Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh
Oleh Kelompok 2 :
Hidayati (2020110814)
PRODI HKI
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran yang di ridhoi
Allah SWT.
Maksud kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ushul Fiqh yang diamanatkan oleh dosen Drs. H. Maslan,S.Pd.I, dengan judul
“Tujuan dan Manfaat Mempelajari Ushul Fiqh, Ruang Lingkup, Sejarah dan Tokoh-
Tokoh”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali
kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan..................................................................................................... 1
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 8
B. Saran...................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 10
iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diketahui bahwa fiqh itu wajib ain hukumnya untuk dipelajari bagi tiap
mukalaf. Sebagai umat Islam tentu wajib melaksanakan kewajibannya untuk
melakukan ibadah yang berbentuk amaliyah.
Fiqh lahir dari ushul fiqh, yakni ushul fiqh adalah pencetus lahirnya hukum
fiqh. Ushul fiqh berperan sebagai penetapan segala hukum fiqh sedangkan fiqh
adalah hasil dari pada ushul fiqh. Ushul fiqh tidak lahir dengan begitu saja, dalam
menetapkan hukum ada peran imam ijtihad yang mensyarahkan nash yang masih
ijmali dan mengeluarkan fatwa hukum yang belum ada pada masa Rasulullah SAW.
Hukum ijtihad tidak terlepas dan melenceng dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
karena tidak sembarangan orang dapat mengijtihadkan hukum dan tentu ada kriteria
yang harus dipenuhi untuk menjadi imam mujtahid. Oleh karena itu kami akan
mencoba menjelaskan tentang tujuan dan manfaat mempelajari ushul fiqh, ruang
lingkup, sejarah, serta tokoh-tokoh ushul fiqh. Mudah-mudahan penjelasan kami
dalam makalah ini dapat menambah wawasan kita dalam belajar ushul fiqh. Kritik
dan saran dari dosen bidang studi serta teman-teman selalu kami harapkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dan manfaat mempelajari ushul fiqh?
2. Ruang lingkup apa saja yang di jelaskan dalam ushul fiqh?
3. Bagaimana sejarah ushul fiqh?
4. Siapa saja tokoh-tokoh dalam ushul fiqh?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja tujuan dan manfaat mempelajari ushul fiqh.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup apa saja yang menjadi pembahasan ushul
fiqh.
3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah ushul fiqh.
4. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh dalam ushul fiqh.
1
PEMBAHASAN
Rachmat syafii mengatakan bahwa benih-benih ushul fiqh sudah ada sejak
zaman rasulullah SAW dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqh
seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman rasulullah dan
sahabat, sebagaimana sejak zaman rasulullah SAW sudah ada ijtihad. Salah satu
hadis yang popular tentang ijtihad yang dilakukan oleh Muadz bin Jabal.
Konsekuensi dari ijtihad ini adalah qiyas, karena penerapan ijtihad dalam persoalan-
persoalan yang bersifat juz’iyah harus dengan qiyas. Contoh qiyas yang dapat
dikemukakan adalah ucapan Ali dan Abd Arrahman Ibnu Auf mengenai hukuman
minum khamr.
Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabiin atau
pada masa al-aimmat al-mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah kaidah istinbath yang
digunakan juga semakin jelas bentuknya. Abu Hanifah misalnya menempuh metode
qiyas dan istishan. Sementara imam malik berpegang pada amalan amalan orang
madinah. Menurutnya, amalan mereka lebih dapat dipercaya daripada hadis ahad.
1
Abdul Wahab Khallaf, op.cit., hlm. 14-15
2
Prof. Dr. H. Satria Effendi, M. Zein, M.A, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 14-15.
2
Perkembangan filosofis telah terjadi sejak masa Rasulullah SAW. Para
sahabat,tabiin, dan periode berikutnya. Adapun ushul fiqh pada masa itu belum
menjadi sebuah disiplin ilmu, tetapi baru merupakan ide dasar lahirnya ushul fiqh.
