Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN ASET ZAKAT WAKAF

Untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Operasional Zawa

Dosen Pengampu :

Ahmad Fauzi, Lc., M.H.I

Disusun oleh:

Kelompok 8

Hafifah Nur’ain (12404193064)

Intan Agustina (12404193065)

Erma Junita Sari (12404193066)

SEMESTER 4

JURUSAN MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF 4B

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
karunianya sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga
senantiasa abadi tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini maka penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung.
2. Bapak Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.
3. Ibu Dyah Pravitasari, S.E., M.S.A. selaku Ketua Jurusan Manajemen Zakat dan Wakaf
IAIN Tulungagung
4. Bapak Ahmad Fauzi, Lc., M.H.I sebagai pembimbing yang telah memberikan pengarah
dan koreksi sehingga penelitian dapat terselesaikan
5. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.

Dengan penuh harapan semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT dan
tercatat sebagai amal shalih.Akhirnya, karya ini penulis suguhkan kepada segenap pembicara,
dengan harapan adanya saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga
karya ini bermanfaat dan mendapat ridha Allah SWT.

Tulungagung, Mei 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

A. Sejarah pengelolaan zakat ............................................................................................. 3

B. Tujuan dalam pengelolaan zakat ..................................................................................... 5

C. Pengelolaan zakat di dunia Islam klasik ........................................................................ 6

D. Pengelolaan zakat di dunia Islam modern ..................................................................... 10

E. Pengelolaan zakat di Indonesia ...................................................................................... 10

F. Pengelolaan wakaf di Indonesia ....................................................................................... 11

G. Pengelolaan Zakat dalam Undang-Undang ............................................................................ …19


H. Fatwa MUI tentang zakat ........................................................................................................ ….20

BAB III .................................................................................................................................... 13

PENUTUP................................................................................................................................ 13

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 13

B. Saran ............................................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam ajaran Islam, zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu hablum
min-Allah dan hablum min-alnas. Ibadah zakat jika ditunaikan dengan baik maka akan
meningkatkan kualitas keimanan, membersihkan dan mensucikan jiwa dan mengembangkan
serta memberikan harta yang dimiliki. Jika dikelola dengan baik dan amanah, maka zakat
akan mampu meningkatkan kesejahteraan umat, meningkatkan etos dan etika kerja umat,
dapat menjadi institusi pemerataan ekonomi. Peraturan pengelolaan zakat dari sisi ajaran
Islam dapat dinyatakan sebagai perwujudan atas firman Allah dalam Al-Quran surat at-
Taubah ayat 103 bahwa adanya perintah untuk mengambil zakat dari kekayaan mereka
bertujuan untuk memberikan dan mensucikan harta mereka. Wakaf merupakan salah satu
lembaga ekonomi Islam yang berperan dalam memberdayakan ekonomi umat untuk
kemaslahatan umat. Dalam lintas sejarah Islam, wakaf telah berperan besar dalam
pembangunan sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya masyarakat Islam kala itu. Maka bisa
dikatakan bahwa perputaran ekonomi harta wakaf pada masa lalu diberbagai pemerintahan
Islam telah berperan besar dalam kesejahteraan umat. Oleh karenanya, sangat wajar apabila
para cendekia dan ulama’ pada masa kini mencoba untuk mengkaji dan meneliti sejauh mana
prospek ekonomi harta wakaf untuk membangun kembali peradaban Islam seperti dahulu
yang pernah berjaya di dunia. Sementara di Indonesia sudah ada regulasi yang mengatur
wakaf seperti Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, Kompilasi Hukum Islam (KHI)
berdasarkan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, dan peraturan perundang-undangan
yang mengatur wakaf secara hokum, yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2006 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Rozalinda, 2016: 21). Dengan
adanya regulasi tersebut wakaf dapat dikelola dengan optimal melalui lembaga-lembaga yang
profesional.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sejarah pengelolaan zakat?


2. Apa saja tujuan dalam pengelolaan zakat ?
3. Bagaimana pengelolaan Zakat di dunia Islam Klasik ?
4. Bagaimana pengelolaan Zakat di dunia Islam Modern?
5. Bagaiamana pengelolaan zakat di Indonesia ?
6. Bagaimana pengelolaan wakaf di Indonesia ?

1
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sejarah pengelolaan zakat


2. Untuk mengetahui tujuan pengelolaan zakat
3. Untuk mengetahui pengelolaan zakat di dunia Islam klasik
4. Untuk mengetahui pengelolaan zakat di dunia Islam modern
5. Untuk mengetahui pengelolaan zakat di Indonesia
6. Untuk mengetahui pengelolaan wakaf di Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pengelolahan Zakat


Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
Sejak kedatangan Islam di Nusantara pada awal abad ke 7 M , kesadaran masyarakat.
Islam terhadap zakat pada waktu itu ternyata masih menganggap zakat tidak sepenting
shalat dan puasa. Padahal walaupun tidak menjadi aktivitas prioritas, kolonialis
Belanda menganggap bahwa seluruh ajaran Islam termasuk zakat merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan Belanda kesulitan menjajah Indonesia khususnya di
Aceh sebagai pintu masuk. Atas hal tersebut, Pemerintah Belanda melalui
kebijakannya Bijblad Nomor 1892 tahun 1866 dan Bijblad 6200 tahun 1905 melarang
petugas keagamaan, pegawai pemerintah dari kepala desa sampai bupati, termasuk
priayi pribumi ikut serta dalam pengumpulan zakat. Peraturan tersebut mengakibatkan
penduduk di bebe-rapa tempat enggan mengeluarkan zakat atau tidak memberikannya
kepada peng-hulu dan naib sebagai amil resmi waktu itu, melainkan kepada ahli
agama yang dihormati, yaitu kiyai atau guru mengaji.
Pada saat yang sama masyarakat Aceh sendiri telah menggunakan sebagian dana
zakat untuk membiayai perang dengan Belanda, sebagaimana Belanda membiayai
perangnya dengan sebagian dana pajak. Sebagai gambaran, pengumpulan zakat di
Aceh sudah dimulai pada masa Kerajaan Aceh, yakni pada masa Sultan Alaudin
Riayat Syah (1539-1567). Pada Masa kerajaan Aceh penghimpunan zakat masih sa-
ngat sederhana dan hanya dihimpun pada waktu ramadhan saja yaitu zakat fitrah yang
langsung diserahkan ke Meunasah (tempat ibadah seperti masjid). Pada waktu itu
sudah didirikan Balai Baitul Maal tetapi tidak dijelaskan fungsi spesifik dalam
mengelola zakat melainkan sebagai lembaga yang mengurus keuangan dan perben-
daharaan negara, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Orang Kaya Seri
Maharaja.
Ketika terdapat tradisi zakat dikelola secara individual oleh umat Islam. K.H.
Ahmad Dahlan sebagai pemimpin Muhammadiyah mengambil langkah
mengorganisir pe-ngumpulan zakat di kalangan anggotanya. Menjelang kemerdekaan,

