Oleh Kelompok 4 :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ilmiah.
Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Bagaimanapun latarbelakang biografis kita semua, menuntut ilmu
pengetahuan boleh bagi setiap orang, apa lagi menuntut ilmu pengetahuan agama
Islam sangat dianjurkan karena diwajibkan bagi setiap umat Islam menuntut ilmu
agamanya sendiri.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat maupun motivasi terhadap pembaca.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2. Masa Kolonialisme
Ketika bangsa Indonesia sedang berjuang melawan penjajahan Barat dahulu,
zakat berperan sebagai sumber dana bagi perjuangan kemerdekaan tersebut.
Setelah mengetahui fungsi dan kegunaan zakat yang semacam itu, pemerintah
Hindia Belanda melemahkan sumber keuangan dan dana perjuangan rakyat
dengan cara melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi
mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan pemerintah Hindia Belanda ini
menjadi batu sandungan dan hambatan bagi terselenggaranya pelaksanaan
zakat. Namun kemudian, pada awal abad XX, diterbitkanlah peraturan yang
tercantum dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal
28 Februari 1950.3 Dalam pengaturan ini pemerintah Hindia Belanda tidak
akan lagi mencampuri urusan pengelolaan zakat, dan Sepenuhnya
pengelolaan zakat diserahkan kepada umat Islam.
3. Masa Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi
perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun
ekonomi Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat pada pasal-pasal dalam UUD
1945 yang berkaitan dengan kebebasan menjalankan syariat agama pasal 29
dan pasal 34 UUD 1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara negara. Kata-kata fakir miskin yang dipergunakan dalam
pasal tersebut jelas menunjukkan kepada mustahiq golongan yang berhak
menerima zakat.
Pada tahun 1951, Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor:
A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah.
Kementerian Agama melakukan pengawasan supaya pemakaian dan
pembagian hasil pungutan zakat berlangsung menurut hukum agama.
Kementerian Agama mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU)
tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti
3
Adanan Murrah Nasution, ‘Pengelolaan Zakat Di Indonesia’ Journal of Islamic Social
Finance Management, Vol. 1. No. 2 (2020). h. 298.
5
4
Muhammad Ngasifudin, ‘Konsep Sistem Pengelolan Zakat Di Indonesia Pengentas
Kemiskinan Pendekatan Sejarah’ Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia, Vol. 5. No. 2.(2015). h. 244.
6
Negeri Nomor 29 dan 47 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat Infaq dan
Shadaqah.5
5. Masa Reformasi
Terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru kepada umat
Islam, yakni kesempatan emas untuk kembali menggulirkan wacana RUU
Pengelolaan Zakat yang sudah 50 tahun lebih diperjuangkan. Komisi VII
DPR-RI yang bertugas membahas RUU tersebut. Penggodokan RUU
memakan waktu yang sangat panjang, hal itu disebabkan perbedaan visi dan
misi antara pemerintah dan anggota DPR. Satu pihak menyetujui apabila
persoalan zakat diatur berdasarkan undang-undang Sementara pihak lain tidak
menyetujui dan lebih mendorong supaya pengaturan zakat diserahkan kepada
masyarakat.
Pada tahun 1999, Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat dikeluarkan oleh pemerintah. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) berusaha memajukan kesejahteraan sosial dan perekonomian
bangsa dengan menerbitkan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Kemudian dikeluarkan pula Keputusan Menteri Agama
Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun
1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor
D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. 6 Semua
undang-undang yang diterbitkan di atas bertujuan untuk menyempurnakan
sistem pengelolaan zakat. Seperti pada masa pra kemerdekaan zakat sebagai
sumber dana perjuangan, maka pada era reformasi ini zakat diharapkan
mampu mengangkat keterpurukan ekonomi bangsa akibat resesi ekonomi
dunia dan krisis multidimensi yang datang melanda. Bahkan sebagian pihak
menilai bahwa terbentuknya undang-undang pengelolaan zakat di Indonesia
merupakan catatan yang patut dikenang oleh umat Islam.
Kelahiran Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
menjadi sejarah penting dalam sejarah pengelolaan zakat di Indonesia.
5
Saifuddin, ‘Sejarah Pengelolaan Zakat di Indonesia’ Az Zarqa, Vol. 12.No. 2.(2020). h.84.
6
Hidayatina, “Sistem Pengelolaan Zakat Di Kota Lhokseumawe” (SkripsiSarjana; Jurusan
Ekonomi Islam: Lhokseumawe, 2018). h. 35
7
9
Ibid., h.44
9
Ibid., h.45
10
Kementerian Agama RI, Standarisasi Amil Zakat di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal
11
12
Ibid., h.50.