Pada saat itu umat islam semakin bertambah banyak dan kekuasaan wilayah islam
sampai ke Romawi. Sehingga banyak muncul permasalahan baru yang membutuhksn
jawaban hukum yang jelas dan logis. Para sahabt yang menjadi tempat bertanya para
tabiin semakin berpencar. Umar bin Khattab lebih banyak menetap di Irak, sahabat
lainnya dan tabiin bersebaran dinegeri lainnya. Karena semakin meluasnya umat
islam dan banyaknya permasalahn baru yang membutuhkan jawaban hukumnya,
gagasan untuk melakukan pengkajian ushul fiqh pun semakin besar. Umat islam
membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang dibukukan agar lebih memudahkan upaya
mempelajari dan menerapkannya secara metodologis. Ada yang berpendapat bahwa
ulama mutaqaddimin telah menyusun ilmu ushul fiqh yang kemudian dibukukan
setiap ulama. Golongan hanafiyah misalnya, mengklaim bahwa orang yang pertama
menyusun ilmu ushul fiqh ialah Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad Ibnu Ali
al-Hasan. Alasan mereka adalah Abu Hanifah merupakan orangyang menjelaskan
metode istinbath dalam bukunya. Abu yusuf adalah orang yang pertama menyusun
ushul fiqh dalam madzhab Hanafi. Demikian pula Muhammad Ibnu Al-Hasan telah
usai menyusun kitab fiqh sebelum Asy-syafi’I, bahkan Asy-syafi’I adalah salah
seorang muridnya. Akan tetapi, pernyataan tersebut mendapat kritikan dari Musthafa
Abdul Raziq. Dia berkata bahwa jika dianggap benar Abu Yusuf dan Muhammad
Ibnu Hasan mempunyai kitab ushul fiqh. Hal itu tidak lain hanyalah berdasarkan
kitab yang mendukung metode istishan hanafiyah yang sangat ditentang oleh ahli
hadis. Kalaupun Abu Yusuf diakui sebagai orang pertama yang berbicara ushul fiqh,
tidah salah jika dikatakan bahwa ASy-syafi’I juga merupakan orang yang pertama
menyusunnya menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri yang mengandung kaidah kaidah
untuk rujukan setiap orang yang meng-istinbath hukum.
Begitu pula, syiah imamiyah yang mengklaim bahwa orang pertama yang
menyusun kitab ushul fiqh adalah Muhammad Al-Baqir Ibnu Ali Ibnu Zain Al-
abidin, kemudian diteruskan oleh putranya, Al-ImamAbu Abdillah Ja’far Ash-shadiq.
Pernyataan ini diungkapkan oleh As’ad Haidar bahwa Imam Baqir adalah peletak
3
dasar dan perintis ushul fiqh. Orang pertama yang menyusunny adalah Al-Hisyam
ibnu Al-Hakam yang menulis kitab Al-ahfadz, didalamnya terdapat uraian sangat
penting dalam ilmu ushul. Pendapat tersebut diperjelas oleh Yunus ibnu Ar-Rahman
yang menulis kitab al-Ikhtilaf Al-Hadis wa Masailah yang menguraikan pertentangan
antara dua buah hadis dan masalah perpaduan serta pen-tarjihannya. Setelah itu,
berkembanglah ushul fiqh dengan luas.3
Dalam pembukuan ushul fiqh, menurut rachmat syafii secara garis besar,
terdapat dua teori penulisan.
Kedua, merumuskan kaidah yang dapat menolong seorang mujtahid untuk meng-
istinbath hukum dari sumber hukum syar’i, tanpa terikat oleh pendapat seorang faqih
atau suatu pemahaman yang sejalan dengannya maupun bertentangan. Cara inilah
yang ditempuh Asy-syafi’I dalam kitabnya Ar-Risalah, suatu kitab yang tersusun
secara sempurna dalam bidang ilmu ushul yang independen. Menurut ijma ulama
dalam catatan sejarah, kitab semacam ini belum pernah ada sebelumnya.
4
dari kitab-kitab fiqh ialah Ar-risalah karangan Asy-syafii. Kitab ini dinilai
para ulama sebagai kitab yang bernilai tinggi. Ar-Razi berkata “kedudukan
Asy-Syafi’I dalam ilmu ushul fiqh setingkat dengan kedudukan aristoteles
dalam ilmu manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam dalam ilmu
‘arud. Ulama sebelum Asyafi’I berbicara tentang maslaah –masalah ushul fiqh
dan menjadikannya pengangan, tetapi mereka belum memperoleh kaidah yang
menjadi rujukan dalam mengetahui dalilsyariat dan cara memegangi serta
men-tarjih-kannya; maka datanglah Asy-Syafi’I menyusun ilmu ushul fiqh
yang merupakan kaidah-kaidah umumdan dijadikan rujukan untuk
mengetahui tingkatan tingkatan dalil syar’I, mereka tetap bergantung pada
Asy-Syafii karena Asy-syafiilah yang membukakan jalan untuk pertama
kalinya.
Pada abd ini muncul pula ulama besar yang meletakkan dasar berdirinya
madzhab madzhab fiqh. Para pengikut mereka semakin menunjukkan
perbedaan dalam mengungkapkan pemikiran ushul fiqh dari para imamnya.
Asy-Syafii misalnya, tidak menerima cara penggunaan istishan yang masyhur
dikalangan hanafiyah. Sebaliknya, hanafiyah juga menggunakan cara cara
pengambilan hukum berdasarkan hadis hadis yang dipegang oleh ASy-Syafii.