3
praktek pengelolaan zakat juga pernah dilakukan oleh umat Islam ketika Majlis Islam
‘Ala Indonesia (MIAI), pada tahun 1943, membentuk Baitul Maal untuk
mengorganisasikan pengelolaan zakat secara terkoordinasi. Badan ini dikepalai oleh
Ketua MIAI sendiri, Windoamiseno dengan anggota komite yang berjumlah 5 orang,
yaitu Mr. Kasman Singodimedjo, S.M. Kartosuwirjo, Moh. Safei, K.
Taufiqurrachman, dan Anwar Tjokroaminoto.
Dalam waktu singkat, Baitul Maal telah berhasil didirikan di 35 kabupaten dari 67
kabupaten yang ada di Jawa pada saat itu. Tetapi kemajuan ini menyebabkan Jepang
khawatir akan munculnya gerakan anti-Jepang. Maka, pada 24 Oktober 1943,
Jepang memaksa MIAI untuk membubarkan dir). Praktis sejak saat itu tidak
ditemukan lagi lembaga pengelola zakat yang eksis. Perhatian Pemerintah terhadap
pengelolaan zakat ditunjukkan dengan mener-bitkan Peraturan Menteri Agama No. 4
Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Peraturan Menteri Agama
No 5 Tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Maal di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kotamadya. Keputusan terse-but dikuatkan oleh pernyataan Presiden
Soeharto dalam acara Peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad Saw di Istana
Negara 26 Oktober 1968 tentang kesediaan Presiden untuk mengurus pengumpulan
zakat secara besar-besaran. Namun demikian pernyataan tersebut tidak ada
tindaklanjut, yang tinggal hanya teranulirnya pelaksanaan Peraturan Menteri Agama
terkait dengan zakat dan baitul maal tersebut. Penganuliran Peraturan Menteri Agama
No. 5 Tahun 1968 semakin jelas dengan lahirnya Instruksi Menteri Agama No 1
Tahun 1969, yang menyatakan pelaksanaan Peraturan Menteri Agama No 4 dan No 5
Tahun 1968 ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Dengan latar belakang
tanggapan atas pidato Presiden Soeharto 26 Oktober 1968, 11 orang alim ulama di
ibukota yang dihadiri antara lain oleh Buya Hamka menge-luarkan rekomendasi
perlunya membentuk lembaga zakat ditingkat wilayah yang kemudian direspon
dengan pembentukan BAZIS DKI Jakarta melalui keputusan Gubernur Ali Sadikin
No. Cb-14/8/18/68 tentang pembentukan Badan Amil Zakat berdasarkan syariat Islam
tanggal 5 Desember 1968.Pada tahun 1969 pemerintah mengeluarkan Keputusan
Presiden No. 44 tahun 1969 tentang Pembentukan Panitia Penggunaan Uang Zakat
yang diketuai Menko Kesra Dr. KH. Idham Chalid. Perkembangan selanjutnya di
lingkungan pegawai kemente-rian/lembaga/BUMN dibentuk pengelola zakat dibawah
koordinasi badan kero-hanian Islam setempat.

4
Keberadaan pengelola zakat semi-pemerintah secara nasional dikukuhkan dengan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No. 29
dan No. 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan BAZIS yang diterbitkan oleh Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri setelah melalui Musyawarah Nasional MUI IV
tahun 1990. Langkah tersebut juga diikuti dengan dikeluarkan juga Instruksi Men-teri
Agama No. 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis BAZIS sebagai aturan
pelaksanaannya. Baru pada tahun 1999, pemerintah melahirkan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang tersebut
diakui adanya dua jenis organisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ)
yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh
masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. BAZ terdiri dari BAZNAS pusat,
BAZNAS Propinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. Tingkat kesadaran masyarakat
untuk berzakat melalui amil zakat terus ditingkat-kan melalui kegiatan sosialisasi dan
publikasi di media massa nasional. Sejak tahun 2002, total dana zakat yang berhasil
dihimpun BAZNAS dan LAZ mengalami pening-katan pada tiap tahunnya. Selain itu,
pendayagunaan zakat juga semakin bertambah bahkan menjangkau sampai ke
pelosok-pelosok negeri. Pendayagunaan zakat mulai dilaksanakan pada lima program
yaitu kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, ekono-mi, dan dakwah. Pada tanggal 27
Oktober 2011, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR
RI) menyetujui Undang-undang pengelolaan zakat pengganti Un-dang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 yang kemudian diundangkan sebagai UU Nomor 23 Tahun
2011 pada tanggal 25 November 2011. UU ini menetapkan bahwa pengelolaan zakat
bertujuan (1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan
zakat dan (2) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan dimaksud, UU
mengatur bahwa kelembagaan pengelola zakat harus terintegrasi dengan BAZNAS
sebagai koordinator seluruh pengelola zakat, baik BAZNAS Provin-si, BAZNAS
Kabupaten/Kota maupun LAZ.1

B. Tujuan Pengelolahan Zakat

Tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatnya kesadaran masyarakat dalam


penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat , meningkatnya fungsi dan peranan
1
Baznas,Sejarah Pengelolaan Zakat Nasional,di akses dari https://baznas.garutkab.go.id/sejarah-
pengelolaan-zakat-nasional/,pada 21 mei 2021,pukul 11.43

5
pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat 2. Adapun
tujuan dari pengelolaan zakat berdasarkan Pasal 3 UndangUndang Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah:

1. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat;

2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan


penanggulangan kemiskinan.3

C. Pengelolaan Zakat di Dunia Islam Klasik

Islam turun ke dunia sebagai rahmatan lil’alamin. Salah satu misi Islam adalah untuk
mengentaskan kemiskinan. Ajaran zakat dalam Islam adalah simbol kepedulian sosial
terhadap kesenjangan ekonomi, perhatian atas fenomena kemiskinan, dan cita-cita
akan kesejahteraan umat. Melalui zakat, Islam tidak akan membiarkan kemiskinan
merajalela dan menjamur di atas pentas sejarah hidup manusia. Berikut ini adalah
gambaran historis bagaimana pengelolaan zakat sebagai salah satu ajaran Islam yang
bervisi pengentasan kemiskinan dijalankan dengan baik.4

1. Zakat Pada Masa Nabi

Peradaban Islam adalah cermin kultural dari kalangan elit yang dibangun dengan
kekuatan-kekuatan ekonomi dan perubahan sosial. Peradaban Islam terbentuk
berkat penaklukan bangsa Arab selama delapan tahun masa pertempuran. Nabi
Muhammad saw. berusaha meraih kekuasaan atas suku-suku dalam rangka
menundukkan Mekah. Sejumlah utusan dan duta dikirim ke seluruh penjuru
Arabia. Sementara suku-suku bangkit untuk menyampaikan kesetiaan, membayar
zakat dan pajak, sebagai simbol keanggotaan dalam komunitas muslim dan simbol
menerima Muhammad sebagai Nabi dan Utusan Allah swt.5 Rasulullah saw.

2
Muchsin,Hukum Islam dalam perspektif dan prospektif,(Indonesia:Al-Ikhlas,2003),hlm.78
3
Didin Hafidhuddin,Sinergi Pengelolahan Zakat Penting untuk Kemajuan Dunia Zakat,di akses dari
https://forumzakat.org/sinergi-pengelolaan-zakat-penting-untuk-kemajuan-dunia-zakat/,pada 21 mei 2021,pukul
11.43
4
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021
5
Ibid

6
pernah mengangkat dan menginstruksikan kepada beberapa sahabat Umar Bin
Khattab, Ibn Qais ‘Ubadah Ibn Shamit, dan Mu’az Ibn Jabal sebagai amil zakat
(pengumpul zakat) di tingkat daerah. Mereka bertanggung jawab membina
berbagai negeri guna meningatkan para penduduknya tentang kewajiban zakat.
Zakat diperuntukkan untuk mengurangi kemiskinan dengan menolong mereka
yang membutuhkan. Pada masa Nabi Muhammad saw., ada lima jenis kekayaan
yang dikenakan wajib zakat, yaitu: uang, barang dagangan, hasil pertanian
(gandum dan padi) dan buah-buahan, dan rikaz (barang temuan). Selain lima jenis
harta yang wajib zakat di atas, harta profesi dan jasa sesungguhnya sejak periode
kepemimpinan Rasullah saw. juga dikenakan wajib zakat.6 Dalam bidang
pengelolaan zakat Nabi Muhammad saw. memberikan contoh dan petunjuk
oprasionalnya. Manajemen operasional yang bersifat teknis tersebut dapat dilihat
pada pembagian struktur amil zakat, yang terdiri dari: (1) Katabah, petugas yang
mencatat para wajib zakat, (2) Hasabah, petugas yang menaksir, menghitung
zakat, (3) Jubah, petugas yang menarik, mengambil zakat dari para muzakki, (4)
Khazanah, petugas yang menghimpun dan memelihara harta, dan (5) Qasamah,
petugas yang menyalurkan zakat pada mustahiq (orang yang berhak menerima
zakat).7

2. Zakat Pada Masa Sahabat

Pertama, periode Abu Bakar as-Siddiq. Pengelolaan zakat pada masa Abu Bakar
as-Siddiq sedikit mengalami kendala. Pasalnya, beberapa umat muslim menolak
membayar zakat. Mereka meyakini bahwa zakat adalah pendapat personal Nabi
saw. Menurut golongan ingkar zakat ini, zakat tidak wajib ditunaikan pasca
wafatnya Nabi saw. Pemahaman yang salah ini hanya terbatas di kalangan suku-
suku Arab Baduwi. Suku-suku Arab Baduwi ini menganggap pembayaran zakat
sebagai hukuman atau beban yang merugikan.

Kedua, periode ‘Umar bin Khattab. ‘Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat
Nabi. Ia menetapkan suatu hukum berdasarkan realitas sosial. Di antara ketetapan

6
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021
7
Ibid

7
‘Umar bin Khattab adalah menghapus zakat bagi golongan mu’allaf, enggan
memungut sebagian ‘usyr (zakat tanaman) karena merupakan ibadah pasti,
mewajibkan kharraj (sewa tanah), menerapkan zakat kuda yang tidak pernah
terjadi pada masa Nabi Muhammad saw. Tindakan ‘Umar bin Khattab menghapus
kewajiban zakat pada mu’allaf bukan berarti mengubah hukum agama dan
mengenyampingkan ayat-ayat al-Qur’an. Ia hanya mengubah fatwa sesuai dengan
perubahan zaman yang jelas berbeda dari zaman Rasulullah. Sementara itu ‘Umar
tetap membebankan kewajiban zakat dua kali lipat terhadap orang- orang Nasrani
Bani Taglab, hal ini disebut zakat muda‘afah. Zakat muda‘afah itu adalah terdiri
dari jizyah (cukai perlindungan) dan beban tambahan. Jizyah sebagai imbangan
kebebasan bela negara, kebebasan Hankamnas, yang diwajibkan kepada warga
negara muslim. Sedangkan beban tambahannya adalah sebagai imbangan zakat
yang diwajibkan secara khusus kepada umat Islam. Umar bin Khattab tidak
merasa ada yang salah dalam menarik pajak atau jizyah dengan nama zakat dari
orang-orang Nasrani karena mereka tidak setuju dengan istilah jizyah tersebut.8

Ketiga, periode ‘Usman bin ‘Affan. Pengelolaan zakat pada masa ‘Usman dibagi
menjadi dua macam: (1) Zakat al-amwal az-zahirah (harta benda yang tampak),
seperti binatang ternak dan hasil bumi, dan (2) Zakat al- amwal al-batiniyah
(harta benda yang tidak tampak atau tersembunyi), seperti uang dan barang
perniagaan. Zakat kategori pertama dikumpulkan oleh negara, sedangkan yang
kedua diserahkan kepada masing-masing individu yang berkewajiban
mengeluarkan zakatnya sendiri sebagai bentuk self assessment.9

Keempat, periode ‘Ali bin Abi Talib. Situasi politik pada masa kepemimpinan
Khalifah ‘Ali bin Abi Talib berjalan tidak stabil, penuh peperangan dan
pertumpahan darah. Akan tetapi, ‘Ali bin Abi Talib tetap mencurahkan
perhatiannya yang sangat serius dalam mengelola zakat. Ia melihat bahwa zakat
merupakan urat nadi kehidupan bagi pemerintahan dan agama. Ketika ‘Ali bin
Abi Talib bertemu dengan orang-orang fakir miskin dan para pengemis buta yang

8
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021
9
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

8
beragama non-muslim (Nasrani), ia menyatakan biaya hidup mereka harus
ditanggung oleh Baitul Mal. Khalifah ‘Ali bin Abi Talib juga ikut terjun langsung
dalam mendistribusikan zakat kepada para mustahiq (delapan golongan yang
berhak menerima zakat). Harta kekayaan yang wajib zakat pada masa Khalifah
‘Ali bin Abi Talib ini sangat beragam. Jenis barang-barang yang wajib zakat pada
waktu itu berupa dirham, dinar, emas dan jenis kekayaan apapun tetap dikenai
kewajiban zakat.10

10
Ibid

9
D. Pengelolaan Zakat di Dunia Islam Modern

1. Saudi Arabia. Penerapan zakat di Saudi Arabia yang didasarkan pada perundang-
undangan negara dimulai sejak tahun 1951 M. Sebelum itu, penunaian zakat di
Saudi Arabia tidak diatur oleh perundang-undangan. Penerapan pengelolaan zakat
oleh pemerintah Saudi berdasarkan pada keputusan Raja (Royal Court) No.
17/2/28/8634 tertanggal 29/6/1370H/7/4/1951., yang berbunyi: “zakat syar‘iy
yang sesuai dengan ketentuan syariah Islamiyah diwajibkan kepada individu dan
perusahaan yang memiliki kewarganegaraan Saudi.” Sebelumnya, terbit
keputusan Raja terkait pengenaan pajak pendapatan bagi warga non Saudi.
Dengan terbitnya keputusan tersebut, warga non Saudi tidak lagi diwajibkan
mengeluarkan zakat, melainkan hanya diwajibkan membayar pajak pendapatan.
Sementara warga Saudi hanya dikenai kewajiban membayar zakat tanpa pajak.
Guna menangani urusan tersebut, dibentuklah bagian khusus yang bernama.
Kewenangan menghimpun zakat di Saudi Arabia mulai kebijakan sampai
urusan teknis berada di bawah kendali Departemen Keuangan yang kemudian
membentuk bagian khusus yang diberinama Maslahah az-Zakah wa ad-Dakhl
(Kantor Pelayanan Zakat dan Pajak Pendapatan). Sedangkan kewenangan
penyaluran zakat berada dalam kendali Departemen Sosial dan Pekerjaan di
bawah Dirjen Jaminan Sosial (Daman ‘Ijtima‘i). Penghimpunan zakat di Saudi
Arabia diterapkan pada semua jenis kekayaan. Zakat ternak dikelola oleh komisi
bersama antara Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri yang
disebut al-‘Awamil yaitu komisi khusus yang bertugas melakukan pemungutan
zakat ternak ke pelosok-pelosok daerah, kemudian mendrop semua hasilnya ke
Departemen Keuangan. Komisi khusus Al-‘Awamil ini juga mengumpulkan zakat
pertanian, zakat perdagangan, zakat simpanan uang, dan zakat pendapatan. Yang
termasuk kategori zakat pendapatan seperti pendapatan dokter, kontraktor,
pengacara, accounting, dan para pegawai, termasuk juga seniman, penghasilan
hotel, biro travel. Zakat pendapatan dari masing-masing profesi tersebut akan
dipotong dari tabungan mereka setelah mencapai nisab. Cara penghitungannya
berdasarkan pada laporan keuangan masing-masing.11

11
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

10
2. Sudan. Peraturan pengelolaan zakat di Sudan dinyatakan resmi setelah
diterbitkannya Undang-undang Diwan Zakat pada bulan April 1984 dan mulai
efektif sejak September 1984. Penghimpunan harta zakat di negera Sudan berada
dalam “satu atap” dengan penghimpunan pajak. Sehingga ada semacam tugas dan
pekerjaan baru bagi para pegawai pajak, yaitu menyalurkan harta zakat kepada
mustahiq. Diwan zakat ini mendelegasikan pendistribusian zakat
kepada.Departemen Keuangan dan Perencanaan Ekonomi Nasional.
Pendistribusian zakat sebelumnya hanya diberikan kepada lima asnaf mustahiq
(fakir, miskin, amil zakat, Ibnu Sabil, dan gharim). Sedangkan tiga asnaf lainnya
tidak dimasukkan.
Namun Majlis Fatwa kemudian mengeluarkan fatwa bahwa semua asnaf
mustahiq yang berjumlah delapan golongan seperti diterangkan dalam Al-Quran
menjadi target pendistribusian zakat di Sudan.12
3. Pakistan. Negara Pakistan didirikan pada tahun 1950. Namun, undang-undang
tentang pengelolaan zakat yang disebut dengan UU zakat dan Usyr baru
diterbitkan secara resmi pada tahun 1979. Undang-undang ini dianggap belum
sempurna sehingga pada tahun 1980 Undang-undang zakat mulai disempurnakan.
Pengelolaan zakat di Pakistan bersifat sentralistik yang disebut dengan Central
Zakat Fund (CZF). CZF dipimpin secara kolektif oleh enam belas anggota, salah
satunya adalah Hakim Agung Pakistan, delapan orang tidak resmi dengan tiga
diantaranya dari golongan ulama, dan tujuh sisanya resmi salah satunya ketua
Zakat Fund, empat Menteri Keuangan Negara Bagian Federal dan unsur
kementrian urusan agama. Hirarki pengelolaan zakat di Pakistan puncaknya
berada di CZF, empat Provincial Zakat Fund (negara bagian), 81 Lokal Zakat
Fund, sampai ke tingkat Unit Pengumpulan yang berada di daerah.
Zakat diwajibkan kepada setiap muslim warga negara Pakistan yang hartanya
telah mencapai nisab. Zakat langsung dipotong dari harta muzakki pada item-item
tertentu seperti: pemotongan langsung dari account tabungan dan deposito,
sertifikat deposito, sertifikat investasi, obligasi pemerintah, saham perusahaan dan
polis asuransi. Sedangkan harta lainnya diserahkan kepada muzakki untuk