11
13
Ibid., h. 59.
12
14
Ibid.. h. 66.
13
Dengan demikian, paling tidak terdapat dua hal yang patut dijadikan
catatan. Pertama, kenyataan adanya masjid-masjid atau sekolah-sekolah dan
majelis taklim yang selama ini melakukan penghimpunan zakat dari
masyarakat sama sekali tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Bahkan
jika memungkinkan, institusi-institusi sosial tersebut dapat dijadikan sebagai
UPZ. Kedua, kalaupun kemudian masih terdapat banyak muzakki yang
langsung memberikan zakatnya kepada mustahik(direct zakat system), hal itu
pun tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Hanya saja, jika kenyataan
tersebut dibiarkan, visi dan misi zakat untuk mengentaskan kemiskinan dan
memberdayakan umat menjadi sulit terlaksana. Disinilah perlunya BAZNAS,
LAZ, dan juga masyarakat untuk melakukan pendidikan dan penyadaran
publik agar animo dan motivasi berzakat melalui lembaga pengelola zakat
resmi terus mengalami peningkatan.
4. Panitia penerima zakat berbasis masjid
Sejak awal masjid dijadikan pusat kegiatan umat, Rasulullah SAW
membicarakan semua persoalan umat dan negara di masjid, termasuk masalah
pengelolaan zakat dimulai di masjid. Berdasar atas pertimbangan di atas
BAZNAS menggalang perencanaan gerakan memakmurkan masjid melalui
unit pengumpul zakat masjid. Jadi masjid diberdayakan kembali
sebagaimana yang telah dilakukan zaman rasulullah SAW sehingga problem
kemiskinan masyrakat sekitar masjid teratasi oleh jamahnya sendiri.15
Masjid biasanya dikelola oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM),
yaitu organisasi yang menghimpun umat Islam di sekitar masjid dan
merupakan salah satu bentuk dari organisasi dakwah Islamiyah. Dalam
rangka menuju pengelolaan zakat yang berbasis masjid maka BAZNAS
membentuk UPZ Masjid paling tidak diawali di setiap kecamatan masing-
masing satu unti Pengumpul Zakat.
Beda lagi ceritanya kalau panitia penerimanya hanya dari
masjid/musholla saja tidak tergabung ke dalam UPZ maka, panitia Zakat itua
Iwan Wisandani, Model Optimalisasi Pengelolaan Zakat Berbasis Masjid, Syakhsia: Jurnal
15
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah zakat di Indonesia terbagi menjadi lima masa yaitu, pada masa
kerajaan Islam, Masa Kolonialisme, Masa awal kemerdekaan, Masa Orde Baru, dan
Masa Reformasi, yang memiliki cerita tersendiri disetiap masanya.
Secara eksplisit tujuan dari Undang-Undang Pengelolaan Zakat adalah untuk
mendongkrak dayaguna dan hasilguna pengelolaan zakat, infak dan shadaqah di
Indonesia. Karena itu pengelolaan zakat harus dilembagakan (formalisasi) sesuai
dengan syariat Islam. Dan harus memenuhi asas-asas amanah, kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilias sehingga dapat
meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan.
Pengelolaan Zakat di Indonesia ditangani oleh BAZNAS (Tingkat Nasional,
Provinsi, Kab/Kota), LAZ (Lembaga Amil Zakat yang berasal dari masyarakat untuk
membantu Baznas dalam tugasnya), UPZ (Lembaga yang dinaungi langsung oleh
BAZNAS salam penerimaan, pengelolaan, dan penyaluran di plosok-plosok), dan
Panitia penerima zakat berbasis masjid (sebagai wakil dari muzakki untuk menerima
dan menyalurkan ke mustahik tetapi bukan amil zakat).
Zakat Kontemporer Versi Indonesia di Makalah ini meliputi prmbayaran zakat
dengan uang, zakat profesi dan pembayaran zakat lewat aplikasi dengan semakin
berkembangnya teknologi di zaman ini.
B. Saran
Makalah ini masih sangatlah jauh dari sempurna, karena masih banyak
referensi-refesensi yang dapat digunakan. Keterbatasan kemampuan penulislah yang
masih kurang dalam memaksimalkan penulisan ini. Kritik dan saran sangat
diharapkan dari dosen dan rekan-rekan mahasiswa agar penulisan yang akan datang
menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA