB II
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasararkan latar belakang perkembangan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia yang
dilakukan oleh LKS sebelum tahun 1999, yaitu perbankan syariah dimulai sejak tahun
1992, asuransi syariah dimulai sejak tahun 1994, dan pasar modal syariah dimulai pada
tahun 1997, para praktisi ekonomi syariah merasakan penting adanya suatu lembaga yang
dapat memeberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai ekonomi syariah.
Latar belakang tersebut kemudian dibahas dalam Lokakarya Ulama tentang reksadana
syariah pada tanggal 29-30 Juli 1997 yang juga membahas pandangan syariah terhadap
reksa dana. Hasil dari lokakarya tersebut adalah merekomendasikan untuk membuat suatu
lembaga sebagai wadah atas kebutuhan para praktisi ekonomi. Atas dasar hasil
rekomendasi lokakarya tersebut MUI membentuk DSN pada tanggal 10 Februari 1999
melalui SK MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tentang pembentukan Dewan Syariah
Nasional.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian DSN MUI ?


2. Apa Peran Dan Fungsi DSN MUI ?
3. Apa Saja Fatwa – Fatwa DSN MUI Tentang LKS ?
4. Apa Pengertian Lembaga Arbitrase ?
5. Apa Peran Dan Fungsi Lembaga Arbitrase ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian DSN MUI


2. Untuk Mengetahui Apa Peran Dan Fungsi DSN MUI
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Fatwa-Fatwa DSN MUI Tentang LKS
4. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Lembaga Arbitrase
5. Untuk Mengetahui Apa Peran Dan Fungsi Lembaga Arbitrase

3
BAB II
PPEMBAHASAN
A. Pengertian DSN MUI
Berdasararkan latar belakang perkembangan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia yang
dilakukan oleh LKS sebelum tahun 1999, yaitu perbankan syariah dimulai sejak tahun 1992,
asuransi syariah dimulai sejak tahun 1994, dan pasar modal syariah dimulai pada tahun 1997,
para praktisi ekonomi syariah merasakan penting adanya suatu lembaga yang dapat
memeberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai ekonomi syariah. Latar
belakang tersebut kemudian dibahas dalam Lokakarya Ulama tentang reksadana syariah pada
tanggal 29-30 Juli 1997 yang juga membahas pandangan syariah terhadap reksa dana. Hasil
dari lokakarya tersebut adalah merekomendasikan untuk membuat suatu lembaga sebagai
wadah atas kebutuhan para praktisi ekonomi. Atas dasar hasil rekomendasi lokakarya tersebut
MUI membentuk DSN pada tanggal 10 Februari 1999 melalui SK MUI No.
Kep-754/MUI/II/1999 tentang pembentukan Dewan Syariah Nasional.1
Pada awal tahun 1999, Dewan Syariah Nasional secara resmi didirikan sebagai lembaga
syariah yang bertugas mengayomi dan mengawasi operasional aktivitas perekonomian
lembaga keuangan syariah (LKS). Selain itu, juga untuk menampung berbagai masalah/kasus
yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya oleh masing-masin
DPS yang ada di masing-masing LKS.
2

Sejalan dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syari’ah di tanah air, berkembang


pulalah jumlah Dewan Pengawas Syari’ah yang berada dan mengawasi masing-masing
lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya Dewan Pengawas Syari’ah di masing-masing
Lembaga Keuangan Syari’ah adalah suatu hal yang harus disyukuri. Tetapi juga diwaspadai.
Kewaspadaan ini berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda-beda
dari masing-masing dewan.
Selang beberapa waktu, peranan para Ulama lambat laun kembali kearah yang lebih
bersifat politik, dan bahkan meluas hingga ke dunia luar, khususnya setelah terjadi
pendekatan dengan mekah melalui ibadah haji pada abad ke Sembilan belas, Gerakan Padri
pada abad ke Sembilan belas (1827-1837) adalah bukti bahwa peranan ulama di jaman
Penjajahan Belanda mulai memeperoleh warna politik, dan pada abad kedua puluh para
ulama sudah terlibat dalam Gerakan Kebangkitan Nasional. Pada masa Revolusi (1945-1949)
para ulama menjalankan peranan sangat penting dalam aksi Mobilisasi masa untuk bertempur
melawan Belanda. Banyak diantara para komandan kaum gerilya yang bertempur berasal dari
para ulama dari berbagai tingkatan, umumnya disebut para kiai, pada masa 1950-1959
dibawah sistem demokrasi parlementer peranan politik para ulama menjadi makin penting,
karena sebagian besar partai politik berdasarkan afiliasi agama dan dipimpin oleh pemuka-
pemuka Agama. Pada masa 1959- 1965 di bawah demokrasi terpimpin Presiden Soeharto
khususnya setelah pembubaran Masyumi, para ulama harus mengundurkan diri dari politik
formal dan membatasi perananya pada soal-soal keagamaan saja, kecuali sejumlah kecil