12
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

11
menunaikannya, seperti zakat uang cash, zakat emas dan perak, zakat
perdagangan, zakat industri, dan sebagainya. Penyaluran zakat di Pakistan
didistribusikan ke delapan asnaf dengan memperhatikan skala prioritas
sebagaimana tertuang dalam naskah Undang-undang: “prioritas utama diberikan
kepada fakir miskin terutama para janda, orang cacat baik dengan cara langsung
atau tidak langsung seperti melalui pendidikan resmi sekolah, pendidikan
keterampilan, rumah sakit, klinik, dan lainnya.”13
4. Yordania. Kerajaan Hasyimite Yordania mengambil inisiatif untuk menetapkan
undang-undang khusus pemungutan zakat pada tahun 1944 M. Yordania
merupakan negara Islam pertama yang melahirkan undang-undang semacam itu,
yaitu UU yang mewajibkan pemungutan zakat di negara Kerajaan Hasyimite
Yordania. Di tahun 1988 ditetapkanlah UU mengenai lembaga amil zakat yang
disebut dengan UU Sunduq az-Zakat tahun 1988. Undang-undang ini memberikan
kekuatan hukum kepada lembaga tersebut untuk mengelola anggaran secara
independen serta hak penuntutan di muka pengadilan. Karenanya, Sunduq az-
Zakat memiliki hak untuk mengeluarkan berbagai macam aturan, juknis, dan
juklak agar semakin efektif dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan zakat.
Sunduq zakat Yordania dalam operasionalnya mendayagunakan kelompok kerja
yang tersebar di seluruh Yordania. Kelompok ini disebut Lajnah az-Zakat (Komisi
Zakat). Tugas Lajnah az-Zakat di antaranya: memantau kondisi kemiskinan dalam
masyarakat, mendirikan klinik-klinik kesehatan dan medical centre, mendirikan
pusat pendidikan bagi pengangguran, mendirikan proyek-proyek investasi, dan
mendirikan pusat-pusat garmen (home industri).14
5. Kuwait. Undang-undang pendirian lembaga pemerintah yang bertugas mengurusi
pengelolaan zakat di Kuwait disahkan, disetujui parlemen, dan diterbitkan sebagai
undang-undang pendirian Bait az-Zakat dengan nomor 5/82 tertanggal 21 Rabi’ul
Awwal 1403 H atau bertepatan pada tanggal 16 Januari 1982 M. Bait az-Zakat
memiliki Dewan Direksi yang dipimpin langsung Menteri Waqaf dan Urusan
Islam dengan anggota: wakil Kementrian Waqaf dan Urusan Islam, wakil

13
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021
14
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

12
Kementrian Sosial dan Tenaga Kerja, Direktur Utama Institusi Jaminan Sosial,
kepala rumah tangga istana, enam warga Kuwait yang memiliki pengalaman dan
keahlian di bidangnya yang tidak menjabat di instansi pemerintah yang ditentukan
oleh pemerintah melalui sidang kabinet dengan masa jabatan 3 tahun dan bisa
diperpanjang.
Bait az-Zakat Kuwait konsen dengan perencanaan strategis sejak pendiriannya.
Mereka meyakini pentingnya perencanaan dalam mengantarkan lembaga pada
sasaran-sasaran dan tujuan di masa mendatang. Hal tersebut dilakukan dengan
menempuh cara dan metodologi ilmiah, serta kajian yang terencana. Aktivitas
perencanaan di Baituz Zakat berkembang sesuai dengan perkembangan
manajemen dan cara kerja di dalamnya. Pada saat ini, hal tersebut bertumpu pada
para pegawai yang ahli dalam merumuskan strategi dengan menggunakan
panduan dan metodologi perencanaan strategis yang paling mutakhir.15
6. Malaysia. Di Malaysia, setiap negeri mempunyai Majlis Agama Islam yang telah
diberi kuasa oleh Pemerintah untuk mengurusi masalah Islam, termasuk urusan
wakaf dan zakat. Majlis Agama Islam terdapat di 13 negeri (yaitu Selangor, Johor,
Perak, Terengganu, Pilau Pinang, Kelantan, Pahang, Negeri Sembilan, Kedah,
Melaka, Serawak, Sabah, dan Perlis) dan di 1 Wilayah Persekutuan (yaitu, Kuala
Lumpur, Labuan, dan Putrajaya) yang dikoordinasikan oleh Kantor Perdana
Menteri yang membawahi direktorat Kemajuan Islam dan memainkan peranan
utamanya untuk nasional, serta mewakili Malaysia untuk tingkat internasional
dalam urusan agama.
Di bawah Majlis Agama Islam terdapat organisasi atau kantor yang bertanggung
jawab untuk zakat dan wakaf. Salah satunya adalah Pusat Pungutan Zakat (PPZ).
PPZ ini pertama kali beroperasi pada 1 Januari 1991. Manajemen PPZ berada di
bawah perusahaan Hartasuci Sdn. Bhd., yang bertanggung jawab akan manajemen
PPZ di hadapan Majlis Agama Islam. Antara Hartasuci dan Majlis Agama Islam
terdapat ikatan kontrak perjanjian, yaitu memberi kuasa untuk manajemen PPZ
dan sekaligus menjadi amil zakat. Kontrak tersebut meliputi beberapa hal seperti
tugas Hartasuci dan peraturan-peraturan yang harus diikuti oleh Hartasuci sebagai
pihak yang menjalankan manajemen PPZ dan amil zakat. Fungsi utama PPZ ialah

15
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

13
mencari muzakki baru, menjaga kontinuitas pembayarannya, memberi penerangan
seputar zakat, menghimpun zakat, mengeluarkan resi zakat kepada pembayar,
membuat laporan harian, bulanan, dan tahunan, membina loket- loket baru dan
saluran-saluran baru untuk pembayaran zakat agar lebih memudahkan pembayar
zakat, dan menambah aset PPZ dari lebihan upah amil setelah ditolak semua
perbelanjaan.16
Pendistribusian zakat di Wilayah Persekutuan sebagai contoh, melalui program-
program bantuan langsung untuk Fakir dan Miskin semisal bantuan makanan,
bantuan keuangan, bantuan medis, sekolah, seragam sekolah, kontrak rumah,
bencana alam, pernikahan dan usaha. Bantuan tidak langsung dapat berbentuk
pemberian manfaat tidak langsung, seperti Institut Kemahiran Baitulmal (IKB)
yang giat melakukan pembinaan, pelayanan pelatihan keterampilan untuk fakir
miskin. Sedangkan Komplek Kebajikan Darus Sa’adah merupakan tempat
perlindungan dan pendidikan bagi mu’allaf, janda, dan fakir miskin. Institut
Profesional Baitulmal (IPB) juga memberikan pendidikan profesional setingkat
perguruan tinggi kepada anak-anak fakir miskin, di samping hotel dan rumah sakit
yang mereka miliki.17

E. Pengelolaan Zakat Di Indonesia


1. Masa Kerajaan Islam
Pengelolaan zakat pada masa kerajaan-kerajaan Islam, kemungkinannya,
memiliki spirit modern yang kuat. Zakat dimaknai sebagai sebuah “semangat
(spirit)” yang memanifestasi dalam bentuk pembayaran pajak atas negara.
Seorang cendikiawan muslim kontemporer Indonesia, Masdar F. Mas’udi,
mengatakan, “zakat pada mulanya adalah upeti sebagaimana umumya berlaku
dalam praktik ketatanegaraan zaman dulu. Hanya saja, upeti yang secara nyata
telah membuat rakyat miskin semakin tenggelam dalam kemiskinannya, dengan
spirit ‘zakat’, lembaga upeti itu justru harus menjadi sarana yang efektif bagi
pemerataan dan penyejahteraan kaum miskin. Dengan kata lain, lembaga upeti
yang semula menjadi sumber kedhaliman, dengan spirit zakat harus
ditransformasikan menjadi wahana penciptaan keadilan.”

