Anda di halaman 1dari 11

PERIODE MASA KESEMPURNAAN ILMU FIQIH

DOSEN PENGAMPU: Andi Intan Cahyani S.Ag, M.Ag

Disusun oleh:
Kelompok 7
ACHMAD DZACKY SUBAIR 11000123039
ANILASTI APRIANTI 11000123038
SYAHRUL ALDIANSYAH 11000123026
NURUL AULIA 11000123010

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2023/2024
Kata pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena berkat Rahmatdan
Hidayah-Nya lah sehingga makalan ilmu fiqh ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata
kuliahilmu fiqh, lebih tepatnya mengenai sejarah perkembangan ilmu fiqh.
Didalammakalah ini dibahas mengenai sejarah perkembangan ilmu fiqh
khususnya pada periode pembinaan/penyempurnaan yang meliputi penulisan
dan pembukuan ilmufiqh, pesatnya gerakan ijtihad dan berbagai hal
lainnya yang berhubungan dengansejarah perkembangan ilmu fiqh pada
periode pembinaan/penyempurnaan. Tujuanmakalah ini dibuat adalah sebagai
bahan diskusi pada mata kuliah ilmu fiqh.Kami berterimah kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagimasyarakat luas, dan digunakan sebagaimana
mestinya. Dan kami pun menyadari
„‟tak ada gading yang tak retak‟‟ dalam pembuatan makalah ini terdapat
kekurangan-kerungan, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik/saran
dariibu dosen dan teman-teman sekalian guna membantu penyempurnaan
makalah ini.Sekian, Terimah kasih

Gowa,
Penyusun,

Kelompok 7
DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………1
Daftar isi………………………………………………………….2

BAB I
Pendahuluan
A, Latar belakang…………………………………………………3
B, Tujuan …………………………………………………………3
C, Permasalahan …………………………………………………..3

BAB II
Pembahasan
A, Penulisan dan pembukuan……………………………………..4
B, Pesatnya gerakan ijtihad……………………………………….5
C, Kemajuan ilmu fiqih…………………………………………...6
D, Tokoh-tokoh yang terkenal……………………………………7

BAB III
Penutup
A, Kesimpulan…………………………………………………..8
B, Daftar Pustaka………………………………………………..9
BAB I

Pendahuluan
A. Latar belakang

Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan
berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, ushul fiqih tidak timbul
dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah dan sahabat.
Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis
sudah ada pada zaman Rasulullah sahabat.

Berbicara mengenai perkembangan ilmu fiqh tentu tidak dapat dilepaskan dengan tahap-
tahap atau periode-periode yang ada didalamnya. Para ahli membagi sejarah perkembangan
ilmu fiqh kepada beberapa periode yaitu, periode pertumbuhan, periode sahabat, periode
pembinaan/penyempurnaan, periode kemunduran dan yang terakhir periode pembangunan
kembali. Khususnya pada periode penyempurnaan atau disebut juga periode pembinaan fiqh
islam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pada masa ini penulisan dan pembukuan
hokum islam mulai dilakukan.

Untuk lebih lanjutnya kami akan menguaikan sedikit mengenai sejarah perkembangan
ilmu fiqh pada periode penyempurnaan/pembinaan yang meliputi kemajuan ilmu fiqh,
pesatnya gerakan ijtihad serta berbagai hal lain menyangkut periode
penyempurnaan/pembinaan.

B. Tujuan penulisan

Adapun tujuanpenulisan makalah ini yaitu dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
ilmu fiqh oleh bapak DR. MOH IBNU SULAIMAN S, M.A serta juga mengharapkan
kiranya makalah ini dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa-I mengenai sejarah
perkembangan ilmu fiqh khususnya pada periode penyempurnaan/pembinaan, menjadikannya
sebagai bekal referensi, dan poin yang paling penting dari tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk bisa menambah wawasan dan pengetahuan kami sebagai penulis.

C. Rumusan masalah

Untuk memudahkan penulis dalam menyusun makalah ini, maka dengan berdasarkan
pada uraian latar belakang tersebut diatas penulis menganggap penting untuk membuat
rumusan masalah antara lain :

a) Penulisan dan pembukuan


b) Pesatnya gerakan ijtihad
c) Kemajuan ilmu fiqh
d) Tokoh-tokoh yang terkenal

BAB II

Pembahasan

Sejarah perkembangan ilmu fiqh periode


Pembinaan/Penyempurnaan ( 5-6 H )
Periode ini berlangsung pembinaan hukum islam dilakukan pada masa pemerintahan
khalifah “Umayyah” (662-750) dan khalifah “Abbasiyah” (750-1258). Di masa inilah, Lahir
para ahli hukum Islam yang menemukan dan merumuskan garis-garis hukum fikih Islam
serta muncul berbagai teori hukum Islam yang masih digunakan sampai sekarang

A. Penulisan dan pembukuan ushul fikih

Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini merupakan
periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang mnjadi
kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih slanjutnya.

Kitab-kitab ushul fiqih yang ditulis pada zaman ini, disamping mencerminkan adanya
kitab ushul fiqih bagi masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya alioran ushul
fiqih, yakni aliran hanafiah yang dikenal dengan alira fuqoha, dan aliran Mutakalimin

Salah satu yang mendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqih adalah perkembangan
wilayah Islam yang semakin luas, sehingga tidak jarang menyebabkan timbulnya berbagai
persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya. Untuk itu, para ulama Islam sangat
membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam
menggali dan menetapkan hukum.

Dengan disusunnya kaidah-kaidah syar’iyah dan kaidah-kaidah lughawiyah dalam


berijtihad pada abad II Hijriyah, maka telah terwujudlah Ilmu Ushul Fiqh.Dikatakan oleh
Ibnu Nadim bahwa ulama yang pertama kali menyusun kitab Ilmu Ushul Fiqh ialah Imam
Abu Yusuf -murid Imam Abu Hanifah- akan tetapi kitab tersebut tidak sampai kepada kita.

Diterangkan oleh Abdul Wahhab Khallaf, bahwa ulama yang pertama kali membukukan
kaidah-kaidah Ilmu Ushul Fiqh dengan disertai alasan-alasannya adalah Muhammad bin Idris
asy-Syafi’iy (150-204 H) dalam sebuah kitab yang diberi nama Ar-Risalah. Dan kitab
tersebut adalah kitab dalam bidang Ilmu Ushul Fiqh yang pertama sampai kepada kita. Oleh
karena itu terkenal di kalangan para ulama, bahwa beliau adalah pencipta Ilmu Ushul Fiqh.

Pada periode ini, metode penggalian hokum juga bertambah banyak, baik corak maupun
ragamnya. Dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat hukum dan teknis
penerapannya. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah dalam memutuskan perkara membatasi
ijtihadnya dengan menggunakan al-Quran,

Hadis, fatwa-fatwa sahabat yang telah disepakati dan berijtihad dengan menggunakan
penalarannya sendiri, seperti istihsan. Abu Hanifah tidak mau menggunakan fatwa ulama
pada zamannya. Sebab ia berpandangan bahwa mereka sederajat dengan dirinya. Imam
Maliki –setelah al-Quran dan Hadis- lebih banyak menggunakan amal (tradisi) ahli madinah
dalam memutuskan hukum, dan maslahah-mursalah.

Pada periode inilah ilmu Ushul Fiqih dibukukan. Ulama pertama yang merintis
pembukuan ilmu ini adalah Imam Syafi’i, ilmuan berkebangsaan Quraish. Ia memulai
menyusun metode-metode penggalian hukum Islam, sumber-sumbernya serta petunjuk-
petunjuk Ushul Fiqih. Dalam penyu-sunannya ini, Imam Syafi’i bermodalkan peninggalan
hukum-hukum fiqih yang diwariskan oleh generasi pendahulunya, di samping juga rekaman
hasil diskusi antara berbagai aliran fiqih yang bermacam-macam,

Sebenarnya,jauh sebelum dibukukannya ushul fiqih, ulama-ulama terdahulu telah


membuat teori-teori ushul yang dipegang oleh para pengikutnya masing-masing. tak heran
jika pengikut para ulama tersebut mengklaim bahwa gurunyalah yang pertama menyusun
kaidah-kaidah ushul fiqih.

Kalau dikembalikan pada sejarah, yang pertama berbicara tentang ushul fiqih sebelum
dibukukannya adalah para sahabat dan tabi’in. Hal ini tidak diperselisihkan lagi. Namun yang
diperselisihkan adalah orang yang mula-mula mengarang kitab ushul fiqih sebagai suatu
disiplin ilmu tersendiri yang bersifat umum dan mencakup segala aspeknya. Untuk itu kita
perlu mengetahui terlebih dahulu teori-teori penulisan dalam ilmu ushul fiqih. Secara garis
besar ada dua teori penulisan yang dikenal yakni.

Pertama, merumuskan kaidah-kaidah fiqiyah bagi setiap bab dalam bab fiqih dan
menganalisisnya serta mengaplikasikan masalah furu’ atas kaidah-kaidah tersebut. Teori
inilah yang ditempuh oleh golongan Hanafi dan merekalah yang merintisnya.

Kedua, merumuskan kaidah-kaidah yang dapat menolong seorang mujtahit dan meng-
istinbat hukum dari sumber hukum syar’i, tanpa terikat oleh pendapat seorang faqih atau
suatu pemahaman yang sejalan dengannya maupun yang bertentangan. Cara inilah yang
ditempuh Al-Qur’an-syafi’i dalam kitabnya ar-risalah, suatu kitab yang tersusun secara
sempurna dalam bidang ilmu ushul dan independen. Kitab seperti ini belum ada sebelumya,
menurut ijma’ ulama dan catatan sejarah (sulaiman:64).(3)

B. Pesatnya gerakan ijtihad

Di antara factor yang menyebabkan pesatnya gerakan ijtihad pada masa ini adalah karena
meluasnya daerah kekuasaan Islam, mulai dari perbatasan Tiongkok di sebelah Timur sampai
ke Andalusia (Spanyol), sebelah barat.
Sudah barang tentu, perluasan daerah dari suatu Negara akan berdampak semakin luas
pada jumlah dan bobot persoalan yang dihadapi, baik menyangkut social politik
ketatanegaraan maupun hal-hal yang perlu disesuaikan oleh pemimpin dan para ulamanya.
Mereka, terutama ulam-ulama, dituntut untuk berfatwa dalam menghadapi persoalan-
persoalan hokum yang frekuensinya selalu bertambah dari masa ke masa. Keadaan ini
menantang mereka untuk menafsirkan ayat-ayat Al Quran atau hadis-hadis nabi berdasarkan
penalaran ilmiah yang intens ( ijtihad ).

Dan, kondisi seperti ini pulalah anatra lain yang menyebabkan lahirlahnya pemikir-
pemikir besar dengan berbagai karya besarnya, seperti Imam Abu Hanifiah dengan salah
seorang muridnya yang terkenal Abu Yusuf(Penyusun kitab ilmu ushul fiqh yang pertama),
Imam Malik dengan kitab al-Muwatha’, Imam Syafe’I dengan kitabnya al-Umm atau al-
Risalat, Imam Ahmad dengan kitabnya Musnad, dan beberapa nama lainnya beserta karya
tulis dan murid-muridnya masing-masing.

C, Kemajuan dalam ilmu fikih

kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil,
membawa arti bagi perkembanangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam tak lagi
berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti Cairo, Bukhara, Ghaznah, dan Markusy.
Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan, raja-raja penguasa daulah-daulah
kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan peradaban.

Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu ushul fiqih yang menyebabkan sebagian
ulama memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya, antara lain Al-Baqilani, Al-Qhandi,
abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-Baghdadi, Abu Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri, Imam
Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani, Abu Humaid Al Ghazali dan lain-lain. Mereka adalah
pelopor keilmuan Islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari
mengikuti metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak
ada bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman , itulah sebabnya pada zaman
itu, generasi Islam pada kemudian hri senantiasa menunjukan minatnya pada produk-produk
ushul fiqih dan menjadikanya sebagi sumber pemikiran.

Pada masa ini fiqih islam mengalami kemajuan pesat sekali. Penulisan dan pembukuan
hukum islam dilakukan secara intensif, baik berupa penulisan hadis-hadis nabi, fatwa-fatwa
para sahabat dan tabi’in, tafsir Al-Qur’an, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam fiqih,
dan penyusunan ilmu ushul fiqh.
Tercapainya kemajuan ini berkat perhatian begitu besar terhadap ilmu fikih khususnya atau
ilmu pengetahuan umumnya. Khalifah Abasiah Harun Al-Rasyid (786 M-809 M) dan
Khalifah Al-Makmum (813 M-833 M), tercatat
sebagai khalifah yang memiliki kontribusi besar bagi munculnya ilmuan besar dg berbagai
bidang ilmunya. Diantara factor lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh
khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada periode ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu fiqh khususnya.
2. Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi ilmiah diantara para
ulama.
3. Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-Qur’an (pada masa khalifah
rasyidin), hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada abad
pertama hijriah, yang dirintis Ibnu Abbas (w.68H) dan muridnya Mujahid(w104H) dan kitab-
kitab lainnya.

D, Tokoh-tokoh yang terkenal


Pada periode inilah muncul para mujtahid yang sampai sekarang masih berpengaruh dan pendapatnya
diikuti oleh umat Islam diberbagai belahan dunia. Mereka itu diantaranya adalah:
1. Imam Abu Hanifah (Al-Nukman ibn Tsabit) : 700-767 M
Ia lahir di Kufah pada tahun 80 H dan wafat di Bagdad pada tahun 150 H. Sebagaimana ulama yang
lain, Abu Hanifah memiliki banyak halangan untuk berdiskusi berbagai ilmu agama. Semula materi
yang sering di diskusikan adalah tentang ilmu kalam yang meliputi al-Qada dan Qadar. Kemudian ia
pindah ke materi-materi fiqh Al-Khatib al-Bagdadi menuturkan bahwa Abu Hanifah tadinya selalu
berdiskusi tentang ilmu kalam.
Sebagaimana ulama lain, sumber syariat bagi Abu Hanifah adalah Al-Qur’an dan Al-Snnah, akan
tetapi ia tidak mudah menerima hadiah yang diterimanya. Lahannya menerima hadis yang
diriwayatkan oleh jama’ah dari jama’ah, atau hadist yang disepakati oleh fuqaha di suatu negeri dan
diamalkan; atau hadist ahad yang diriwayatkan dari sahabat dalam jumlah yang banyak (tetapi tidak
mutawatir) yang di pertentangkan.1[9]
Abu Hanifah dikenal sebagai imam ahlul al-ra’yu, dalam menghadapi nas al-Qur’an dan al-Sunnah.
Maka ia dikenal sebagai ahli di bidang ta’lil al-ahkam dan qiyas.
2. Malik Bin Anas: 713-795 M
Ia lahir pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H. Malik bin Anas tinggal di Madinah dan tidak
pernah kemana-mana kecuali beribadah Haji ke Mekkah. Imam Malik menempatkan Al-Qur’an
sebagai sumber hukum pertama, kemudian al hadist sedapat mungkin hadist yang mutawatir atau
masyhur.
3. Muhammad Idris Al-Syafi’i: 767-820 M
Ia lahir di Ghazah atai Asqalan pada tahun 150 H. Ia berguru kepada Imam Malik di Madinah.
Kesetiannya kepada Imam Malik ditunjukkan dengan nyantri