Sementara itu, kaum al-hadis pada umunya dan kaum zhariyah pengikut Daud
Az-Zhairi pada khususnya, tidak menyetujui metode dari kedua golongan
tersebut, namun golongan terakhir ini mempunyai metode tersendiri dalam
qiyas dan fa’wil. Ikhtilaf dan metode yang dimiliki oleh tiap-tiap aliran yan
disertai dengan sikap saling mengkritik antar satu terhadap lainnya merupakan
salah satu pendorong semangat pengkajian ilmiah yang penuh antusias di
kalangan ulam pada abd ke-3 ini. semangat pengkajian ini berlanjut terus
semakin berkembang pada abad ke-4 H.4
5
memajukan negeriny adengan memperbanyak kaum intelektual, sekaligus
menjadi kebanggan mereka. juga disebsbkan terjadinya desentegralisasi
ekonomi yang membawa daulah daulah kecil itu semakin makmur dan
menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dinegerinya.
Pemikiran fiqh islam pada abad ke-4 ini mempunyai karakteristik
tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri islam. Pemikiran liberal berdasarkan
ijtihad muthlaq berhenti pada abd ini. mereka menganggap para ulama
terdahulu suci dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi
mengeluarkan pemikrannya yang khas kecuali dalam hal hal kecil saja.
Akibatnya akiran-aliran fiqh yang ada semakin mantap eksistensinya apalagi
disertai fanatisme dikalangan penganutnya, hal ini ditandai dengan adanya
kewajiban menganut suatu madzhab tertentu dan larangan melakukan
perpindahan madzhab sewaktu-waktu.5
1. Proses penggalian hukum yang terkandung dalam sumber ajaran islam , yakni
alqur’an dan hadis
2. Proses penetapan hukum suatu objek perbuatan mukallaf
3. Dalil-dalil hukum suatu perbuatan
4. Eksistensi mujtahid sebagai penggali hukum dan dalil syara’
5. Kriteria mujtahid atau syarat-syarat yang harus dimiliki mujtahid
5
Ibid., hal.122
6
6. Metode dan pendekatan yang digunakan oleh para mujtahid dalam melakukan
istinbath hukum
7. Penerapan kaidah-kaidah ushul fiqh yang diterapkan dalam menetapkan
makna suatu nash dan ketentuan hukum yang terdapat dalam maknayang
digali
8. Relevan dan tidaknya diantara kaidah ushul fiqh dan nash nash yang dihadapi
9. Penyelesaian masalah dengan kondisi dalil-dalilyang dipandang bertentangan
lafazh maupun maknanya
10. Barometer atau timbangan bagi benar atau tidaknya proses istinbath hukum.6
6
Boedi Abdullah, ilmu ushul fiqh (Bandung:CV PUSTAKA SETIA,2009) hal.33
7
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan mempelajari ushul fiqh yaitu menerapkan kaidah-kaidah yang
ditetapkan oleh ulama-ulama terdahulu, dan mengetahui lebih mendalam bagaimana
upaya dan metode yang harus ditempuh dalam merumuskan kaidah. Manfaat
mempelajari ushul fiqh yaitu mengetahui dasar-dasar mujtahid masa silam dan
membentuk pendapat fikihnya, memperoleh kemampuan untuk memahami ayat-ayat
hukum dalam Al-Qur’an dan hadits, meng-istinbat-kan hukum dari dua sumber, serta
seseorang akan mampu secara benar dan lebih baik melakukan muqaranat al-
mazahib al-fiqhiyah, studi komparatif antar pendapat ulama fikih dari berbagai
mazhab.
Perkembangan ushul fiqh dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap awal
(abad ke-3 H), tahap perkembangan ( abad ke-4 H), dan tahap penyempurnaan (abad
ke5-6 H). Ruang lingkup ushul fiqh meliputi proses penggalian hukum yang
terkandung dalam sumber ajaran islam , yakni alqur’an dan hadis, proses penetapan
hukum suatu objek perbuatan mukallaf, dalil-dalil hukum suatu perbuatan, eksistensi
mujtahid sebagai penggali hukum dan dalil syara’, kriteria mujtahid atau syarat-syarat
yang harus dimiliki mujtahid ,metode dan pendekatan yang digunakan oleh para
mujtahid dalam melakukan istinbath hukum , penerapan kaidah-kaidah ushul fiqh
yang diterapkan dalam menetapkan makna suatu nash dan ketentuan hukum yang
terdapat dalam maknayang digali, relevan dan tidaknya diantara kaidah ushul fiqh
dan nash nash yang dihadapi , penyelesaian masalah dengan kondisi dalil-dalilyang
dipandang bertentangan lafazh maupun maknanya ,serta barometer atau timbangan
bagi benar atau tidaknya proses istinbath hukum.Tokoh-tokoh ushul fiqh yaitu Imam
Syafi’I, Imam Baihaqi, dan Imam Al-Ghazali.
B. Saran
Demikian makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Ushul
Fiqh. Semoga dapat menambah wawasan tentang tujuan dan manfaat mempelajari
ushul fiqh, ruang lingkup, sejarah, serta tokoh-tokoh ushul fiqh. Kami menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih memerlukan penyempurnaan. Oleh karenanya
8
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat dalam membuka
lebih jauh wawasan pengetahuan pembaca.
9
DAFTAR PUSTAKA
Abd al- Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, Beirut: Muassasat al-Risalah, 1985.
10