16
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021
17
Ibid

14
“Zakat” sebagai konsep keagamaan, di satu pihak, dan “pajak” sebagai konsep
keduniawian, di pihak lain, bukanlah hubungan dualisme yang dikotomis
melainkan hubungan keesaan wujud yang dialektis. Zakat bukan sesuatu yang
harus dipisahkan, diparalelkan, dan apalagi dipersaingkan dengan “pajak”,
melainkan justru merupakan sesuatu yang harus disatukan sebagaimana
disatukannya roh dengan badan atau jiwa dengan raga. “Zakat” merasuk ke dalam
“pajak” sebagai ruh dan jiwanya, sedangkan “pajak” memberi bentuk pada
“zakat” sebagai badan atau raga bagi proses pengejewantahannya. Memisahkan
zakat dari pajak adalah sama halnya dengan memisahkan spirit dari tubuhnya,
memisahkan bentuk dari essensinya.
Pemaknaan zakat dan pajak yang sangat modernis semacam itu dapat kita lihat
penerapannya pada masa kerajaan- kerajaan Islam Nusantara. Pada masa Kerajaan
Islam Aceh, misalnya, masyarakat menyerahkan zakat-zakat mereka kepada
negara yang mewajibkan zakat/pajak kepada setiap warga negaranya. Kerajaan
berperan aktif dalam mengumpulkan pajak-pajak tersebut, dan kerajaan
membentuk sebuah badan yang ditangani oleh pejabat-pejabat kerajaan dengan
tugas sebagai penarik pajak atau zakat. Pemungutan pajak ini dilakukan di pasar-
pasar, muara-muara sungai yang dilintasi oleh perahu- perahu dagang, dan
terhadap orang-orang yang berkebun, berladang, atau orang yang menanam di
hutan. Karena itulah, banyak sekali macam dan jenis pajak yang diberlakukan
pada setiap sumber penghasilan dan penghidupan warganya.
Kantor pembayaran pajak ini pada masa kekuasaan kerajaan Aceh berlangsung di
masjid-masjid. Seorang imeum dan kadi (penghulu) ditunjuk untuk memimpin
penyelenggaraan ritual-ritual keagamaan. Penghulu berperan besar dalam
mengelola keuangan masjid yang bersumber melalui zakat, sedekah, hibah,
maupun wakaf.
Sebagaimana kerajaan Aceh, Kerajaan Banjar juga berperan aktif dalam
mengumpulkan zakat dan pajak. Pajak tersebut dikenakan pada seluruh warga
negara (warga kerajaan), baik yang pejabat, petani, pedagang, atau pun lainnya.
Jenis-jenis pajak yang berlaku pada masa itu juga bermacam-macam, seperti pajak
kepala, pajak tanah, pajak padi persepuluh, pajak pendulangan emas dan berlian,
pajak barang dagangan dan pajak bandar. Yang menarik dicatat di sini, penarikan
pajak terhadap hasil-hasil bumi dilakukan setiap tahun sehabis musim panen,
dalam bentuk uang atau hasil bumi. Semua ini sesuai dengan praktek pembayaran
15
zakat pertanian dalam ajaran Islam. Pembayaran pajak di kerajaan Banjar ini
diserahkan kepada badan urusan pajak yang disebut dengan istilah Mantri Bumi.
Orang-orang yang bekerja di Mantri Bumi ini berasal dari warga kerajaan biasa
namun memiliki skill dan keahlian yang mumpuni di bidangnya, oleh karena itu
mereka diangkat menjadi pejabat kerajaan.18
2. Masa Kolonialisme
Ketika bangsa Indonesia sedang berjuang melawan penjajahan Barat dahulu,
zakat berperan sebagai sumber dana bagi perjuangan kemerdekaan tersebut.
Setelah mengetahui fungsi dan kegunaan zakat yang semacam itu, Pemerintah
Hindia Belanda melemahkan sumber keuangan dan dana perjuangan rakyat
dengan cara melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi
mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda ini
menjadi batu sandungan dan hambatan bagi terselenggaranya pelaksanaan zakat.
Namun kemudian, pada awal abad XX, diterbitkanlah peraturan yang tercantum
dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari
1905. Dalam pengaturan ini Pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi
mencampuri urusan pengelolaan zakat, dan sepenuhnya pengelolaan zakat
diserahkan kepada umat Islam.19
3. Masa Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi perhatian
para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi
Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat pada pasal-pasal dalam UUD 1945 yang
berkaitan dengan kebebasan menjalankan syariat agama (pasal 29), dan pasal 34
UUD 1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara negara. Kata-kata fakir miskin yang dipergunakan dalam pasal tersebut
jelas menunjukkan kepada mustahiq zakat (golongan yang berhak menerima
zakat). Pada tahun 1951 Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor:
A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah.
Kementerian Agama melakukan pengawasan supaya pemakaian dan pembagian

18
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021
19
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

16
hasil pungutan zakat berlangsung menurut hukum agama.Kementerian Agama
mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat
dan Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (RPPPUU) tentang
Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta Pembentukan Baitul Mal
pada tahun 1964. Sayangnya, kedua perangkat peraturan tersebut belum sempat
diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun kepada Presiden.
Perhatian Pemerintah terhadap lembaga zakat ini mulai meningkat sekitar tahun
1968. Saat itu diterbitkanlah peraturan Menteri Agama Nomor 4 tentang
Pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor 5/1968 tentang pembentukan Baitul
Mal (Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/ kotamadya.
Namun pada tahun tersebut, Menteri Keuangan menjawab putusan Menteri
Agama dengan menyatakan bahwa peraturan mengenai Zakat tidak perlu
dituangkan dalam Undang- undang, cukup dengan Peraturan Menteri Agama saja.
Karena ada respons demikian dari Menteri Keuangan, maka Menteri Agama
mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1968, yang berisi penundaan pelaksanaan
Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 1968 di atas.20
4. Masa Orde Baru
Kepemimpinan Presiden Soeharto memberikan sedikit angin segar bagi umat
Islam dalam konteks penerapan zakat ini. Sesuai anjuran Presiden dalam
pidatonya saat memperingati Isra’ Mi’raj di Istana Negara tanggal 22 Oktober
1968 maka dibentuklah Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) yang
dipelopori oleh Pemerintah Daerah DKI Jaya. Sejak itulah, secara beruntun badan
amil zakat terbentuk di berbagai wilayah dan daerah seperti di Kalimantan Timur
(1972), Sumatra Barat (1973), Jawa Barat (1974), Aceh (1975), Sumatra Selatan
dan Lampung (1975), Kalimantan Selatan (1977), dan Sulawesi Selatan dan Nusa
tenggara Barat (1985). Perkembangan zakat pada masa Orde Baru ini tidak sama
di setiap daerahnya. Sebagian masih pada tahapan konsep atau baru ada di tingkat
kabupaten seperti Jawa Timur. Atau ada pula yang hanya dilakukan oleh Kanwil
Agama setempat. Karena itulah, mekanisme penarikan dana oleh lembaga zakat
ini bervariasi. Di Jawa Barat hanya terjadi pengumpulan zakat fitrah saja. Di DKI
Jaya terjadi pengumpulan zakat, ditambah dengan infaq dan shadaqah. Dan di