1
Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Dalam Sistem Hukum Nasional di Indonesia,
(jakarta: Intermasa, 2004), h.143-145
2
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Syariah di Indonesia, (Jakarta: kencana, 2005). H. 80

4
ulama Nahdatul Ulama yang masih tetap memperoleh lindungan Soekarno. Pada masa
pemerintahan Soeharto (sejak tahun 1966 dan seterusnya) sifat peranan kaum Ulama,
termasuk mereka dari Nahdatul Ulama, dibatasi lebih lanjut hingga pada soalsoal keagamaan
saja, partai-partai politik tidak lagi diperbolehkan berdasar pada afiliasi dan bernaung
dibawah panji agama3
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah Lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk,
jasa, dan kegiatan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dewan
syariah nasional merupakan dari bagian Majelis Ulama Indonesia. Dewan syariah nasional
membantu pihak terkait, seperti Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam
menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.

B. Peran Dan Fungsi DSN MUI


Dewan Syariah Nasional berfungsi memberikan kejelasan atas kinerja lembaga keuangan
syari'ah agar betul-betul berjalan sesuai dengan prinsip shari'ah. Selain itu, DSN berfungsi
untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan. Olch
karena itu, Dewan Syariah Nasional akan senantiasa dan berperan secara proaktif dalam
menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi
dan keuangan.4
Beberapa Fungsi dari Dewan Syari’ah Nasional adalah Sebagai Berikut :
A. Mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi, dengan ini Dewan
Syari’ah Nasional diharapkan mempunyai peran secara produktif dalam menanggapi
perkembangan ekonomi khususnya ekonomi syari'ah yang semakin kompak.
B. Produk-produk yang dikembangkan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah.
C. Mengawasi produk-produk keuangan syari'ah agar sesuai dengan syari'at Islam.
Dalam hal ini lembaga yang diawasi adalah perbankan syari'ah, asuransi, reksadana,
modal ventura, dan sebagainya. Dalam hal ini untuk lebih mengefektifkan peran
Dewan Syari’ah Nasional pada Lembaga Keuangan Syari’ah dibentuk Dewan
Pengawas. Syari’ah sebagai perwakilan Dewan Syari’ah Nasional pada Lembaga
Keuangan Syari’ah yang bersangkutan.

Secara umum fungsi Dewan Pengawas Syari’ah adalah:


a. Melakukan pengawasan secara periodik pada Lembaga Keuangan Syari’ah yang
berada di bawah pengawasanya.
b. Melaporkan perkembangan produk-produk operasional Lembaga Keuangan Syari’ah
yang diawasinya kepada Dewan Syari’ah Nasional sekurang-kurangnya dua kali
dalam satu tahun anggaran.
c. Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan Lembaga Keuangan Syari’ah
kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syari’ah Nasional.

3
Mohamad Atho Mudzhar, Fatwa-fatwa majelis Ulama Indonesia....h. 53-54
4
Hasanuddin, Peran Dewan Shari>‘ah Nasional (DSN) dan Pengawasan Ekonomi Syari‘ah, dalam
http://hasanuddin/Peran DSN/2008/, (diakses pada tanggal 14 April 2017, jam 14.05)

5
d. Merumuskan masalah–masalah yang memerlukan pembahasanpembahasan Dewan
Syari’ah Nasional.

C. Fatwa – Fatwa DSN MUI Tentang LKS


Fatwa (Arab: ‫فتوى‬, fatwā) adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu
masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Fatwa sendiri dalam bahasa Arab artinya
adalah "nasihat", "petuah", "jawaban" atau "pendapat". Adapun yang dimaksud adalah
sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan yang
diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang mufti atau ulama, sebagai tanggapan atau
jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang tidak
mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta fatwa tidak harus mengikuti isi atau
hukum fatwa yang diberikan kepadanya.
Penggunaannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, fatwa dikeluarkan oleh Majelis
Ulama Indonesia sebagai suatu keputusan tentang persoalan ijtihadiyah yang terjadi di
Indonesia guna dijadikan pegangan pelaksanaan ibadah umat Islam di Indonesia.

Ada Beberapa fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) yang berhubungan dengan LKS, yang meliputi antara lain:"5

1. Fatwa No. 20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk


Reksadana Syariah.
2. Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
3. Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudarabah.
4. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. 5. Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi
Syariah Ijarah.
6. Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudarabah Konversi
7. Fatwa No. 65/DSN-MUVII/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)
Syariah.
8. Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah.
9. Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
10. Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN
11. Farwa No. 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back
12. Fatwa No. 76/DSN-MUL/VI/2010 tentang SBSN arah Asset To Be Leased.
13. Farwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme
Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
5
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Keuangan., xxiv.

6
14. Farwa No. 94/DSN-MUVIV/2014 tentang Repo Surat Berharga Syariah (SBS)
Berdasarkan Prinsip Syariah.
15. Fatwa No. 95/DSN-MUI/VII/2014 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Wakalah6

D. Pengertian Lembaga Arbitrase


Kata arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin), arbitrage (belanda),
arbitration (inggris), schiedspruch (jerman), dan arbitrage (prancis), yang
berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesutu menurut kebijaksanaan atau
damai oleh arbiter atau wasit1pangertian arbitrase adalah cara-cara
penyelesaian hakim partikulir yang tidak terkait dengan dengan berbagai
formalitas, cepat dan memberikan keputusan, karena dalam instansi terakhir
serta mengikat, yang mudah untuk melaksanakan karena akan di taati para
pihak.7

Arbitrase adalah suatu prosedur yang oleh para pihak yang berselisih
secara suka rela setuju untuk terikat pada putusan pihak ketiga yang netraldi
luar proses peradilan yang normal. Logika dan kesederhanaan dari arbitrase
mendapat pujian bahwa proses tersebut ditujukan untu manusia sejak abad
permulaan. Untuk alasan yang sama pula arbitrase secara luas
diterima sebagai pelengkap dari hukum formil dari orang-orang romawi dan
lebih di sukai sebagai alat penyelesaian perselisiahan komersil pada abad
pertengahan.8 sementara itu, menurut undang-undang nomor 30 tahun
1999tentang arbitarse dan alternatif penyelesaian senketa umum pasal 1 angka 1,
arbitarse adalah: “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitraseyang dibuat
secara tertulis oleh para puhak yang bersengketa.9

Sementara itu pendapat lain menurut Priyatna Abdulrrasyid


Mengatakan
“Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian
sengketa yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh
undang-undang di mana satu pihak atau lebih menyerahkan
sengketannya, ketidaksepahamannya, ketidakkesepakatannya
dengan salah satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (Arbiter)
atau lebih (arbiter-arbiter majlis)ahli yang profesional, yang akan
bertindak sebagai hakim atau peradilan swasta yang akan
menerapkantata cara hukum perdamaian yang telah disrpakati
bersama oleh para pihak tersebut untuk sampai pada putusan yang

6
https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/
7
Sudargo Gautama, kontrak dagang internasional, Alumni( Bandung: 1976), h. 5
8
Jurnal Hukum Mila Karmila Hadi, Masa Depan Arbitrase
9
Pasal 1Angka (1) Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999,

7
final dan mengikat.”10

Menurut H.M.N Poewosutjipto menyatakan bahwa perwasiatan


adalah:“suatau peradilan perdamaian, dimana para pihak bersepakat
agarperselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai
sepenuhnya, diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak,yang
ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat kedua belah
pihak.”
11

Peran arbitrase sebagai upaya penyelesaiaan sengketa dagang yang


bersekala internasional, di mulai pada penghujung abad ke-18, yang di
tandai dengan lahirnya jay Treaty pada tanggal 19 November 1794.
Perjanjian ini terjadi antara Amerika dan Inggris. Dengan perjanjian ini,
terjadi tata cara perubahan mendasar mengenai penyelsaian sengketa dagang
internasional. Jika sebelum perjanjian ini sengketa dagang di lakukan
melalui saluran diplomatik, berubah cara karekternya ,menjadi arbitrase
internasional yang di dasarkan pada tata cara yang di atas prinsip hukum.
Cara penyelesaian lama sering mengecewakan. Penyelesaaain cendrung di
pengaruhi kepentingan politik.12

Dengan Jay Treaty dicapai kesepakatan untuk membentuk suatu


institusi yang membentuk Mixed Commission yang berfungsi untuk
menyelesaikan sengketa dagang secara hukum. Institusi ini berkembang dan
menjadi cikal bakal arbitrase nasional dan internasional.
Pada zaman Hindia Belanda, arbitrase di sepakati oleh para
pedagang baik oleh eksportir maupun importir serta pengusaha lainnya. Ada
tiga badan arbitrase tetap yang di bentuk oleh pemerintah belanda yaitu:
13