1[9] Muhammad Zuhri.op.cit, hal 98


di tempat sang guru hingga sang guru wafat pada tahun 179 H. Imam Syafi’i pernah juga
berguru kepada murid-murid Abu Hanifah. Ia tinggal di Bagdad selama dua tahun, kemudian
kembali ke Mekkah. Akan tetapi tidak lama kemudian ia kembali ke Irak pada tahun 198 H,
dan berkelana ke Mesir.
Dalam pengembaraannya, ia kemudian memahami corak pemikiran ahl al-ra’yu dan
ahl al-Hadis. Ia berpendapat bahwa tidak seluruh metode ahl al-ra’yu baik diambil sama
halnya tidak seluruh metode ahl al-Hadis harus diambil. Akan tetapi menurutnya tidak baik
pula meninggalkan seluruh metode berpikir mereka masing-masing. Dengan demikian Imam
Syafi’i tidak fanatik terhadap salah satu mazhab, bahkan berusaha menempatkan diri sebagai
penegah antara kedua metode berpikir yang ekstrim. Ia berpendapat bahwa qiyas merupakan
metode yang tepat untuk menjawab masalah yang tidak manshus. 2[10] Menurut Imam Syafi’i
tata urutan sumber Hukum Islam adalah:
1) Al Qur’an dan Al-Sunnah
2) Bila tidak ada dalam Al Qur’an dan Al Sunnah, ia berpindah ke Ijma.

4. Ahmad Bin Hambal (Hanbal): 781-855 M


Ia lahir di Bagdad pada tahun 164 H. Ia tinggal di Bagdad sampai akhir hayatnya
yakni tahun 231 H. Negeri-negeri yang pernah ia kunjungi untuk belajar antara lain adalah
Basrah, Mekkah, Madinah, Syam dan Yaman. Ia pernah berguru kepada Imam Syafi’i di
Bagdad dan menjadi murid Imam Syafi’i yang terpenting, bahkan ia menjadi mujtahid
sendiri.
Menurut Imam Ahmad, sumber hukum pertama adalah Al-Nushush, yaitu Al Qur’an
dan Al Hadist yang marfu. Apabila persoalan hukum sudah didapat dalam nas-nas tersebut, ia
tidak beranjak ke sumber lain, tidak pula menggunakan “metode ijtihad”. Apabila terdapat
perbedaan pendapat di antara para sahabat, maka Imam akan memilih pendapat yang paling
dekat dengan Al Qur’an dan Al Sunnah.

2[10] Ibid, hal: 113


BAB III

Penutup

Kesimpulan

Dari makalah ini dapat kita tarik kesimpulan:

Sejarah perkembangan ilmu fiqh pada masa penyempurnaan/pembinaan fiqih islam


mengalami kemajuan pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum islam dilakukan secara
intensif, baik berupa penulisan hadis-hadis nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir
Al-Qur’an, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.

Di antara factor yang menyebabkan pesatnya gerakan ijtihad pada masa ini adalah karena
meluasnya daerah kekuasaan Islam, mulai dari perbatasan Tiongkok di sebelah Timur sampai
ke Andalusia (Spanyol), sebelah barat.

Tercapainya kemajuan yang pesat pada masa ini berkat perhatian begitu besar terhadap
ilmu fikih khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya. Khalifah Abasiah Harun Al-Rasyid
(786 M-809 M) dan Khalifah Al-Makmum (813 M-833 M), tercatat sebagai khalifah yang
memiliki kontribusi besar bagi munculnya ilmuan besar dg berbagai bidang ilmunya.
Daftar Pustaka

H. Alaiddin Koto, Ilmu Fikih dan Ushul Fikih, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004

Syafi’I,Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,2007,bandung

Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang), 1971.

Anda mungkin juga menyukai