20
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

17
tempat-tempat lain masih meniru pola pada masa awal penyebaran Islam, yakni
menarik semua jenis harta yang wajib dizakati.
Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984
tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang
pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan
Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April 1984. Pada tanggal 12 Desember 1989
dikeluarkan Instruksi Menteri Agama 16/1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq,
dan Shadaqah yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama untuk
membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat,
infaq, dan shadaqah agar menggunakan dana zakat untuk kegiatan pendidikan
Islam dan lainnya. Pada tahun 1991 dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang
Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang kemudian
ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun 1991 tentang
Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah dan
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum
Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah.21
5. Masa Reformasi
Terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru kepada umat Islam,
yakni kesempatan emas untuk kembali menggulirkan wacana RUU Pengelolaan
Zakat yang sudah 50 tahun lebih diperjuangkan. Komisi VII DPR-RI yang
bertugas membahas RUU tersebut. Penggodokan RUU memakan waktu yang
sangat panjang, hal itu disebabkan perbedaan visi dan misi antara pemerintah dan
anggota DPR. Satu pihak menyetujui apabila persoalan zakat diatur berdasarkan
undang-undang. Sementara pihak lain tidak menyetujui dan lebih mendorong
supaya pengaturan zakat diserahkan kepada masyarakat. Pada tahun 1999
Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikeluarkan
oleh pemerintah. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berusaha
memajukan kesejahteraan sosial dan perekonomian bangsa dengan menerbitkan
Undang-ndang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian
dikeluarkan pula Keputusan Menteri Agama nomor 581 tahun 1999 tentang

21
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

18
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur
Jendral Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Zakat.
Semua undang-undang yang diterbitkan di atas bertujuan untuk menyempurnakan
sistem pengelolaan zakat. Seperti pada masa prakemerdekaan zakat sebagai
sumber dana perjuangan, maka pada era reformasi ini zakat diharapkan mampu
mengangkat keterpurukan ekonomi bangsa akibat resesi ekonomi dunia dan krisis
multidimensi yang datang melanda. Bahkan sebagian pihak menilai bahwa
terbentuknya undang-undang pengelolaan zakat di Indonesia merupakan catatan
yang patut dikenang oleh umat Islam selama periode Presiden B.J. Habibie.22
6. Pengelolaan Zakat dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999
Pelaksanaan zakat yang telah berlangsung selama ini di Indonesia dirasakan
belum terarah. Hal ini mendorong umat Islam melaksanakan pemungutan
zakat dengan sebaik-baiknya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk
mewujudkannya, baik oleh badan-badan resmi seperti Departemen Agama,
Pemerintah Daerah, maupun oleh para pemimpin Islam dan organisasi- organisasi
Islam swasta. Pengelolaan zakat yang bersifat nasional semakin intensif setelah
diterbitkannya Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Undang-undang inilah yang menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di
Indonesia. Sebagai konsekuensinya, pemerintah (mulai dari pusat sampai daerah)
wajib memfasilitasi terbentuknya lembaga pengelola zakat, yakni Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) untuk tingkat pusat, dan Badan Amil Zakat Daerah
(BAZDA) untuk tingkat daerah. BAZNAS ini dibentuk berdasarkan Kepres No.
8/2001 tanggal 17 Januari 2001.
Secara garis besar undang-undang zakat di atas memuat aturan tentang
pengelolaan dana zakat yang terorganisir dengan baik, transparan dan profesional,
serta dilakukan oleh amil resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Secara periodik
akan dikeluarkan jurnal, sedangkan pengawasannya akan dilakukan oleh ulama,
tokoh masyarakat dan pemerintah. Apabila terjadi kelalaian dan kesalahan dalam
pencatatan harta zakat, bisa dikenakan sanksi bahkan dinilai sebagai tindakan
pidana. Dengan demikian, pengelolaan harta zakat dimungkinkan terhindar dari

22
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

19
bentuk- bentuk penyelewengan yang tidak bertanggungjawab.
Di dalam undang-undang zakat tersebut juga disebutkan jenis harta yang dikenai
zakat yang belum pernah ada pada zaman Rasulullah saw., yakni hasil pendapatan
dan jasa. Jenis harta ini merupakan harta yang wajib dizakati sebagai sebuah
penghasilan yang baru dikenal di zaman modern. Zakat untuk hasil pendapat ini
juga dikenal dengan sebutan zakat profesi. Dengan kata lain, undang-undang
tersebut merupakan sebuah terobosan baru. BAZNAS memiliki ruang lingkup
berskala nasional yang meliputi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di Departemen,
BUMN, Konsulat Jendral dan Badan Hukum Milik Swasta berskala nasional.
Sedangkan ruang lingkup kerja BASDA hanya meliputi propinsi tersebut. Alhasil,
pasca diterbitkannya UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka
pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah, yakni Badan Amil Zakat (BAZ)
yang dibentuk Pemerintah bersama masyarakat dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang terhimpun dalam ormas-ormas
maupun yayasan-yayasan.
Hadirnya undang-undang di atas memberikan spirit baru. Pengelolaan zakat
sudah harus ditangani oleh Negara seperti yang pernah dipraktekkan pada masa
awal Islam. Menurut ajaran Islam, zakat sebaiknya dipungut oleh negara, dan
pemerintah bertindak sebagai wakil dari golongan fakir miskin untuk memperoleh
hak mereka yang ada pada harta orang-orang kaya. Hal ini didasarkan pada sabda
Nabi saw. kepada Mu‘az ibn Jabal bahwa penguasalah yang berwenang mengelola
zakat. Baik secara langsung maupun melalui perwakilannya, pemerintah bertugas
mengumpulkan dan mebagi-bagikan zakat.23

7. Fatwa MUI tentang Masalah Zakat

Tahun 1982

Beberapa fatwa tentang persoalan zakat pada tahun 1982, yaitu:

1. Intensifikasi Pelaksanaan Zakat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam


sidangnya pada tanggal 1 Rabi’ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 26
Januari 1982 M, menetapkan:

23
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-footnote-dari-jurnal/ , diakses 21
Mei 2021

20
a. Penghasilan dari jasa dapat dikenakan zakat apabila sampai nisab dan
haul.
b. Yang berhak menerima zakat hanya delapan ashnaf yang tersebut dalam
Alquran pada surat at-Taubah ayat 60. Apabila salah satu ashnaf tidak ada,
bagiannya diberikan kepada ashnaf yang ada.
c. Untuk kepentingan dan kemaslahatan umat Islam, maka yang tidak dapat
dipungut melalui saluran zakat, dapat diminta atas nama infaq atau
shadaqah.
d. Infaq dan shadaqah yang diatur pungutannya oleh Ulil Amri, untuk
kepentingan tersebut di atas, wajib ditaati oleh umat Islam menurut
kemampuannya.
2. Men-tasharuf-kan Dana Zakat untuk Kegiatan Produktif dan Kemaslahatan
Umum
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 8
Rabi’ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 2 Februari 1982 M, setelah
melalui mekanisme menetapkan:
a. Zakat yang diberikan kepada fakir miskin dapat bersifat produktif.
b. Dana zakat atas nama Sabilillah boleh di-tasharuf-kan guna keperluan
maslahah ’ammah (kepentingan umum).