1. Badan arbitrase bagi ekspor hasil bumi Indonesia;


2. Badan arbitrase tentang kebakaran;
3. Badan arbitrase bagi asuransi kecelakaan;

Sampai kini telah berkembang beberapa lembaga arbitrase


internasional yang di bentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian internasional
atau konvensi, di antaranya:14

a. Court Of The Internasional Chember Of Commerce ( ICC) yang


didirikan sesudah perang dunia 1 pada tahun 1919, berkedudukan di Paris
b. Cnvention on The Recognition and Enforcement Of Foreight Arbitral
10
Priyatna Abdulrrasyid, arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa,(2003)
11
Zaini Asyhadie, Hukum Bisni Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Presada),
edisi revisi, 2012 Cet ke 6 h. 326
12
M. Yahya Harahap, Beberpa Tinjauan Mengenai Sistem Perdilan dan Penyelesaian Sengketa, (Bandung: Citra
Aditya Bakti 1997), h. 226
13
Gunawam Wijaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum bisnis Hukum Arbitrase, (Jakarta:Raja Grafindo Persada 2000),
h. 13
14
Rachmdi Usman, Hukum Arbitrase Nasional,(Jakarta:Grasindo 2002), h. 6

8
Award atau The 1958 New York Konvention (Konvensi New York) yang
di tanda tangani pada tanggal 10 juni 1958
c. The International Centre Of Setllement of Investment Dispute ( ICSID)
yang didirikan pada tanggal 16 Februari 1968
d. Arbitration united Nation Commission on International Trade law, yang
didirikan berdasarkan resolusi nomor 31/98 sidang umum PBB pada
tanggal 15 Desember 1976

Sedangkan di Indonesia arbitrase juga mempunyai sejarah panjang,


sebab arbitrase sudah di kenal dalam peraturan perundang undangan sejak
berlakunya hukum acara perdata Belanda, yaitu sejak mulai berlaakunya Rv
yang di atur dalam pasal 615 sampai pasal 651.

Di Indonesia minat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase


mulai meningkat sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum (UU
Arbitrase). Perkembangan ini sejalan dengan arah globalisasi, di mana
penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah menjadi pilihan pelaku bisnis
untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Selain karakteristik cepat,
efisien dan tuntas, arbitrase menganut prinsip win-win solution, dan tidak
bertele-tele karena tidak ada lembaga banding dan kasasi. Biaya arbitrase
juga lebih terukur, karena prosesnya lebih cepat. Keunggulan lain arbitrase
adalah putusannya yang serta merta (final) dan mengikat (binding), selain
sifatnya yang rahasia (confidential) di mana proses persidangan dan putusan
arbitrase tidak dipublikasikan.Berdasarkan asas timbal balik putusan- putusan
arbitrase asing yang melibatkan perusahaan asing dapat
dilaksanakan di Indonesia, demikian pula putusan arbitrase Indonesia yang
melibatkan perusahaan asing akan dapat dilaksanakan di luar negeri.

Dalam rangka turut serta dalam upaya penegakan hukum di


Indonesia menyelenggarakan penyelesaian sengketa atau beda pendapat
yang terjadi diberbagai sektor perdagangan, industri dan keuangan, melalui
arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya antara
lain di bidang-bidang Korporasi, Asuransi, Lembaga Keuangan, Fabrikasi,
Hak Kekayaan Intelektual, Lisensi, Franchise, Konstruksi,
Pelayaran/maritim, Lingkungan Hidup, Penginderaan Jarak Jauh, dan lainlain dalam
lingkup peraturan perundang-undangan dan kebiasaan
internasional.

Menyediakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa


melalui arbitrase atau bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa
lainnya, seperti negiosiasi, mediasi, konsiliasi dan pemberian pendapat yang
mengikat sesuai dengan Peraturan Prosedur BANI atau peraturan prosedur
lainnya yang disepakati oleh para pihak yang berkepentingan.

Adapun mengenai putusan arbitrase internasional dan ketentuan–

9
ketentuan tentang pelaksanaan (eksekusi) putusan Arbitrase Asing
(Internasional) di Indonesia terdapat dalam Undang–Undang No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Aturannya
terdapat dalam Bab VI pasal 65 sampai dengan pasal 69.Ketentuan–
ketentuan tersebut pada dasarnya sejalan dengan ketentuan tentang
pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing (internasional) seperti
yang diatur dalam Konvensi New York 1958.

Pasal 65 UU No. 30 Tahun 1999 menetapkan bahwa yang


berwenang menangani masalah pengakuan dari pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

E. Peran dan Fungsi Lembaga Arbitrase

Peran dan Fungsi Lembaga Arbitrase Sebagau Berikut Ini :

Pertama, arbitrase adalah prosedur untuk penyelesaian sengketa hukum. Dengan


perkataan lain, arbitrase menyangkut hak-hak dan kewajiban-kewajiban pihak-pihak
yang bersengketa berdasarkan ketentuan suatu perjanjian internasional, dan
penyelesaian akan diupayakan dengan penerapan perjanjian tersebut terhadap
faktafakta dalam kasusnya.

Kedua, putusan arbitrase (arbitration awards) bersifat mengikat secara hukum


terhadap para pihak yang bersengketa. Sekali, sebuah negara atau subjek hukum
sebagai pihak, sepakat untuk menggunakan arbitrase, negara atau subjek hukum
tersebut terikat pada kewajiban hukum untuk melaksanakannya.

Ketiga, dalam peradilan arbitrase, para pihak yang bersengketa boleh memilih
arbitratornya. Tidak demikian halnya di pengadilan, para pihak yang bersengketa
melalui arbitrase mempunyai kewenangan mengenai komposisi dari majelis arbitrator
dan prosedurnya.
15

BAB III

15
Jurnal Legal Reasoning, Vol. 1, No. 1, Desember 2018. P-ISSN 2654-8747, Hal 174

10
PENUTUP

A. KESIMPULAN
DSN-MUI merupakan Lembaga Fatwa semi pemerintah yang berada di bawah pengawasan
Negara secara langsung; Sifat dari fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI mengikat bagi
mustaftī, apabila telah di tuangkan dalam peraturan perundang-undangan. 2) Dari segi
produknya, fatwa DSN-MUI memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Jenis fatwa DSN-MUI
hanya khusus dalam permasalahan ekonomi syariah yang berkaitan langsung dengan
Lembaga Keuangan Syariah atau permasalahan global; b) Pemohon fatwa DSN-MUI di
dominasi oleh Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga Pemerintah dan Asosiasi
keuangantertentu, selain itu tidak semua fatwa DSN-MUI berasal dari mustafti; c)DSN-MUI
merupakan lembaga fatwa yang mendapat otoritas langsung dari peraturan perundang-
undangan dan terbatas pada fatwa di bidang ekonomi syariah, dari sisi istinbaṭ DSN-MUI
merupakan lembaga fatwa yang lebih menekankan pada kemaslahatan umum; d) Format
penulisan putusan fatwa DSN-MUI merupakan format penulisan yang hampir mendekati pola
penulisan peraturan perundang-undangan.
Dan Keberadaan lembaga arbitrase sebagai salah satu alternative penyelesaiann sengketa
disamping cara-carapenyelesaian sengketa lainnya adalah sangat penting karena penyelesaian
sengketa melalui arbitrase prosedurnya lebih sederhana, cepat dan murah serta tidak berbelit-
belit seperti dalam penyelesaian sengketa melalui lembaga Peradilan.

B. SARAN
Demikianlah makalah ini disusun, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih banyak kekurangannya. Kami berharap teman teman memberi kritik dan saran supaya
pembahasan kali ini menjadi lebih baik dan kami juga berharap pembahasan kami bermanfaat
dan berguna bagi teman teman semua

DAFTAR PUSTAKA

11
Gunawam Wijaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum bisnis Hukum Arbitrase, (Jakarta:Raja
Grafindo Persada 2000)
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Keuangan.
Mohamad Atho Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia.
M. Yahya Harahap, Beberpa Tinjauan Mengenai Sistem Perdilan dan Penyelesaian Sengketa,
(Bandung: Citra Aditya Bakti 1997)
Priyatna Abdulrrasyid, arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa,(2003)
Rachmdi Usman, Hukum Arbitrase Nasional,(Jakarta:Grasindo 2002),
Sudargo Gautama, kontrak dagang internasional, Alumni( Bandung: 1976)
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Syariah di Indonesia, (Jakarta: kencana, 2005).
Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Dalam Sistem Hukum
Nasional di Indonesia, (jakarta: Intermasa, 2004)
Zaini Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Presada), edisi revisi

12

Anda mungkin juga menyukai