Tahun 1996

Beberapa fatwa tentang persoalan zakat pada tahun 1996, yaitu Pemberian
Zakat untuk Beasiswa. Sebagaimana tertuang dalam Lampiran Surat Fatwa Majelis
Ulama Indonesia tentang Pemberian Zakat Untuk Beasiswa Nomor Kep.
120/MU/II/1996. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia menyampaikan bahwa
pada hari Sabtu tanggal 20 Ramadhan 1416 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 10
Februari 1996 Miladiyah, dilanjutkan pada hari Rabu 24 Ramadhan 1416 Hijriah,
bertepatan tanggal 14 Februari 1996 Miladiyah, Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia telah bersidang untuk membahas pemberian zakat untuk beasiswa yaitu:
Bagaimana hukum pemberian zakat untuk keperluan pendidikan khususnya
pemberian beasiswa?
Sehubung dengan masalah tersebut sidang merumuskan sebagai berikut:
Memberikan uang zakat untuk keperluan pendidikan, khusunya dalam bentuk
beasiswa, hukumnya adalah sah, karena termasuk dalam ashnaf fi sabilillah, yaitu

21
bantuan yang dikeluarkan dari dana zakat berdasarkan Alquran surat AtTaubah ayat
60 dengan alasan bahwa pengertian fi sabilillah menurut Sebagian ulama fiqh dari
beberapa mazhab dan ulama tafsir adalah “lafaznya umum”.
Sidang memberikan pertimbangan bahwa pelajar/ mahasiswa/ sarjana muslim,
penerima zakat beasiswa, hendaknya:
1. Berprestasi akademik.
2. Diprioritaskan bagi mereka yang kurang mampu.
3. Mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia.

Tahun 2003
1. Fatwa tentang persoalan zakat pada tahun 2003, yaitu:
Zakat Penghasilan. Hal ini tertuang dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3
Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan.
a. Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain- lain yang diperoleh
dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan,
maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta
pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
b. Hukum
Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat
telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.
c. Waktu Pengeluaran Zakat
1) Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup
nishab.
2) Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama
satu tahun, kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah
cukup nishab.
d. Kadar Zakat
Kadar zakat penghasilan adalah 2,5%
2. Penggunaan Dana Zakat untuk Istitsmar
Hal ini tertuang dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Investasi). MUI menetapkan:

22
a) Zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik dari muzaki
kepada amil maupun dari amil kepada mustahik.
b) Penyaluran (tauzi'/ distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahiq, walaupun
pada dasarnya harus fauriyah, dapat di-ta'khir-kan apabila mustahiqnya belum
ada atau ada kemaslahatan yang lebih besar.
c) Maslahat ditentukan oleh Pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan
kemaslahatan sehingga maslahat tersebut merupakan maslahat syar'iyah
d) Zakat yang di-ta 'khir-kan boleh diinvestasikan (istitsmar) dengan syarat-
syarat sebagai berikut:
i. Hams disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh Syariah dan
peraturan yang berlaku (althuruq al-masyru 'ah)
ii. Diinvestasikan pada bidangbidang usaha yang diyakini akan
memberikan keuntungan atas dasar studi kelayakan.
iii. Dibina dan diawasi oleh pihakpihak yang memiliki kompetensi.
iv. Dilakukan oleh institusil lembaga yang profesional dan dapat
dipercaya (amanah).
v. Izin investasi (istitsmar) hams diperoleh dari Pemerintah dan
Pemerintah harus menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit.
vi. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang
tidak bisa ditunda pada saat harta zakat itu diinvestasikan.
vii. Pembagian zakat yang di-ta'khirkan karena diinvestasikan harus
dibatasi waktunya.

Tahun 2009
Pada tahun ini pembahasan masalah zakat menghasilkan fatwa MUI yang berupa
Keputusan Komisi B1 Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia III tentang Masail
Fiqhiyyah Mu’ashirah (Masalah Fikih Kontemporer) pada 26 Januari 2009/ 29 Muharram
1430 H
Ketentuan Hukum
1. Defenisi, Tugas, dan Fungsi, Kewajiban, dan Hak-hak Amil
a. Definisi ‘amil adalah seseorang atau sekelompok orang yang ditunjuk/ disahkan
oleh pemerintah untuk mengurus zakat,
b. Tugas ‘amil adalah memungut (dari orang kaya) dan menyalurkan kepada
mustahiq,
23
c. Fungsi ‘amil adalah sebagai pelaksana segala kegiatan urusan zakat yang meliputi
pengumpulan, pencatatan (administrasi),dan pendistribusian,
d. kewajiban ‘amil adalah melakukan pencacatan data muzakki, para mustahiq,
memungut atau menerima, mengetahui jumlah dan besarnya kebutuhan mustahiq
dan menyerahkan harta zakat dengan baik dan benar,
e. hak ‘amil adalah menerima bagian dari harta zakat untuk melaksanakan seluruh
tugas-tugasnya maksimal seperdelapan (12,5%) dari harta zakat, dan jika ada
kekurangan boleh diambilkan dana di luar zakat.
f. Amil tidak boleh meminta ongkos di luar hak-hak (bagian) amil karena amil tidak
boleh menerima pemberian hadiah dari muzakki apalagi meminta ongkos di luar
hak amil meskipun untuk operasional amil.
2. Amil tidak boleh memberikan hadiah kepada muzakki yang berasal dari harta zakat.
Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzakki dalam kaitan tugasnya
sebagai amil.
3. Biaya yang ditimbulkan karena tugas penyaluran zakat baik langsung atau tidak
langsung bersumber dari porsi bagian amil. Apabila tidak mencukupi dapat diambil
dari dana di luar zakat.
4. Perusahaan yang telah memenuhi syarat wajib zakat, wajib mengeluarkan zakat, baik
sebagai syakhshiyyah i'tibariyyah ataupun sebagai pengganti (wakil) dari pemegang
saham.

Tahun 2011
1. Fatwa MUI tentang Amil Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat,
yaitu:
a. Amil zakat adalah:
1) Seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk
mengelola pelaksanaan ibadah zakat; atau
2) Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan
disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.
b. Amil zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Beragama Islam
2) Mukallaf (berakal dan baligh);
3) Amanah;

24
4) Memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum zakat dan hal lain yang
terkait dengan tugas amil zakat.
c. Amil zakat memiliki tugas:
1) Penarikan/pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib zakat,
penentuan objek wajib zakat, besaran nisab zakat, besaran tarif zakat, dan
syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek wajib zakat;
2) Pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta, pemeliharaan, serta
pengamanan harta zakat; dan
3) Pendistribusian zakat yang meliputi penyaluran harta zakat agar sampai
kepada mustahik zakat secara baik dan benar, dan termasuk pelaporan.
d. Pada dasarnya, biaya operasional pengelolaan zakat disediakan oleh Pemerintah
(ulil amr).
e. Dalam hal biaya operasional tidak dibiayai oleh Pemerintah, atau disediakan
Pemerintah tetapi tidak mencukupi, maka biaya operasional pengelolaan zakat
yang menjadi tugas amil diambil dari dana zakat yang merupakan bagian amil
atau dari bagian Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, atau diambil dari dana di
luar zakat.
f. Kegiatan untuk membangun kesadaran berzakat seperti iklan dapat dibiayai dari
dana zakat yang menjadi bagian amil atau Fi Sabilillah dalam batas kewajaran,
proporsional dan sesuai dengan kaidah syariat Islam.
g. Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta dalam
tugasnya sebagai amil tidak berhak menerima bagian dari dana zakat yang
menjadi bagian amil. Sementara amil zakat yang tidak memperoleh gaji dari
negara atau lembaga swasta berhak menerima bagian dari dana zakat yang
menjadi bagian amil sebagai imbalan atas dasar prinsip kewajaran
h. Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzaki dalam kaitan tugasnya sebagai
amil.
i. Amil tidak boleh memberi hadiah kepada muzaki yang berasal dari harta zakat.

F. Pengelolaan Wakaf Di Indonesia


1. Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif

25
Sebelum lahir UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf. Perwakafan di Indonesia
diatur dalam PP No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik dan sedikit
tercover dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan pokok agraria. Untuk
konstek Indonesia, lembaga wakaf yang secara kusus akan mengelola dana wakaf
dan beroperasi secara nasional itu berupa Badab Wakaf Indonesia (BWI). Tugas
dari lembaga ini adalh mengkoordinir nazhir-nazhir ( membina) yang sudah ada
atau mengelola secara mandiri terhadap harta wakaf yang dipercayakan
kepadanya, Kususnya wakaf tunai. Untuk mendukung keberhasilan
pengembangan aspek produktif dari dana wakaf tunai, perlu diarah kan model
pemanfaatan dana tersebut kepada sektor usaha yang produktif dan lembaga usaha
yang memiliki reputasi yang baik. Salah satunya dengan membentuk dan menjalin
kerjasama dengan perusahaan modal ventura.24
2. Program Pengelolaan Wakaf Produktif
Program jangka pendek. Dalam rangka mengembangkan tanah wakaf secara
produktif, satu hal yang dilakukan olah pemerintah dalam program jangka pendek
adalah membentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI). Keberadaan badan wakaf
Indonesia mempunyai posisi yang sangat strategis dalam memperdayakan wakaf
secara produktif. Pembentukan BWI bertujuan untuk menyelenggarakan
koordinasi dengan nazhir dan Pembina manajemen wakaf secara nasional maupun
internasional.
Program jangka menengah dan Panjang. Dengan mengembangkan lembaga-
lembaga nazhir yang sudah ada agar lebih professional dan amanah. Dalam rangka
upaya tersebut, badan wakaf Indonesia yang berfungsi sebagai mengkoordinir
lembaga perwakafan harus memberikan dukungan manajemen bagi pelaksanaan
pengelolaan tanah-tanah produktif seperti :
a. Dukungan sumber daya manusia
b. Dukungan advokasi
c. Dukungan keuangan

24
Choiriyah, Februari 2017. “Wakaf Produktif dan Tata Cara Pengelolaanya”. Jurnal Islamic Banking,
Volume 2, No. 2. https://media.neliti.com/media/publications/287380-wakaf-produktif-dan-tata-cara-
pengelolaa-193a89b4.pdf , diakses 21 Mei 2021

26
d. Dukungan pengawasan25

3. Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif


Tanah-tanah wakaf produktif yang sudah inventarisir oleh Departemen Agama RI
yang meliputi seluruh Indonesia dapat diberdayakan secara maksimal dalam
bentuk :
a. Asset wakaf yang menghasilkan produk barang atau jasa
b. Asset wakaf yang berbentuk investasi usaha
Studi kasus ini merupakan perumpamaan dalam pemberdayaan tanah wakaf yang
berada dalam wilayah yang sangat strategis secara ekonomis. Di atas tanah (yang
kemungkinan bersetatus wakaf) tersebut berdiri sebuah Masjid Jami’ berlantai
dua yang terhitung cukup elit, lantai satu di sewakan untuk resepsi perkawinan
dan pertemuan, sementara lantai dua untuk kegiatan ibadah. Tanah (wakaf) yang
di atasnya berdiri sebuah masjid berlantai dua tersebut berada dalam wilayah
yang sangat strategis secara ekonomi. Oleh karena itu, pemberdayaan tanah
tersebut dengan membuat sebuah rancangan gedung bisnis Islam (wakaf Center)
berlantai +15 yang memiliki level setara dengan gedung-gedung yang berada di
sekitarnya dibawah naungan Nazhir wakaf (pengelola) professional menjadi
sebuah keniscayaan.26
4. Tujuan Kepengurusan Wakaf Produktif
Kepengurusan wakaf adalah kepengurusan yang memberikan pembinaan dan
pelayanan terhadap sejumlah harta yang dikhususkan untuk merealisasikan tujuan
tertentu. Tujuan merealisasikan tersebut sebesar mungkin perolehan manfaat
untuk tujuan yang telah ditentukan pada harta tersebut. Untuk itu tujuan
kepengurusan wakaf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kelayakan produksi harta wakaf, sehingga mencapai target
ideal untuk memberi manfaat sebesar mungkin
2. Melindungi pokok-pokok harta wakaf dengan mengadakan pemeliharaan dan

25
Choiriyah, Februari 2017. “Wakaf Produktif dan Tata Cara Pengelolaanya”. Jurnal Islamic Banking,
Volume 2, No. 2. https://media.neliti.com/media/publications/287380-wakaf-produktif-dan-tata-cara-
pengelolaa-193a89b4.pdf , diakses 21 Mei 2021
26
Choiriyah, Februari 2017. “Wakaf Produktif dan Tata Cara Pengelolaanya”. Jurnal Islamic Banking,
Volume 2, No. 2. https://media.neliti.com/media/publications/287380-wakaf-produktif-dan-tata-cara-
pengelolaa-193a89b4.pdf , diakses 21 Mei 2021

27
penjagaan yang baik dalam menginvestasikan harta wakaf
3. Melaksanakan tugas distribusi hasil wakaf dengan baik kepada tujun wakaf
yang telah ditentukan
4. Berpegang teguh pada syarat - syarat wakaf
5. Memberi penjelasan kepada para dermawan dan mendorong mereka untuk
melakukan wakaf baru.27

27
Ibid

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan
zakat. Sejak kedatangan Islam di Nusantara pada awal abad ke 7 M , kesadaran
masyarakat. Tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatnya kesadaran
masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat , meningkatnya
fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Pengelolaan zakat dari zaman klasik hingga modern selalu
mengalami perubahan. Pelaksanaan zakat yang telah berlangsung selama ini di
Indonesia dirasakan belum terarah. Hal ini mendorong umat Islam
melaksanakan pemungutan zakat dengan sebaik-baiknya. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk mewujudkannya, baik oleh badan-badan resmi seperti
Departemen Agama, Pemerintah Daerah, maupun oleh para pemimpin Islam dan
organisasi- organisasi Islam swasta. Pengelolaan zakat yang bersifat nasional
semakin intensif setelah diterbitkannya Undang-undang No. 38 tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat. Undang-undang inilah yang menjadi landasan legal
formal pelaksanaan zakat di Indonesia. Sebagai konsekuensinya, pemerintah
(mulai dari pusat sampai daerah) wajib memfasilitasi terbentuknya lembaga
pengelola zakat, yakni Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk tingkat
pusat, dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat daerah. BAZNAS
ini dibentuk berdasarkan Kepres No. 8/2001 tanggal 17 Januari 2001.
Sebelum lahir UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf. Perwakafan di Indonesia
diatur dalam PP No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik dan sedikit
tercover dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan pokok agraria. Untuk
konstek Indonesia, lembaga wakaf yang secara kusus akan mengelola dana wakaf
dan beroperasi secara nasional itu berupa Badab Wakaf Indonesia (BWI). tujuan
kepengurusan wakaf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kelayakan produksi harta wakaf, sehingga mencapai target ideal
untuk memberi manfaat sebesar mungkin

29
2. Melindungi pokok-pokok harta wakaf dengan mengadakan pemeliharaan dan
penjagaan yang baik dalam menginvestasikan harta wakaf
3. Melaksanakan tugas distribusi hasil wakaf dengan baik kepada tujun wakaf
yang telah ditentukan
4. Berpegang teguh pada syarat - syarat wakaf
5. Memberi penjelasan kepada para dermawan dan mendorong mereka untuk
melakukan wakaf baru.

B. Saran
Menyadari akan jauhnya dari kata sempurna penulis mohon maaf dan berharap akan
ada saran dari penilaian dan pandangan mengenai makalah ini agar dapat dijadikan
acuan bagi sang penulis dalam melengkapi tulisan ini dan motivasi maupun inovasi
untuk pembuatan makalah yang selanjutnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Baznas,Sejarah Pengelolaan Zakat Nasional,di akses dari


https://baznas.garutkab.go.id/sejarah-pengelolaan- zakat-nasional/,pada
Choiriyah, Februari 2017. “Wakaf Produktif dan Tata Cara Pengelolaanya”. Jurnal Islamic
Banking, Volume 2, No. 2. https://media.neliti.com/media/publications/287380- wakaf-
produktif-dan-tata-cara- pengelolaa-193a89b4.pdf
Faisal, Desember 2020. “Sejarah Pengolahan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia”. Jurnal
Analisis, Volume XI, No. 2. https://www.zonamahasiswa.com/cara-membuat-
footnote-dari-jurnal/
Hafidhuddin Didin,Sinergi Pengelolahan Zakat Penting untuk Kemajuan Dunia Zakat,di
akses dari https://forumzakat.org/sinergi-pengelolaan-zakat-penting-untuk-kemajuan-
dunia-zakat/,pada
Muchsin. 2003. ,Hukum Islam dalam perspektif dan prospektif, Indonesia:Al-Ikhlas

31

Anda mungkin juga menyukai